BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kehadiran televisi yang makin marak di Indonesia dengan berbagai program tayangan dan jualan tidak dapat dihindari. Apapun yang muncul dan
sifatnya baru, ada yang menilainya positif dan ada juga negatifnya. Sudut pandang positif, sudah pasti akan melihatnya dan memandangnya sebagai
sebuah kemajuan tehnologi dan perlu dimanfaatkan sesuai dengan porsinya. Ada yang melihat kehadiran televisi sebagai sebuah lahan subur untuk meraup
keuntungan tidak terbatas. Selagi kreativitas belum pudar, selama itu pula sarana tontotan yang bersifat hiburan dan informatif ini bisa meraup keuntungan. Salah
satu tolok ukur adalah ketika rating suatu program cukup tinggi, selama itu pula iklan sponsor akan banyak yang antre.
Pada sisi lain, cukup banyak keluhan masyarakat terhadap dampak negatif dari berbagai program tayangan sehingga mengkhawatirkan sejumlah kalangan,
bahkan pihak pemerintah sendiri sudah membaca kekhawatiran tersebut dengan membentuk Komisi Penyiaran Indonesia KPI hingga ke tingkat provinsi dengan
KPID-nya. Hampir di seluruh lapisan masyarakat, di segala tingkat strata pendidikan, tiada hari yang terlewat tanpa menonton televisi. Setiap orang, dari
anak-anak, muda dan dewasa bahkan yang sudah uzur bisa dipa stikan akan menghabiskan beberapa jam bahkan hampir seharian duduk dan menikmati
tayangan televisi. Kehadiran televisi menyuguhkan berbagai acara yang beragam dan menarik tanpa kompromi. Artinya, ia hadir di tengah-tengah kita dengan
Universitas Sumatera Utara
sukarela, kapanpun kita ingin menikmatinya, kita cukup menekan sebuah tombol. Ditambah lagi dengan hadirnya 11 stasiun televisi nasional, seolah tidak ada kata
bosan, kita merelakan setiap hari waktu kita bersamanya. Salah satu yang sangat menggelisahkan kita yakni saat menyaksikan
tayangan-tayangan televisi belakangan ini. Hampir semua stasiun-stasiun televisi, menayangkan program acara terutama sinetron yang cenderung mengarah pada
tayangan berbau kekerasan sadisme, pornografi, mistik, dan kemewahan hedonisme. Tayangan-tayangan tersebut terus berlomba demi rating tanpa
memerhatikan dampak bagi pemirsanya. Kegelisahan itu semakin bertambah karena tayangan-tayangan tersebut dengan mudah bisa dikonsumsi oleh anak-
anak. Para tokoh agama, budaya dan cendikiawan yang selalu konsen
mengkritisi setiap gerak tayangan televisi, belakangan seakan ikut terkesima tayangan-tayangan yang tidak lagi semipornografi, tapi malah betul-betul
menampilkan tayangan sangat memalukan sebagai bangsa yang selama ini cukup bangga dengan “Orang Timur” yang berbudaya tinggi. Bahkan terkesan tiarap dan
tidak lagi mau mengkritisi tayangan-tayangan yang tidak lagi sesuai dengan kaidah dan norma agama.
Hasil kajian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, misalnya, mencatat, rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap
minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari empat hingga lima jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa tujuh sampai
delapan jam. Jika rata-rata empat jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam, atau 18.000 jam sampai seorang anak lulus SLTA. Padahal waktu yang
Universitas Sumatera Utara
dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SLTA hanya 13.000 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada
untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur data-data 2004. Lebih parah lagi, kebanyakan orangtua tidak menyadari dampak
kebebasan media yang kurang baik terhadap anak-anak. Indikasi demikian terlihat anak-anak tidak diawasi dengan baik saat menonton televisi meski di layar cara
itu diterakan kata-kata bimbingan orangtua BO, dewasa DW dan remaja R. Dengan kondisi ini sangat dikawatirkan bahkan bisa membahayakan bagaimana
dampaknya bagi perkembangan anak-anak. Kita memang tidak bisa gegabah menyamaratakan semua program televisi berdampak buruk bagi anak. Ada juga
program televisi yang punya sisi baik, misalnya program acara pendidikan. Banyak informasi bisa diserap dari televisi yang tidak didapat dari tempat lain.
Namun, di sisi lain banyak juga tayangan televisi yang bisa berdampak buruk bagi anak. Sudah banyak survei yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
dampak tayangan televisi di kalangan anak-anak http:palembang.tribunnews.comview12562mencermati_tayangan_televisi_da
n_dampaknya-akses terakhir 6 April 2011.
Sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu harian di negara bagian Amerika Serikat menyebutkan, empat dari lima orang Amerika menganggap
kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung unsur
kekerasan. Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah Era Muslim, 27072004. Sementara itu
sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat yang dilakukan selama lebih dari tiga
Universitas Sumatera Utara
tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun, menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memeroleh nilai lebih
rendah dibanding anak yang sedikit menghabiskan waktunya menonton tayangan yang sama KCM, 11082005. Dua survei itu sebenarnya bisa jadi pelajaran
http:palembang.tribunnews.comview12562mencermati_tayangan_televisi_da
n_dampaknya
Film animasi Little Krishna sedang banyak diminati akhir-akhir. Saat ini ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta Nasional meskipun dengan
episode yang sangat terbatas. Little Krishna mengisahkan kehidupan masa kecil Krishna yang merupakan inkarnasi atau personalitas dari Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi dapat disimpulkan film ini masuk dalam kategori religius meskipun dikemas dalam nuansa menghibur. Unsur pendidikan agama, khususnya Hindu tersirat
jelas di dalamnya. Film Little Krishna diwujudkan dalam bentuk animasi yang sangat menarik dengan gambar-gambar indah. Dilihat dari kemasannya, jelas
terlihat film ini ditujukan untuk penonton anak-anak tentunya dengan maksud mengajarkan nilai-nilai kebajikan dan religiusitas sedini mungkin. Namun
benarkah film ini sesuai jika dimasukkan dalam kategori film anak-anak atau segala usia.
Meskipun mengambil karakter Krishna dimasa kecil, film ini mengandung muatan filosofi yang sangat berat dan dalam, yang tentunya tertalu sulit untuk
dipahami oleh nalar anak-anak. Filosofi-filosofi moral yang berat menghiasi hampir seluruh tayangan ini. Baik itu dalam bentuk dialog, narasi, maupun adegan
di dalamnya. Disana dikisahkan, masa kecil Krishna penuh kenakalan dan sikap usil kanak-kanak, namun dilain pihak meskipun nakal tapi tetap disanjung dan
Universitas Sumatera Utara
dicintai oleh siapa saja. Krishna kecil juga senang mencuri susu dan mentega untuk dinikmati bersama teman-temannya. Hal-hal seperti ini adalah contoh
kejadian dalam film yang membutuhkan penjelasan orang tua kepada anak- anaknya.
Ada beberapa adegan yang penuh muatan filosofis dalam film ini yaitu saat Brahma menculik anak-anak gembala dan anak-anak sapi. Dialog antara
Krishna dan Brahma begitu sulit untuk dipahami anak-anak tanpa pengetahuan dan kebijaksanaan orang dewasa. Dalam episode ini ada kalimat Krishna kepada
Brahma yang maknanya terlalu dalam untuk dapat diresapi. “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku tidak bisa dipahami hanya dengan pengetahuan dan meditasi.
Aku hanya bisa dipahami dengan Cinta dan ketaatan”. Secara keseluruhan film ini sangat bagus, mendidik, penuh ajaran moral
dan filosofi tingkat tinggi. Anak-anak akan mendapatkan banyak hiburan dan pendidikan dari film ini namun harus disertai dengan bimbingan dari orang tua.
Dan untuk orang dewasa film ini sangat layak untuk dinikmati, sangat cerdas dan syarat nilai-nilai kehidupan. Tayangan ini tentunya dapat memenuhi kebutuhan
informasi ataupun hal lainnya yang dibutuhkan oleh khalayak. Kebutuhan tersebut berupa kebutuhan kognitif yang didasarkan pada hasrat untuk memuaskan rasa
penasaran akan kisah keagamaan Hindu dan kebutuhan afektif yang berhubungan dengan peneguhan nilai emosional berupa kesenangan setelah menonton tayangan
Little Krishna. Hal lain yang menjadi alasan khalayak memilih tayangan Little Krishna dikarenakan alasan pribadi berupa hasrat melarikan diri dari kenyataan
karena tugas sekolah yang berat dan belakangan ini kerap menjadi alasan utama
Universitas Sumatera Utara
anak dalam melepaskan segala permasalahannya dan menjadikan sebuah tayangan di televisi sebagai teman penghibur mereka.
Dari uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana hubungan antara hubungan tayangan Film Little Krishna di MNC
TV
terhadap kebutuhan akan hiburan di kalangan Masyarakat Tamil India di Kampung Madras,
kota Medan.
I.2 Perumusan Masalah