Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2005

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2005

Baju takwä Paku Buwono XIII Pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 dimaknai sebagai ketajaman hati manusia dalam menghadapi dan mengendalikan liku kehidupannya 54 . Hal tersebut seolah tidak terkait dengan nama takwä pada baju. Jika dilihat dari nama takwä sendiri, busana tersebut mencerminkan

kedekatan dengan Tuhan 55 . Menurut Honggopuro (2002: 69) sebutan baju takwä dimaksudkan beriman kepada Tuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa maknanya adalah ketakwaan manusia yang tercermin dengan ketajaman hati dalam menghadapi dan mengendalikan liku kehidupan (ujian dari Tuhan). Warna magenta /

ungu kemerahan baju takwä dimaknai sebagai kebangkitan 56 .

54 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

55 Ratna Endah Santoso, Busana Paku Buwono XII (Tesis: Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia, Surakarta), hlm 217.

56 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012 dan Gray. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012.

bermakana ketajaman hati manusia dalam menghadapi dan mengendalikan liku kehidupannya merupakan cermin ketakwaan.

Ornamen lung-lungan bordir benang emas pada baju takwä menurut Sugeng Tukiyo merupakan gambaran kehidupan atau sesuatu yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Disimbolan melalui bentuk-bentuk kuncup, daun, bunga, dan tangkai yang seolah-olah

terus tumbuh yang bermakna, sepirit kehidupan 57 . Berbeda dengan pemaknaan menurut KP. Winarnokusumo, bahwa lung-lungan dimaknai sebagai liku-liku dalam kehidupan. Kedua pemaknaan tersebut memiliki esensi utama yaitu kehidupan, sehingga motif lung- lungan dapat dimaknai sebagai proses menjalani kehidupan dengan baik niscaya akan mendapatkan keberuntungan dan kebaikan di dunia dan akhirat.

Batik yang dikenakan tahun 2005 adalah batik parang yang dipadu dengan motif garudhä dan motif isian lung, gunung, dan puspitä . Batik tersebut dimaknai sebagai kekuatan menghadapi rintangan yang disimbolkan dengan motif parang-nya, dan bisa menang tanpa perang yang disimbolkan dengan motif garudhä-nya. Ornamen isiannya seperti lung, rumah, dan puspitä (bunga)

57 Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di 57 Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di

Kuluk kanigaran bermakna kemuliaan abadi, yang tergambar melalui warna emas pada lungsènnya yang berarti kemuliaan, dan warna hitam yang berarti keabadian (langgêng) 59 . Pemaknaan tersebut merupakan wujud dari kedudukan raja sebagai manusia dalam dunia tengah (sakala-niskala), yang harus mampu mengendalikan lima sifat dasar manusia (kiblat papat limä pancêr).

Setagen yang dikenakan sebagai pengikat batiknya dimaknai sebagai tekat/pendirian manusia yang harus kuat. Makna tersebut digambarkan dengan ikatan setagen pada kain batik, ikatan tersebut

harus kuat karena batik memiliki falsafah yang baik 60 . Sabuk yang dikenakan Paku Buwono XIII menurut Winarnokusumo bermakna sinuwun punikä samukawis kawicaksanan, tindak tandhuk sarwi ngrêmênakên 61 . Maksud dari pemaknaan tersebut bahwa seorang raja hendaknya berperilaku bijaksana dan seluruh

58 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

59 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

60 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 60 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

Lengkapan lainnya adalah èpèk yang berfungsi sebagai pengencang sabuk, dimaknai sebagai kekuatan yang mampu mengendalikan sesuatu yang tidak baik. Sedangkan corak pada èpèk, yaitu untu walang dimaknai sebagai kemampuan memangkas sesuatu yang tidak baik. Ornamen lung-lungan yang menjadi isian corak untu

walang dimaknai sebagai liku-liku kehidupan 62 . Secara keseluruhan èpèk yang digunakan Paku Buwono XIII pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 dapat dimakanai sebagai kemampuan seorang pemimpin/raja dalam meencegah serta mengendalikan sesuatu yang tidak baik dalam kehidupan yang penuh liku.

Timang yang berfungsi sebagai pengunci èpèk bermakna kebijaksanaan dalam bertidak dan berperilaku. Sedangkan lêrêp yang berfungsi sebagai pengait sisa èpèk dimaknai sebgai ketenangan dalam

mempertimbangkan sesuatu 63 . Pemaknaan ini terasa tidak relevan dengan konsep timang dan lêrêp PB XIII, yang mengarahkan pada pencitraan raja. Hal ini menunjuk kemungkinan bahwa timang dan

62 wawancara 03 Januari 2012.

sehingga dapat dimaknai sebagai kewibawaan. Keris dengan jenis gayaman dimaknai sebagai kesederhanaan pribadi yaitu tidak menonjolkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki sehingga akan berakibat pada sifat penyombongan diri. Pemaknaan tersebut disimbolkan oleh bentuk keris yang sederhana, dan kepraktisan dalam pemakaiannya.

Sêlop dengan ornamen lung-lungan, bordir mahkota, dan bertuliskan PB XIII dimaknai dengan kemuliaan yang abadi. Makna tersebut disimbolkan dengan warna hitam (abadi), dan bordir emas ornamen lung (kemuliaan). Sedangkan bordir mahkota menyimbolkan kekuasaan milik raja, dan bordir tulisan PB XIII menyimbolkan raja yang sedang bertahta. Sehingga secara keseluruhan selop yang digunakan Paku Buwono XIII pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 bermakna kemuliaan abadi bagi kekuasaan raja Paku Buwono

XIII 64 .

Lencana penghargaan yang dikenakan Paku Buwono XII dimaknai sebagai cahaya kemuliaan, disimbolkan dengan bentuk pancaran bintang emas. Hal ini mengacu pada perilaku baik yang mampu memberi penerangan, dan contoh pada masyarakat. Sedangkan warna merah dan kuning pada sehelai kainnnya juga mengandung

64 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012 64 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

sebagainya 65 . Selain bintang Sri Kabadya Paku Buwono XIII juga menggunakan bros berbentuk puspitä/bunga mawar yang bermakna

kebaikan dan kemuliaan dalam kehidupan 66 .

Asessoris berupa kalüng ulür bermakna kemuliaan, kewibawaan, dan kebijaksanaan seperti Paku Buwono X. Hal tersebut sesuai dengan konsep kalüng ulür yang mengacu pada kisah terputusnya hubungan suami-istri antara raja keraton Surakarta dan Kanjeng Ratu Kidül . Cincin Paku Buwono XIII yang merupakan perhiasan sebagai bentuk pengganti cincin stempel pada kekuasaan terdahulu bermakana keindahan, dan kewibawaan. Pemaknaan tersebut didasarkan pada konsep pemakaian cincin sebagai pembentukan nilai pencitraan raja.

Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 secara keseluruhan bermakna kebangkitan kekuasaan, kewibawaan, dan kemuliaan raja penerus tahta. Pemaknaan tersebut merupakan esensi pencitraan dan

65 Berdasarkan wawancara dengan GKR Galuh Kencono pada 30 Januari 2012

66 GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi, pada 20 Januari 2012 66 GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi, pada 20 Januari 2012