93 keinginan menjelaskan dan menafsirkan. Akan tetapi, tampaknya kedua faktor ini
saling bergantung dan tidak jarang tumpang tindih, sehingga sulit untuk menentukan perbedaan antara keduanya secara jelas.
Selain pendapat Suwito di atas, penulis juga mengacu kepada pendapat Haugen Rohmana, 2000 : 67 yang menekankan pula pada faktor kebiasaan. Penulis
berasumsi bahwa apa yang diajukan tersebut sangat relevan dengan apa yang ingin penulis capai dalam penelitian ini. Jadi dalam menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya campur kode dalam penelitian ini, penulis membatasi pada tiga faktor- faktor berikut : 1 peranan, 2 keinginan menjelaskan dan menafsirkan dan 3
kebiasaan.
4.3.1 Faktor Identifikasi Peran
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap para penyiar keempat mata acara Pro 2 FM RRI stasiun Medan terhadap penggunaan campur kode
sebagai wujud identifikasi peran dalam membawakan keempat mata acara tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel-14 Distribusi respon penyiar terhadap penggunaan campur kode sebagai wujud identifikasi peran
No Alasan Penggunaan Campur Kode
F
1 Bergengsi
6 40,00
Universitas Sumatera Utara
94 2
Status sosial 6
40,00 3
Memperlihatkan kekuasaan 3
20,00 JUMLAH
15 100
Sumber: Data Primer 2009 Ukuran untuk peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Campur kode
yang terjadi ditunjukan untuk meng peranan penutur, baik secara sosial, registral, maupun edukasional. Misalnya dalam pemakaian bahasa jawa pemilihan variasi
bahasa dan cara mengekpresikan variasi bahasa itu dapat memberi kesan tertentu baik tentang status sosial ataupun tingkat pendidikan penuturnya.
Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang tertentu
cenderung memilih bercampur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk mewujudkan status
sosial dan pribadinya dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada tabel-13 di atas, dari 15 orang responden, yakni para penyiar Pro 2 RRI stasiun Medan, 6 orang atau 40
menyatakan bahwa mereka menggunakan campur kode dalam setiap kali siar bertujuan untuk menaikkan status sosial mereka di hadapan para pendengar bahwa
mereka memiliki kosa kata asing yang berarti juga memperlihatkan bahwa diri mereka adalah orang-orang yang terpelejar dan berpendidikan tinggi.
Sebagian penyiar, sebanyak 6 orang responden atau sebanyak 40, menggunakan campur kode sekedar untuk bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik
Universitas Sumatera Utara
95 faktor situasi, lawan bicara, topik dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain
sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk menggunakan campur kode. Oleh karena campur kode semacam ini tidak didukung oleh faktor-faktor yang seharusnya
mendukung tidak komunikatif. Campur kode demikian biasanya didasari oleh penilaian penutur bahwa bahasa yang satu lebih tinggi nilai sosialnya dari bahasa
yang lain. Adapun sebagian kecil penyiar yakni sebanyak 3 orang 20 menyatakan
bahwa mereka menggunakan campur kode hanya untuk menyatakan secara eksplisit kepada pendengar bahwa mereka memiliki kekuasaan sehingga dapat memberikan
penjelasan dan pengertian kepada pendengar tentang sesuatu hal, baik yang ditanyakan atau tidak ditanyakan oleh para pendengar.
Pada sisi lain, yakni para pendengar menyatakan juga bahwa mereka menggunakan campur kode untuk mengkan dirinya sebagai orang terpelajar dan
memiliki kosa kata asing yang tidak kalah dengan siapa pun, termasuk para penyiar. Sehingga setiap pendengar maupun penyiar akan lebih menghargai dirinya sebagai
orang yang terpelajar karena mampu mengimbangi penyiar dalam hal kosa kata bahasa asing. Selain itu, juga mereka juga menyatakan bahwa penggunaan campur
kode tersebut juga agar terdengar lebih bergengsi. Hal ini seperti yang tergambar pada tabel berikut ini.
Tabel-15 Distribusi respon pendengar terhadap penggunaan campur kode sebagai wujud identifikasi peran
No Alasan Penggunaan Campur Kode
F
Universitas Sumatera Utara
96 1
Bergengsi 5
33,33 2
Status sosial 8
53,33 3
Memperlihatkan kekuasaan 2
13,34 JUMLAH
15 100
Sumber: Data Primer 2009 Berdasarkan tabel di atas tergambar bahwa sebagian besar responden yang
berasal dari pendengar yakni sebesar 53,33 atau sebanyak 8 responden menyatakan bahwa penggunaan campur kode yang mereka lakukan lebih disebabkan karena
alasan agar status sosial mereka dianggap tinggi. Sehingga dengan demikian gengsi mereka pun akan menjadi lebih tinggi didengar oleh pendengar lainnya atau para
penyiar Pro 2 FM RRI stasiun Medan. Hal ini terlihat dari angka persentase yakni sebesar 33,33 atau sebanyak 5 responden menyatakan bahwa penggunaan campur
kode dalam tindak tutur yang mereka lakukan adalah untuk lebih menaikkan gengsi mereka. Hanya 13,34 atau sebanyak 2 responden yang menyatakan bahwa
penggunaan campur kode yang mereka lakukan adalah untuk memperlihatkan bahwa diri mereka juga mampu berkomunikasi menggunakan kosa kata asing sebagai
perwujudan bahwa mereka juga memiliki kekuasaan atau kemampuan dalam bertindak tutur menggunakan kosa kata asing.
4.3.2 Faktor Menjelaskan dan Menafsirkan