Aplikasi Sanitizer HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Formula Sanitizer

Tingkat pengurangan residu profenofos terhadap sayuran yang dicobakan lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dari profenofos. Menurut Mc Ewen dan Stephenson 1979 tingkat kelarutan bahan aktif pestisida sangat berpengaruh terhadap pengurangan residu pestisida yang disebabkan proses pencucian. Penelitian Noblet 1996 membandingkan tingkat kelarutan diazinon, methylparathion dan chlorphyrifos dengan proses hidrolisis, diazinon yang mempunyai tingkat kelarutan paling tinggi 60 mgL dibanding methylparathion 2,6 mgL dan chlorphyrifos 1,4 mgL memperlihatkan tingkat hidrolisis diazinon juga paling tinggi dibanding methylparathion dan chlorphyrifos.

4.6. Aplikasi Sanitizer

Penerapan perlakuan kombinasi sanitizer dan waktu kontak didasarkan pada efektifitas bakterisidal dan pengurangan residu insektisida dari sayuran segar yang dicobakan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa efektifitas sanitizer berbeda-beda terhadap daya bakterisida dan pengurangan residu insektisida profenofos. Hasil analisis data dengan menggunakan Program SAS tidak menghasilkan suatu kombinasi yang optimum dari masing masing kombinasi perlakuan terhadap parameter yang diukur, walaupun dalam prediksi yang dilakukan dengan Program SAS, dapat menunjukkan kombinasi yang optimum dari masing masing faktor, tetapi semua prediksi yang dilakukan diluar jangkauan sehingga tidak dapat dilakukan aplikasi. Namun demikian kombinasi sanitizer asam asetat, natrium hipoklorit terhadap masing-masing parameter mikroba patogen menunjukkan bahwa perlakuan di titik pusat dengan kombinasi asam asetat 2, natrium hipoklorit 100 ppm dan waktu kontak 4 menit menghasilkan tingkat inaktivasi yang tinggi sebesar 99,95 untuk total mikroba, 99,99 untuk inaktivasi E. coli dan 99,98 untuk tingkat inaktivasi Salmonella. Dengan dasar pertimbangan ini, kombinasi asam asetat 2, natrium hipoklorit 100 ppm dan waktu kontak 4 menit menjadi pilihan sanitizer yang akan diaplikasikan di tingkat petani. Penggunaan sanitizer dengan kombinasi asam asetat dan natrium hipoklorit untuk proses pengurangan residu insektisida yang optimum, didapatkan dari proses pengolahan data pengurangan residu insektisida profenofos di laboratorium. Pengolahan data menggunakan Program SAS didapatkan prediksi nilai optimum untuk mengurangi residu insektisida adalah dengan mengkombinasikan asam asetat 2,75, natrium hipoklorit 77 ppm dengan waktu kontak 3,5 menit, dari prediksi tersebut tingkat pengurangan yang dihasilkan sebesar 3,32. Aplikasi di tingkat petani dilakukan dengan menempatkan sanitizer di sebuah ember plastik, setelah dilakukan pembersihan dari tanah dan sortasi awal, produk dilakukan perendaman pada ember yang telah diberi larutan sanitizer, untuk beberapa saat kemudian diangkat dan dilakukan pembilasan dengan air bersih. Hasil aplikasi sanitizer dengan menggunakan asam asetat 2,75, natrium hipoklorit 77 ppm dengan waktu kontak 3,5 menit Sanitizer A yang merupakan sanitizer yang memprediksikan tingkat pengurangan residu pestisida tinggi terhadap beberapa parameter yang diamati pada beberapa sayuran segar di daerah Pacet Hasil pengujian pengurangan kandungan residu pestisida pada sayuran dengan menggunakan Cromatography Gas Shimadzu Model GC-4CM dengan menggunakan detektor 63 Ni ECD dengan kolom OV 17 disajikan pada Lampiran 11 seperti tampak pada Tabel 22. Tabel 22. Pengujian Sanitizer A pada Beberapa Parameter di Pacet Cipanas Kandungan mikroba log CFUg Residu Insektisida ppm No Jenis Sayuran TPC E. coli Salmonella Profenofos Klorpirifos Metidation 1 Kentang Bit 1 2 Seledri 1,845 3 Tomat 0.0068 0,0137 4 Wortel 1,477 0,0185 Pengujian sanitizer juga dilakukan di kawasan agopolitan Babelan Bekasi. Sanitizer yang diaplikasikan merupakan kombinasi asam asetat 2, natrium hipoklorit 100 ppm dan waktu kontak 4 menit Sanitizer B yang merupakan sanitizer dengan tingkat inaktivasi yang tinggi pada beberapa parameter mikroba yang diamati. Hasil pengujian sanitizer terhadap beberapa parameter yang diamati seperti tampak pada Tabel 23. Tabel 23. Pengujian Sanitizer B pada Beberapa Parameter di Babelan Bekasi Kandungan mikroba log CFUg Residu Pestisida ppm No Jenis Sayuran TPC E. coli Salmonella Profenofos Klorpirifos Paration 1 Bayam 1,903 2 Kangkung 1,699 0,0358 0,0013 3 Daun Singkong 2,079 Secara umum aplikasi kedua formula sanitizer yang diterapkan menunjukkan bahwa pengamatan terhadap parameter kandungan mikroba akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. ICMSF International commision on Microbiological Spesification for Foods 1996 merekomendasikan sayuran yang akan di makan mentah maksimum mengandung E. coli kurang dari 10 3 CFUg dan Salmonella harus tidak ada dalam 25 gram sample, selain itu total mikroba maksimal 3 sampel dari 5 sampel yang dianalisa boleh mengandung total mikroba 10 5 -10 6 CFUg. Sedangkan Ditjen POM 1989, mensyaratkan bahwa sayuran yang dimakan mentah maksimum mengandung E. coli dalam 10 2 CFU per gram dan tidak mengandung Salmonella. Efektifitas sanitizer yang dicobakan menunjukkan efektifitas lebih rendah jika dibandingkan pada saat pengujian formulasi sanitizer untuk mendapatkan sanitizer terbaik. Pengurangan kandungan total mikroba pada saat pengujian awal menunjukkan bahwa sanitizer yang dicobakan mampu mengurangi total mikroba rata-rata 6,26 log CFUg sedangkan pada aplikasi rata-rata total pengurangan mikroba sebesar 5,59 log CFUg. Penyebab turunnya efektifitas ini dimungkinkan karena kualitas air yang digunakan sebagai pelarut formula sanitizer berbeda dengan air pada saat perlakuan di laboratorium. Sifat antimikrobial dari bahan kimia sebagai sanitizer dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan selama proses sanitasi, faktor–faktor yang berpengaruh dan berperan penting pada sanitizer khususnya senyawa klorin adalah pH, temperatur, kandungan organik dan kualitas air. Kualitas air meliputi alkalinitas, kandungan organik dan sifat kesadahan air adalah faktor yang berhubungan dengan pH lingkungan dan berdampak pada keefektifan sifat antimikrobial dari senyawa klorin sebagai sanitizer Davidson dan Brenan, 1993. Pengaruh pH berhubungan dengan disosiasi natrium hipoklorit dalam air menjadi Cl 2 , HOCl dan Cl - , dimana ketiga komponen tersebut mempunyai daya bakterisida yang berbeda. Pada pH 4-5 natrium hipoklorit akan terdisosiasi dalam air membentuk asam hipoklorit sehingga konsentrasi asam hipoklorit dalam larutan meningkat, bila terjadi penurunan pH dibawah 4 natrium hipoklorit akan terdisosiasi membentuk Cl 2 sehingga jumlahnya meningkat sedangkan jika dalam kondisi pH di atas 5 natrium hipoklorit akan terdisosiasi membentuk OCl - sehingga terjadi peningkatan konsentrasi OCl - dalam air. Begitu juga dengan natrium hipoklorit, asam asetat dalam efektifitas kerjanya juga dipengaruhi pH larutan, asam asetat akan terdisosiasi dalam air menjadi CH 3 COO - dan H + , tingkat disosiasi ini tergantung dari kondisi lingkungan, jika kondisi lingkungan asam akan terjadi peningkatan ion H + sehingga kesetimbangan akan menuju ke bentuk yang tidak terurai, bentuk ini mempunyai sifat larut dalam lemak sehingga dapat menembus membran sel dan menyebabkan pH internal sel berubah, aktivitas enzim dan asam nukleat terganggu dan sel menjadi mati Garbutt, 1997. Pengujian efektifitas pengurangan kandungan residu pestisida pada aplikasi dilapangan menunjukkan tingkat pengurangan lebih baik dari analisis residu insektisida yang ditemukan pada sayuran tomat dan wortel. Penurunan tingkat residu insektisida pada tomat sebesar 0,0052 ppm 21,94 untuk residu insektisida jenis klorpirifos sedangkan untuk wortel sebesar 0,0023 ppm 25,27 untuk residu insektisida jenis profenofos. Hasil ini mengalami peningkatanjika dibandingkan dengan pengujian pengurangan residu insektisida jenis profenofos yang dilakukan pada saat pengujian formulasi sanitizer untuk mendapatkan sanitizer terbaik, hal ini disebabkan adanya pengaruh pH dan temperatur saat aplikasi di tingkat petani. Menurut Mc Ewen dan Stephenson 1979, menyebutkan salah satu faktor degradasi insektisida secara kimia dipengaruhi oleh pH, sedangkan menurut Noblet et al. 1996 menerangkan bahwa proses hidrolisis pestisida sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan dimana senyawa kimia terhidrolisis. Pengujian pada residu sanitizer yang digunakan khususnya klorin dilakukan dengan menggunakan metode tritrasi iodometri, dimana dari hasil analisis menunjukkan bahwa dengan pembilasan dengan air menghasilkan residu klorin pada sayuran berada pada kisaran 1-2 ppm. Pengurangan kandungan klorin pada sayuran segar disebabkan terjadinya proses pencucian oleh air pembilas, dimana kandungan klorin pada air pembilas adalah nol, sehingga dengan dilakukannya proses pembilasan dengan air tersebut mengakibatkan terjadinya proses peluruhan senyawa klorin yang menempel pada saat perlakuan dengan larutan sanitizer pada sayuran segar. Kandungan residu klorin yang ada di sayuran mengindikasikan bahwa residu klorin di bawah batas ambang yang ditetapkan. Menurut Fardiaz 1992, standar baku air minum mensyaratkan bahwa kandungan klorin maksimal yang diperbolehkan 100 ppm, mengacu hal tersebut, maka dengan kandungan klorin 1-2 ppm maka dapat dikatakan bahwa sayuran aman untuk di konsumsi. Baku mutu air minum disajikan pada Lampiran 12.

4.7. Analisis Biaya Produksi Sanitizer