Lampiran 6. Data Karakteristik Lahan
Lampiran 7. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Fisik Tanaman Kakao
Lampiran 8. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Fisik Tanaman Kelapa
Lampiran 9. Data Input dan Output Usahatani Kakao
Lampiran 10. Data Input dan Output Usahatani Kelapa
Lampiran 11. Penilaian Ukuran Butir M Kelas tekstur
USDA Nilai M
Kelas tekstur USDA
Nilai M Liat berat
210 Pasir 3035
Liat sedang 750 Lempung berpasir
3245 Liat berpasir
1213 Lempung liat berdebu 3770
Liat ringan 1685 Pasir berlempung
4005 Lempung liat berpasir
2160 Lempung 4390
Liat berdebu 2830 Lempung berdebu
6330 Lempung berliat
2830 Debu 8245
Sumber : Hammer 1978 dalam Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 12. Kelas Kandungan C-organik Kelas
C-Organik Nilai
Sangat Rendah 1
Rendah 1 – 2
1 Sedang
2,1 – 3 2
Tinggi 3,1 – 5
3 Sangat
-
5 gambut tinggi
4
Sumber : Hammer 1978 dalam Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 13. Penilaian Struktur Tanah Tipe struktur
Nilai Granular sangat halus very fine granular
1 Granular halus fine granular
2 Granular sedang dan kasar medium, coarse granular
3 Gumpal lempeng, pejal blocky, platty, massif
4
Sumber : Hammer 1978 dalam Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 14. Penilaian Permeabilitas Tanah Kelas Permeabilitas
cmjam Nilai
Cepat rapid 25,4
1 Sedang sampai cepat moderat to rapid
12,7 – 25,4 2
Sedang moderat 6,3 – 12,7
3 Sedang sampai lambat moderat to slow
2,0 – 6,3 4
Lambat 0,5 – 2,0
5 Sangat lambat very slow
0,5 6
Sumber : Hammer 1978 dalam Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 15. Nilai Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng LS Kemiringan Lereng Nilai LS
0 – 8 0,25
8 – 15 1,20
15 – 25 4,25
25 – 45 9,50
45 12,00
Sumber : Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 16. Nilai faktor Tanaman C dengan Pertanaman Tunggal No.
Jenis Tanaman Abdulrachman et al.
1981 Hammer
1981 1.
Rumput Brachiaria decumbers tahun I 0,287
0,3 2.
Rumput Brachiaria decumbers tahun II 0,002
0,002 3.
Kacang tunggak 0,161
- 4.
Sorghum 0,242
- 5.
Ubi kayu -
0,8 6.
Kedelai 0,399
- 7.
Serai wangi 0,434
0,4 8.
Kacang tanah 0,20
0,2 9.
Padi lahan kering 0,561
0,5 10.
Jagung 0,637
0,7 11.
Padi sawah 0,01
0,01 12.
Kentang -
0,4 13.
Kapas, Tembakau 0,5-0,7
- 14.
Nanas dengan penanaman menurut kontur: a. dengan mulsa dibakar
0,2-0,5 -
b. dengan mulsa dibenam 0,1-0,3
- c. dengan mulsa di permukaan
0,01 -
15. Tebu
- 0,2
16. Pisang jarang yang monokultur
- 0,6
17. Talas
- 0,86
18. Cabe, jahe, dll
- 0,9
19. Kebun campuran rapat
- 0,1
Kebun campuran ubi kayu + kedelai -
0,2 Kebun campuran gude + kacang tanah jarang
0,495 0,5
20. Ladang berpindah
- -
21. Tanah kosong diolah
1,0 -
22. Tanah kosong tak diolah
- -
23. Hutan tak terganggu
0,001 -
24. Semak tak terganggu sebagian rumput
0,01 25.
Alang-alang permanen 0,02
- 26.
Alang-alang dibakar 1 kali 0,70
- 27.
Semak lantana 0,51
- 28.
Albizia dengan semak campuran 0,012
- 29.
Albizia bersih tanpa semak dan tanpa serasah 1,0
-
No. Jenis Tanaman
Abdulrachman et al. 1981
Hammer 1981
30. Pohon tanpa semak
0,32 -
31. Kentang ditanam searah lereng
1,0 -
32. Kentang ditanam menurut kontur
0,35 -
33. Pohon-pohon dibawahnya dicangkul diolah
0,21 -
34. Bawang daun ditanam dalam bedengan
0,08 -
Sumber : Abdulrachman, Sofiyah, dan Kurnia 1981; Hammer,
1981 dalam
Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 17. Nilai Faktor Teknik Konservasi Tanah P No. Teknik Konservasi tanah
Nilai P 1.
Teras bangku a. Sempurna
b. Sedang c. Jelek
0,37 0,04
0,15 0,35
2. Teras tradisional
0,40 3.
Padang rumput permanen grass field a. Bagus
b. Jelek 0,04
0,40 4.
Hill side ditch atau field pits 0,3 .
5. Contour cropping
a. dengan kemiringan 0-8 b. dengan kemiringan 9-20
c. dengan kemiringan 20 0,5
0,75 0,9
6. Limbah jerami yang digunakan
a. 6 tonlhaltahun b. 3 tonhatahun
c. 1 tonhatahun 0,3
0,5 0,8
7. Tanaman perkebunan
a. dengan penutup tanah rapat b. dengan penutup tanah sedang
0,1 0,5
8. Reboisasi dengan penutup tanah pada tahun awal
0,3 9.
Strip cropping jagung-kacang tanah, sisa tanaman dijadikan mulsa
0,050 10.
Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087
11. Jagung-mulsa jerami padi
0,008 12.
Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 tonha 0,193
13. Kacang tanah-kacang hijau
0,730 14.
Kacang tanah-kacang hijau-mulsa jeram; 0,013
15. Padi gogo-jagung-kacang tanah + mulsa
0,267 16.
Jagung+padi gogo+ubi kayu+kacang tanah, sisa tanaman dijadikan mulsa
0,159 17.
Teras gulud : padi-jagung 0,013
18. Teras gulud : sorghum-sorghum
0,041 19.
Teras gulud : ketela pohon 0,063
20. Teras gulud :jagung-kacang tanah, mulsa+sisa tanaman
dijadikan mulsa 0,006
No. Teknik Konservasi tanah Nilai P
21. Teras gulud : jagung-tanah + kedelai
0,105 22.
Teras gulud : Padi-jagung-kacang tunggak, kapur 2 tonha 0,012
23. Teras bangku : jagung-ubi kayukedelai
0,056 24.
Teras bangku : sorghum-sorghum 0,024
25. Teras bangku :kacang tanah-kacang tanah
0,009 26.
Teras bangku: tanpa tanaman 0,039
27. Serai wangi
0,537 28.
Alang-alang 0,021
29. Ubi kayu
0,461 30.
Sorghum-sorghum 0,341
31. Crotalaria ussaramuensis
0,502 32.
Padi gogo-jagung 0,209
33. Padi gogo-jagung-mulsa jerami
0,083 34.
Padi gogo-jagung-kapur 2 tonha-mulsalpupuk kandang 10-20 tonha
0,030 35.
Jagung + padi gogo + ubi kayu- kedelaikacang tanah 0,421
36. Jagung + kacang tanah-kacang hijau-mulsa
0,014 37.
Strip crotalaria-sorghum-sorghum 0,264
38. Strip crotalaria-kacang lanah-ketela pohon
0,405 39.
Strip crotalaria-padi gogo-kedelai 0,193
40. Strip rumput-padi gogo
0,841
Sumber : Hardjowigeno et al. 2007
Lampiran 18. Tingkat Bahaya Erosi berdasar Tebal Solum Tanah dan besarnya Bahaya erosi jumlah erosi maksimum, A
Tebal Solum cm
Erosi Maksimum A-tonhatahun 15
15 – 60 60 – 180
180 – 480 480
90 SR
S S
B SB
60 – 90 R
B B
SB SB
30 – 60 S
SB SB
SB SB
30 B
SB SB
SB SB
Keterangan: SR = sangat rendah, R = rendah, S = sedang, B = berat, SB= sangat berat Sumber : Hardjowigeno et al. 2007
ABSTRACT
HAIKAL ALI. The Spatial Utilization Evaluate Base on Land Suitability And
Economic Analysis of Perennial Crops With ALES And GIS Approach. Whereas Supervised by Suratmo F. Gunarwan, Mudikdjo Kooswardono, Hardjowigeno
Sarwono, Widiatmaka
The aim of this research: 1 Determine of land suitability class of perennial crops in the study area; 2 Determine of economic suitability class in the study
area; and 3 Determine of feasibility level of farming system of perennial crops in the study area. The data analysis using Automated Land Evaluation System
ALES to determine the physical land suitability class and economic analysis and Geographic Information System GIS using software of Arc View for the
visualization of Spatial Utilization Map of perennial crops. The result of research show of the land unit LU 1 and 4 have land suitability class of S2rc Moderately
Suitable with limiting factor of rooting condition; The SL 2 have land suitability class of S3rc dominantly and S2rc Marginally Suitable and Moderately Suitable
with limiting factor of rooting condition; The SL 5 and 6 have land suitability class of S3rc Marginally Suitable with limiting factor of rooting condition; The
SL 3 have land suitability class of S3rc dominantly and Nrc Marginally Suitable and Not Suitable with limiting factor of rooting condition. The result of land
suitability analysis show the spatial utilization for cacao development is profitable Rp. 8,000,000 to Rp. 25,000,000 per year there are in SL 1, SL 2, and SL 4
about 40,825 Ha with land suitability class of S2 and SL 3, SL5, and SL 6 about 36,415 Ha with land suitability class of S3 Rp. 1,000,000 to Rp. 8,000,000 per
year. For coconut development that beneficial are in SL 1, SL 2, SL 3, and SL 4 about 64,151 Ha with land suitability class of S3 with benefit level of Rp.
1,000,000 to Rp. 8,000,000 per year whereas of SL 5 and SL 6 about 13,085 Ha have land suitability class N1 is mean not benefit.
Keywords : Land Suitability, Automated Land Evaluation System ALES, Geographic Information System GIS
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan tanaman tahunan khususnya kakao dan kelapa dalam di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap kedua komoditas tersebut baik dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah termasuk ekspor. Sesuai data
Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan 2002 disebutkan bahwa jumlah ekspor kakao tahun 1999 adalah 233.167,66 ton dengan nilai ekspor 209.856.743,25 US
dolar dengan harga satuan ekspor 6.017,01 US dolarton, tahun 2000 jumlah ekspor kakao 236.407,48 ton dengan nilai 47.049.623,04 US dolar dengan harga
satuan 3.665,55 US dolarton dan tahun 2001 nilai ekspor komoditi kakao adalah 182.802,135 Ton dengan nilai 177.072.498,95 US dolar dengan harga satuan
5.984,85 US dolarton. Peningkatan nilai ekspor tersebut turut memacu petani di wilayah ini untuk menekuni dan mengembangkan kedua komoditi tersebut.
Peningkatan pengembangan tanaman kakao dan tanaman kelapa dapat dilihat dari meningkatnya luas pemanfaatan lahan dan jumlah produksi. Sesuai
data dari Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan 2003 disebutkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 1999 luas pemanfaatan lahan tanaman kakao
adalah 228.312 Ha, diantaranya 145.836 Ha merupakan tanaman yang menghasilkan. Pada tahun 2001, luas pemanfaatan lahan tanaman kakao adalah
247.623 Ha, diantaranya 169.079 Ha merupakan tanaman yang menghasilkan. Sedangkan pemanfaatan lahan tanaman kelapa tahun 1999 adalah 152.271 Ha,
diantaranya 119.294 Ha merupakan tanaman yang menghasilkan, tahun 2001 adalah 161.152 Ha diantaranya 128.080 Ha merupakan tanaman yang
menghasilkan. Demikian pula di Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat peningkatan
luas pemanfaatan lahan dan produksi tanaman kakao dan tanaman kelapa. Untuk tanaman kakao, luas pemanfaatan lahan tahun 1999 adalah 7.718 Ha, dengan
4.536 Ha tanaman yang menghasilkan dengan jumlah produksi sebesar 6.921 ton, tahun 2000 luas pemanfaatan lahannya adalah 6.752 Ha dengan tanaman yang
menghasilkan seluas 4.760 Ha dan jumlah produksi sebesar 5.369 ton. Sedangkan untuk tanaman kelapa, luas pemanfaatan lahan tahun 1999 adalah 4.447 Ha
dengan 4.091 Ha tanaman yang menghasilkan dengan jumlah produksi sebesar 4.099 ton, tahun 2000 luas pemanfaatan lahannya adalah 4.435 Ha dengan luas
tanaman yang menghasilkan adalah 4.119 Ha dan jumlah produksi sebesar 4.120 ton.
Produktivitas lahan untuk tanaman kakao di wilayah penelitian masih sangat rendah yakni 1.132 KgHaTahun. Sebagai pembanding, produktivitas
tanaman kakao di Kabupaten Luwu Utara mencapai 1.727 KgHa. Demikian halnya, produktivitas tanaman kelapa dalam di wilayah penelitian hanya 1000
KgHaTahun sedangkan di Kabupaten Bulukumba sebagai pembanding mencapai 1.462 KgHaTahun.
Rendahnya produktivitas tanaman kakao dan tanaman kelapa di wilayah penelitian diperkirakan karena lahannya kurang sesuai secara fisik. Padahal,
sebagai tanaman dominan, kontribusi kedua komoditas tersebut pada Product Domestic Regional Bruto PDRB Kabupaten Sidenreng Rappang lebih tinggi
diantara tanaman tahunan lainnya sehingga menjadi menarik untuk diteliti. Masalah lainnya adalah kecenderungan masyarakat mengembangkan tanaman
kelapa karena minyak kelapa secara turun temurun diminati, baik untuk produksi dengan menggunakan alat berteknologi maju maupun produksi secara tradisional,
meskipun produktivitas minyak dari kelapa sawit dan kelapa hibrida cukup tinggi dan menguasai pasar.
Peluang pengembangan kedua tanaman tersebut di wilayah penelitian masih sangat terbuka mengingat terdapat 160.000 Ha lahan yang belum
termanfaatkan secara maksimal lahan tidur. Jika lahan yang belum termanfaatkan tersebut diketahui potensinya, diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi penyeediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat maupun peningkatan pendapatan asli daerah.
Kecenderungan masyarakat menanam kakao dan kelapa tanpa dibarengi pengetahun akan potensi lahan, menyebabkan produksi tidak maksimal. Demikian
pula halnya, kurangnya pemahaman petani terhadap hasil analisis usaha tani
menyebabkan masyarakat tidak mengetahui dan tidak memiliki data perkiraan produksi dan pendapatan yang dapat diterima pada setiap satuan lahan, baik untuk
pengembangan tanaman kakao maupun tanaman kelapa. Sementara itu, pemahaman petani juga rendah terhadap kendala-kendala yang harus dihadapi
secara fisik dan ekonomi dalam pengembangan tanaman kakao atau tanaman kelapa.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pengembangan usahatani tanaman kakao dan tanaman kelapa pada
satuan lahan yang diteliti sesuai dengan kelas kesesuaian lahan secara fisik ?
2. Bagaimana kesesuaian lahan ekonomi dalam pengembangan usahatani
kakao dan kelapa ? 3.
Apakah pengembangan usahatani tanaman kakao dan tanaman kelapa pada satuan lahan yang diteliti menguntungkan petani ? berapa nilai keuntungan
yang dapat diperoleh petani untuk masing-masing tanaman ?
1.3. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran bahwa evaluasi kesesuaian lahan bagi tanaman kakao dan tanaman kelapa pada dasarnya
merupakan salah satu cara untuk evaluasi pemanfaatan lahan dengan meperhatikan kesesuaiannya untuk komoditi tersebut. Kesesuaian lahan yang
dimaksudkan adalah kesesuaian lahan yang didasarkan pada kesesuaian secara fisik dan kesesuaian secara ekonomi dengan memperhatikan hasil analisis fisik
dan ekonomi pada lahan tersebut. Alur pikir dan alur kerja penelitian ini disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini :
Gambar 1. Evaluasi Pemanfaatan Ruang Tanaman Kakao dan Tanaman kelapa berdasarkan Kesesuaian Lahan dan Analisis Ekonomi.
Gambar 2. Alur Kerja Evaluasi Pemanfaatan Ruang Tanaman Kakao dan Tanaman Kelapa berdasarkan Kesesuaian Lahan dan Analisis
Ekonomi Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan memperhatikan langkah-
langkah berikut : a.
Klasifikasi kesesuaian lahan fisik tanaman kakao dan tanaman kelapa, diperoleh dari data kualitas lahan yang masing-masing terdiri dari beberapa
karakteristik lahan, seperti disajikan pada Tabel 1. Karakteristik
Lahan Data
Ekonomi
Kesesuaian Lahan Fisik
Kesesuaian Lahan
Ekonomi
Evaluasi Pemanfaatan Ruang Tanaman kakao dan tanaman kelapa berdasarkan Kesesuaian Lahan dan
Analisis Ekonomi Kriteria
Kesesuaian Lahan Fisik Tanman
kakao dan tanaman kelapa
KESESUAIAN LAHAN FISIK TANAMAN KAKAO DAN
TANAMAN KELAPA KESESUAIAN LAHAN EKONOMI
TANAMAN KAKAO DAN TANAMAN KELAPA
EVALUASI PEMANFAATAN RUANG TANAMAN KAKAO DAN TANAMAN
KELAPA
Data Fisik Lahan
Alat Analisis : ALES dan GIS
Tabel 1. Kualitas dan Karakteristik Lahan No.
Kualitas Lahan Karakteristik Lahan
1. Rejim Suhu
- suhu rata-rata tahunan - suhu rata-rata bulanan
- suhu minimummaksimum bulanan
2. Ketersediaan air
- curah hujan tahunan - curah hujan bulanan
- bulan kering 60 mm - lamanya priode tumbuh
3. Media perakaran
- drainase - tekstur
- kedalaman efektif
4. Retensi Hara
- KTK - pH
- C organik
5. Ketersediaan hara
- N total - P2O5 tersedia
- K2O tersedia
6. Kemudahan pengolahan
- tekstur tanahbahan kasar 7.
Potensi mekanisasi - kemiringan lahan
- batu dipermukaan lahan - singkapan batuan
8. Tingkat bahaya erosi
Indeks bahaya erosi
Sumber: Djaenuddin et al. 1992
b. Klasifikasi kesesuaian lahan ekonomi, diperoleh dari hasil klasifikasi
kesesuaian lahan fisik kemudian dianalisis dengan memasukkan parameter ekonomi berupa data input dan data output usahatani.
c. Menentukan tingkat kelayakan usahatani tanaman kakao dan tanaman
kelapa pada masing-masing satuan lahan di wilayah penelitian.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama untuk melakukan penataan ruang berdasarkan kesesuaian lahan tanaman kakao dan tanaman kelapa sampai
tingkat kelas dengan bantuan sistem evaluasi lahan otomatis dan bantuan Sistem Informasi Geografis untuk visualiasi data. Untuk mencapai tujuan utama itu
terdapat tujuan spesifik yang menunjang, sebagai berikut : a.
Menentukan kelas kesesuaian lahan fisik tanaman kakao dan tanaman kelapa.
b. Menentukan kelas kesesuaian lahan ekonomi tanaman kakao dan tanaman
kelapa
c. Menentukan tingkat kelayakan usahatani tanaman kakao dan tanaman
kelapa.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : a.
Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi evaluasi pemanfaatan ruang untuk tanaman kakao dan tanaman kelapa
yang berbasis kesesuaian lahan dan analisis ekonomi. b.
Sebagai informasi bagi pengguna lahan baik masyarakat, swasta maupun pemerintah guna menetapkan pemanfaatan ruang untuk tanaman kakao dan
tanaman kelapa pada lahan yang telah direncanakan demi kemajuan dan peningkatan pembangunan daerah.
c. Sebagai masukan dan saran bagi penelitian lanjutan mengenai sistem
evaluasi pemanfaatan ruang untuk tanaman kakao dan tanaman kelapa berdasarkan kesesuaian lahan dan analisis ekonomi.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Ruang Wilayah
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam Pasal 3, ditegaskan bahwa penyelenggaraan penataan
ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.. Ketentuan tersebut merupakan dasar bagi rencana tata ruang wilayah di
tingkat KabupatenKotamadya untuk pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang lebih optimal dan berkesinambungan. Rencana umum tata ruang wilayah yang
isinya hanya mengatur pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya, kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu, dirasakan
oleh masyarakat khususnya petani terutama pemilik lahan belum mewadahi kebutuhannya untuk pengembangan komoditas. Oleh karena itu, dibutuhkan
rencana yang lebih khusus dalam hal pemanfaatan ruang untuk pengembangan komoditas tanaman tahunan tersebut.
Rencana yang lebih khusus membutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam hal sifat-sifat lahan, agar masyarakat sebagai pemilik dan pengguna lahan dapat
memahami dan mengenal potensi lahan yang dimiliki agar pengembangannya memberikan kontribusi terbaik baik bagi lahan maupun bagi masyarakat. Jika
rencana pemanfaatan ruang komoditas tanaman perkebunan tidak
mempertimbangkan aspek fisik, sosial dan ekonomi mengakibatkan masyarakat memanfaatkan ruang hanya berdasarkan selera dan keinginan masing-masing
ataupun mencontoh keberhasilan petani di daerah lain. Identifikasi karakteristik lahan diperlukan untuk semua tanaman, karena
setiap tanaman memerlukan syarat tumbuh masing-masing. Identifikasi tersebut,
juga dibutuhkan oleh petani agar pengambilan keputusan mengenai jenis tanaman yang akan dikembangkan menguntungkan petani. Meningkatnya kebutuhan dan
persaingan dalam pemanfaatan lahan, baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya menyebabkan diperlukannya pemikiran yang
seksama dalam pengambilan keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas. Sementara itu, tindakan konservasi untuk
penggunaan pada masa mendatang juga diperlukan Sitorus, 1998. Hal tersebut mendorong diperlukannya perencanaan agar pemanfaatan lahan dapat lebih efektif
dan efisien. Pengertian perencaanaan dan pemanfaatan ruang memiliki kesamaan
dengan perencanaan tata guna lahan, mengingat penggunaan lahan merupakan bagian dari pemanfaatan ruang. Mengacu pada pengertian tata ruang sebagaimana
disajikan pada Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditegaskan bahwa wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan
wadah kehidupan mencakup ruang daratan, ruang lautan, ruang udara termasuk didalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya, keadaan, sebagai suatu
kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatannya dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tata ruang terkait dengan penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah
penyelenggaraan kehidupan. Rapoport 1980 mengungkapkan bahwa ruang pada hakekatnya merupakan lingkungan fisik dimana terdapat hubungan organisatoris
antara berbagai macam obyek dan manusia yang terpisah di dalam ruang tersebut. Robert 1992 mengungkapkan bahwa suatu rencana tata guna lahan merupakan
ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola penggunaan lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang.
Penataan ruang wilayah adalah pengaturan penggunaan lahan melalui pengelompokan penggunaan lahan ke dalam unit-unit yang homogen ditinjau dari
pertimbangan keseragaman fisik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Penataan ruang dimaksudkan untuk membenahi penggunaan lahan
yang sedang berjalan dengan tujuan meningkatkan efisiensi sehingga keluaran
yang diharapkan adalah yang terbaik dalam dimensi kurun waktu dan ruang tertentu. Dengan demikian secara transparan dalam peta pada skala tertentu dan
sesuai dengan kepentingannya, dapat dilihat zonasi lahan menurut peruntukannya, antara lain: kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, pertambakan,
permukiman, kawasan industri, kawasan pertambangan, kawasan rekreasi dan pariwisata, kawanan fasilitas umum dan sebagainya FAO, 1989.
Dalam konteks pengembangan wilayah, pengelolaan secara optimal sumberdaya alam didasarkan pada beberapa kriteria pengembangan yang bersifat
fisik dan sosial-ekonomi. Kriteria penilaian aspek sosial-ekonomi dalam optimasi pendayagunaan dan pemanfaatan sumber daya alam dimaksudkan sebagai tolok
ukur kelayakan dari segi non fisik bagi kelangsungan suatu usaha pengelolaan sumber daya alam dalam konteks tata ruang di daerah.
2.2. Konsep Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas menurut pengertian yang umum adalah pengelompokan suatu obyek berdasarkan suatu kesamaan dan memisahkan obyek yang tidak sama. Hal senada
diungkapkan dalam FAO 1976, yang menyatakan bahwa kelas merupakan teknik informasi untuk secara sistimatis menamai obyek yang dikelaskan dan
menunjukkan hubungan-hubungan diantara mereka. Tujuan dan keperluan mendasar dari klasifikasi yaitu untuk memberikan
pengelompokan yang sahih bagi aktivitas ilmiah yang sedang dilakukan dan untuk dapat menysusun secara umum tentang obyek yang dikelaskan FAO, 1976.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa kegunaan kelas dalam evaluasi lahan dan pengelolaan lahan adalah untuk mengumpulkan informasi, mengorganisasikan dan
mengkomunikasikannya untuk keperluan pengambilan keputusan. Pengkelasan penting dilakukan, dalam usaha untuk mengerti dan mengelola sumberdaya lahan,
karena kelas dapat menciptakan keteraturan dari data yang akan diinterpretasi serta mengurangi jumlah menjadi lebih kecil dari jumlah total obyek melalui
pembentukan kelas-kelas. Pengertian kesesuaian lahan diungkapkan oleh Djaenuddin 2000, yang
menyatakan bahwa kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, misalnya lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian
tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri dari iklim,
tanah, topografi, hidrologi danatau komoditas tertentu yang produktif. Sedangkan lebih jauh pengertian klasifikasi lahan diungkapkan oleh Hardjowigeno 1999.
Menurutnya, pengertian kesesuaian lahan fisik adalah kesesuian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor fisik, tanpa memperhatikan factor ekonomi.
Sedangkan kesesuaian lahan ekonomi adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor fisik dan pertimbangan biaya biaya dan keuntungan.
2.2.1. Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao
Soenaryo et al. 1989 menyatakan bahwa tanaman kakao merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Selatan. Untuk dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik, tanaman kakao menghendaki lahan dengan keadaan tanah dan iklim tertentu. Iklim yang sesuai untuk tanaman kakao adalah iklim
dengan curah hujan cukup dan hujan yang terdistribusi merata sepanjang tahun curah hujan rata-rata antara 1500 - 2500 mmtahun, dengan bulan kering kurang
dari 3 bulantahun, suhu rata-rata antara 15ºC - 30ºC, tidak ada angin yang bertiup kencang Soenaryo et al. 1989. Siregar et al. 2002 mengatakan bahwa sejumlah
faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan demikian
curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya
dengan daya tembus penetrasi dan kemampuan akar menyerap hara, menentukan kesesuaian bagi tanaman kakao.
Sedangkan menurut Djaenuddin et al. 2000 suhu yang sesuai untuk tanaman kakao berkisar antara 20 sampai 30ºC, dengan curah hujan berkisar
antara 1500 sampai 4000 mmtahun dengan distribusi merata sepanjang tahun. Tanaman ini toleran terhadap curah hujan yang sedikit, asalkan tanah selalu dalam
kondisi lembab rejim kelembaban tanah udik. Sedangkan persyaratan kebutuhan tanah adalah sebagai berikut: tanah dalam kedalamannya minimum 50 cm,
konsistensi gmbur lembab, permeabilitas sedang, drainase baik, tingkat kesuburan variasi, tekstur bervariasi. reaksi tanah pH berkisar antara 5,0 – 8,2
yang optimum antara 6,0 – 7,0. Lebih lanjut Djaenuddin et al. 2000 mengungkapkan persyaratan penggunaan lahan komoditas kakao sebagaimana
disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kakao Theobroma cacao Djaenudin,
2000
Kualitas lahan Karakteristik lahan
Kelas Kesesesuaian Lahan S1
S2 S3
N Temperatur t
Temperatur rerata ºC 25-28
20 - 25 28 – 32
- 32 – 35
20 35
Ketersediaan air w Curah hujan mm
2000-3000 1500 - 2000
2500 – 3000 1250 - 1500
3000 – 4000 1250
4000
Lamanya masa kering bln Kelembaban
1 - 2 40 - 65
2 - 3 65 – 75
35 – 40 3 – 4
75 – 85 30 – 35
4 85
30
Ketersediaan oksigen o Drainase
Baik, agak baik
agak terhambat Terhambat, agak
cepat Sangat terhambat,
sangat cepat
Media Perakaran r Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Ketebalan cm
+dengan sisipanpengkayaan Kematangan
h, ah, s 15
100 60
140 saprik +
h, ah, s 15 – 35
75 – 100 60 – 140
140 – 200 saprik
hemik + Ak, sh
35 – 55 50 – 75
140 – 200 200 – 400
hemik fibrik +
k 55
50 200
400 fibrik
Retensi hara n KTK liat cmol
Kejenuhan basa pH H2O
C-organik
16 35
6,0 – 7,0 1,5
16 20 - 35
5,5 – 6,0 7,0 – 7,6
0,8 – 1,5 -
20 5,5
7,6 0,8
-
Toksisitas x Salinitas dsm
1,1 1,1 – 1,8
1,8 – 2,2 2,2
Sodisitas s AlkanitasESP
- -
- -
Bahaya sulfidik b Kedalaman sulfidik cm
125 100 - 125
60 - 100 60
Bahaya Erosi e Lereng
Bahaya erosi
8 sr
8 - 16 r - sd
16 - 30 B
30 sb
Bahaya banjir f Genangan
FO -
F1 F2
Penyiapan lahan p Batuan di permukaan
Singkapan batuan 5
5 5 - 15
5 – 15 15 - 40
15 – 25 40
25 Keterangan :
Tekstur : sh = sangat halus; h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; Simbol kualitas lahan dimodifikasi penulis
Bahaya erosi : sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat Sumber : Djaenudin 2000
Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao yang disajikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaruh iklim dan komponen fisik dan kimia
tanah sangat menentukan dalam menilai berkembangnya tanaman kakao yang memadai. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao sebagaimana disajikan
pada Tabel 2 menjadi acuan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao dalam penelitian ini.
2.2.2. Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa pada suatu lahan sangat tergantung pada berbagai persyaratan tumbuh dan kondisi wilayah.
Rustharmin et al. 1993 mengungkapkan bahwa keberhasilan usaha pengembangan kelapa di daerah baru sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik
lingkungan fisik iklim dan tanah, maupun sosial ekonomi. Iklim dan tanah adalah faktor yang berhubungan langsung dengan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Iklim adalah faktor yang sulit untuk dirubah sehingga yang dapat dilakukan sehubungan dengan pengembangan kelapa di suatu daerah adalah
penyesuaian jenis tanaman dengan keadaan iklim daerah yang bersangkutan. Djaenudin et al. 2000 mengungkapkan bahwa rerata temperatur tahunan
yang dikehendaki berkisar antara 20 sampai 35ºC. Curah hujan minimum yang dikehendaki adalah sekitar 1000 mmtahun, sedangkan yang optimal adalah 1000
sampai 5000 mmtahun, serta toleran terhadap curah hujan 3.800 mmtahun. Bulan kering harus kurang dari 3 bulan dengan kelembaban sedikitnya 60.
Sedangkan persyaratan kebutuhan tanah adalah sebagai berikut: kedalaman minimum 50 cm, konsistensi gembur lembab, permeabilitas sedang, drainase
baik, reaksi tanah pH berkisar antara 4,5 – 8,5 optimum antara 5,5 – 7,0. Persyaratan penggunaan lahan untuk kelapa lebih lanjut diungkapkan oleh
Djaenuddin 2000 sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Cocos nicifera Djaenudin, 2000
Kualitas lahan Karakteristik lahan
Kelas Kesesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur t Temperatur rerata oC
25-28 28-32
23-25 32-35
20-23 35
20
Ketersediaan air w Curah hujan mm
Lamanya masa kering bln Kelembaban
2000-3000 0 - 2
60 3000-4000
13002000 2 - 4
50 - 60 4000-5000
1000-1300 4 - 6
50 1000
5000 6
Ketersediaan oksigen o Drainase
Baik, agak baik
agak terhambat Terhambat,
agak cepat Sangat terhambat,
sangat cepat
Media Perakaran r Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Ketebalan cm
+dengan sisipanpengkayaan Kematangan
h, ah, s 15
100 60
140 saprik +
h, ah, s, ak 15 – 35
75 – 100 60 – 140
140 – 200 saprik
hemik + sh
35 – 55 75 – 100
140 – 200 200 – 400
hemik fibrik +
k 55
50 200
400 Fibrik
Retensi hara n KTK liat cmol
Kejenuhan basa pH H2O
C-organik -
20 5,2 – 7,5
0,8 -
20
4,8 – 5,2, 7,5 – 8,0
0,8 -
4,8 8,0
-
Toksisitas x Salinitas dsm
12 12 - 16
16 - 20 20
Sodisitas s AlkanitasESP
- -
- -
Bahaya sulfidik b Kedalaman sulfidik cm
125 100 - 125
60 - 100 60
Bahaya Erosi e Lereng
Bahaya erosi 8
8 – 16 r - sd
16 – 30 b
30 sb
Bahaya banjir f Genangan
FO -
F1 F2
Penyiapan lahan p Batuan di permukaan
Singkapan batuan 5
5 5 -15
5 -15 15 - 40
15 - 25 40
25 Keterangan :
Tekstur : sh = sangat halus tipe liat 2:1; h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; + = gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi : sr = sangat ringan; r = ringan;
sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat. Simbol kualitas lahan dimodifikasi penulis
Sumber : Djaenudin 2000
Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa yang diungkapkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaruh iklim dan komponen fisik dan kimia
tanah sangat menentukan dalam menilai kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa.
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sebagaimana disajikan pada Tabel 3 akan menjadi acuan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan tanaman kelapa
dalam penelitian ini.
2.3. Kesesuaian Lahan Ekonomi dan Analisis Usahatani
Perhitungan aspek ekonomi pada pengembangan tanaman kakao dan tanaman kelapa tidak dapat diabaikan, mengingat pendapatan seorang petani
sangat penting. Siregar et al, 1988 mengungkapkan bahwa biaya usaha tani kakao pada umumnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu biaya saranaprasarana
produksi dan biaya tenaga kerja. Pada usaha tani kakao, biaya saranaprasarana produksi meliputi pembelian bibit kakao, stum lamtoro, pupuk dan obat-obatan,
peralatan yang diperlukan serta peralatan lainnya. Adapun biaya tenaga kerja meliputi biaya pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, penyerbukan,
penanaman, maupun biaya tenaga kerja lainnya. Manfaat yang dihasilkan dari usaha tani kakao adalah berupa panen buah kakao, yang selanjutnya diolah
menjadi biji kakao kering. Tanaman kakao lazimnya dapat dipanen pertama kali pada umur tanam tahun ke empat dan akan mengalami peningkatan produksi
setiap tahun, apabila didukung dengan sistem pemeliharaan yang baik. Faktor lain yang cukup menentukan diungkapkan oleh Soenaryo et al.
1989, yang menyatakan bahwa persiapan lahan merupakan faktor penting dalam budidaya kakao, karena tanaman kakao muda perlu mendapatkan perlindungan
dari sinar matahari yang berlebihan dan angin. Tanaman kakao muda yang kurang mendapat perlindungan terhadap sinar matahari dan angin akan mengalami
hambatan pertumbuhan, bahkan akan mengalami kematian. Oleh karena itu, tanpa persiapan lahan naungan sementara yang baik penanaman kakao dapat
mengalami kegagalan. Persiapan lahan untuk tanaman kakao dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik guna menghasilkan produksi yang baik. Sebagai bagian dari perencanaan usaha tani pada setiap luasan lahan areal
tanaman akan dilakukan penyusunan farm budget, tujuannya adalah untuk mengevaluasi taksiran biaya maupun manfaat yang akan dihasilkan selama
perkiraan umur tanaman tersebut.
Hal lain yang turut berpengaruh dalam analisis usaha tani adalah taksiran kredit. Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan permodalan guna membiayai
usaha tani sebelum berproduksi. Pemberian kredit permodalan tersebut didasarkan pada pertimbangan kelayakan usaha tani dari petani. Siregar et al. 2002
mengungkapkan bahwa dalam menentukan besarnya pemberian bantuan kredit tersebut, pihak perbankan akan memilih beberapa alternatif, yakni bantuan kredit
pada tahun pertama, kedua, maupun tahun selanjutnya. Disamping itu, bantuan kredit yang diberikan hanya untuk pemeliharaan saja ataupun untuk seluruh
investasi usaha tani kakao. Bantuan kredit permodalan usaha tani dalam penelitian ini diasumsikan
dimulai sejak lahan dibuka sampai dengan tanaman kakao tersebut menghasilkan. Siregar et al. 2002 mengungkapkan bahwa langkah selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah mengadakan evaluasi tingkat kelayakan proyek usaha tani kakao berdasarkan kriteria investasi, yang meliputi net present value NPV,
benefit cost ratio BC ratio dan internal rate return IRR. Disamping faktor fisik sebagaimana diungkapkan di atas, faktor sosial
ekonomi juga sangat menentukan upaya penentuan kesesuaian lahan. Rossiter et al. 1994 mengemukakan bahwa kesesuaian secara ekonomik ditentukan oleh
aspek atau faktor yang berkaitan dengan parameter ekonomik input dan ouput yang dibedakan atas 5 kelas, yaitu: i kelas 1, sangat sesuai S1, penggunaannya
sangat menguntungkan; ii Kelas 2, cukup sesuai S2, penggunaannya cukup menguntungkan; iii Kelas 3, sesuai marjinal S3, penggunaannya marginal
menguntungkan; iv Kelas 4, tidak sesuai secara ekonomik N1, penggunannya memungkinkan tetapi tidak menguntungkan untuk saat ini; dan v Kelas 5, tidak
sesuai permanen, secara ekonomik N2 penggunaannya tidak memungkinkan, dan kelas ini secara fisik berasal dari kelas N.
Rossiter et al. 1994 lebih lanjut mengungkapkan bahwa evaluasi lahan kuantitatif ekonomik sangat tergantung pada 1 Gross Margin GM; 2 Net
Present Value NPV; 3 Benefit Cost Ratio BCR; 4 Internal Rate of Return IRR. Kecuali untuk GM, matriks yang lain tergantung pada discount rate atau
bunga bank yang berlaku.
Nilai produktivitas pada masing-masing kelas kesesuaian lahan antara satu kelas dengan kelas lainnya sangat berbeda, mengingat faktor kendala dan
hambatan pada masing-masing kelas lahan juga berbeda. FAO 1983; Wood dan Dent 1983 mengungkapkan bahwa produktivitas untuk masing-masing kelas
kesesuaian lahan, yaitu untuk kelas S1 mencapai 80 dari produksi optimal, S2 antara 60 sampai 79, S3 antara 40 sampai 59, dan yang tidak sesuai secara
ekonomik N, produktivitasnya hanya mencapai 40. Penilaian evaluasi lahan berdasarkan aspek sosial-ekonomi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain input dan output produksi. Input merupakan semua faktor biaya yang turut menentukan proses produksi, sedangkan output
merupakan hasil proses produksi berupa produksi dengan harga produksi yang menghasilkan pendapatan bagi petani. Lebih jauh, evaluasi lahan ekonomik
diungkapkan oleh Hendrisman et al. 2002 bahwa matriks input bagi setiap Tipe Penggunaan Lahan menyangkut: sewa lahan; tenaga kerja pengolahan lahan,
pembibitan, pemeliharaan dan panen; benih bibit; keperluan pupuk; air; insektisidapestisidaherbisida; biaya transportasi; dan biaya pemasaran. Keluaran
output adalah produksi utama dan produksi sampingan yang dihitung harga jualnya, walaupun produksi tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya
jerami yang dikembalikan ke tanah sebagai pupuk.
2.4. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Dengan memahami pengertian kesesuaian lahan yang diungkapkan di atas dan untuk menilai apakah suatu jenis tanaman perennial sesuai untuk digunakan
pada satuan lahan tertentu, perlu dilakukan evaluasi terhadap satuan lahan tersebut. FAO 1976 mengungkapkan bahwa pengertian evaluasi kesesuaian
lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung dan sebagainya. Sedangkan evaluasi
kemampuan lahan sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif yang dapat menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang
sedang dipertanyakan dipertimbangkan. Lebih lanjut diungkapkan bahwa dalam menginterpretasikan peta tanah
dalam hubungannya dengan kesesuaian tanaman dan tindakan pengelolaan yang
diperlukan, evaluasi lahan sangat tergantung dari informasi-informasi yang diperoleh dari survei tanah tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
dilakukan survei tanah yang mencakup kondisi fisik dan kondisi kimia tanah di wilayah penelitian.
Prosedur evaluasi lahan diungkapkan oleh FAO 1976. Kegiatan utama dalam evaluasi lahan adalah sebagai berikut :
1. Konsultasi pendahuluan: meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain
penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian, serta intensitas dan skala
survai. 2.
Penjabaran deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.
3. Deskripsi satuan lahan land mapping units dan kemudian kualitas lahan
land qualities berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya.
4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini
merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, di mana data lahan, penggunaan lahan dan informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan
dan dianalisis secara bersama-sama. 5.
Hasil dari butir 4 adalah kelas kesesuaian lahan 6.
Penyajian dari hasil-hasil informasi Skema enam kegiatan utama dalam evaluasi lahan tersebut disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Skema kegiatan-kegiatan dalam evaluasi lahan FAO, 1976 dalam Hardjowigeno 1999
Dalam penelitian ini, evaluasi lahan dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip evaluasi lahan berdasarkan berbagai pertimbangan, termasuk
didalamnya pertimbangan fisik, sosial ekonomi, lingkungan dan penggunaan teknologi yang ada. Prinsip utama yang digunakan dalam proses evaluasi lahan
FAO, 1976 dirinci dibawah ini: 1.
Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macamjenis penggunaan lahan tertentu. Prinsip ini penting karena penggunaan yang berbeda memerlukan
syarat yang berbeda. 2.
Evaluasi lahan membutuhkan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan yang diperlukan.
3. Diperlukan pendekatan multidisiplin dari para ahli ilmu-ilmu alam,
teknologi penggunaan lahan, ekonomi, sosiologi, dan lainnya. 4.
Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi fisik lahan, kondisi ekonomi daerah yang diteliti dan kondisi nasional.
KONSULTASI PENDAHULUAN
- Tujuan - Data dan Asumsi
- Rencana evaluasi
JENIS PENGGUNAAN LAHAN
- Secara Umum
-
Secara Terperinci
SATUAN PETA TANAH
LAHAN
SYARAT-SYARAT MASING-MASING
PENGGUNAAN LAHAN
KUALITAS LAHAN
MEMBANDINGKAN SYARAT- SYARAT PENGGUNAAN LAHAN
DENGAN KULAITAS LAHAN
- Pembandingan - Analisis Sosisal Ekonomi
- Pengaruh Terhadap Lingkungan
KELAS KESESUAIAN LAHAN PENYAJIAN HASIL
- Peta
-
Laporan
5. Kesesuaian didasarkan atas penggunaan yang lestari. Aspek kerusakan atau
degradasi lingkungan diperhitungkan pada saat menilai kesesuaiannya agar jangan sampai menyebabkan kerusakan lingkungan dikemudian hari
meskipun dalam jangka pendek usaha tersebut sangat menguntungkan. 6.
Evaluasi melibatkan pembandingan lebih dari satu jenis penggunaan lahan.
2.5. Sistem Otomatisasi Evaluasi Lahan ALES
Automated Land Evaluation System ALES adalah sebuah metode evaluasi lahan yang dikembangkan oleh Rossiter 1997. Mekanisme kerja
evaluasi lahan menggunakan ALES disajikan pada Gambar 4 di bawah dengan mengacu pada langkah ke 7 sampai ke langkah 11
Dari Gambar 4 diatas ditunjukkan bahwa program ALES dimulai dari langkah ke 7 yakni memasukkan data dan peta pada karakteristik lahan. Hal ini
kemudian dilanjutkan dengan langkah ke 8 yaitu membangun model untuk evaluasi lahan, langkah ke 9 menghitung evaluasi; langkah ke 10 kalibrasi
hasil, dan langkah ke 11 mempresentasikan hasil evaluasi. Hendrisman 2000 mengungkapkan bahwa pengolahan data digunakan
dalam Model ALES menggunakan metode kerja dan langkah sebagai berikut : 1. Menentukan Tipe Penggunaan Lahan Land Utilization Type = LUT, yaitu
jenis penggunaan lahan yang dirinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk daerah yang mempunyai sifat-sifat fisik dan sosial ekonomi tertentu FAO,
1976. 2.
Menentukan Persyaratan Penggunaan Lahan = PPL Land Use Requirement = LURs, yaitu sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh suatu lahan agar Tipe
Penggunaan Lahan TPL yang diterapkan pada lahan tersebut dapat berhasil dengan baik dan lestari. PPL selalu dikaitkan dengan TPL sehingga dalam PPL
di samping menyangkut persyaratan pertumbuhan tanaman juga menyangkut pengelolaan, konservasi lingkungan.
Gambar. 4. Outline of the evaluation processs Rossiter, 1997 1
Identify Decision Makers, Objectives, Means of Implementation
2 Define the spatial entities to be
evaluated 3
Define the Land Utilization Types to be Evaluated
4 Define the LUTs in terma of their Land Use
Requirements 5
Define the LURs in terma of their Diagnostic Land Characteristics
6 Identify data sources survey if
possiblenecessary 7
Enter tabular data and maps for the LCs
8 Build computer models for land evaluation
9 Compute the evaluation
10 Calibrate of result
11 Present the results to the users
12 Assists with project
implementation
3. Menentukan Kualitas Lahan = QL Land Quality = LQ, yaitu sifat-sifat lahan
yang kompleks yaitu sifat lahan yang tidak dapat langsung diukur atau diduga besarnya dalam survei rutin, yang mempengaruhi kesesuaian lahan untuk tipe
penggunaan lahan tertentu. Kualitas lahan QL menunjukkan kemampuan suatu lahan untuk memenuhi persyaratan penggunaan lahan PPL bagi suatu
tipe penggunaan lahan TPL tertentu. Jadi setiap persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan harus dibandingkan dengan kualitas
lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahannya. Lebih lanjut diungkapkan bahwa kualitas lahan merupakan sifat lahan yang
ditawarkan oleh suatu lahan, sedangkan persyaratan penggunaan lahan merupakan permintaan dari suatu tipe penggunaan lahan. Selanjutnya, kualitas
lahan diukur berdasarkan besarnya kendala dalam ALES, yang kelasnya mulai dari: 1. tanpa kendala, 2. kendala sangat ringan, 3. kendala ringan, 4. kendala
sedang, 5. kendala tinggi, dan seterusnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan Karekteristik Lahan = KL Land carakteristic = LCs, yaitu sifat-
sifat lahan yang “simple” yaitu sifat lahan yang dapat langsung diukur atau diduga besarnya dalam survei rutin, termasuk dengan penginderaan jauh.
4. Menentukan Karakteristik Lahan Penciri, yaitu karakteristik lahan yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas lahan dan seterusnya menentukan kelas kesesuaian lahan. Sedangkan Tingkat Kendala adalah kelas kualitas
lahan berdasar besarnya faktor pembatas yang berkaitan dengan kualitas lahan tersebut di daerah tertentu, yaitu dari tingkat 1 = tanpa pembatas terus menjadi
lebih besar sampai maksimum. 5. Menentukan Pohon Keputusan Decision Tree, merupakan metode untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan. 6. Melakukan evaluasi lahan fisik, yang bertujuan untuk menentukan apakah
secara fisik suatu TPL yang telah ditentukan dapat diterapkan di suatu daerah, berikut jenis dan besarnya faktor pembatas fisik yang ditemukan. Sedangkan
evaluasi lahan ekonomi dilakukan berdasarkan atas pertimbangan keuntungan ekonomi bila suatu TPL diterapkan di suatu daerah.
7. Melakukan evaluasi lahan secara ekonomi. Dengan mengacu pada Rossiter and
Wambeke 1997, dalam program ALES versi 4.65d faktor ekonomi tersebut di atas dianalisis menggunakan formulasi sebagai berikut:
Gross margin GM. Keuntungan ekonomi, yaitu rerata jumlah pendapatan dikurangi rerata jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada suatu luasan lahan
tertentu misalnya per hektar dalam jangka waktu tertentu misalnya per tahun. Pada sadarnya, keuntungan ekonomi ini merupakan pendapatan hasil
pertanian produksi x harga dikurangi biaya. Discounted cash flow. Jumlah nilai uang sekarang yang lebih kecil dari yang
akan datang sesuai dengan besarnya bunga pinjaman yang berlaku. Nilai sekarang = Nilai akan datang [ 100 ]
100 + bunga
lama usaha
Net Present Value NPV. Merupakan nilai pendapatan sekarang di akhir usaha PV in dikurangi nilai biaya sekarang PV out. NPV adalah nilai uang
sekarang yang didapat sebagai hasil penerapan suatu tipe penggunaan lahan TPL pada suatu luasan tertentu selama waktu penggunaan lahan tersebut
bukan per tahun pembukuan seperti pada gross margin. Internal Rate of Return IRR. Pada dasarnya, NPV adalah besarnya potongan
agar nilai pendapatan sekarang sama dengan nilai biaya sekarang. Jika IRR lebih tinggi dari bunga bank discount rate maka TPL yang diterapkan akan
menguntungkan. Secara matematis IRR adalah discount rate bunga di mana IRR merupakan risiko positif keuangan suatu TPL, semakin tinggi IRR risiko
makin berkurang, karena pendapatan usaha lebih pasti. Benefit - Cost Rasio BC, diperoleh melalui nilai pendapatan sekarang PV in
dibagi dengan nilai biaya sekarang PV out. Discounted cash flow, merupakan jumlah uang nilai sekarang yang lebih kecil
dari yang akan datang sesuai dengan besarnya bunga pinjaman yang berlaku.
2.6. Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi memiliki kemampuan sebagai pangkalan data yang selalu dapat diperbaharui dan ditambah isinya, sedemikian rupa sehingga
data tersebut bisa dipilih untuk dipergunakan bagi berbagai kepentingan dalam suatu perencanaan atau pengambilan keputusan. Sistem Informasi geografi
didefinisikan oleh Suharnoto 1995 sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang
disimpan untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.
Nurbaya 1998 mengungkapkan bahwa proses pengolahan input data menjadi output data adalah merupakan suatu rangkaian yang dimulai dari keadaan
nyata direkam dalam bentuk citra, foto udara dan peta, kemudian dengan fasilitas SIG data disimpan dan diolah menghasilkan output berupa informasi yang
digunakan dalam pengambilan keputusan bagi pengguna untuk melakukan kegiatan pada keadaan nyata.
25
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2002 sampai dengan Maret 2003. Lokasi
penelitian berjarak 183 Km di sebelah utara Kota Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian memiliki letak dan posisi antara 3º43’ –
4º09’ Lintang Selatan dan 119º41’ – 120º10’ Bujur Timur Gambar 5. Secara administratif, batas-batas lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
- Di sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Pinrang dan Kabupaten
Enrekang; -
Di sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Kabupaten Luwu;
- Di sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten
Barru; -
Di sebelah barat, berbatasan dengan Kotamadya Pare-pare dan Kabupaten Pinrang.
Lokasi penelitian meliputi 10 sepuluh kecamatan yaitu Panca Lautang, Tellu LimpoE, Watang Pulu, Baranti, Panca Rijang, Kulo, MaritengngaE,
Sidenreng, Pitu Riawa, Dua PituE dan Pitu Riase.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup : a.
Peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 50.000, diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional BAKOSURTANAL di Cibinong, Bogor,
1991. Peta ini digunakan sebagai petunjuk di lapangan untuk menentukan lokasi pengamatan tanah didalam wilayah penelitian.
b. Peta Zona Agroekologi Indonesia skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat PUSLITANAK, Bogor, 2002. Peta ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan satuan lahan di lokasi penelitian
Gambar 6.
Gambar 5. Peta Lokasi Wilayah Penelitian
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup: a.
Bor tanah b.
Kartu deskripsi tanah dan Buku Munsell Soil Chart, untuk menentukan warna tanah.
c. Cangkul dan sekop, pisau dan sendok tanah, untuk mencampur atau
mengaduk; d.
Ember plastik, untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu; e.
Kantong plastik tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong plastik untuk label; kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat
label luar;
f.
Spidol, untuk menulis isi label; karung untuk mengepak contoh tanah.
Gambar 6. Peta Satuan Lahan Kabupaten Sidenreng Rappang Sumber : Peta Zona Agroekologi Indonesia Puslitbangtanak, 2002
3.3. Data yang dikumpulkan 3.3.1. Sifat fisik dan morfologi tanah.
Sifat-sifat fisik dan morfologi tanah, ditetapkan melalui pengamatan lapang, meliputi:
a. Batas-batas horizon
b. Warnah tanah
c. Tekstur
d. Struktur tanah
e. Konsistensi tanah
f. Drainase tanah
g. Pori-pori tanah
3.3.2. Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah merupakan data hasil analisis laboratorium, meliputi a.
Reaksi tanah pH tanah b.
Kapasitas tukar kation c.
Kejenuhan basa d.
Nitrogen N e.
Kalium K f.
Kalsium Ca g.
Magnesium Mg
3.3.3. Data-data pendukung lainnya
Data-data pendukung lain merupakan data primer dan data sekunder, mencakup :
a. Data iklim, diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
Sidenreng Rappang meliputi data curah hujan dan jumlah hari hujan perbulan selama 10 tahun 1992 – 2001.
b. Vegetasi, yaitu vegetasi dominan dan spesifik
c. Data bahaya erosi e: lereng dan bahaya erosi
d. Data penyiapan lahan p
e. Penggunaan tanah: lama penggunaan, tanaman utama, sistem penggunaan
tanah, sumber air, pengelaan tanah.
f. Kedalaman efektif tanah
g. Tinggi dari permukaan laut.
3.3.4. Data Ekonomi.
Data yang digunakan untuk analisis ekonomi, mencakup: a.
Data luas lahan dan nilai produksi wilayah penelitian, diperoleh dari Kantor Dinas Perkebunan Kabupaten Sidenreng Rappang.
b. Jumlah desa, luas wilayah, kondisi dan sebaran penduduk wilayah
penelitian diperoleh dari Kantor Statistik dan Kantor Bappeda Kabupaten Sidenreng Rappang.
c. Identifikasi rumah tangga, diperoleh melalui wawancara dengan bantuan
daftar kuesioner seperti disajikan pada Lampiran 1. -
Jenis kelamin, umur, pendidikan pekerjaan menurut besarnya kontribusi.
- Penguasaan lahan, meliputi jenis lahan dan status penguasaan.
- Input usaha tani.
- Output usaha tani
d. Keragaan teknologi usahatani tanaman kakao dan tanaman kelapa,
meliputi : -
Jenis komoditas, Jumlah pohon -
Umur tanaman -
Keragaan usahatani persil terluas -
Bahanmasukan seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan lain dan alat. -
Penggunaan tenaga kerja -
Hasil produksi dan sumber modal usaha tani.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data fisik.
Pemilihan lokasi contoh tanah deskripsi profil tanah dilakukan melalui tahap-tahap berikut :
a. Menetapkan satuan lahan dalam wilayah penelitian Peta Sebaran Satuan
Lahan nampak pada Gambar 7 dengan mengacu pada peta Zona Agroekologi Indonesia skala 1 : 250.000, PUSLITANAK, 2002.