Akta Arbitrase Dalam Hubungannya Dengan Kompetensi Absolut

67 Terjemahan bebas dari peneliti : “Jika pihak-pihak yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan suatu perselisihan dengan jalancara damai, maka masing-masing pihak dapat membawa perselisihan itu ke hadapan Mahkamah Arbitrase di Singapura sesuai dengan aturan-aturan dari pusat Arbitrase Internasional Singapura”. 18.3 : “The Decision of the Arbitration including on who must be on the Coast of the Arbitration is final and binding on the parties. Except to enforce the Decision of the Arbitration, neither party mey bring any action in any court relating to a dispute under this agreement”. Terjemahan bebas dari peneliti : “Keputusan arbitrase termasuk mengenai siapa yang harus menanggung biaya arbitrase itu akan bersifat final dan mengikat terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Kecuali untuk tujuan memberlakukan keputusan arbitrase, maka pihak-pihak dalam perjanjian ini tidak diperbolehkan mengajukan tuntutan ke Pengadilan sehubungan dengan perselisihan yang timbul dari perjanjian ini”. Selain dalam perjanjian manajemen “Turnkey” tersebut, akta arbitrase juga terdapat dalam Pasal 9 perjanjian akta notaris Ridwan Nawing, S.H. antara Tuan Haji Andi Badarussamad dengan Ian H. Murray PT. Putra Putri Fortuna Windu tertanggal 6 Desember 1995, yaitu : 9.1. : Para pihak harus mengupayakan untuk menyelesaikan dengan damai setiap sengketa, perselisihan atau klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau pelanggaran, pengakhiran atau tidak berlakunya perjanjian ini; 9.2. : Jika para pihak gagal mencapai penyelesaian damai, para pihak setuju untuk mengalihkan sengketa tersebut kepada arbitrase yang tunduk pada peraturan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI; 68 9.3. : Setiap pengeluaran yang timbul sehubungan dengan rujukan sengketa kepada BANI akan ditanggung bersama oleh para pihak. Berdasarkan akta arbitrase yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam kasus sengketa kepailitan PT. Enindo dan kawan sebagai pemohon pernyataan pailitkreditor melawan PT. PPFW dan kawan sudah memenuhi syarat sahnya akta arbitrase, karena merupakan kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian, jadi menurut peneliti telah sesuai dengan asas pacta sunt servanda, yaitu suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya dan tidak melanggar syarat sah perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Sebagai konsekuensi asas pacta sunt servanda maka hakim maupun pihak ketiga tidak boleh mencampuri isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut. Dalam Pasal 9.1 perjanjian akta notaris menyebutkan bahwa jenis sengketa, perselisihan atau klaim yang dimaksud dalam perjanjian tersebut yaitu sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan perjanjian tersebut, atau pelanggaran, pengakhiran atau tidak berlakunya perjanjian tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sengketa yang terjadi dalam kasus PT. Enindo dan kawan sebagai pemohon pernyataan pailitkreditor melawan PT. PPFW dan kawan yaitu berupa pelanggaran perjanjian, karena sebelum masa perjanjian berakhir salah satu pihak mengakhiri secara paksa perjanjian yang mereka buat serta mengambilalih proyek tersebut. Atas pelanggaran perjanjian tersebut, apabila termasuk sengketa utang piutang biasa yang dimintakan ganti rugi, maka sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui arbitrase. Apabila sengketa utang piutang tersebut diajukan permohonan pernyataan pailit, maka menjadi kewenangan Pengadilan Niaga sepenuhnya dan arbitrase tidak boleh menyelesaikannya.