Bahan dan Alat Penentuan konsentrasi surfaktan MES

SO 3 yang digunakan merupakan produk antara yang dihasilkan pada tahapan proses produksi PT Mahkota Indonesia. Produk antara ini memiliki konsentrasi 26 , sehingga dilakukan pencampuran gas SO 3 dengan udara kering dry air untuk menghasilkan campuran gas SO 3 udara kering sekitar 5-7 vv. Laju gas SO 3 dengan konsentrasi 5-7 diinputkan ke dalam reaktor sebesar 7,22 kgjam. Proses sulfonasi dilakukan dengan rasio mol metil ester dan gas SO 3 yaitu 1:1,3 pada laju alir metil ester yang masuk ke dalam reaktor adalah 5,23 kgjam, dan suhu sulfonasi 100 o C Hambali et al., 2009. Faktor yang diujikan yaitu waktu proses sulfonasi 1 - 6 jam dengan interval 1 jam. Dilanjutkan dengan proses aging pada suhu 90 o C selama 60 menit dan pengadukan 150 rpm hingga diperoleh MESA. Perhitungan laju alir ME olein dan SO 3 disajikan pada Lampiran 3. MESA kemudian dire-esterifikasi menggunakan metanol 15 dan dinetralisasi dengan NaOH 50 hingga dihasilkan MES dengan pH netral. Diagram alir penentuan lama proses sulfonasi disajikan pada Gambar 10. Skema STFR yang digunakan disajikan pada Gambar 11. Pengujian dilakukan terhadap produk MESA dan MES. Parameter yang diuji meliputi warna 5 klett, densitas, pH, viskositas, bilangan iod, kestabilan emulsi, kandungan bahan aktif, bilangan asam, dan tegangan antarmuka. Prosedur analisis surfaktan MES dapat dilihat pada Lampiran 4. Rancangan percobaan faktor proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal dengan dua kali pengulangan. Model matematis rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ij = µ + A i + ji Dimana : Y ij : hasil pengamatan pada ulangan ke-j karena faktor A lama sulfonasi ke-i µ : rata-rata yang sebenarnya A i : pengaruh A lama sulfonasi ke-i ji : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor A lama sulfonasi ke-i Reakto r sulfo nasi STF R 1 - 6 jam Gambar 10. Diagram alir penentuan lama proses sulfonasi Gambar 11. Skema STFR yang digunakan

4. Pengaruh Penambahan Metanol pada Proses Pemurnian Surfaktan MES

Tahapan ini dilakukan untuk menentukan kondisi proses pemurnian yang akan diterapkan pada tahap kajian selanjutnya, dengan menerapkan kondisi terbaik yang diperoleh pada tahapan sebelumnya. Proses pemurnian dimodifikasi dari Sherry et al. 1995, dengan faktor konsentrasi metanol 0 - 15, interval 5 pada suhu sekitar 55 o C, pengadukan selama 45 menit, dan dilanjutkan dengan netralisasi menggunakan NaOH 50 hingga dicapai pH netral berkisar 7. Diagram alir kajian proses pemurnian MES disajikan pada Gambar 12. Parameter yang diuji adalah tegangan antarmuka. Prosedur analisis tegangan antarmuka disajikan pada Lampiran 4. Rancangan percobaan faktor proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal dengan dua kali pengulangan. Model matematis rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ij = µ + A i + ji Dimana : Y ij : hasil pengamatan pada ulangan ke-j karena faktor A konsentrasi metanol ke-i µ : rata-rata yang sebenarnya A i : pengaruh A konsentrasi metanol ke-i ji : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor A konsentrasi metanol ke-1 Reak tor sul fonasi STFR Gambar 12. Diagram alir kajian penambahan metanol pada proses pemurnian MES

5. Perbaikan Kondisi Proses Produksi Surfaktan MES

Untuk mendapatkan sampel surfaktan MES yang lebih baik dilakukan perbaikan pada kondisi proses produksi surfaktan MES. Kondisi proses yang diterapkan meliputi gas SO 3 -udara kering diinputkan ke dalam reaktor sebesar 7,22 kgjam, rasio mol metil ester dan gas SO 3 yaitu 1:1,3 pada kecepatan alir metil ester yang masuk ke dalam reaktor adalah 5,23 kgjam, suhu sulfonasi 100 o C Hambali et al., 2009, lama sulfonasi 3-4 jam, suhu aging 90 o C selama 60 menit dengan pengadukan 150 rpm, dan tanpa penambahan metanol sebagai hasil terbaik yang diperoleh pada tahapan sebelumnya. Perbaikan dilakukan dengan penambahan udara kering bersamaan dengan gas SO 3 yang diinputkan ke dalam reaktor STFR 0; 1,8, 3,6 kgjam dikombinasikan dengan pH MES setelah netralisasi 6, 7, 8. Parameter yang diuji meliputi bilangan iod, kandungan bahan aktif, tegangan antarmuka, kestabilan emulsi, viskositas, dan warna 5 klett. Diagram alir perbaikan kondisi proses produksi MES disajikan pada Gambar 13. Prosedur analisis surfaktan MES dapat dilihat pada Lampiran 4. Rancangan percobaan faktor proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi, dengan dua kali pengulangan. Model matematis rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y jkm = µ + R i + A j + ij + B k + AB jk + mijk Dimana : Y jkm : Nilai pengamatan pada ulangan ke-m karena faktor udara kering A taraf ke-j dan faktor pH B taraf ke-k µ : Rata-rata yang sebenarnya R i : Pengaruh ulanganblok ke-i A j : Pengaruh udara kering A ke-j petak utama ij : Galat untuk petak utama pada blok ke-i karena faktor A ke-j B k : Pengaruh pH ke-k anak petak AB jk : Pengaruh interaksi faktor udara kering A ke-j dan pH B ke-k mijk : Galat sisa pada ulangan ke-m akibat pengaruh blok ke-i, A ke-j dan B ke-k Reakt o r sul fo n asi STFR 3 - 4 ja m Gambar 13. Diagram alir perbaikan kondisi proses produksi MES

6. Formulasi Surfaktan MES untuk Aplikasi pada EOR

Formulasi surfaktan dilakukan dengan mengkombinasikan surfaktan MES dengan salinitas optimal, surfaktan komersial, dan aditif terbaik yang diperoleh. Untuk itu dilakukan penentuan konsentrasi surfaktan MES, salinitas optimal, aditif dan surfaktan komersial terbaik untuk formulasi.

a. Penentuan konsentrasi surfaktan MES

Sampel surfaktan MES terbaik yang telah diperoleh ditentukan konsentrasi yang dapat memberikan nilai tegangan antarmuka terendah. Konsentrasi surfaktan yang diujikan berkisar 0-0,4, dengan interval 0,1. Pengujian dilakukan dua kali.

b. Penentuan salinitas optimal

Sampel surfaktan MES terbaik yang diperoleh pada tahapan sebelumnya selanjutnya digunakan untuk mencari salinitas optimal antara surfaktan MES dan air injeksi. Penentuan salinitas optimal dilakukan pada konsentrasi surfaktan MES 0,3 dengan variasi salinitas air injeksi 0 hingga 60.000 ppm dengan interval 5000 ppm. Parameter yang diuji meliputi tegangan antarmuka, densitas, pH, dan viskositas pada suhu 30 dan 70 o C. Data tegangan antarmuka kemudian diplotkan terhadap salinitas untuk mendapatkan salinitas optimalnya. Rancangan percobaan faktor proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal dengan dua kali pengulangan. Model matematis rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ij = µ + A i + kij Dimana : Y ij : hasil pengamatan pada ulangan ke-j karena faktor A salinitas ke-i µ : rata-rata yang sebenarnya A i : pengaruh salinitas A ke-i ji : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor A ke-i

c. Pemilihan Aditif

Pemilihan aditif dilakukan untuk menentukan jenis dan konsentrasi aditif terbaik yang mampu menghasilkan penurunan nilai tegangan antarmuka. Pada tahapan ini digunakan dua jenis aditif yaitu NaOH dan Na 2 CO 3 , dengan variasi konsentrasi 0,1 – 0,6 persen dengan interval 0,1. Parameter yang diuji meliputi tegangan antarmuka, pH dan densitas Lampiran 4. Rancangan percobaan faktor proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali pengulangan. Model matematis rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + A i + Bj + AB ij + kijk Dimana : Y ijk : hasil pengamatan pada ulangan ke-k karena faktor A ke-i dan B ke-j µ : rata-rata yang sebenarnya A i : pengaruh jenis aditif A ke-i B j : pengaruh konsentrasi aditif B ke-j AB ij : pengaruh interaksi jenis aditif A ke-i dan konsentrasi aditif B ke-j kij : galat eksperimen pada ulangan ke-k karena faktor A ke-i dan B ke-j

d. Pemilihan Co-Surfaktan

Pemilihan co-surfaktan dilakukan terhadap 14 jenis surfaktan komersial yang tersedia di pasaran, yaitu alkyl polyglicoside C 12 , alkyl polyglicoside C 8 , C 10 alkoxylated 7, dietanolamida, alcohol ethoxylate 7 EO, sodium dodecyl benzene sulfonate 25, sodium dodecyl benzene sulfonate 65, dodecyl benzene sulfonic acid, nonyl phenol ethoxylate 9 EO, nonyl phenol ethoxylate 10 EO, alkyl benzyl dimethyl ammonium chloride , secondary C 12-14 , 7 ethoxylated, secondary C 12-14 , 7 ethoxylated, dan alkyl polyglicoside C 12-16 . Surfaktan komersial yang dipilih adalah yang menghasilkan nilai tegangan antarmuka terendah pada pengukuran menggunakan air formasi dari lapangan minyak. Pengujian nilai tegangan antarmuka larutan surfaktan komersial 0,3 pada air formasi dilakukan dua kali.

7. Uji kinerja surfaktan MES untuk Aplikasi pada EOR

Pengujian dilakukan meliputi kompatibilitas, kelakuan fasa, thermal stability , filtrasi, adsorpsi dan uji core. Prosedur analisis kinerja formula surfaktan berbasis MES disajikan pada Lampiran 5. • Uji kompatibilitas dilakukan untuk melihat kesesuaian surfaktan dengan air formasi dan air injeksi. Pengujian dilakukan dengan membuat larutan surfaktan dengan air formasi dan air injeksi. Kesesuaian diindikasikan dengan tidak terbentuknya endapan dalam larutan surfaktan. • Uji kelakuan fasa dilakukan pada suhu reservoir tempat dimana air formasi yang digunakan berasal yaitu 112 o C. Pengamatan dilakukan secara periodik selama waktu tertentu. • Uji thermal stability dilakukan selama waktu tertentu pada suhu reservoir tempat dimana air formasi yang digunakan berasal yaitu 112 o C, dan suhu 70 o C sebagai pembanding. Pengamatan nilai tegangan antarmuka dilakukan secara periodik untuk melihat kecenderungan perubahan nilai tegangan antarmuka yang terjadi selama pemanasan pada suhu reservoir berlangsung. • Uji filtrasi dilakukan menggunakan beberapa ukuran media pori 500 mesh, 20-25 µm, 0,45 µm dan 0,22 µm dengan volume larutan surfaktan dan air formasi masing-masing 300 ml, dan dilakukan plot volume vs waktu. • Uji adsorpsi dilakukan dengan melarutkan 15 g batuan core yang sudah dihancurkan dalam 8 ml larutan surfaktan, atau hingga seluruh batuan core terbenam dalam larutan surfaktan, lalu diukur nilai absorbansi sebelum dan sesudahnya. • Uji core dilakukan dengan melewatkan 250 ml larutan surfaktan melewati core yang sudah dijenuhkan air dan minyak bumi pada suhu reservoir 112 o C, dan dihitung volume minyak yang berhasil didesak dari core oleh larutan surfaktan. Core yang digunakan berupa core sintetik dan native core . Pengujian juga dilakukan dengan menginjeksikan larutan surfaktan pada aliran berbeda. Beberapa peralatan dan intrumen analisis yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 6.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Bahan Baku Olein dan ME Olein

Bahan baku minyak sawit yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi olein sawit. Olein sawit merupakan fraksi cair dari hasil fraksinasi minyak sawit yang telah dimurnikan. Pemilihan olein sawit sebagai bahan baku didasarkan pada pertimbangan komposisi asam lemak penyusun olein sawit yang dominan asam palmitat C 16:0 dan asam oleat C 18:1 . Asam lemak C 16:0 dan C 18:1 memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibanding asam lemak lainnya pada minyak sawit. Semakin panjang rantai karbon yang bersifat lipofilik pada struktur molekul surfaktan maka kemungkinan surfaktan tersebut untuk makin larut ke minyak akan semakin besar dan dengan gugus aktif yang diharapkan akan berikatan dengan fraksi air menyebabkan kelarutan surfaktan baik pada minyak maupun air menjadi semakin baik yang ditunjukkan dengan nilai tegangan antarmuka yang rendah. Sebelum proses konversi olein menjadi metil ester olein dilakukan, terlebih dahulu dilakukan analisis untuk mengetahui sifat fisikokimia bahan baku olein yang digunakan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, densitas, viskositas, kadar air, fraksi tak tersabunkan, dan komposisi asam lemak. Hasil analisis kadar asam lemak bebas olein sawit menjadi acuan untuk menentukan tahap reaksi esterifikasitransesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi olein sawit menjadi metil ester olein. Parameter lainnya menjadi parameter kunci untuk mengetahui keberhasilan proses konversi yang dilakukan. Hasil analisis sifat fisikokimia olein dan metil ester ME olein sawit disajikan pada Tabel 9. Kadar asam lemak bebas merupakan parameter penting dalam menentukan proses yang dibutuhkan untuk mengkonversi minyak dan asam lemak menjadi metil ester. Pada kadar asam lemak bebas di atas 2 minyak terlebih dahulu diesterifikasi dan dilanjutkan dengan tahapan proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi secara langsung terhadap minyak dengan kadar asam lemak bebas di atas 2 menyebabkan reaksi konversi menjadi tidak efektif karena terbentuknya sabun dalam jumlah besar akibat reaksi yang terjadi antara katalis