180
Lampiran 25. Hasil Uji Adsorpsi Titrasi Dua Fasa a.
Larutan MES 0,3
Data Surfaktan Awal Sebelum Adsorpsi Data Surfaktan Akhir Setelah Adsorpsi
Bahan aktif mg Bobot
surfaktan g
Volume Titran
ml Slope Regresi
Surfaktan Awal
Bobot surfaktan
g Volume
Titran ml
Slope Regresi Surfaktan
Akhir Awal Akhir
Terserap µg
bahan aktifg
core 1.0093 1.10
1.0114 0.45 2.0046 2.00
2.0039 0.70 1.0093 1.10
0.87922 0.99986 0.0401
1.0114 0.45 0.20045 0.98934
0.0092 40,36
9,20 31,16 155,29
b. Larutan MES 0,3 + NaCl 15000 ppm
Data Surfaktan Awal Sebelum Adsorpsi Data Surfaktan Akhir Setelah Adsorpsi
Bahan aktif mg Bobot
surfaktan g
Volume Titran
ml Slope Regresi
Surfaktan Awal
Bobot surfaktan
g Volume
Titran ml
Slope Regresi Surfaktan
Akhir Awal Akhir
Terserap µg
bahan aktifg
core 1.0073 0.95
1.0062 0.60 2.0041 1.60
2.0213 0.75 3.0082 2.25
0.64970 1.00000
0.0401 3.0045 0.85
0.12523 0.99441
0.0092 40.22
9.17 31.05
155.23
181
c. Larutan MES 0,3 + NaCl 15000 ppm + Na
2
CO
3
0,3
Data Surfaktan Awal Sebelum Adsorpsi Data Surfaktan Akhir Setelah Adsorpsi
Bahan aktif mg Bobot
surfaktan g
Volume Titran
ml Slope Regresi
Surfaktan Awal
Bobot surfaktan
g Volume
Titran ml
Slope Regresi Surfaktan
Akhir Awal Akhir
Terserap µg
bahan aktifg
core 2.0024 1.35
2.0021 0.30 3.0077 2.15
3.0005 0.55 4.0048 2.55
0.59955 0.98242
0.0401 4.0027 0.90
0.29994 0.99551
0.0092 40.16
9.16 31.01
152.86
Lampiran 26. Data Dimensi Core yang Digunakan pada Uji Core Flooding
Kode Core Ulangan Diameter
cm Tinggi cm
Volume Core ml
1 2,43
3,02 2
2,40 3,10
Core Sintetik-1
3 2,40 2,95
Rata-rata 2,41 3,02
13,76
1 2,40
2,90 2
2,41 2,91
Core Sintetik-2
3 2,39
2,92 Rata-rata
2,40 2,91 13,16
1 2,34
3,28 2
2,36 3,29
Core Sintetik-3
3 2,35
3,26 Rata-rata
2,35 3,28 14,20
1 2,59
3,43 2
2,62 3,43
Core Sintetik-4
3 2,61
3,40 Rata-rata
2,61 3,42 18,24
1 2,43
3,17 2
2,42 3,14
Native Core -1
3 2,40
3,06 Rata-rata
2,41 3,12 14,27
Lampiran 27. Proses Persiapan dan Tahapan Uji Core Flooding
Core yang sudah dibersihkan
Penimbangan Bobot Kering Core
Penjenuhan dengan Air Formasi AF
Penimbangan Bobot Basah Core
Penyimpanan dalam tabung berisi AF
selama 1-3 hari
Injeksi Core oleh minyak pada suhu 70
o
C
Pengukuran Volume AF yang keluar
A
Injeksi Core oleh Air Injeksi pada suhu 70
o
C Pengukuran Volume
Minyak yang keluar
Injeksi Core oleh Larutan Formula Surfaktan pada suhu 70
o
C
Pengukuran Volume Minyak
yang keluar A
185
Lampiran 28. Hasil Uji Core Flooding Larutan Surfaktan Setelah Injeksi Air
Kode Core
Bobot kering
A gram
Bobot basah
B gram
Bobot Air Formasi
dalam Core
B- A gram
Densitas Air
Formasi gml
Volume AF
dalam core
C ml
Volume AF yang
keluar setelah
diinjeksi minyak =
Volume minyak
dalam core
D ml
Volume AF yang
tersisa dalam
Core C-
D ml Saturasi
Air Porositas
CVol Core
Total100 Volume
minyak setelah
Injeksi dengan
fluida AF ml
Volume Minyak
setelah injeksi
dengan surfaktan
ml - Secondary
Recovery Primary
Recove- ry
Seconda -ry
Recove- ry
Total Reco-
very
Core Sintetik
- 1
28,9608 33,8702 4,9094 0,9920
4,9489 4,2000 0,7489 15
36 2,4000 0,8000 57 19 76
Core Sintetik
- 3
30,0662 36,3061 6,2399 0,9920
6,2901 6,1000 0,1901 3
44 2,7000 0,5000 44 8 52
Native Core
-1 34,1837 35,7617 1,5780
0,99008 1,5938
1,1000 0,4938 31,0 11,2 0,4000 0,1000 36,4
9,1 45,5
186
Lampiran 29. Hasil Uji Core Flooding Larutan Surfaktan dengan Perbedaan Arah Flow Injeksi Menggunakan Core Sintetik
Kode Core
Perlakuan Bobot
kering A
gram Bobot
basah B
gram Bobot
Air Formasi
dalam Core
B-A gram
Densitas Air
Formasi gml
Volume AF dalam
core C
ml Volume
AF yang keluar
setelah diinjeksi
minyak = Volume
minyak dalam
core D
ml Volume
AF yang tersisa
dalam Core
C- D ml
Saturasi Air Porositas
CVol Core
Total100 Volume
minyak setelah
Injeksi dengan
larutan surfaktan
ml Recovery
Core Sintetik-
2
Injeksi formula
surfaktan dari atas ke
bawah 27,0172
32,3704 5,3532 0,9920 5,3963 3,6000 1,7963
33 41
2,20 61
Core Sintetik-
4
Injeksi formula
surfaktan dari bawah
ke atas 28,7273
36,2033 7,4760 0,9920 7,5362 7,0000 0,5362
7 41
5,40 77
ABSTRACT
MIRA RIVAI. Production and Formulation of Methyl Ester Sulfonate-Based Surfactant from Palm Olein for Enhanced Oil Recovery Application. Under
supervision of TUN TEDJA IRAWADI, ANI SURYANI, and DWI SETYANINGSIH.
The remaining oil in a reservoir that cannot be produced using the natural driving force primary recovery is about 50 to 80 of the initial oil volumes
IOIP. A secondary recovery technique such as waterflooding can only increase the recovery as much as 5 to 20 of the IOIP. Therefore, a method known as
Enhanced Oil Recovery EOR has to be implemented in the reservoir in the effort to recover much more oil. One of the EOR methods is surfactant injection. The
injection of surfactant solution is aimed to significantly reduce the capillary forces in the reservoir by lowering the oil-water interfacial tension within the pore
spaces. Once the capillary force is diminished, the reservoir oil is much easier to be displaced and moved toward the production wells. This is an excellent
opportunity to develop a type of vegetable oil-based surfactants. One of potential surfactant types to develop is methyl ester sulphonate surfactant MES. This
study was aimed at producing MES surfactant and formula-based methyl ester sulfonate surfactant from palm olein to be applied for in the process of improving
oil recovery using carbonate formation fluids. Results of the study showed that the best condition was achieved in a sulphonation process done in 3-4 hours with the
flowrate of dry air of 1.8 kghour and a purification performed without the addition of methanol in a pH of 8. The best MES surfactant-based formula for
EOR applications on the formation of carbonate was the one with the composition of 0.3 MES surfactant, 0.3 Na
2
CO
3
, and 15,000 ppm salinity. MES surfactant produced from this formula had more heat resistance, higher salinity, and higher
hardness than the commercial surfactants did. Results of the performance test of surfactant-based formula showed that the MES surfactant formula was compatible
with formation water and injection water. The formed phase was a lower phase which was relatively stable on a heating up to day 77 reservoir temperature of 70
and 112 °C with a range of interfacial tension of 10
-2
dynescm. The adsorption reached 152.86 µg active matterg core and the incremental oil recovery using
synthetic core of 8-19 and using native core of 9.1. Surfactant solution coreflooding test with bottom-up flow direction resulted in a greater oil recovery
16 than that with top-down flow direction. This was caused by the influence of gravity.
Keywords: MES production, formulation, MES surfactant-based formula,
performance test, carbonate formation.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut BP Statistical Review 2011, sejak tahun 2003 untuk pertama kalinya Indonesia mengalami defisit minyak dimana tingkat konsumsi lebih tinggi
dibanding tingkat produksi. Pada tahun 2010 produksi minyak Indonesia hanya 986 kbpd sementara tingkat konsumsi melonjak hingga menembus angka 1.304
kbpd atau defisit 318 kbpd. Tingkat konsumsi akan semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan populasi dan meningkatnya ekonomi. Data KESDM 2011
menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 23 tahun diprediksi cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru.
Rendahnya kemampuan produksi minyak bumi Indonesia disebabkan karena lapangan minyak Indonesia yang berjumlah sekitar 14.000 buah dimana satu
lapangan minyak memiliki sekitar 100-200 sumur minyak pada umumnya sudah merupakan sumur-sumur tua mature fields, sehingga produksi minyaknya
rendah dengan water cut tinggi mencapai 98-99. Sumur-sumur tua tersebut pada umumnya telah melewati masa puncak produksi. Berdasarkan data Dirjen
Migas 2007, hingga tahun 2007 total original oil in place OOIP Indonesia mencapai 64.211 BSTB Billion Stock-Tank Barrels, dimana 31,80 berhasil
diproduksikan secara kumulatif, dan diperkirakan remaining reserves hanya sebesar 5,72, sedangkan sisanya sebesar 62,49 merupakan minyak sisa
residual oil yang merupakan target enhanced oil recovery EOR. Proses recovery minyak bumi dapat dikelompokkan atas tiga fase, yaitu
fase primer primary recovery, fase sekunder secondary recovery dan fase tersier tertiary recovery. Sisa minyak di dalam reservoir pada proses produksi
minyak bumi menggunakan tenaga pendorong alamiah primary recovery yang tidak dapat diproduksikan berkisar antara 60-70 dari volume minyak mula-
mula. Setelah reservoir dengan tenaga pendorong alamiah primary recovery dan secondary recovery sudah tidak dapat mendorong minyak untuk naik ke
permukaan, maka untuk memproduksikan sisa minyak yang tertinggal perlu diterapkan metode peningkatan perolehan minyak tahap lanjut tertiary recovery
yang dikenal dengan istilah enhanced oil recovery EOR. Salah satu metode
EOR yang digunakan yaitu injeksi kimia menggunakan surfaktan. Injeksi surfaktan merupakan salah satu cara untuk mengurangi sisa minyak yang masih
tertinggal di dalam reservoir dengan cara menginjeksikan suatu zat aktif permukaan ke dalam reservoir sehingga tegangan antarmuka minyak-air dapat
diturunkan. Dengan turunnya tegangan antarmuka maka tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori batuan reservoir dapat dikurangi sehingga minyak
yang terperangkap dalam pori-pori dapat didesak dan dialirkan ke sumur produksi. Agar dapat menguras minyak yang masih tersisa secara optimal maka diperlukan
jenis surfaktan yang sesuai dengan kondisi air formasi dan reservoir tersebut. Selama ini surfaktan yang umum digunakan pada industri perminyakan
merupakan surfaktan berbasis petroleum yang diimpor dengan harga USD 2500 – 4000 per ton. Salah satu surfaktan berbasis petroleum yang banyak digunakan
adalah petroleum sulfonat. Sifat beberapa surfaktan berbasis petroleum adalah tidak tahan pada air formasi dengan tingkat kesadahan, salinitas dan suhu tinggi,
sehingga surfaktan jenis ini mengalami kendala menggumpal saat diaplikasikan pada sumur-sumur minyak Indonesia yang sebagian besar memiliki karakteristik
salinitas 5.000 – 40.000 ppm dan kesadahan 500 ppm yang tinggi sehingga dikhawatirkan akan merusak batuan formasi. Selain itu surfaktan petroleum
sulfonat sifat deterjensinya akan menurun secara drastis pada air sadah. Menurut Carrero et al. 2006, chemical flooding dengan memanfaatkan surfaktan dapat
meningkatkan sekitar 30-55 dari 60-70 OOIP. Hingga saat ini aplikasi surfaktan untuk EOR yang telah dilakukan pada industri perminyakan di
Indonesia masih pada tahap ujicoba skala pilot seperti yang dilakukan Chevron di Minas dan Medco di Kaji Semoga, belum sampai pada tahap full scale di
lapangan.
Hal ini merupakan peluang yang sangat baik untuk mengembangkan jenis
surfaktan berbasis minyak nabati. Berdasarkan ketersediaannya, bahan baku minyak nabati yang dapat dimanfaatkan adalah minyak sawit. Hal ini mengingat
potensi sawit Indonesia saat ini sangat besar, pada tahun 2010 total produksi CPO Indonesia mencapai sekitar 20 juta ton Ditjenbun, 2011. Mengingat hingga saat
ini industri hilir sawit yang sudah berkembang di Indonesia yaitu industri minyak inti sawit, stearin, RBD PO, margarin, shortening, RBD Palm Stearine,
CBSCBE, creaming fats, vegetable ghee, fatty alcohol, fatty acid dan biodiesel, maka potensi minyak sawit Indonesia perlu ditingkatkan dengan mengembangkan
produk hilirnya yang bernilai tambah lebih tinggi, yaitu surfaktan. Salah satu jenis surfaktan yang potensial untuk dikembangkan yaitu
surfaktan metil ester sulfonat MES. Pemanfaatan minyak sawit menjadi surfaktan MES dapat dilakukan mengingat kandungan asam lemak C
16
dan C
18
asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat mempunyai sifat deterjensi yang sangat baik. Surfaktan MES ini telah dimanfaatkan pada industri pembersih,
sabun, dan deterjen untuk menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan karena sifat surfaktan MES yang biodegradable. Aplikasi surfaktan MES
memungkinkan untuk dilakukan pada industri perminyakan mengingat surfaktan MES memiliki kelebihan dibandingkan surfaktan berbasis petrokimia, diantaranya
: bersifat terbarukan, mudah didegradasi good biodegradability, biaya produksi lebih rendah sekitar 57 dari biaya produksi surfaktan dari petrokimia linier
alkilbenzen sulfonat, LAS, karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water dan
tidak adanya fosfat, pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang
lebih baik pada formula deterjen, dan memiliki toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium Watkins, 2001.
Selama ini surfaktan MES yang sudah diteliti ataupun diproduksi secara komersial diperuntukkan untuk formulasi formula deterjen dan bahan pembersih
Huish dan Jensen, 2003; Huish et al., 2004; Wesley et al., 2008; Wesley et al., 2010; Huish et al., 2010. Untuk keperluan EOR pada industri perminyakan
diperlukan persyaratan yang lebih khusus meliputi : memiliki ultralow interfacial tension
≤10
-3
dynecm, adsorpsi 400 µgg core, stabil pada suhu reservoir selama 3 bulan, pH berkisar 6 – 8, memiliki fasa III fasa tengahfasa bawah,
filtrasi rasio 1,2, dan incremental oil recovery berkisar 15 - 20 OOIP BPMIGAS, 2009. Hal yang penting dalam proses penggunaan surfaktan untuk
menghasilkan perolehan recovery minyak yang tinggi adalah: a memiliki IFT yang sangat rendah minimal 10
-3
dynecm antara chemical bank dan residual oil dan antara chemical bank dan drive fluid, b memiliki kecocokankompatibilitas
dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur, kesadahan dan salinitas, c memiliki mobility control dan d kelayakan ekonomis proses Pithapurwala et
al ., 1986. Bila surfaktan mempunyai ultralow interfacial tension di bawah 10
-2
dynecm dapat diduga mampu meningkatkan recovery sekitar 10-20 Aczo Surfactant, 2006. Selama ini surfaktan golongan sulfonat yang telah
dimanfaatkan untuk proses enhanced oil recovery diantaranya adalah petroleum sulfonat Smith et al., 2005, olefin sulfonat Hutchison et al., 2010,
lignosulfonat Kalfoglou, 1982. Penelitian pemanfaatan surfaktan MES untuk EOR telah dilakukan oleh
Hambali et al. 2009 pada aplikasi batuan pasir. Pemanfaatan surfaktan MES untuk oil well stimulation agent telah dilakukan oleh Hambali et al. 2008
dengan menggunakan surfaktan MES yang terbuat dari metil ester C
12
dari PKO dan reaktan yang digunakan NaHSO
3
. Pemakaian C
12
sebagai bahan baku surfaktan MES akan mendorong terbentuknya busa dalam jumlah besar pada saat
aplikasi, kondisi ini tidak diinginkan oleh industri perminyakan sehingga sebagai alternatif lain dapat digunakan asam lemak C
16
dan C
18
yang banyak terdapat pada olein sawit. Selain itu pada proses produksi menggunakan reaktan NaHSO
3
dihasilkan sludge dalam jumlah besar. Karenanya pada penelitian ini akan dikembangkan surfaktan MES dengan menggunakan reaktan gas SO
3
sehingga selain dihasilkan surfaktan MES dengan karakteristik sifat antarmuka yang
diinginkan, juga pada proses produksinya tidak dihasilkan limbah sludge. Proses produksi dilakukan menggunakan reaktor sulfonasi bertabung tunggal yang
disebut Singletube Film Sulfonation Reactor STFR yang dikembangkan oleh Hambali et al. 2009. Teknologi sulfonasi yang dibuat oleh provider teknologi
luar negeri pada prinsipnya menggunakan falling film, misalnya Chemithon menggunakan reaktor tabung tunggal yang disebut annular falling film
MacArthur et al., 2002, sementara Ballestra menggunakan banyak tabung yang disebut Multitube Film Sulfonation Reactor MTFR Roberts et al., 2008.
Untuk menghasilkan surfaktan yang sesuai dengan karakteristik yang disyaratkan oleh industri perminyakan, maka dilakukan formulasi dengan
mengkombinasikan surfaktan MES yang dihasilkan dengan bahan aditif lain berupa co-surfaktan dan alkali yang sesuai agar dihasilkan formula yang mampu
memberikan kinerja terbaik untuk diaplikasikan pada industri perminyakan. Formula yang dihasilkan akan diujicobakan pada fluida formasi dan core standar
skala laboratorium untuk melihat kinerja formula surfaktan ini pada skala laboratorium sebelum dikembangkan lebih lanjut untuk aplikasi pada skala pilot
dan lapangan. Dalam praktek di lapangan, jenis minyak yang ada di reservoir tidak mudah diubah karakteristiknya, demikian juga kondisi reservoirnya
berbeda-beda antara satu lapangan dengan lapangan yang lain, sehingga yang dapat dilakukan adalah mendapatkan jenis surfaktan yang sesuai untuk jenis
minyak dan kondisi reservoir tertentu. Seringkali terjadi kegagalan dalam injeksi surfaktan karena tidak mengetahui jenis surfaktan yang sesuai dalam mengurangi
tegangan antarmuka sehingga tidak mampu menarik minyak dari pori-pori, bahkan dapat menyebabkan rusaknya reservoir. Untuk itu perlu dicari kombinasi
formula yang sesuai dengan mempertimbangkan faktor besaran tegangan antarmuka, densitas, viskositas, ketahanan pada salinitas, dan kompatibiliti
terhadap fluida formasi dan core standar agar diperoleh formula surfaktan MES terbaik yang dapat memberikan laju peningkatan recovery minyak terbesar pada
proses injeksi skala laboratorium.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan surfaktan MES dan formula surfaktan berbasis MES dari olein sawit untuk aplikasi pada proses peningkatan
perolehan minyak bumi menggunakan fluida dari formasi karbonat.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Kajian proses produksi surfaktan metil ester sulfonat berbasis olein sawit menggunakan reaktor Singletube Film Sulfonation Reactor STFR.
2. Formulasi surfaktan MES meliputi penentuan konsentrasi surfaktan MES,
penentuan salinitas optimum, pemilihan aditif dan co-surfaktan. 3.
Uji kinerja formula surfaktan berbasis MES meliputi uji kompatibilitas, kelakuan fasa, ketahanan panas, filtrasi, adsorpsi dan uji core flooding skala
laboratorium.