c. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa
diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas
thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka
perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur
yang lebih kecil. d.
pH Derajat Keasaman Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya
bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
e. Waktu Singgung
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan. Pengadukan mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel
arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.
2.5 Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dari proses penyulingan daun dan ranting tanaman cengkeh Marwati 2005. Komponen
utama minyak cengkeh adalah eugenol yaitu sekitar 60-90 dan merupakan cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila kena cahaya matahari berubah
menjadi coklat hitam yang berbau spesifik. Menurut Sastrohamidjojo 2002 komponen minyak cengkeh dapat dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah senyawa fenolat dengan eugenol sebagai komponen terbesar. Sedangkan kelompok kedua adalah senyawa
non fenolat yaitu β-kariofeilen, α-kubeben, α-kopaen, humulan, δ-kadien, dan
kadina 1,3,5 trien dengan β-kariofeilen sebagai komponen terbesar.
Erdiman 2004 melaporkan penggunaan baru yang menarik dari minyak cengkeh yaitu sebagai obat anestesi dalam penangkapan ikan hias dari tempat
asalnya maupun selama proses penanganan, pemilihan dan transportasinya sebagai alternatif pengganti larutan sianida. Munday dan Wilson 1997 dan
Keene et al. 1998 mendapatkan bahwa minyak cengkeh mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bahan lain yang terbuat dari bahan kimia termasuk MS.
222, quinaldine dan benzocain. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah : a sangat efektif walaupun dalam dosis yang rendah; b
mudah dalam proses induksinya; c. waktu pemulihan kesadarannya recovery time
lebih lama; dan d harganya jauh lebih rendah dibandingkan bahan kimia lainnya.
Minyak cengkeh digunakan sebagai pembiusan halus sejak dulu dan sangat efektif untuk pembiusan gigi karena mengandung eugenol. Eugenol dapat
digunakan sebagai bahan anastesi. Ada banyak penelitian minyak cengkeh digunakan untuk pembiusan binatang. Hisaka et al. 1986 dalam Purnomo 2004
memperlihatkan pembiusan yang efektif pada ikan mas Cyprinus carpio pada 25– 100 ppm. Ikan kehilangan keseimbangan sesudah 30–45 detik dan mulai segar
sekitar 3 menit. Secara rinci dari percobaan mengunakan benih 20 gram ikan trout pelangi Oncorhynchus mykiss. Keene et al. 1998 dalam Purnomo 2004
memperlihatkan 8–96 jam LC
50
dari eugenol mengunakan 9 ppm. Pada dosis yang rendah, 2–5 ppm menghasilkan efek penenang yang cukup untuk
transportasi, sedangkan dosis 60 ppm selama 3–6 menit efektif untuk pembiusan bedah Ross Barbara 1999.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Afendy 1996 yang mengujicobakan penggunaan minyak cengkeh untuk membius benih bandeng dengan panjang total
13,5–17 cm menemukan bahwa pada dosis 15 ppm mampu memingsankan ikan bandeng selama 1.201,33 menit ± 20 jam kemudian disusul pada konsentrasi 10
ppm dengan lama waktu pingsan 1.057,33 menit ± 17 jam 37 menit.
Menurut Summerfelt and Smith 1990 dalam Cooke et al 2004, bahwa tahapan-rahapan anastesi pada ikan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Tahapan anastesi pada ikan Summerfelt and Smith 1990 dalam Cooke at al
. 2004
Tahapan anaesthesia
Descriptor Karakteristik
0 Normal Reaktif terhadap stimuli eksternal, laju bukaan
operculum dan detak jantung normal
1 Light sedation
Secara perlahan-lahan kehilangan reaktifitas terhadap stimuli, secara perlahan-lahan laju
bukaan operculum menurun namun keseimbangan masih terjaga
2 Deep sedation
Reaktivitas terhadap semua stimuli hilang secara total, namun demikian masih reaktif
terhadap stimuli yang keras
3 Kehilangan
keseimbangan secara parsial
Elastisitas otot hilang secara sebagian, pergerakan ikan tidak teratur, peningkatan laju
bukaan operculum hanya reaktif ketika ikan disentuh dengan keras.
4 Kehilangan
keseimbangan secara total
Elastisitas otot dan keseimbangan hilang secara total, laju bukaan operculum menjadi rendah,
kehilangan refleksi spinal
5 Kehilangan
reaktifitas reflex
Reaktivitas hilang secara total, pergerakan operculum menjadi lambat dan tidak teratur,
denyut jantung menjadi lamban, kehilangan semua bentuk reflex
6 Medullary
collapse Tidak ada pergerakan operculum yang diikuti
oleh berhentinya detak jantung.
Pada prinsipnya proses penenangan atau pembiusan pada ikan meliputi tiga
tahap yaitu :
a. Berpindahnya bahan penenang atau pembius dari lingkungan ke dalam muara
pernafasan organisme b.
Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan penenang ke dalam darah
c. Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan substansi tersebut ke seluruh
tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel ini sangat beragam, tergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan.
Dengan sifat bahan pembius minyak cengkeh yang mudah larut dalam air dan lemak, proses difusi zat penenang dalam aliran darah melalui insang terjadi
sangat cepat. Masuknya cairan penenang ke dalam sistem darah akan disebarkan ke seluruh tubuh termasuk otak dan jaringan lain. Pengaruh bobot zat penenang
terhadap ikan ditentukan oleh kadar zat penenang yang terkandung dalam jaringan otak atau sarafnya Spotte 1992.
2.6 Respon Fisiologi Ikan 2.6.1 Hormon Kortisol