1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa. Tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang
berasal dari luar nusantara. Di Indonesia, selain ditemukan kebudayaan suku-suku pribumi,
1
dapat ditemukan juga kebudayaan dari suku pendatang dunia seperti Arab, Tionghoa, dan suku lainnya Hoed, 2011:198. Dengan keanekaragaman
suku yang ada di Indonesia, maka semakin banyak pula ragam kebudayaannya.
2
1
Dalam disiplin ilmu antropologi, istilah pribumi ini lebih sering disebut sebagai natif unsur serapan yang berasal dari kata dalam bahasa Inggris native. Pada konteks sosiopolitis di
Indonesia, kata pribumi dan nonpribumi dalam beberapa dekade belakang ini sudah agak ditinggalkan, dan gantinya adalah kata warga negara Indonesia WNI saja. Namun istilah etnik
natif atau suku tempatan setempat masih digunakan secara mel;uas secara kultural di Indonesia. Hal ini berpa ekspresi sejarah bangsa ini. Bagaimanapun di wilayah tertentu di Indonesia ini perlu
diberikan kekuasaan budaya bagi etnik setempat sebagai tuan rumah, dalam kopnteks integrasi Negara Kesatuan Republiok Indonesia. Pendatang tidak semena-mena terhadap kebudayaan
setempat, dan suku setempat tidak pula tertutup kepada para pendatang.
Setiap suku ini memiliki kesenian, dan kesenian mereka pun memiliki genre- genrenya tersendiri pula, baik itu seni rupa, tekstil, anyaman, kerajinan, tembikar,
2
Istilah nusantara dan Indonesia memiliki persamaan dan sekaligus perbedaan. Dalam sejarah peradaban di kawasan ini, istilah nusantar awal kali digunakan oleh Panglima Perang
Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, untuk menyebutkan pulau-pulau yang berada di antara dua benua Asia dan Asutralia dan dua samudera, Samudera Pasifik Lautan Teduh dan Samudera
Hindia Samudera Indonesia. Istilah ini dibangun dari dua kata dasar yaitunusa yang artinya pulau-pulau dan antara yang artinya di antara. Sedangkan istilah Indonesia, awal kali dikemukakan
oleh seorang ilmuwan sosial Inggris yang bernama James Richradson Logan tahun 1850-an. Ia menggunakan istilah ini berdasarkan kata bentukan dari dua kata yaitu Indie wilayah jajahan
Belanda dan nesos yang artinya pulau-pulau. Kemudian istilah ini sangat populer digunakan oleh para pejuang pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia di awal abad ke-20 yang kemudian
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Kini istilah ini selain merujuk kepada pengertian kultural juga merujuk kepada sebuah negara bangsa, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI, yang berdasarkan ideologi Pancasila, dan landasan kontutisionalnya Undang- undag Dasar 1945. Selain itu bangsa Indonesia dibentuk berdasarkan perbedaan dalam satu
kesatuan yang disebut dengan bhinneka tunggal ika. Sistem pemerintahannya adalah demokrasi presidensial, yang menganut sistem otonomi daerah. Kini bangsa Indonesia memiliki penduduk
lebih kurang 250 juta jiwa, dengan wilayahnya yang terbendatng dari Sabang di barat sampai Merauke di timur, Pulau Miangas di utara dan Pulau Rote di selatan Lihat Takari dkk. 2008.
2 sastra, pertunjukan, musik, tari, dan lainnya. Termasuk dalam skripsi ini adalah
Tari Tibet yang terdapat di dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Medan.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi budi atau akal diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia Koentjaraningrat, 1982:9. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur
dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata budaya culture ini, padanannya dalam bahasa Mandarin
berasal dari dua huruf yakni 文化
wénhuà. Lebih rinci lagi pengertian wénhuà ini dalam Kamus Bahasa Mandarin Modern
代典 dijelaskan sebagai
berikut,“ 人在社会史展程中所造的物富和精神富的和,
特 指 精 神 , 如 文 学 , , 教 科 ,
学 等 ” [artinya: keseluruhan kekayaan
material, dan kekayaan immaterial yang diciptakan oleh umat manusia dalam proses sejarah berkembangnya masyarakat. Kekayaan immaterial adalah karya
sastra, seni, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain]. Cina merupakan salah satu negara yang memiliki kebudayaan yang
beranekaragam. Cina dikenal sebagai bangsa dengan peradaban yang begitu tinggi. Masyarakat dunia mengenal nilai-nilai budaya Cina sebagai sesuatu yang
terus-menerus berkembang. Salah satu contoh yaitu tari. Seni tari memiliki sejarah selama ribuan tahun dan sangat terkenal di dalam peradaban masyarakat Cina.
3 Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar atau learned action Koentjaraningrat, 2005:25. Lebih jauh lagi
Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur isi kebudayaan yaitu: bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan Koentjaraningrat, 1979:203-204. Selain itu kebudayaan dapat berwujud: gagasan ide, aktivitas, dan artefak
benda-benda. Dalam rangka melihat isi dan wujud budaya dalam Tari Tibet, maka dapat
dilacak melalui unsur budaya seni. Tari Tibet diekspresikan melalui gerakan- gerakan yang mengandung unsur keindahan estetika dan filsafat hidup orang-
orang Tibet. Tarian ini mengandung unsur budaya seperti sistem religi Budha Lamaistik, bahasa Tibet dan juga Mandarin, sistem mata pencaharian yaitu
bertani dan kemudian pada masa panen melalukan ritual bersyukur kepada Tuhan, organisasi sosial masyarakat agraris, dan lain-lainnya. Selain itu, dilihat
dari aspek wujud budaya, maka di dalam Tari Tibet ini terkandung aspek gagasan atau ide kebudayaan, kegiatan tari itu sendiri, serta artefak-artefak seperti: kostum
tarian, tata rias, properti tari, panggung atau tempat pertunjukan, musik pengiringnya, dan lain-lain. Dengan demikian Tari Tibet merupakan ekspresi
budaya melalui seni tari dan musik. Tari Tibet adalah salah satu tari yang hidup, tumbuh, dan berkembang di
dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Tari ini secara difusi persebaran berasal dari wilayah Negara Republik Rakyat Cina yaitu kawasan
4 Tibet. Tarian ini mengekspresikan kebudayaan orang-orang Tibet yang bersyukur
kepada Tuhan pada saat mereka usai melakukan panen hasil pertanian, terutama gandum. Jadi mengkaji keberadaan Tari Tibet ini tidak dapat dilepaskan dari
sudut budaya yang lebih luas dan holistik. Tari Tibet adalah sebuah tarian yang berasal dari provinsi Xizang, Qinghai, Gansu, Sichuan dan Yunnan, yang dalam
dalam bahasa Mandarin tari Tibet 庄
artinya merayakan panen raya serta kebahagiaan dan kemujuran. Pada masa awalnya, pertunjukan tari Tibet ini
diadakan sebagai pertunjukan untuk acara doa ucapan syukur orang Tibet saat masa panen menjelang musim gugur.
Tarian ini merupakan wujud untuk mengekspresikan emosi mereka dan sukacita dalam bentuk menari dan menyanyi, tetapi juga merupakan komunikasi
dengan para dewa untuk memperoleh panen berlimpah dan perlindungan. Tarian Tibet ini ada yang terlihat sangat riang gembira, ada pula yang sangat anggun, dan
ada pula yang ditarikan dengan gerakan santai. Mereka saling bergandengan tangan membentuk suatu lingkaran besar sambil menari sepuas hati dan itulah
yang disebut tarian guōzhuāng 锅
庄 .
Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki tiga arti. Pertama, keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi kehalusannya,
keindahannya dan sebagainya. Kedua, karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran, dan sebagainya. Ketiga, kesanggupan
akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi luar biasa.
5 Tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai segala gerak yang
dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun kedua-duanya Tengku Luckman Sinar, 1996:5.
Tibet merupakan daerah yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan peternak, dan Tibet dipimpin oleh seorang Dalai Lama yang
merupakan reinkarnasi Avalokitesvara. Tibet meupakan tempat lahirnya biksu- biksu, sehingga mayoritas penduduknya beragama Buddha.
Tarian Tibet ini merupakan bentuk ucapan syukur atas hasil pertanian mereka, maka dalam tarian Tibet ini orang-orang Tibet meminum arak qingke,
yaitu arak yang terbuat dari gandum yang dicampur dengan mentega, dan mereka menggunakan kostum yang terbuat dari sutra yang hanya digunakan ketika pesta
tarian Tibet. Kostum tarian Tibet ini memiliki banyak warna seperti warna putih, coklat, dan biru. Bagi orang Tibet warna pada kostum tersebut merupakan simbol
yaitu warna putih yang merupakan simbol kecerdasan, warna coklat mengandung arti keberanian dan keteguhan hati sedangkan warna biru mengartikan belas kasih.
Orang-orang Tibet membajak sawah mereka menggunakan hewan yak semacam sapi khas Tibet, hewan ini sangat kuat sehingga masyarakat
menggunakan untuk mengangkat barang-barang mereka melewati pendakian gunung. Motif gerakan Tari Tibet ini diambil dari gerakan hewan seperti hewan
yak, karenanya tarian ini banyak gerakan lompatan-lompatan Dalam tarian Tibet ini terefleksi secara mendalam cara hidup tradisional
orang-orang Tibet yang unik. Ciri yang paling istimewa dari gaya tarian ini adalah tubuh yang miring ke depan, ditemani juga oleh lompatan yang terus-menerus dari
6 lutut si penari, selain itu ciri unik yang lain yaitu sering membentangkan lengan
dan kaki secara bersamaan serta gerakan dengan kibasan lengan panjang, gerakan ini merupakan simbol kedewasaan dan kegagahan suku Tibet itu sendiri.
Untuk mengetahui lebih dalam, penulis melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada struktur, fungsi, dan makna Tari Tibet.
Menurut Bapak Sutrisno Tari Tibet ini merupakan suatu tarian tentang daerah dan budaya Tibet, yang menghasilkan komposisi pola gerak tari dan gerak
tersebut memiliki nilai-nilai estetis dalam penyajiannya. Dari struktur Tari Tibet ini ada bagian-bagian gerak yang berkaitan satu dengan yang lainnya dan gerak
tersebut dianggap memiliki makna. Bagi masyarakat Tionghoa gerakan tari selalu berhubungan dengan perlambangan tertentu. Perlambangan yang dimaksud yaitu
menggambarkan makna yang terkandung pada Tari Tibet. Biasanya menceritakan sifat manusia hubungannya dengan individu maupun hubungan dengan kehidupan
sosialnya. Tari Tibet ditarikan oleh laki-laki dan perempuan yang komposisi
penarinya berjumlah 4 orang atau lebih. Tarian ini sebagai bentuk hiburan yang biasanya dipertunjukan pada festival, acara pernikahan, maupun pada hari besar
perayaan Tionghoa. Kostum penari Tari Tibet ini dipesan langsung dari negara Cina, yaitu
kostum penari perempuan 白的衫
bái de chènsh ān baju lengan panjang putih
,裙 cháng qún rok ren ba
,帽子 yuán màozi topi bulat
,耳 Ěrhuán
anting, dan 的袜子
hóng de wàzi stoking merah ,鞋
xié sepatu, sedangkan
7 kostum laki-laki
的衫 hóng de chènsh
ān baju lengan panjang merah,
子 cháng kùzi celana panjang,
鞋子 xiézi sepatu boot.
Dalam sebuah tarian, peranan musik sangat penting, karena bisa dirasakan kehadiran tari tanpa musik terasa hambar dan tidak menarik untuk ditonton.
Menurut Soedarsono 1986:109 dikatakan bahwa musik dalam tari bukan hanya sekedar iringan, tetapi musik adalah partner tari yang secara langsung dapat
mendukung dan memperkuat sajian tari. Begitu juga dalam penyajian tari Tibet lagu pengiring dalam tarian Tibet ini berjudul
快 的
kuàilè de nuò s ū.
Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Perhimpunan Keluarga Besar Wijaya, yang dipimpin oleh Bapak Indra Wahidin. Beliau juga adalah ketua
dewan kehormatan Indonesia Tionghoa Sumatera Utara sekaligus Ketua DPP Indonesia Tionghoa. Perhimpunan Keluarga Besar Wijaya ini berada di Jalan
Mahoni, no.9 kecamatan Medan Timur. Lokasi penelitian ini ditetapkan karena pertunjukan tari Tibet di Perhimpunan Keluarga Besar Wijaya ini masih dianggap
fenomenal dan tetap dilestarikan. Adapun ilmu yang penulis gunakan dalam mengkaji keberadaan Tari Tibet
ini adalah: ilmu budaya antropologi dan bahasa, sebagai ilmu utama yang penulis pelajari di Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara selama ini. Kedua ilmu utama ini dibantu dengan ilmu etnokoreologi dan etnomusikologi. Untuk itu perlu penulis jelaskan secara umum
ilmu-ilmu tersebut. Pada prinsipnya, antropologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari
manusia dan budaya yang dihasilkan oleh manusia tersebut. Antropologi budaya
8 membantu kita memahami berbagai adat dan tingkah laku yang dianut oleh
masyarakat yang berbeda. Di Inggris, bidang antropologi budaya awalnya disebut sebagai antropologi sosial. Bidang ini berkaitan dengan kajian budaya yang
berhubungan dengan struktur sosial, agama, politik, dan berbagai faktor lainnya. Ruang lingkup bidang antropologi sangat luas. Berbagai perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat akan tercermin dalam adat, tingkah laku prilaku, dan bahasa. Berbagai perubahan ini secara bersama-sama mengungkapkan gambaran terhadap
budaya masyarakat tertentu, yang disebut sebagai budaya. Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang mempelajari variasi
budaya manusia. Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik, ekonomi, dan faktor-faktor lain, dari budaya lokal yang terdapat di suatu daerah
tertentu. Para ilmuwan yang bekerja di bidang ini, dikenal sebagai antropolog budaya. Fakta dan data budaya biasanya diperoleh melalui berbagai metode
seperti survei, wawancara, observasi, perekaman data, pengamatan terlibat partisipant observer, pendekatan emik dan etik, dan lainnya.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian di bidang antropologi budaya dimulai pada abad ke-19. Antropologi budaya mulai berkembang dengan bantuan
upaya yang dilakukan oleh ilmuwan antropologi Edward Tylor, J.G Frazen, dan Edward Tylor. Mereka menggunakan bahan-bahan etnografis yang dikumpulkan
oleh para pedagang, penjelajah, dan misionaris untuk tujuan referensi. Dengan demikian, antropologi budaya adalah cabang ilmu antropologi yang khusus
mempelajari berbagai variasi budaya manusia.
9 Dalam kaitannya dengan penulis skripsi sarjana ini, ilmu antropologi
budaya digunakan untuk mengkaji Tari Tibet dalam konteks kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Ilmu ini juga digunakan untuk membantu
mengkaji sejauh apa fungsi sosiobudaya tari ini di dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa baik itu yang etniknya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka, Khek, dan lainnya.
Demikian pula bagaimana secara budaya tarian ini tumbuh dan berkembang di kawasan Tibet di Republik Rakyat Cina.
Selanjutnya yang dimaksud bahasa dan ilmu bahasa adalah sebagai berikut. Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna,
sehinga seringkali membingungkan. Untuk jelasnya perhatikan pemakaian kata bahasa dalam kalimat-kalimat berikut.
1. Dika belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang. 2. Manusia mempunyai bahasa, sedangkan binatang tidak.
3. Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu 4. Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai
satu bahasa yang sama. 5. Katakanlah dengan bahasa bunga.
6. Pertikaian itu tidak bisa diselasaikan dengan bahasa militer. 7. Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata
daripada dan akhiran -ken. 8. Kabarnya, Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut.
Kata bahasa pada kailmat 1 jelas menunjuk pada bahasa tertentu. Jadi, menurut peristilahan de Saussure adalah sebuah langue. Pada kalimat 2 kata
10 bahasa menunjuk bahasa pada umumnya. Jadi suatu langage. Pada kalimat 3
kata bahasa berarti sopan-santun. Pada kalimat 4 kata bahasa berarti kebijaksanaan dalam bertindak. Pada kalimat 5 kata bahasa berarti maksud-
maksud dengan bunga sebagai lambang. Pada kalimat 6 kata bahasa berarti dengan cara. Pada kalimat 7 kata bahasa berarti ujaran, yang sama dengan
parole. Yang terakhir, pada kalimat 8 kata bahasa berarti hipotesis. Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan hanya pada kalimat 1, 2, dan 7 saja kata
bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan pada kalimat lain digunakan secara kias. Dengan demikian, yang dimaksud bahasa adalah suatu lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai alat komunikasi
manusia, bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu
sistem tunggal, melainkan terdiri pula dari beberapa subsistem, yaitu subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem semantik
https:www.google.co.id ?gws_rd=cr,sslei=qRGzVb2oLJWPuATulp DoCQq
=definisi+ilmu+bahasa. Ilmu bahasa dinamakan linguistik. Kata linguistik berasal dari kata Latin
lingua. Lingutsik modern berasal dari sarjana Swiss Ferdinand de Saussure. De Saussure membedakan langue dan langage. Ia membedakan juga parole dari
kedua istilah tersebut. Bagi de Saussure, langue adalah salah satu bahasa misalnya bahasa Prancis, bahasa Inggris atau bahasa Indonesia sebagai suatu
sistem. Sebaliknya, langage berarti bahasa sebagai sifat khas makhluk manusia,
11 seperti dalam ucapan manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa.
Parole tuturan adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret. Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum, artinya linguistik tidak hanya
menyelidiki salah satu bahasa saja, tetapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa
linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Objek kajian linguistik adalah bahasa. Yang dimaksud
bahasa di sini adalah bahasa dalam arti sebenarnya, yaitu bahasa yang digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi, bukan bahasa dalam arti kias. Bahasa
sebagai objek kajian linguistik adalah seperti yang digunakan pada kalimat 1, kalimat 2, dan kalimat 7. Pada kalimat 1 bahasa sebagai langue, pada kalimat
2 bahasa sebagai langage, dan kalimat 7 bahasa sebagai parole. Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek konkret karena
parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu
berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud sistem bahasa secara
universal. Yang dikaji linguistik secara langsung adalah parole itu, karena parole itulah yang berwujud konkret, nyata, yang dapat diamati atau diobservasi. Kajian
terhadap parole dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah suatu langue dan dari kajian terhadap langue ini akan diperoleh kaidah-kaidah langage, kaidah
bahasa secara universal.
12 Secara populer, orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu
tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau lebih tepat lagi telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Ilmu linguistik sering
jugs disebut linguistik umum general linguistics. Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Mandailing atau bahasa
Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis
disebut langage. Untuk jelasnya perhatikan contoh berikut. Kata bahasa Indonesia perpanjang dapat dianalisis menjadi dua buah morfem, yaitu morfem per- dan
panjang. Morfem per- disebut sebagai morfem kausatif karena memberi makna sebabkan jadi, perpanjang berarti sebabkan sesuatu menjadi panjang. Sekarang
perhatikan bahasa Inggris to be friend yang berarti menjadikan sahabat. Di sini jelas ada morfem be- dan friend, dan morfem be- juga memberi makna kausatif.
Perhatikan pula kata bahasa Belanda vergroot perbesar. Jelas di situ ada morfem kausatif ver- dan morfem dasar groot yang berarti besar. Dengan
membandingkan ketiga contoh itu, kita mengenali adanya morfem pembawa makna kausatif baik dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maupun bahasa
Belanda. Ataupun dalam bahasa lain. begitulah bahasa-bahasa di dunia ini meskipun banyak sekali perbedaannya, tetapi ada pula persamaannya. Ada ciri-
ciri yang universal. Hal seperti itulah yang diteliti linguistik. Maka karena itulah linguistik sering dikatakan bersifat umum, dan karena itu pula nama ilmu ini,
linguistik, biasa juga disebut linguistik umum.
13 Ilmu bahasa atau linguistik umum ini penulis pergunakan untuk mengkaji
ekspresi kebahasaan yang terkandung di dalam pertunjukan Tari Tibet di dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Satu di antara ekspresi
kebahasaan dalam Tari Tibet adalah pada terminologi 白 的
衬 衫
bái de chènsh
ān. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai baju lengan panjang putih. Dalam konteks sosiolinguistik, bái de chènsh
ān adalah busana tradisional suku Tibet, berlengan panjang, longgar, tanpa saku, dan berwarna putih, yang
dapat dikategorikan sebagai pakaian adat Tibet, yang penuh dengan makna-makna kebudayaan. Lengan yang panjang melambangkan kegagahan suku Tibet.
Selanjutnuya, warna putih adalah lambang dari kesucian hati yang menggunakannya. Jadi sifat gagah dan suci diekspresikan di dalam pakaian ini.
Seterusnya untuk mengkaji struktur, fungsi, dan makna Tari Tibet pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan, yang merupakan media seni gerak yang
distilisasi, penulis menggunakan disiplin ilmu yang disebut etnokoreologi. Lebih rinci, yang dimaksud dengan etnokoreologi adalah sebagai berikut.
Ethnochoreology also dance ethnology, dance anthropology is the study of dance through the application of a number of disciplines such
as anthropology, musicology ethnomusicology, ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, “the study of
folk dance”, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology reflects the relatively recent
attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of
external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance
as existing within the social events of a given community as well as within the cultural history of a community. Dance is not just a static
representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror
of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by dancers and
14 spectators alike, in the process of making sense of dance… and in
linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are
performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals ethnic dances are designed as hymns of praise to a
god, or to bring in good fortune in peace or war Blacking, 1984.
Dari kutipan di atas, dapat diartikan bahwa yang dimaksud etnokoreologi juga disebut dengan etnologi tari dan antropologi tari adalah studi tari melalui
penerapan sejumlah disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi etnomusikologi, etnografi, dan lain-lain. Istilah itu sendiri, adalah relatif baru,
yang secara harfiah berarti studi tentang tarian rakyat sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentuk balet klasik. Dengan demikian,
etnokoreologi mencerminkan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Dalam konteks tersebut
para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis, di berbagai belahan dunia ini,
tetapi juga meneliti tarian dalam kegiatan sosial dari suatu masyarakat, serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya representasi statis
sejarah, bukan hanya repositori makna, namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan. Tari bukan hanya cermin hidup suatu budaya, tetapi merupakan
bagian yang membentuk budaya, sebagai kekuatan dalam budaya. Kekuatan tari terletak pada tindakan penampilan penari dan penonton, dalam proses
pembentukan rasa dalam tari, dan menghubungkan pengalaman gagasan tari dan wujud sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu. Tarian ini
dilakukan oleh penari yang berhubungan dengan kelompok bangsa dan
15 budayanya. Tarian etnik dirancang sebagai himne pujian untuk Tuhan, atau untuk
membawa keberuntungan dalam damai atau perang. Hal-hal ini terjadi pula di dalam Tari Tibet yang menjadi fokus kajian penulis di dalam skripsi ini.
Untuk mengkaji musik iringan Tari Tibet penulis menggunakan disiplin etnomusikologi. Seperti yang penulis ketahui dari pakar etnomusikologi yaitu
Merriam yang dimaksud etnomusikologi adalah sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the
musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which
emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes
technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture
and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American
anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study
music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part
music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by
Nettl 1956:26-39 that it is possible to characterize German and American schools of ethnomusicology, but the designations do not
seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis,
for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many
American studies heve been devoted to technical analysis of music sound Merriam 1964:3-4.
3
3
Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi
seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain- lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika
Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.
16 Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi
membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan
etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang
unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.
Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan- bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi
menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa
sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran
yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan
etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam
kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik aliran-aliran etnomusikologi di Jerman dan
17 Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan
oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana
Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk
dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun
terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.
Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi.
Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara USU Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia STSI
Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit
oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan
42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.
4
4
Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi Barat seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay;
yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: a “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’:
18 Hal-hal di atas menarik perhatian peneliti untuk meneliti dan melihat
pertunjukan tari Tibet pada masyarakat Tionghoa di kota Medan. Di mana semua komponen tari menjadi bahan penelitian yang menarik untuk dibahas. Jadi dalam
hal ini penulis akan mengangkat dan menganalisis suatu penampilan tari Tibet melalui gerakan tari tersebut. Penulis juga tertarik untuk meneliti fungsi dan
makna tari Tibet, dengan latar belakang diatas penulis membuat judul penelitian ini Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Tibet pada Budaya Masyarakat
Tionghoa di Kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah