50
4.2 Masyarakat Tionghoa di Indonesia
Masyarakat dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi danmendiami kepulauan Nusantara. Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di
Nusantara, para imigran Tiongkok mulai berdatangan terutama untuk kepentingan perdagangan.
Masyarkat Tionghoa di Indonesia sebenarnya tidak dapat dianggap sebagai masyarakat homogen. Mereka memiliki kekhasan tersendiri yang dipengaruhi dari
tempat mereka berasal dan dari kondisi sosial budaya masing-masing tempatmereka menetap. Secara umum masyarakat Tionghoa dibedakan menjadi
duagolongan yaitu golongan peranakan dan golongan totok. Istilah “peranakan” dipakai untuk meyebutkan mereka yang campuran Tionghoa dan Indonesia yang
sudah lama tinggal di Indonesia. Sebagian besar dari kelompok ini seringkali sudah tidak mengenali nenek moyang mereka dari Cina Tiongkok sebab mereka
sudah lama tinggal di Indonesia. Golongan peranakan mendiami berbagai tempatdi Indonesia, terutama di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, di desa dan di
kota. Golongan yang kedua disebut “totok” karena mereka “asli”
Tionghoa.Mereka adalah para imigran yang datang ke Indonesia diawali dari abad kesembilan belas ketika Belanda mendatangkan tenaga kerja dari Cina ke
Batavia. Meskipun banyak faktor yang membuat mereka disebut “totok,” mereka dikenaldari cerminan budaya mereka yang sangat kental, terutama sekali
denganpenggunaan bahasa Cina dari berbagai dialek. Secara biologis, istilah totok adalah untuk mereka yang lahir dari pasangan Tionghoa asli, baik yang lahir
diCina maupun yang lahir di Indonesia dari ayah dan ibu Tionghoa.
51 Dalam kurun waktu tiga dasawarsa kehidupan Tionghoa-Indonesia
mengalami banyak peristiwa diskriminatif, yang diawali oleh kampanye anti-Cina pasca Peristiwa G30S Setiono 2003:955. Istilah Tionghoa diganti menjadi Cina
dengan alasan untuk menghilangkan rasa inferior rakyat pribumi. Etnis Tionghoa menggambarkan semua keburukan Suryadinata 2002:16, dengan stereotip :
1. Suka bekelompok-kelompok, menjauhkan diri dari pergaulan sosial danlebih suka tinggal di kawasan tersendiri.
2. Selalu berpegang teguh kepada kebudayaan negeri leluhur mereka sehingga kesetiaan mereka kepada Indonesia diragukan, dalam keadaan paling buruk,
bersikap bermusuhan terhadapIndonesia. 3. Oportunis, memihak kepada Indonesia bila alasan menguntungkan perdagan
dan bisnis serta menghasilkan uang, tetapi sebenarnya mereka lebih memihak Negara dan rakyat leluhur mereka.
4. Setelah diberi kedudukan dan kesempatan oleh pemerintah, mendominasi ekonomi Indonesia, mereka melakukan penindasan terhadap massa Indonesia
dan menghalang-halangi kebangkitan golongan pengusaha nasional atau pribumi sejak masa kolonial, dan masih banyak yang percaya mereka seperti
itu sampai saat ini. Diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa-Indonesia diawali pada masa
Orde Baru dengan diterapkannya asimilasi. Meskipun konsep asimilasi belum begitu jelas dan berorientasi pada Tionghoa-Indonesia diperkotaan, ada beberapa
kebijakan yang diterapkan dalam bidang pendidikan, bahasa, dan agama terhadap Tionghoa-Indonesia. Dalam bidang pendidikan Tionghoa-Indonesia dilarang
mendirikan sekolah Tionghoa dan masyarakat Tionghoa-Indonesia dilarangbelajar bahasa cina, tetapi diperbolehkan belajar bahasa cina sebagai kegiatan ekstra-
52 kulikuler. Selanjutnya seluruh masyarakat Tionghoa dianjurkan untuk menggati
nama menjadi nama Indonesia. Ketika generasi kedua orang Tionghoa lahir, mereka tetap mengalami
perlakuan diskriminatif yang keras. Mereka tidak dapat memasuki sekolah umum dan harus masuk ke sekolah yang disediakan oleh pemerintah untuk orang
“Oriental,” yaitu Oriental Public School. Dalam hal pekerjaan, orang-orang Tionghoa mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan. Banyak orang Tionghoa
yang menyandang gelar insinyur, dokter, ahli hukum, dan lain-lain, tetapi ketika mereka mencari pekerjaan, mereka tetap dipandang sebagai tenaga kerja kasar
atau hanya cocok di bidang domestik. Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang
berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan Tionghoa di Indonesia mempunyai bagian besar dalam bidang perdagangan, karena kepandaian
masyarakat Tionghoa dalam bidang tersebut, perlulah kita manfaatkan dalam sektor-sektor pembangunan ekonomi sekarang ini. Sifat keuletan dalam berusaha
adalah memang suatu sifat yang di nilai tinggi di antara pedagang-pedagang keturunan Tionghoa itu. Sifat inilah perlu diperdalami dan di contoh.
Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100
perubahan terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila
pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum
53 misalnya, adalah masyarakat Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun
memajang aksara Tionghoa ditoko atau di rumah.
Gambar 4.2 Peta distribusi daerah asal leluhur suku Tionghoa-Indonesia
Sumber : www.google .com
4.3 Tinjauan Historis Masyarakat Tionghoa di Medan