agar dapat mengakomodir segala kebutuhan siswanya, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
c. Kendala SumberMedia Belajar Belajar tidak hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik
dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya, belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya, dan
berada di balik realitas. Karena itu, media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak.
“Menurut jenisnya, media terbagi menjadi tiga jenis, yaitu media auditif, media visual, d
an media audiovisual”.
23
Keragaman jenis media tersebut bukan menjadi ketergantungan dalam pelaksanaan pembelajaran.
media hanya sebagai alat bantu dalam pembelajaran, bukan sebagai penghambat dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
d. KarakteristikStruktur Bidang Studi Setiap bidang studi memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Karakteristik tersebut berkaitan dengan hubungan-hubungan di antara bagian-bagian bidang studi tertentu. Karateristik bidang studi mata
pelajaran matematika berbeda dengan karakteristik bidang studi sejarah. Misalnya dalam mata pelajaran sejarah, guru sejarah dapat memulai dapat
memulai pembelajaran dari pokok bahasan apa saja, sebaliknya mata pelajaran matematika tidak bisa dilakukan seperti itu. Sehingga
kemampuan guru dalam memahami karakteristik bidang studi berdampak pada pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan.
Dari penjelasan diatas, banyak hal yang dapat mempengarui proses pembelajaran. Perlunya memahami faktor-faktor tersebut, dapat dijadikan
23
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:PT. Refika Aditama, 2007 cet ke-1, hlm 67.
22
landasan dalam menentukan bagaimana menyusun strategi pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
3. Strategi dan Metode Pembelajaran Nilai Karakter
Pendidikan karakter di era modern seperti saat ini membutuhkan sebuah inovasi strategi dan metode pembelajaran yang akan membantu
menyukseskan pendidikan karakter. Maraknya pemanfaatan teknologi informasi melalui internet, handphone, maupun tab yang pesat, dan
membanjirnya budaya asing secara bebas perlu menjadi bahan pertimbangan bagi pengajar ketika akan menanamkan nilai karakter kepada peserta didik.
Metode pembelajaran tradisional yang mengansumsikan bahwa peserta didik memiliki kebutuhan yang sama, belajar dengan cara yang sama
nampaknya kini tidak lagi berlaku. Metode tersebut dinilai kurang mengapresiasi kebutuhan peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran.
Proses pembelajaran dewasa ini lebih tepat menggunakan model pembelajaran yang didasarkan pada interaksi sosial model interaksi dan transaksi.
24
Model pembelajaran
interaksional ini
dilaksanakan dengan
berlandaskan pada prinsip-prinsip: a melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar; b mendasarkan
pada perbuatan individu; c mengaitkan teori dengan praktik; d mengembangkan
komunikasi dan
kerjasama dalam
belajar; e
meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengambil resiko dan belajar dari kesalahan; f meningkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain;
dan g menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf operasi konkret.
25
Dengan model pembelajaran yang lebih variatif akan mendorong peserta didik untuk ikut terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif.
Pembelajaran dalam pendidikan karakter juga perlu dilakukan secara komprehensif yang pada dasarnya ditinjau dari segi metode yang digunakan,
24
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm.231.
25
Ibid, hlm 231.
pendidikan yang berpartisipasi guru, orangtua dan konteks dimana berlangsungnya pendidikan nilai tersebut baik di keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
4. Prinsip Pembelajaran Nilai Karakter
Dalam pengembangan karakter bangsa sejatinya, tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Silabus dan Rencana Program Pembelajaran RPP yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik
mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk
melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa: a berkelanjutan; b melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah serta muatan lokal;
c nilai tidak diajarkan melainkan dikembangkan; d proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
26
26
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm.138.
24
a. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-
nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan
bahkan sampai terjun ke masyarakat.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;
pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah tidak diajarkan dalam mata pelajaran khusus. Namun dilaksanakan melalui keseharian pembelajaran
yang sudah berjalan di sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikemabngakan dalam pendidikan
karakter ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang ada.
c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa
materinilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS,
matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan
proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
25