Fungsi self efficacy Self Efficacy

keterlibatan mengerjakan tugas bahkan cenderung lebih pemalu dan pasrah dalam menerima hasil. e. Sebagai penentu performasi selanjutnya Banyak hasil penelitian yang menunjukan bahwa self efficacy secara signifikan mempengaruhi prestasi kerja yang ditampilkan seseorang. Solomon dalam Stenberg, 1990 mengatakan bahwa selain dapat meningkatkan performasi atau prestasi kerja, self efficacy juga dapat meningkatkan besarnya usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah, yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja individu tersebut. Penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan seseorang dalam menjalankan tugas. Kepuasan dalam bekerja dapat diperoleh dari situasi dimana penghasilan dan kepuasan diri serta meningkatkan self efficacy dalam diri terjadi secara bersamaan. Seorang yang mempunyai self efficacy yang tinggi, maka harapan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik juga tinggi, yang pada akhirnya individu tersebut akan menentukan goal yang tinggi juga

2.3 Goal Setting

Locke 1960 mengemukakan bahwa maksud-maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Untuk memahami motivasi kerja dan mengembangkan teknik untuk meningkatkan motivasi kerja diantara para pekerja. Salah satu caranya adalah menggunakan teori mengenai goal setting.

2.3.1. Pengertian Goal Setting

Menurut Rubin dalam Aamodt, 2002 Goal Setting adalah salah satu bentuk teknik motivasi verbal untuk membangkitkan respon-respon yang telah dikenal dalam menghadapi suatu tugas atau situasi “aurosal familiarity of responsis”. Goal setting adalah penetapan apa yang hendak dicapai seseorang Lock Lantham, dalam Woolfolk, 1998. Locke dan Latham dalam Pintrich Schunk, 1996 mengatakan bahwa definisi goal adalah sesuatu yang secara sadar diusahakan individu agar tercapai, tetapi hal tersebut berada diluar individu tersebut. Menurut Newstrom dan Davis 1996, goal adalah target dan objektif untuk performasi dimasa yang akan datang. Locke 1990 menyatakan bahwa setiap orang akan membuat perhitungan dalam membuat goal. Ketika seseorang telah menentukan goal untuk dirinya maka ia akan memiliki motivasi dan berusaha untuk mencapai goal yang telah dibuatnya. Goal tersebut akan mempengaruhi performasi mereka dalam bekerja. Goal setting bisa bekerja sebagai proses motivasional karena goal setting bisa menciptakan diskrepansi antara performasi saat ini dengan performasi yang diarapkan. Misalnya pada pegawai asuransi dapat dilihat jika performasinya saat ini lebih rendah dari goal yang telah ditetapkannya maka dapat terlihat gap atau deskrepansi diantaranya dan hal ini dapat menjadi motivator bagi dirinya. Menurut Kotler 1988, semakin tinggi motivasi seorang penjual, maka semakin bersar juga usaha yang dilakukannya, semakin besar usaha akan menghasilkan performasi yang semakin tinggi, performasi yang semakin tinggi akan menghasilkan reward yang lebih besar, reward yang lebih besar akan menghasilkan kepuasan yang lebih besar, dan kepuasan yang lebih besar akan menghasilkan motivasi yang lebih besar. Griffin dan Ebbert 1996 mengatakan bahwa goal setting mempunyai dua karakteristik utama. Pertama, goal setting yang ditetapkan mempunyai derajat kesulitan menengah. Bila suatu goal terlalu mudah, goal tersebut tidak akan meningkatkan usaha dan motivasi. Tetapi goal yang terlalu sulit juga gagal memotivasi agen asuransi. Kedua, tujuan harus brsifat spesifik. Suatu goal yang “do your best” misalnya, goal jenis ini tidak akan memotivasi agen asuransi setinggi jenis goal yang spesifik. Kespesifikan tujuan ini digunakan untuk memfokuskan perhatian dan energi tepat pada apa yang harus dilakukan.

2.3.2. Aspek-Aspek Goal setting

Rubin 2002 dengan menggunakan akronim bahasa inggris –SMART objective- berikut ini adalah aspek yang dapat mengukur dan menjelaskan mengenai tujuan yang dimiliki oleh seorang agen asuransi. 1. Specific, tujuan menunjukkan kepada agen mengenai apa yang harus dilakukannya disertai prosedur pencapaian, dan hasil yang diharapkan perusahaan. 2. Measurable, tujuan seorang agen harus dapat diukur dalam pengertian kuantitatif dan kualitatif. 3 Attainable, yang dimaksudkan disini adalah goal setting yang dibuat haruslah bisa dicapai oleh oang yang menjalaninya. Pada penelitian ini agen asuransi diminta untuk membuat goal yang sesuai dengan kemampuan mereka sehingga dapat dicapai. 4 Reasonable, tujuan harus dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. 5 Timely, hasil pencapaian tujuan harus tetap dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.