Aturan-Aturan Tentang Pemanfaatan Sungai Alas

Perikanan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, dan sebagainya Dalam tulisan ini penulis akan menyajikan dua aturan yang ada untuk Sungai Alas. Aturan tersebut adalah aturan adat tidak tertulis dan aturan pemerintah. Kearifan budaya lokal diapresiasikan oleh sebuah komunitas masyarakat yang terikat kuat secara hukum, sosial, budaya dalam bentuk seperangkat aturan-aturan yang disebut hukum adat.

IV.4.1. Aturan-Aturan Tentang Pemanfaatan Sungai Alas

Sedikit banyak ada aturan yang mengatur Sungai Alas pada saat sekarang ini karena adanya beberapa aturan yang menjaga agar sungai, hutan, dan sekelilingnya tetap lestari. Aturan-aturan inilah yang sekarang mengikat masyarakat untuk tidak merusak sungai maupun hutan. Aturan-aturan ini lahir dari masyarakat itu sendiri. Ada juga aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Aturan ini berupa Perda Peraturan Daerah dan undang-undang tentang sungai dari pemerintahan pusat. Dalam tulisan ini penulis akan menyajikan dua aturan yang ada untuk Sungai Alas. Aturan tersebut adalah aturan adat dan aturan pemerintah.

IV.4.1.1. Aturan Pemerintah dan Sanksi

Dalam peraturan pemerintah telah ditegaskan bagaimana pentingnya melestarikan Sungai. Termasuk disini Sungai Alas yang ada di Kecamatan Ketambe secara khusus dan Aceh Tenggara secara umum. Peraturan-peraturan tersebut lahir dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kepmendagri, SK Menhut, Perda dan sebagainya. Tetapi dari itu semua masih banyak dari masyarakat hanya menilai Universitas Sumatera Utara peraturan tersebut sebatas tulisan saja. Banyak undang-undang tentang sungai seperti: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 35 Tahun 1991 telah mengatur tentang sungai dimana dijelaskan bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan nasional, sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai ketentuan undang-undang nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan, dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian sungai dipandamg perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai dengan peraturan pemerintah. 3. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor : 14 Tahun 2002 Tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mengapa tentang kehutanan? Dikarenakan sedikit banyak terdapat aturan yang berkaitan dengan sungai di dalam Qanun NAD tentang hutan tersebut. 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13 PRTM2006. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai. Setiap aturan yang dikeluarkan oleh pemerinatah akan mendapatkan sanksi yang tegas. Sanksi tersebut berupa denda atau kurungan penjara. Namun sampai saat ini tindakan nyata dari sanksi tersebut belum dapat dirasakan oleh warga. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya masyarakat juga berharap dengan adanya aturan yang tegas dari pemerintah dapat menjaga kelestarian Sungai Alas.

IV.4.1.2. Aturan Adat dan Sanksi

Bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara, daerah Ketambe khususnya ada sebuah aturan yang tidak tertulis terhadap pemeliharaan Sungai Alas. Misal dalam hal 1. mengambil ikan yang berada di Sungai Alas, pada dasarnya mengambil ikan dengan cara menyetrum memakai arus listrik dan meresep meracun ikan sangat dilarang, tapi masih banyak masyrakat Ketambe yang tidak mengindahkan aturan tidak tertulis yang lahir dari masyrakat tersebut pula. Pada masa-masa dahulu, banyak dari masyarakat Ketambe yang memanfaatkan Sungai Alas untuk mengambil ikan. Kepraktisan dan cara yang mudah menjadi andalan untuk bisa mendapatkan ikan secara mudah dan cepat dari Sungai Alas. Masyrakat yang tidak bertanggung jawab melakukan pengambilan ikan dari sungai dengan cara menyetrum dan meresep, hal ini tentunya dapat menganggu kelestarian ikan yang ada di Sungai Alas. Selain itu juga pemakaian racun dan arus listrik dapat mengakibatkan populasi ikan yang ada si sungai menurun, tidak hanya sampai disitu saja penggunaan racun dan arus listrik untuk menangkap ikan juga bisa membahayakan jiwa manusia. Racun yang digunakan akan terkontaminasi dengan air sungai yang notabene air sungai digunakan masyrakat sekitar untuk berbagai keperluan mereka, seperti mandi, menyikat gigi, mencuci, dan lain sebagainya. Masyarakat terus mempergunakan air sungai untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari, air yang digunakan sudah mengandung racun sehingga tidak baik Universitas Sumatera Utara untuk kesehatan manusia. Penggunaan arus listrik juga dapat berakibat buruk, hal ini bisa terjadi jika si pemakai arus listrik untuk menyetrum ikan di sungai tidak hati-hati. Apabila terjadi kesalahan tidak hanya ikan yang mati tersetrum arus listrik, tetapi orang yang memakai arus listrik itu juga bisa tersetrum. Masyarakat setempat sebenarnya sadar dan paham akan hal tersebut, tapi ini seperti hal yang tidak bisa dipisahkan dan dielakkan dari kehidupan mereka, seperti sebuah pilihan yang mau tidak mau harus diambil dan dijalani kalau ingin keberlangsungan hidup mereka terus berjalan. Padahal ada cara lain untuk mendapatkan ikan dari Sungai Alas, seperti dengan cara memancing, menjala, menjaring dan mendurung ikan. Tentunya hal ini tidak banyak merusak ekositem Sungai Alas yang saling berkaitan dengan siklus kehidupan kompleks lainnya 2. Bagi masyarakat Aceh Tenggara mengambil kayu di hutan ada berbagai ketentuan adat yang harus dipenuhi. Secara khusus ketentuan tersebut diatur oleh Imam Mukim, satu jabatan adat yang membawahi delapan sampai 12 desa. Salah satu ketentuan adat tersebut misalnya, dilarang keras menebang pohon di tepi jurang.Di balik aturan itu terkandung makna penebangan pohon di lereng jurang sangat membahayakan karena bisa mengakibatkan bencana tanah longsor dan banjir apabila Sungai Alas meluap. Dengan adanya hukum adat tersebut, daerah tangkapan air di sekitar daerah aliran sungai di Aceh Tenggara relatif terjaga sampai pertengahan 1970-an. Dari sini dapat dilihat adanya korelasi antara aturan adat yang mengatur hutan dengan Sungai Alas. Universitas Sumatera Utara

IV.4.2. Jenis-jenis Kearifan Lokal