BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Rata-rata Jumlah Obat yang Digunakan per Lembar Resep
Menurut WHO 1993 untuk rata-rata jumlah obat yang digunakan per lembar resep dikategorisasikan baik jika terdapat paling banyak dua R untuk satu
diagnosis, karena kombinasi obat terdiri dari sedikitnya dua R obat Anonim, 1993. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat yang
digunakan per lembar resep adalah 2,83 R yang diperoleh dari ratio jumlah total obat sebesar 3394 dengan jumlah resep sampel sebesar 1200 lembar resep. Pada
hasil penelitian WHO yang pernah dilakukan di Indonesia tentang penggunaan obat pada dua puluh unit pelayanan kesehatan untuk resep pada pasien rawat
jalan, rata-rata jumlah obat per lembar resep adalah 3,3 R Quick et al, 1997. Jumlah R per lembar resep dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perincian Jumlah Obat per Lembar Resep Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada Periode Desember 2006
– November 2007
No Jumlah obat per lembar resep Jumlah
resep Persentase 1
1 205
2 2 359
47,00
3
3 303
4 4 189
5 5 91
6 6 36
7 7 8
8 8 5
9 9 1
10
10 3 53,00
Jumlah Total 3394
100,00 Rata-rata
33941200 = 2,83 R
19
Tabel 4. Hasil Penelitian Terdahulu Rata-rata Jumlah Obat per Lembar Resep
Indikator Peresepan WHO 1993
Penelitian Terdahulu
Quick 1997 3,30
Permatasari 2007 3,10
Utami 2007 2,80
Sudarmono 2007 2,71
Maharia 2008 2,67
Sindudisastra 2008 2,59
Handayani 2006 2,44
Kristanto 2008 2,33
Rata-rata R per lembar resep
Rahayu 2007 2,25
Hasil penelitian di RSPRY jika dibandingkan dengan hasil penelitian di rumah sakit lain, maka hasil penelitian di RSPRY ada di antara Permatasari dan
Utami, berada di peringkat tiga teratas. Hal ini berarti rata-rata penggunaan obat per lembar resep di RSPRY masih relatif tinggi, menimbulkan kecenderungan
terjadinya polifarmasi. Menurut Dwiprahasto 2006 peresepan yang berlebih dan tidak rasional
cenderung meningkatkan terjadinya adverse drug event ADE. Terdapat hubungan linier antara jumlah obat yang diresepkan dengan terjadinya ADE, yaitu
semakin banyak obat yang diresepkan maka semakin tinggi pula resiko untuk terjadinya ADE. Polifarmasi umumnya didasarkan pada berbagai faktor, antara
lain : ketidakyakinan dokter akan diagnosis pasien, dorongan pasien untuk meresepkan obat lain yang tidak diperlukan, dan persepsi dokter bahwa dari
berbagai obat yang diberikan, beberapa diantaranya pasti akan memberikan efek yang diharapkan, serta kurangnya pengetahuan dokter tentang bukti-bukti ilmiah
terbaru tentang penggunaan berbagai jenis obat.
Pembatasan pemakaian obat dapat menekan terjadinya efek samping obat dan kejadian interaksi obat. Walau bagaimanapun perlu diwaspadai polifarmasi
yang dapat mengakibatkan terjadinya efek samping dan kejadian interaksi obat dengan memperhatikan empat faktor yaitu efficacy khasiat obat, safety
keamanan obat, suitability kesesuaian obat pada pasien, dan cost harga, sehingga dapat dipilih obat yang efektif, aman, dan terjangkau.
Tabel 5. Perincian Distribusi Peresepan oleh Dokter Umum dan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Desember
2006 – November 2007
No. Dokter Jumlah Resep
Persentase Total
Persentase 1
Umum 513 42,75 42,75
2 Sp. Penyakit Dalam
290 24,17
3
Sp. Saraf 57
4,75
4 Sp. Obstetrik dan
Ginekologi 50 4,17
5 Sp. Bedah
47 3,92
6 Sp. Paru
46 3,83
7
Sp. Anak 41
3,42
8 Sp. Bedah Mulut
21 1,75
9 Sp. Bedah Urologi
19 1,58
10 Sp. Bedah Orthopedi
17 1,42
11
Sp. Orthodonti 16
1,33
12 Sp. Kulit dan Kelamin
11 0,92
13 Sp. Telinga Hidung
Tenggorokan 11 0,92
14 Sp. Bedah Digestif
10 0,83
15
Gigi 10 0,83
16 Sp. Bedah Syaraf
9 0,75
17 Sp. Mata
7 0,58
18
Sp. Kelainan Jiwa 7
0,58
19 Sp. Bedah Anak
5 0,42
20 Sp. Radiologi
4 0,33
21
Sp. Bedah Thoraks 3
0,25
22 Sp. Anaestesi
2 0,16
23 Sp. Bedah Plastik
2 0,16
24 Sp. Rehabilitasi Medik
2 0,16
57,25
Jumlah 1200 100,00
100,00