Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi

17 faktor ekstrinsik melibatkan peran reseptor tumor necrosis factor tertentu yang disebut reseptor kematian, yaitu TNF-2, reseptor CD95 FasAPO-1, dan reseptor TRAIL Lodish et al., 2000. Protein yang berperan dalam regulasi apoptosis diantaranya p53, keluarga protein Bcl-2, Apaf, Caspase, inhibitor protein proapoptosis serta reseptor yang merespon sinyal kematian. Sel yang mengalami apoptosis memiliki beberapa karakteristik antara lain peningkatan ekspresi protein proapoptosis Bax, Bid dan Bak dan penekanan ekspresi protein antiapoptosis Bcl-2 dan Bcl-xL, peningkatan level sitokrom C sitosolik, aktivasi caspase, aktivasi PARP1, fragmentasi DNA, dan kerusakan membran sel. Akumulasi dari berbagai karakteristik tersebut menyebabkan munculnya badan-badan apoptosis yang terjadi akibat fragmentasi sel Gerl and Vaux, 2005. Salah satu penyebab resistensi terhadap proapoptosis karena adanya mutasi pada protein p53 atau peningkatan aktivitas antiapoptosis misalnya pada upregulasi jalur PI3 kinase AktPKB.

B. Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi

Pengobatan kanker pada umumnya didasarkan pada upaya pengambilan jaringan kanker atau dengan mematikan sel kanker dan meminimalkan efek pengobatan terhadap sel normal disekitarnya. Saat ini pengambilan kanker yang paling utama adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi, namun ketiga jenis pengobatan tersebut memiliki kekurangan. Operasi akan berhasil pada beberapa tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal metastasis Lodish et al, 2000. Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga akan membunuh sel normal disekitarnya. Sebagian besar obat kemoterapi seperti taxol, 5-fluorourasil 5-FU dan adriamisin memiliki target pada pembelahan sel Boyer and Tannock, 2005, tetapi kemoterapi ini dapat menyebabkan diare dan kerontokan rambut. Agen kemoterapi ini juga tidak efektif untuk sel yang mengalami mutasi p53, sehingga perlu dikembangkan agen-agen baru untuk pengobatan kanker yang aman Lodish et al., 2000. Salah satu permasalahan yang sering timbul dalam terapi kanker adalah resistensi obat kemoterapi drug-resistence Wong et al., 2006. Berbagai obat 18 kemoterapi yang digunakan dalam terapi kanker menjadi kurang berefek karena disebabkan oleh resistensi obat kemoterapi yang timbul di dalam sel. Doksorubisin merupakan obat kemoterapi dari golongan antrasiklin yang diberikan pada berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara dan leukimia. Doksorubisin dapat berinterkalasi dengan DNA sehingga fungsi DNA sebagai template dan pertukaran sister chromatid terganggu dan pita DNA terputus. Obat ini juga dapat bereaksi dengan sitokrom P450 reduktase dengan adanya NADPH membentuk zat perantara. Zat perantara tersebut akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel. Aktivitas sitotoksik Doksorubisin tersebut dapat dihasilkan setelah masuk ke dalam sel kanker. Namun, penggunaannya dibatasi karena menyebabkan efek samping seperti mual, myelosuppression, aritmia, dan cardiomyopathy diikuti gagal jantung Singal and Iliskovic, 1998. Selain itu, seringkali ditemukan kasus toleransi dan resistensi sel kanker terhadap Doksorubisin. Resistensi obat ini disebabkan oleh pompa efflux P- glycoprotein P-gp. P-gp merupakan salah satu jenis protein transport sel yang diekspresikan oleh gen MDR-1 Valeria, 2005. Dalam kondisi normal, P-gp berperan dalam absorbsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh Matheny et al., 2001. P-gp dapat menurunkan konsentrasi zat sitotoksik di dalam sel Valeria, 2005. Pada kasus kanker payudara, seperti pada sel MCF-7, ekspresi berlebih dari P-gp akan menurunkan konsentrasi agen kemoterapi seperti Doksorubisin, paclitaxel, dan vincristin di dalam sel melalui mekanisme pengeluaran obat efflux dari dalam sel, sehingga potensi sitotoksik Doksorubisin pada sel kanker akan berkurang Wong et al., 2006. Sampai saat ini, belum ditemukan agen kombinasi yang efektif dengan efek samping yang rendah. Agen kemoterapi tambahan yang diberikan justru menambah efek samping, seperti cardiotoxicity. Peningkatan aksi obat kemoterapi seperti Doksorubisin dapat dibantu oleh adanya senyawa lain yang mampu menghambat CDK4 sebagai protein yang memacu proliferasi sel. CDK4 merupakan protein kinase yang berperan penting dalam transduksi proliferasi sel kanker. Penghambatan protein ini dapat mencegah sel berproliferasi sehingga jumlah sel kanker tidak bertambah. Perkembangan sel yang terhenti ini akan meningkatkan potensi aksi dari 19 Doksorubisin sebagai agen kemoterapi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan senyawa yang potensial sebagai agen kombinasi dan memiliki resiko toksisitas rendah .

C. Potensi Senyawa Kalkon dan Derivatnya Sebagai Antikanker