Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi
makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentivikasi kelebihan
dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik Vital
Metode ini menganalisi data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan penyebab lainnya yang berhubungan dengan gizi. Pengunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat. 3. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupahkan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain I Dewa Nyoman Supariasa, 2001: 20.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
2.1.3.1 Pengetahuan Orang Tua
Pentingnya pengetahuan orang tua mengenai gizi dipengaruhi 3 hal yaitu :
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan, dan energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehinga penduduk dapat belajar menggunakan pangan yang baik bagi kebutuhan gizi.
Kurangnya pengetahuan dan salah satu konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Salah satu penyebab
munculnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kurangnya kemampuan unuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan
sehari-hari Suhardjo, 2003: 25. Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat
membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi Sjahmien Moehji, 2003: 6.
2.1.3.2 Tingkat Pendidikan Orang Tua
Perhatian orang tua terutama ibu kepada anak sangat mempengaruhi tingkat konsumsi makanan pada anak. Hal ini juga didukung dengan pendidikan ibu yang
dapat mempengaruhi perilaku anak dalam memilih makanan. Menurut Masri Singarimbun 1995 bahwa pendidikan ibu memberikan pengaruh terhadap
perilaku perwataan anak, khususnya tanggung jawab dalam memilih makanan. Ibu yang berpendidikan tinggi tidak membiasakan diri untuk berpantang atau tabu
tehadap bahan atau makanan yang ada. Masyarakat dengan pendidikan yang
rendah lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit untuk menerima pembaharuan.
2.1.3.3 Faktor ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi tumbuh kembang anak dan status gizinya melalui kesiapan ekonomi keluarga dalam mengasuh anak.
Kesiapan ekonomi keluarga antara lain tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga dan pengeluaran keluarga.
2.1.3.3.1 Pendapatan Orang Tua
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun hasil sendiri Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter
Evers, 1982: 20. Sedangkan menurut Bayu Wijayanto,dkk 1999: 5 pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang
bekerja. Pendapatan sebagai faktor ekonomi mempunyai pengaruh terhadap
konsumsi pangan. Nils Aria J 1990: 280 menyatakan jika pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran terhadap total pengeluaran menurun, tetapi
pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku untuk kelompok miskin yang mengeluarkan absolutnya untuk makanan sudah sangat
rendah sehingga jika terjadi peningkatan pendapatan, maka proporsi untuk makanpun meningkat. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka presentase
pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin sedikit, dan semakin rendah pendapatan keluarga maka presentase pendapatan yang dialokasikan untuk pangan
semakin tinggi, hal ini dikarenakan semua hasil pendapatan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan Suhardjo HR, 1996: 10.
Nils Aria J 1990: 292 juga menyebutkan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan, maka yang dibeli akan lebih bervariasi atau berubah. Mereka yang
mempunyai pendapatan sangat rendah cenderung akan membeli karbohidrat, sementara yang lebih mampu akan cenderung membeli makanan lain seperti
protein dan vitamin. Tingkat pendapatan akan dipengaruhi pola kebiasaan makan yang selanjutnya berperan dalam prioritas penyediaan pangan berdasarkan nilai
ekonomi dan nilai gizinya. Macam–macam pendapatan menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers 1982: 66 yaitu:
1. Pendapatan yang berupa uang yaitu penghasilan yang berupa uang yang
sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa. 2.
Pendapatan berupa barang yaitu penghasilan yang sifatnya reguler dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam
bentuk barang atau jasa. Sedangkan pendapatan menurut perolehannya dapat dibedakan menjadi:
1. Pendapatan kotor yaitu pendapatan yang diperoleh belum dikurangi pengeluaran dan biaya-
biaya lainnya. 2. Pendapatan bersih
yaitu pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi pengeluaran dan biaya- biaya lainnya.Faisal,1984: 265
Bagi mereka pendapatan sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan pokoknya berupa sumber karbohidrat yang merupakan prioritas pangan
utama. Apabila tingkat pendapatan meningkat maka pangan prioritas kedua berupa sumber protein murah dapat dipenuhi.
2.1.3.3.2 Pengeluaran Keluarga
Pengeluaran merupakan indikator yang lebih banyak digunakan untuk memperkirakan pendapatan tetap, karena merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan konsumsi rumah tangga, semakin tinggi pula konsumsi energi, protein dan lemak.
Disamping itu nampak pula kecenderungan makin tinggi pengeluaran, semakin rendah prevalensi gizi kurang untuk balita. Dengan demikian tingkat
pengeluaran rumah tangga sangat erat kaitannya dengan pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi rumah tangga, juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
makanan yang dikonsumsinya Suharjo HR, 1996 : 194.
2.1.3.4 Tingkat Daya Beli Pangan
Tingkat daya beli pangan dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang yang tergantung pada konsumsi makannya. Konsumsi makanan juga ditentukan
oleh kualitas serta kuantitas makanan. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan makanan dan
perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas makanan menunjukkan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. 2.1.3.5
Latar Belakang Sosial Budaya
Latar belakang sosial budaya serta kebiasaan dalam masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Misalnya hal
kebersihan, kesehatan, dan pendidikan. Tata cara yang diberlakukan masyarakat tidak selalu sesuai dengan syarat-syarat kebersihan dan kesehatan. Demikian juga
sikap dan pandangan atau cara berpikir suatu masyarakat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat yang lebih luas.
2.1.3.6 Jumlah Anak Dalam Keluarga