Teori Weber Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini

Geografi untuk SMA-MA Kelas XII 25 3 Jika bahan mentah hanya terdapat di daerah tertentu saja dan mengalami susut dalam pengolahannya maka industrinya akan ditempatkan di daerah sumber bahan mentah. Harus diingat bahwa besarnya biaya pengangkutan berkaitan langsung dengan berat barang yang diangkut. Kasus B: Satu Daerah Pasar dan Dua Macam Bahan Mentah Jika industri mengolah dua macam bahan mentah M1 dan M2, hasilnya hanya dipasarkan di suatu tempat tertentu saja maka industri itu akan ditempatkan di salah satu kemungkinan berikut. a. Jika M1 dan M2 mudah diperoleh dimana saja maka industri itu akan ditempatkan di daerah pasar. b. Jika M1 mudah diperoleh dimana saja sedangkan R2nya hanya terdapat di suatu daerah tertentu saja duluan daerah pasar dan jika keduanya tidak mengalami susut dalam pengolahan maka industri tersebut akan ditempatkan di daerah pasar. Biaya pengangkutan hanya dikeluarkan untuk R2. c. Jika kedua bahan mentah M1 dan M2 hanya terdapat di daerah- daerah tertentu yang berlainan dan mengalami susut dalam pengolahannya maka pemecahannya agak sulit. Untuk itu, Weber memperkenalkan teori yang disebut location triangle segitiga lokasi dengan titik sudutnya adalah daerah pasar P, dan daerah-daerah sumber bahan mentah M1 dan M2. Contohnya, suatu industri mengolah R1 dan R2. keduanya mengalami susut 50. Setiap tahunnya diperlukan masing-masing bahan mentah itu 2.000 ton. P X M 2 M 1 Jarak: M1 - P = 100km, M 2 - P = 100km, M1 - M2 = 100km, M - X = 87km Amerika menempati peringkat satu dalam jajaran ekonomi dunia. Sektor industri negara ini menguasai 40 ekonomi dunia. Eureka Diskusikan dengan guru ekonomimu, mengenai pengaruh biaya angkut dan lokasi terhadap total biaya produksi Diskusi Lintas Ilmu Peta 26 a. Jika industri itu ditempatkan di P maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebagai berikut. R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km Jumlah = 400.000 ton-km b. Jika industri itu ditempatkan di M1 maka biaya pengangkutan itu adalah: R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km P = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km Jumlah = 400.000 ton-km c. Jika industri itu ditempatkan di titik X maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya menjadi: R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km P = 2.000 ton x 87 km = 174.000 ton-km Jumlah = 374.000 ton-km Biaya pengangkutan pada poin C ternyata lebih rendah dibandingkan dengan A dan B. Ini berarti bahwa penempatan atau lokasi industri di X akan lebih menguntungkan jika industri itu ditempatkan di P, M1, atau M2. Sumber: www.kiec.com Gambar 1.21 Peta kawasan industri Krakatau Steel, kawasan industri ini mengambil tempat di tepian pantai. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan biaya pengangkutan via transportasi laut. Geografi untuk SMA-MA Kelas XII 27

1. Pengumpulan Data

Berikut ini data yang harus dikumpulkan untuk kepentingan analisis lahan pertanian. Buatlah analisis perbandingan antara teori lokasi berdasarkan teori susut dan biaya angkut versus teori Weber. T ugas Mandiri analisis

I. Analisis Lokasi Pertanian

Menganalisis suatu lokasi pertanian Gambar 1.22 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi, secara umum analisis lokasi pertanian dapat disederhanakan ke dalam dua tahapan yaitu proses pengumpulan data dan penentuan kriteria kelas lahan pertanian itu sendiri. Berbagai kemungkinan dalam pemilihan lokasi, bisa dikaji berdasarkan teori Weber termasuk jika kedua bahan mentah itu mempunyai angka resiko yang tidak sama besarnya. Begitu pula jika terdapat lebih dari dua macam bahan mentah, atau mempunyai lebih dari satu daerah pasar dan jarak antara daerah-daerah itu tidak sama. Gambar 1.22 Pertanian padi di Solo, Jawa Tengah. Agar mendapat- kan hasil maksimal, pertanian harus mencermati dukungan faktor-faktor fisik. Sumber: www.itcpr.com a. Iklim dan musim, yaitu curah hujan, suhu udara, angin, dan kelembapan udara. b. Topografi, yaitu lereng tunggal datar, landai, miring, curam, dan terjal dan lereng majemuk datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan ber- gunung. c. Proses geomorfik, yaitu erosi, longsor, banjir, dan pengenangan. d. Tanah, yaitu tekstur, struktur, keda- laman tanah yang subur, perakaran, kapasitas dalam menahan air, drainase, permeabilitas, kebatuan, kesuburan, salinitas, erodibilitas, dan kedalaman lapisan padas. e. Tata air, yaitu kemampuan dalam menyerap air dan kedalaman muka air. Peta 28

2. Kriteria Lahan Pertanian

Setelah proses I, yaitu data terkumpul dan dibandingkan satu aspek dengan aspek yang lain, langkah selanjutnya adalah menentukan kriteria kelas lahan pertanian. Berikut ini dijabarkan kelas-kelas lahan bagi pemanfaatan pertanian berdasarkan tabulasi silang data-data yang terkumpul pada poin 1 di atas.

a. Kelas I

Tanah pada lahan ini sesuai untuk segala jenis penggunaan tanpa perlu tindakan pengawetan tanah yang khusus, seperti lereng yang datar, bahaya erosi yang kecil, solum dalam, drainase baik, mudah diolah, dapat menahan air dengan baik, responsif terhadap pemupukan, tidak terancam banjir, dan iklim setempat sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Jenis tanah pada lahan kelas ini tidak mempunyai penghambat ataupun accaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan pemeliharaan struktur tanah diperlukan agar lahan dapat mempertahankan kesuburan dan produktivitasnya.

b. Kelas II

Tanah pada lahan ini sesuai untuk segala jenis kegiatan pertanian dengan sedikit hambatan dan kerusakan. Ciri tanah kelas II ini, yaitu lereng landai, kepekaan erosi sedang atau telah mengalami erosi, bertekstur halus hingga agak kasar, solum agak dalam, struktur tanah dan daya olah agak kurang baik, salinitas ringan-sedang, kadang terlanda banjir, drainase sedang, dan iklim agak kurang koheren dengan jenis tanaman tertentu. Jika digarap untuk jenis tanaman semusim sedikit diperlukan konservasi tanah, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, guludan, selain tindakan pemupukan seperti pada tanah lahan kelas I.

c. Kelas III

Tanah pada lahan jenis ini memerlukan konsentrasi yang lebih dalam menangani konservasi tanahnya karena mempunyai ancaman kerusakan yang lebih besar dibanding kelas sebelumnya. Ciri tanah ini, seperti lereng agak miring dan bergelombang, drainase buruk, solum sedang, permeabilitas tanah bawah lambat, peka terhadap erosi, kapasitas menahan air rendah, kesuburan rendah dan tidak mudah diperbaiki, sering kali mengalami banjir, lapisan padas dangkal, salinitas sedang, dan hambatan iklim agak besar.

d. Kelas IV

Tanah pada lahan jenis ini mempunyai penghambat yang lebih besar dari kelas sebelumnya, yaitu lereng miring 15-30 dan berbukit, kepekaan erosi besar, solum dangkal, kapasitas menahan air rendah, sering tergenang, drainase jelek, salinitas tinggi, dan iklim kurang menguntungkan.