Sistematika dan Teknik Penulisan
suamiisterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan
Republik Indonesia yang berlaku Pasal 58. Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan menentukan
hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata Pasal 59 ayat 1. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di
Indonesia, dilakukan menurut undang-undang perkawinan ini Pasal 59 ayat 2.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran dan perkawinan tersebut sah, maka ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harus dipenuhi, artinya perkawinan bagi mereka yang beragama Islam harus sesuai dengan ketentuan
hukum Islam. Begitu pula bagi mereka yang beragama selain Islam harus sesuai dengan ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya tersebut.
Apabila hukum agama yang bersangkutan membolehkan, maka perkawinan campuran dilangsungkan menurut agama Islam yang dilaksanakan oleh
Pegawai Pencatat Nikah PPN di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan, sedangkan perkawinan campuran yang dilangsungkan menurut agamanya dan
kepercayaannya selain agama Islam dilaksanakan pencatatannya di Kantor Catatan Sipil.
4
Berdasarkan Pasal 59 ayat 2 sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa :
Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang- undang perkawinan ini.
4
Nawawi. N, “Perkawinan Campuran Problematika dan Solusinya”.
Sebelum dilangsungkannya perkawinan, kedua belah pihak terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku menurut hukum negara
asal masing-masing pihak. Bagi WNI yang hendak melangsungkan perkawinan campuran, terlebih dahulu harus memenuhi ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 60 ayat 1, yang menyatakan bahwa :
5
Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah
dipenuhi. Syarat-syarat perkawinan yang harus dipenuhi oleh WNI yang hendak
melakukan perkawinan campuran adalah syarat-syarat perkawinan yang terdapat dalam Pasal 6 s.d Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
sebagiamana telah diuraikan sebelumnya. Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat
1 telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku
bagi pihak masing-masing yang berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi Pasal 60 ayat 2. Jika
pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan
keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau
tidak Pasal 60 ayat 3. Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan tersebut ayat 3
Pasal 60 ayat 4. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi, jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam
masa 6 enam bulan sesudah keterangan itu diberikanPasal 60 ayat 5.
Tata cara pencatatan perkawinan campuran diatur dalam pasal selanjutnya, yakni Pasal 60 s.d Pasal 62 Undang-undang tersebut di atas.
5
Tafonao, “Perkawinan Campuran; Hukum Perkawinan campuran”, artikel diakses pada 10 Oktober 2013 dari
http:lucasmem.blogspot.com201211perkawinan-campuran.html .