Analisis Netralitas Uang Terhadap Inflasi dan Output Riil Jangka Panjang di Indonesia
SKRIPSI
ANALISIS NETRALITAS UANG TERHADAP INFLASI DAN OUTPUT RIIL JANGKA PANJANG DI INDONESIA
OLEH
Yahya Imansyah Girsang 100501039
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui netralitas uang terhadap inflasi dan
output riil jangka panjang di Indonesia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
Model Vector Auto Regretion (VAR) untuk periode 2000-2014.
Hasil analisis pengolahan VAR menunjukkan bahwa: Pertama, dalam taraf 5
persen jumlah uang beredar M1 dan M2 tidak mempengaruhi inflasi (IHK), dan
sebaliknya inflasi (IHK) juga tidak mempengaruhi jumlah uang beredar M1 dan M2.
Perubahan jumlah uang beredar seharusnya mempengaruhi inflasi, ketika bank sentral
menggandakan jumlah uang beredar harusnya diikuti pula dengan kenaikan tingkat
harga sebanyak 2 kali lipat. Dalam hal ini perubahan uang beredar tidak mempengaruhi
variabel nominal seperti tingkat harga (IHK) sehingga uang tidak netral. Kedua, jumlah
uang beredar M1 dan M2 mempengaruhi output riil (PDB Riil), dan sebaliknya output
riil (PDB Riil) juga mempengaruhi jumlah uang beredar M1 dan M2. Dalam hal ini
perubahan dalam jumlah unit dari uang beredar akan memiliki pengaruh pada
perubahan proporsional terhadap variabel riil (PDB Riil) sehingga uang tidak netral.
Dengan demikian uang tidak bersifat netral selama periode 2000-2014.
Kata Kunci: Jumlah Uang Beredar (M1 dan M2), inflasi (IHK), Output Riil, Model
(3)
ABSTRACT
This study aim to know the neutrality of money against inflation and real output long term in Indonesia. The test is use the Vector Auto Regretion (VAR) for the period 2000-2014.
The result of VAR are show that: First, the level of five percent money supply M1 and M2 does not affect inflation ( CPI ), and just the opposite inflation ( CPI ) also does not affect the money supply M1 and M2. Changes in the money supply should affect inflation, when the central bank doubles the money supply should be followed by the rise in the price level as much as two -fold. In this case the change in the money supply does not affect nominal variables such as the price level ( CPI ) so that money is not neutral. Secondly, the money supply M1 and M2 affect real output ( Real GDP ), and just the opposite real output ( GDP Real ) also affect the money supply M1 and M2. In this case the change in the number of units of money supply will have an influence on changes in proportion to the real variables ( Real GDP ) so that money is not neutral. Thus money is not neutral over the period 2000-2014.
Keywords: money supply (M1 and M2), inflation (CPI), Real Output, Vector Auto Regretion Model (VAR).
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan pertolonganNya yang diberikan kepada penulis dalam kehidupan ini sehingga
penulis dapat menyelasaikan skripsi berjudul “Analisis Netralitas Uang Terhadap Inflasi dan Output Riil Jangka Panjang Di Indonesia“. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah ikut membantu di dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran
kepada penulis baik dalam masa perkuliahaan maupun dalam meyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azar Maksum, M.Ec., Ac., Ak sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syahrir Hakim Nasution, S.E., M.Si sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Ketua dan Bapak Paidi Hidayat,
S.E., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec sebagai Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
(5)
pembanding I dan pembanding II yang telah memberikan masukan dan arahan
dalam penulisan skripsi ini.
6. Untuk staff pengajar, dan staf departemen ekonomi pembangunan, Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bisnis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
7. Teristimewa dan terkasih kedua orangtua penulis Bapak Warlinson Girsang dan Ibu
Erni Masni Saragih. Saudara/i penulis Bang Hadi Girsang, Maria Girsang, dan
Hanna Girsang serta calon teman hidup penulis Fitrina Pardosi. Saya ingin
mengucapkan terima kasih banyak atas semangat, perhatian, dan bantuan materil
yang diberikan kepada penulis untuk menunjang terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang
disebabkan kerterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat
dijadikan acuan dalam penelitian karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juli 2015
Penulis
Yahya Imansyah Girsang NIM: 100501039
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uang ... 9
2.1.1 Defenisi Uang ... 9
2.1.2 Fungsi Uang ... 10
2.2 Defenisi Jumlah Uang Beredar ... 11
2.2.1 Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1) ... 11
2.2.2 Uang Beredar dalam Arti Luas (M2) ... 12
2.2.3 Uang Beredar dalam Arti Lebih Luas (M3) ... 12
2.3 Teori-teori Uang ... 13
2.3.1 Teori Kuantitas Uang ... 13
2.3.2 Teori Irving Fisher ... 13
2.3.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou) ... 14
2.3.4 Teori Permintaan Uang Keynes ... 16
2.4 Netralitas Uang ... 17
2.5 Pendapatan Nasional ... 18
2.6 Inflasi ... 22
2.5.1 Pengertian Inflasi ... 22
2.5.2 Penggolongan Inflasi ... 22
2.5.3 Jenis Inflasi ... 22
2.5.4 Teori-teori Inflasi ... 25
(7)
2.5.4.2 Teori Keynes ... 26
2.7 Penelitian Terdahulu ... 27
2.8 Kerangka Konseptual ... 32
2.9 Hubungan Antar Variabel ... 33
2.10Hipotesis Penelitian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 35
3.2 Defenisi Operasional ... 35
3.3 Model Penelitian ... 36
3.4 Metode Analisis Data ... 36
3.4.1 Model VAR ... 36
3.4.2 Ciri-ciri VAR ... 37
3.4.3 Langkah-langkah VAR ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sekilan Gambaran Umum Objek penelitian ... 42
4.1.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar M1 dan M2 Tahun 2000-2014... 42
4.1.2 Perkembangan Output Riil (PDB Riil) Tahun 2000-2014 ... 46
4.1.3 Perkembangan Inflasi (IHK) Tahun 2000-2014 ... 49
4.2 Analisis Data dan Pembahasan ... 53
4.2.1 Uji Stasioneritas Data... 54
4.2.2 Penentuan Lag Length ... 58
4.2.3 Uji Kausalitas Granger ... 59
4.2.4 Esimasi VAR ... 63
4.2.5 The Impulse Responses ... 68
4.2.6 Variance Decomposition... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 78
5.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(8)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Pergerakan Inflasi Indonesia ... 6
2.1 Kerangka Konseptual ... 32
4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar M1 ... 43
4.2 Perkembagnan Jumlah Uang Beredar M2 ... 43
4.3 Perkembangan PDB Riil ... 47
4.4 Perkembangan Inflasi (IHK) ... 50
(9)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu... 29
4.2 Nilai Uji Stasioner Tingkat Level ... 54
4.3 Nilai Uji Stasioner 1st Difference ... 54
4.4 Nilai Uji Stasioner Variabel IHK 2nd Difference... 55
4.5 Nilai Uji StasionerVariabel M1 2nd Difference ... 56
4.6 Nilai Uji StasionerVariabel M2 2nd Difference ... 56
4.7 Nilai Uji StasionerVariabel PDB 2nd Difference ... 57
4.8 Penentuan Lag Length ... 58
4.9 Hasil Uji Granger Causality ... 59
4.10 Vector Autoregression Estimates ... 63
4.11 Response of DIHK ... 69
4.12 Response of DM1 ... 70
4.13 Response of DM2 ... 71
4.14 Response of DPDB ... 71
(10)
LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 82
2. Nilai Uji Stasioner Variabel IHK Tingkat Level ... 83
3. Nilai Uji Stasioner Variabel IHK1st Difference... 84
4. Nilai Uji Stasioner Variabel IHK 2nd Difference... 85
5. Nilai Uji StasionerVariabel M1 Tingkat Level... 86
6. Nilai Uji StasionerVariabel M1 1st Difference ... 87
7. Nilai Uji StasionerVariabel M1 2nd Difference ... 88
8 . Nilai Uji StasionerVariabel M2 Tingkat Level... 89
9. Nilai Uji StasionerVariabel M2 1st Difference ... 90
10. Nilai Uji StasionerVariabel M2 2nd Difference ... 91
11. Nilai Uji StasionerVariabel PDB Tingkat Level ... 92
12. Nilai Uji StasionerVariabel PDB 1st Differnce ... 93
13. Nilai Uji StasionerVariabel PDB 2nd Difference ... 94
14. Lag Optimal ... 95
15. Uji Kausalitas Granger ... 95
16. Estimasi VAR ... 96
17. Grafik IRF ... 99
18. Tabel IRF ... 100
(11)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui netralitas uang terhadap inflasi dan
output riil jangka panjang di Indonesia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
Model Vector Auto Regretion (VAR) untuk periode 2000-2014.
Hasil analisis pengolahan VAR menunjukkan bahwa: Pertama, dalam taraf 5
persen jumlah uang beredar M1 dan M2 tidak mempengaruhi inflasi (IHK), dan
sebaliknya inflasi (IHK) juga tidak mempengaruhi jumlah uang beredar M1 dan M2.
Perubahan jumlah uang beredar seharusnya mempengaruhi inflasi, ketika bank sentral
menggandakan jumlah uang beredar harusnya diikuti pula dengan kenaikan tingkat
harga sebanyak 2 kali lipat. Dalam hal ini perubahan uang beredar tidak mempengaruhi
variabel nominal seperti tingkat harga (IHK) sehingga uang tidak netral. Kedua, jumlah
uang beredar M1 dan M2 mempengaruhi output riil (PDB Riil), dan sebaliknya output
riil (PDB Riil) juga mempengaruhi jumlah uang beredar M1 dan M2. Dalam hal ini
perubahan dalam jumlah unit dari uang beredar akan memiliki pengaruh pada
perubahan proporsional terhadap variabel riil (PDB Riil) sehingga uang tidak netral.
Dengan demikian uang tidak bersifat netral selama periode 2000-2014.
Kata Kunci: Jumlah Uang Beredar (M1 dan M2), inflasi (IHK), Output Riil, Model
(12)
ABSTRACT
This study aim to know the neutrality of money against inflation and real output long term in Indonesia. The test is use the Vector Auto Regretion (VAR) for the period 2000-2014.
The result of VAR are show that: First, the level of five percent money supply M1 and M2 does not affect inflation ( CPI ), and just the opposite inflation ( CPI ) also does not affect the money supply M1 and M2. Changes in the money supply should affect inflation, when the central bank doubles the money supply should be followed by the rise in the price level as much as two -fold. In this case the change in the money supply does not affect nominal variables such as the price level ( CPI ) so that money is not neutral. Secondly, the money supply M1 and M2 affect real output ( Real GDP ), and just the opposite real output ( GDP Real ) also affect the money supply M1 and M2. In this case the change in the number of units of money supply will have an influence on changes in proportion to the real variables ( Real GDP ) so that money is not neutral. Thus money is not neutral over the period 2000-2014.
Keywords: money supply (M1 and M2), inflation (CPI), Real Output, Vector Auto Regretion Model (VAR).
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia.
Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat
tukarnya itu dapat diterima oleh setiap masyarakat sebagai alat pembayaran dalam
proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap
manusia akan senantiasa mengejar uang tanpa mengenal lelah untuk memenuhi
kebutuhannya, hal ini membuktikan bahwa sangat pentingnya peranan uang didalam
suatu perekonomian.
Keberadaan uang memberikan kemudahan transaksi yang lebih tepat daripada
barter yang lebih rumit. Sistem barter kurang efisien digunakan dalam sistem
perekonomian modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama
untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang
didapat dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran. Dalam kehidupan manusia di zaman sekarang tidak ada satu negara pun
yang tidak mengenal uang dan menggunakan uang. Jikalau pun ada maka perekonomian
dalam peradaban tersebut pasti tidak akan berkembang.
Pada awalnya di Indonesia, uang diterbitkan oleh pemerintah Republik
Indonesia, namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak
pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank
(14)
kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi. Bank Indonesia
mempunyai kewenangan dalam kebijakan moneter. Kewenangan BI tersebut antara lain
dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi dan
melakukan pengendalian moneter.
Aktivitas perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari kegiatan
pembayaran uang yang menyangkut jumlah uang beredar. Perubahan dalam jumlah
uang beredar akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian diberbagai sektor.
Peningkatan jumlah uang beredar akan mengakibakan inflasi dimana harga -harga
barang dan jasa akan mengalami kenaikan dan penurunan jumlah uang beredar akan
berdampak pada deflasi yaitu terjadinya penuruhan harga-harga barang dan jasa. Jika
kondisi ini berlangsung secara terus-menerus, kemakmuran masyarakat pada gilirannya
akan mengalami penurunan. Hal ini melatarbelakangi upaya yang dilakukan oleh
otoritas moneter suatu negara dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam
perekonomian.
Seiring berjalannya waktu membuktikan bahwa pengaruh jumlah uang beredar
di luar kendali akan mengakibatkan konsekuensi atau pengaruh buruk bagi
perekonomian. Meningkatnya jumlah uang yang beredar secara berlebihan dapat
memicu peningkatan harga melebihi tingkat yang sudah ditentukan sehingga dalam
jangka panjang dapat menggangu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika peningkatan
jumlah uang beredar sangat rendah, maka perekonomian akan menjadi melemah. Dalam
hal ini jumlah uang beredar, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas, akan selalu
(15)
mengecil tergantung dari kebutuhan perekonomian. Tujuan pengendalian uang beredar
ini adalah untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang sifatnya stabil.
Para ahli ekonomi aliran Klasik berpandangan, bahwa uang tidak mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan output perekonomian. Hal ini berdasarkan asumsi
bahwa output ekonomi sudah diproduksi pada tingkat dimana faktor produksi ,
khususnya barang modal dan tenaga kerja, digunakan sepenuhnya (full employment).
Dengan demikian penambahan jumlah uang beredar hanya akan menimbulkan inflasi
yang proporsional dengan tingkat pertambahan jumlah uang beredar (Manurung dan
Rahardja, 2004).
Inflasi merupakan bagian dari indikator perekonomian yang penting, pergerakan
inflasi selalu diupayakan rendah dan stabil agar tidak menimbulkan penyakit
makroekonomi yang pada akhirnya berdampak pada ketidakstabilan dalam
perekonomian. Inflasi yang berada pada posisi tinggi dan tidak stabil merupakan
cerminan dari naiknya tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus
selama periode tertentu. Inflasi juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak stabil
(unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen
memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan
mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara
besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah
meningkat lagi.
Periode 1990-1997 adalah periode yang menentukan dalam sejarah
(16)
Di sektor riil, memang terlihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mencapai rata-rata
7% per tahun. Inflasi kecuali di tahun 1997 juga senantiasa berada dibawah angka 10%
per tahun. Di sektor moneter sangat terlihat upaya para pemilik modal untuk
mengoptimalkan pendapatan dari aset finansialnya. Yang paling mencolok adalah
besarnya porsi uang kuasi terhadap M2, selama periode 1990-1997 angkanya berkisar
antara 75%-78% (Manurung dan Rahardja 2004:361).
Krisis ekonomi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1997, diawali
dengan krisis finansial pada bulan juli 1997 di Thailand dan mempengaruhi mata uang,
bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara asia. Pada bulan Juni 1997,
Indonesia terlihat jauh dari krisis. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan
surplus lebih dari 900 juta dollar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20
miliar dollar, dan sektor bank yang baik. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht
terhadap dollar menurun dan menyebabkan nilai dollar menguat. Penguatan nilai tukar
dollar berimbas ke rupiah, di sekitar bulan juli 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS melemah. Sejak saat itu, posisi mata uang indonesia mulai tidak stabil.
Untuk mengatasi krisis yang semakin merosot, banyak hal yang telah
diupayakan oleh pemerintah, namun tetap saja tidak menujukan hasil karena adanya
krisis kepercayaan terhadap kemampuan pengelolaan perekonomian yang semakin
melemah. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang
tajam sehingga secara keseluruhan Produk Domestik Bruto pada tahun 1998 merosot
tajam hingga menjadi minus 13,68% dibandingkan 4,65% pada tahun 1997 dan laju
(17)
tahun 1997. Kelemahan fundamental mikroekonomi juga tercermin pada kerapuhan
(fragility) yang terdapat di dalam sektor keuangan, khususnya perbankan. Sebagian dari
kerapuhan tersebut terkait kondisi makroekonomi yang kurang stabil terutama berupa
gejolak nilai tukar rupiah dan tingginya tingkat suku bunga (Dahlan Siamat, 2005).
Berbeda dengan krisis ekonomi 1998, krisis ekonomi 2008 yang berdampak
pada negara Indonesia disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda
Amerika Serikat yang terjadi akibat adanya dorongan konsumsi yang berlebihan
(propicity to consume). Krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi
terhadap mata uang. Kurs rupiah melemah Rp.11.711 per dollar AS pada November
2008 yang merupakan deperesiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya
Rupiah berada di posisi Rp.10.048.
Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri
mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya
biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang hasil produksi Indonesia
mengalami peningkatan. Melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia
menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam
negeri.
Dari data yang diperoleh dari Bank Indonesia, tingkat suku bunga SBI selama
periode 2006-2008 terus mengalami penurunan. Pada tahun 2006 adalah sebesar
12,74%, yang menurun menjadi sebesar 9,75% pada tahun 2007, dan kembali menurun
(18)
oleh krisis keuangan global yang terjadi pada September 2008 yang pada akhirnya juga
mempengaruhi tingkat inflasi pada perekonomian indonesia.
Sementara inflasi pada krisis 2008 sempat mencapai level 12,14 persen pada
bulan september. Inflasi tersebut didorong dari lonjakan harga minyak dunia yang
mendorong dikeluarkannya kebijakan kenaikan harga BBM subsidi. Tekanan inflasi
makin tinggi akibat harga komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut
berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan
penurunan harga subsidi BBM.
Gambar 1.1 Pergerakan Inflasi Indonesia
Diolah dari: www.bi.go.id
Menurut teori ekonomi klasik, uang bersifat netral jika jumlah uang beredar
tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Terdapat situasi dimana perubahan dalam
jumlah uang beredar hanya akan menyebabkan perubahan variabel-variabel nominal,
(19)
uang beredar hanya akan menyebabkan depresiasi kurs dan naiknya inflasi. Sementara
itu aktivitas sektor riil tidak dipengaruhi sama sekali.
Netralitas uang (money neutrality) merupakan fenomena jangka panjang.
Penyesuaian harga bisa dilakukan secara instan, maka perubahan jumlah uang beredar
hanya akan mengakibatkan perubahan harga dan tidak akan diterjemahkan sebagai
perubahan dalam jumlah barang yang diproduksi. Implikasinya adalah ketika terjadi
krisis ekonomi, kenaikan jumlah uang bererdar tidak bisa dipakai sebagai instrumen
untuk mempercepat pemulihan ekonomi karena yang akan tercipta hanyalah kenaikan
harga.
Berdasarkan fenomena di atas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
netralitas uang. Penelitian ini akan difokuskan terhadap obyek penelitian bagaimana
pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi dan output riil jangka panjang selama
periode 2000-2014. Saya akan melakukan penelitian dalam skripsi ini yang berjudul:
“Analisis Netralitas Uang terhadap Inflasi dan Output Riil dalam Jangka Panjang di Indonesia”
1.2 Rumusah Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian, maka
penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dan diidentifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi (IHK) pada tahun
2000-2014?
2. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap output riil (PDB Riil) pada tahun
(20)
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data,
mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikannya, guna mengkaji netralitas uang
serta pengaruh jumlah uang beredar dan output terhadap Inflasi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi (IHK) selama
periode 2000-2014.
2. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap output riil (PDB Riil)
selama periode 2000-2014.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dengan adannya penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis, sebagai salah satu media latihan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan sesuai disiplin ilmu yang dipelajari.
2. Bagi peneiti dan mahasiswa, sebagai data dasar dan tolok ukur bagi
penelitian-penelitian selanjutnya sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Bagi para pengambil kebijakan dan pemerintah, sebagai bahan rekomendasi
dalam mengambil kebijakan dan sebagai rekomendasi implikasi pada
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uang
2.1.1 Defenisi Uang
Uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan
kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Maka uang selalu didefenisikan sebagai
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk
mengadakan tukar menukar/perdagangan. Terdapat kata sepakat diantara anggota
-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat
perantaraan dalam kegiatan tukar menukar. (Sukirno, 2004).
Pengertian uang yang dikutip dari pendapat beberapa ahli:
Menurut Albert Gairot Hart dalam bukunya yang berjudul Money Debt and Economic Activity, ia mengatakan bahwa uang merupakan suatu kekayaan yang
dimiliki untuk dapat melunasi utang dalam jumlah tertentu dan pada waktu
tertentu pula.
Menurut A.C. Pigou dalam bukunya yang berjudul The Veil of Money, ia mengatakan bahwa uang adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan
sebagai alat tukar.
Menurut Rollin G. Thomas dalam bukunya yang berjudul Our Modern Bankin and Monetary System mendefinisikan bahwa uang adalah segala sesuatu yang
tersedia dan umumnya diterima secara umum sebagai alat pembayaran untuk
(22)
Menurut Hukum, uang adalah benda yang merupakan alat pembayaran yang sah. Secara fungsional uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai
alat pembayaran. Bila dilihat dari nilainya, uang adalah satuan hitung untuk
menyatakan nilai.
2.1.2 Fungsi Uang
Fungsi uang menurut Boediono (1985:10) dibagi menjadi 4 bagian:
1. Sebagai alat tukar (means of exchange), peranan uang sebagai alat tukar
mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat
pembayaran. Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai
pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga
diterima oleh orang lain sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan
untuk membeli suatu barang.
2. Sebagai alat penyimpan nilai/daya beli (store of value), pemegangan uang
merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan bisa dipegang
dalam bentuk-bentuk lain, seperti tanah, kerbau, berlian, emas, saham, mobil
dan sebagainya. Uang memang merupakan salah satu pilihan untuk menyimpan
kekayaan. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus bisa menyimpan
daya beli atau nilai.
3. Sebagai satuan hitung (unit of account), uang juga mempermudah
tukar-menukar. Dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti misalnya kereta
api dan apel, bisa menjadi seragam dan mudah dipertukarkan apaila nilai
(23)
4. Sebagai ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for deffered
payments), uang terkait dengan transaksi pinjam-meminjam atau transaksi
kredit, artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan
uang nanti. Dalam hubungan ini, uang merupakan salah satu cara menghitung
pembayaran masa depan tersebut.
2.2 Defenisi Jumlah Uang Beredar
Dalam perekonomian tidak terlepas membahas mengenai uang, dimana uang
dibedakan antara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam
peredaran adalah seluruh jumlah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh
bank sentral yang terduri dari mata uang logam dan uang kertas. Sedangkan uang
beredar adalah semua jenis uang yang berada didalam perekonomian, yaitu jumlah dari
mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum
(Sukirno, 2004:281). Sehingga uang beredar (money supply) dibedakan menjadi tiga
pengertian, yaitu dalam arti sempit, dalam arti luas, dan dalam arti lebih luas.
2.2.1 Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)
Pengertian M1 bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa
digunakan untuk pembayaran bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang
mendekati uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan
(saving deposits) pada bank-bank. M1 dapat diartikan juga sebagai uang kartal
ditambah dengan uang giral (Boediono, 1985:4-5).
� = +
Dimana:
C = currency (uang kartal)
(24)
Seperti halnya dengan defenisi uang beredar dalam arti yang paling sempit (C)
maka uang giral (DD) disini hanya mencakup saldo rekening koran/giro milik
masyarakat umum yang disimpan di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank
pada bank lain atau pada bank sentral (Bank Indonesia) ataupun saldo rekening koran
miik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukkan dalam definisi DD.
2.2.2 Uang Beredar dalam Arti Luas (M2)
Pengertian M2 diartikan sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan
milik masyarakat pada bank-bank. Perembangan M2 juga bisa mempengaruhi
perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya (Boediono,
1985:5-6).
� = � + +
Dimana:
TD = time deposits (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan)
Orang menempatkan uangnya dalam TD atau SD karena simpanan ini
memberikan bunga. M2 juga disebut uang beredar dalam arti luas atau broad money. Di
Indonesia, M2 biasanya mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan rupiah pada
bank-bank, tetapi tidak mencakup dalam mata uang asing (dollar).
2.2.3 Uang Beredar dalam Arti Lebih Luas (M3)
Defenisi uang beredar yang lebih luas lagi adalah M3, yang mencakup semua
TD dan SD, besar kecil, rupiah atau dollar milik penduduk pada bank atau lembaga
keuangan non-bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasi money
(25)
� = � + �
Dimana:
QM = quasy money
Di negara yang menganut sistem devisa bebas seperti di Indonesia, memang
sedikit sekali perbedaan antara TD dan SD dalam rupiah dan TD dan SD dalam dollar.
Setiap kali kita butuh rupiah dollar kita bisa langsung menjualnya ke bank, atau
sebaliknya. Dalam hal ini perbedaan antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. TD dan SD
dollar milik bukan penduduk tidak termasuk dalam defenisi uang kuasi.
2.3 Teori-teori Uang
2.3.1 Teori Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang (quantity theory of money), pertama sekali dikemukakan
oleh seorang filsuf dan ekonom David Hume (1711-1776) yang memandang kuantitas
uang merupakan sebagai alat utama menjelaskan bahwa uang dapat mempengaruhi
ekonomi jangka panjang (Mankiw, 2006:82).
Teori kuantitas uang sebenarnya merupakan teori mengenai permintaan dan
sekaligus penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini
adalah hubungan antara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang
(tingkat harga). Hubungan kedua variabel tersebut dijabarkan lewat konsep permintaan
akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan
permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang (Boediono, 1985).
2.3.2 Teori Irving Fisher
(26)
Di dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang
dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual.
Hal ini berlaku pula untuk seluruh perekonomian: di dalam suatu periode tertentu nilai
dari barang-barang/jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang-barang
yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual (MVT) sama dengan volume transaksi
(T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P).
Implikasi dari teori moneter dari Fisher adalah sebagai berikut:
1. Permintaan akan uang di dalam suatu masyarakat merupakan suatu proporsi
tertentu dari volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu proporsi
konstan pula dari tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Jadi
permintaan akan uang pada analisa akhir ditentukan oleh tingkat pendapata
nasional saja, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat bunga.
2. Dari segi kebijaksanaan ekonomi makro, teori ekonomi moneter ini mempunyai
implikasi yang penting, yaitu bahwa tingkat pendapatan nasional equiibrium
atau tingkat harga umum bila tingkat full employment sudah tercapai, tidak bisa
dipengaruhi oleh kebijaksanaan fiskal.
2.3.3 Teori Cambridge (Marshall – Pigou)
Teori Cambridge, seperti halnya dengan teori Fisher dan teori-eori klasik
lainnya, berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of
exchange). Perbedaan utama antara teori Cambridge dan teori Fisher, terletak pada
tekanan dalam teori permintaan akan uang Cambridge pada perilaku individu dalam
(27)
salah satunya bisa berbentuk uang.perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan
untung-rugi dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang. Teori cambridge mengatakan
bahwa kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang
mempunyai sifat likuid sehingga dengan mudah bisa ditukarkan dengan barang lain
(Boediono, 1985).
Jadi berbeda dengan teori Fisher yang menekankan bahwa pemintaan akan uang
semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh
faktor kelembagaan yang konstan, teori Cambridge lebih menekankan
faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan
akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Dalam jangka
pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan
pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain.
Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah
proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Md= k P Y̅
Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh Pemerintah. Dalam posisi
keseimbangan maka :
Ms = Md Sehingga :
Ms = k P Y̅
Dimana:
(28)
Ms = Penawaran akan uang k = konstanta
P = Tingkat harga umum
Y̅ = Pendapatan nasional riil
2.3.4 Teori Permintaan Uang Keynes
Teori uang dari keynes adalah bagian dari teori ekonomi makronya yang
dituangkan dalam bukunya General Theory. Meskipun dikatakan bahwa teori uang
Keynes adalah teori yang bersumber pada teori Cambridge, tetapi Keynes
mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda dengan teori moneter klasik.
Perberdaan ini terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu
store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal
dengan nama teori Liquidity Preference.
Dalam teori Keynes mengatakan bahwa fungsi uang bagi masyarakat yaitu:
a. Motif Transaksi
Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang memegang
uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan
permintaan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
nasional dan tingkat bunga.
b. Motif berjaga-jaga
Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan
pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal,
misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan
pembayaran yang tak terduga lain.
(29)
Motif memegang uang untuk spekulasi bertujuan untuk memperoleh keuntungan
yang bisa didapat dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan
terjadi dengan betul. Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedangkan
obligasi (bond) memberikan sebuah penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap
periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).
Bentuk sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes
adalah:
Md
P = [k Y+∅ R,W ]
Dan dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap juga oleh Keynes
sebagai variabel yang ditentukan oleh Pemerintah, semua dengan Md. Sehingga :
Ms = [ k Y+ ∅ R ] P Dimana:
Md
P = Permintaan total akan uang dalam arti riil Ms = penawaran akan uang
k Y = Permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga R = Tingkat bunga
W = Nilai riil dari asset P = Tingkat harga umum 2.4 Netralitas Uang
Dalam sebuah essay David Hume (1752) berjudul of Money and of Interest,
menyimpulkan tentang pengaruh perubahan dalam jumlah uang yang kelihatannya
tergantung pada jalan di mana perubahan itu dipengaruhi. Terdapat dua penyataan
Hume yang membentuk suatu doktrin bahwa perubahan dalam jumlah unit dari uang
beredar akan memiliki pengaruh pada perubahan proporsonal terhadap seluruh harga
(30)
seperti beberapa masyarakat yang bekerja dan beberapa barang yang diproduksi atau
dikonsumsi. Prediksi dari teori kuantitas bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan
jumlah uang beredar bersifat netral terhadap tingkat pertumbuhan produksi dan
berpengaruh terhadap inflasi secara proporsional. Jadi menurut Hume, variabel-variabel
ekonomi riil tidak berubah dengan adanya perubahan penawaran uang (Arintoko, 2011).
Menurut teori ekonomi klasik, uang bersifat netral apabila jumlah uang beredar
tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Karena itu, teori klasik memperbolehkan kita
mempelajari bagaimana variabel-variabel riil tanpa referensi apa pun tentang jumlah
uang beredar. Ekulibrium dalam pasar uang kemudian menentukan tingkat harga dan,
akibatnya, seluruh variabel nominal lain. Pemisahan teoritis dari variabel-variabel riil
dan nominal ini disebut dikotomi klasik. Inilah ciri khas dari teori makroek onomi
klasik. Dikotomi klasik muncul karena, dalam teori ekonomi klasik, perubahan jumlah
uang beredar tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Ketidakrelevanan uang untuk
variabel-variabel ini disebut netralitas moneter (monetary neutrality). Untuk banyak
tujuan dan biasanya untuk mempelajari isu-isu jangka panjang, netralitas moneter
adalah mendekati benar (Mankiw, 2006:105-106).
2.5 Pendapatan Nasional
Dalam analisis makroekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan nasional” atau “national income” dan biasanya istilah itu dimaksudkan untuk menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara. Dengan demikian dalam konsep
tersebut istilah pendapatan nasional adalah mewakili arti Produk Domestik Bruto atau
(31)
pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Dalam sistem perhitungan
pendapatan nasional, jumlah pendapatan itu dinamakan Produk Nasional Neto pada
harga faktor atau secara ringkas: Pendapatan Nasional (Sukirno, 2004:35-36).
Tiga jenis Pendapatan Nasional menurut Sukirno (1994) :
1. Pendapatan Nasional Harga Berlaku dan Harga Tetap.
Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa
yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga-harga
yang berlaku pada tahun tersebut. Cara ini adalah cara yang selalu dilakukan
dalam menghitung pendapatan nasional dari suatu periode ke periode lainnya.
Pertumbuhan suatu perekonomian diukur dari pertambahan yang sebenarnya
dalam barang dan jasa yang diproduksikan. Untuk dapat menghitung kenaikan
itu dari tahun ke tahun, barang dan jasa yang dihasilkan haruslah dihitung pada
harga yang tetap, yaitu harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang
seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada
tahun-tahun yang lain.
2. Pendapatan Nasional Harga Pasar dan Harga Faktor.
Barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian dapat dinilai
dengan dua cara, dengan menggunakan harga pasar dan dengan menggunakan
harga faktor. Sesuatu barang dikatakan dinilai menurut harga pasar apabila
penghitungan nilai barang itu menggunakan harga yang digunakan pembeli.
(32)
barang kepada pendapatan nasional tergantung kepada jumlah pendapatan
faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang
tersebut. Hubungan diantara harga pasar dan harga faktor dapat dinyatakan
secara persamaan di bawah ini:
Harga pasar = Harga faktor + Pajak tak langsung − Subsidi
3. Pendapatan Nasional Bruto dan Neto. Dalam setiap harga pasar suatu barang
termasuk nilai penyusutan (depresiasi). Industri-industri akan menggunakan
barang-barang modal (mesin, peralatan produksi, bangunan dan perabot kantor)
untuk menghasilkan barang-barang mereka. Nilai barang-barang tersebut akan
semakin susut dari satu periode ke periode lain. Kesusutan nilai tersebut
merupakan bagian dari biaya produksi, dan oleh sebab itu dalam setiap harga
penjualan suatu barang termasuk nilai depresiasi barang modal. Dengan
perkataan lain, dalam pendapatan nasional pada harga pasar termasuk nilai
penyusutan barang modal yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan
nasional. Untuk memperoleh Produk Nasional Neto, nilai depresiasi harus
dikurangi dari Produk Nasional Bruto.
Dari semua konsep dalam ilmu ekonomi makroekonomi, satu-satunya ukuran
yang paling penting adalah produk domestik bruto (gross domestic product = GDP),
yang mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara. GDP
merupakan bagian dari pendapatan nasional dan perhitungan produk (atau perhitungan
(33)
kebijakan menentukan apakah perekonomian mengalami kontraksi atau ekspansi dan
apakah resesi atau inflasi yang berat mengancam (Samuelson dan Nordhaus, 2004:99).
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:99) GDP merupakan pengukuran yang
paling luas dari total output barang dan jasa suatu negara. Ini merupakan jumlah nilai
dollar konsumsi (C), investasi bruto (I), pembelanjaan pemerintah atas barang dan jasa
(G), dan ekspor neto (X) yang dihasilkan didalam suatu negara selama sat tahun
tertentu.
� = + � + � +
Menurut Mankiw (2006) Produk Domestik Bruto (GDP) adalah nilai pasar
semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu
tertentu. Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang
tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara untuk melihat statistik ini. Salah
satunya adalah dengan melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam
perekonomian. Cara lain melihat GDP adalah sebagai pengeluaran total atas output
barang dan jasa perekonomian.
Sedangkan menurut Sukirno (2004) di dalam suatu perekonomian, di
negara-negara maju maupun berkembang, barang dan jasa di produksikan bukan saja oleh
perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu
didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar
negeri. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu
menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut. Dengan
(34)
Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan
oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.
2.6 Inflasi
2.6.1 Pengertian Inflasi
Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami
kenaikan secara terus menerus. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat,
yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik
dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukan tendensi yang meningkat.
Kenaikan harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti
bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. Tingkat
harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang
mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi
untuk harga barang secara umum (Nanga, 2001:237).
2.6.2 Penggolongan Inflasi
Inflasi dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu (Boediono,1982:156):
1. Inflasi Ringan : <10% per tahun.
2. Inflasi Sedang : 10 – 30% per tahun 3. Inflasi Berat : 30 – 100% per tahun 4. Hiperinflasi : ≥ 100% per tahun 2.6.3 Jenis Inflasi
Dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya menurut Muana Nanga
(35)
1. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation).
Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side
inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation)
adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat adanya kenaikan permintaan agregat
(AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau
produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan
sumberdaya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tidak
dapat ditingkatkan secepatnya unutuk mengimbangi permintaan yang semakin
meningkat atau bertambah.
2. Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).
Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran
(supply-side inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock inflation)
adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi
yang besar dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan
perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan
perkataan lain, inflasi sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat
dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih
sumberdaya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih
sumberdaya mengalami kenaikan atau dinaikkan.
3. Inflasi Struktural (structural inflation).
Inflasi struktural (structural inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat
(36)
yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau
tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.
Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang
berlaku,inflasi biasanya dibedakan kepada 3 (tiga) bentuk berikut (Sukirno, 2004:333) :
1. Inflasi tarikan permintaan.
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.
Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan
selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan
menimnulkan inflasi.
2. Inflasi desakan biaya.
Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika
tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahan-perusahaan
masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha
menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi
kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang
lebih tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang
akhirnya menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
3. Inflasi diimpor.
Inflasi ini bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini
akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga
(37)
perusahaan-perusahaan. Dalam inflasi impor sering mengalami stagflasi yang bersumber
dari kata stagnation dan inflation yang menggambarkan keadaan dimana
kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin meninggi dan pada
waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat.
Inflasi ditinjau dari asal inflasi dibedakan menjadi 2, yaitu (Boediono, 1982:158) :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran b
elanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan
sebagainya.
2. Inflasi dari luar negeri (imported inflation).
Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan
harga-harga di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang negara
kita.
2.6.4 Teori-teori Inflasi
2.6.4.1 Teori Kuantitas
Menurut Boediono (2001:161) Teori Kuantitas adalah teori yang paling tua
mengenai inflasi, namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses
inflasi di zaman modern sekarang, terutama di negara-negara sedang berkembang. Teori
ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
i. Jumlah Uang Beredar
Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uangyang beredar
(38)
menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti
kegagalan panen hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu
saja. Penambahan jumlah uang ibarat bahan bakar bagi api inflasi. Bila jumlah
uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab
musababnya awal dari kenaikan harga tersebut.
ii. Psikologi (expectations) masyarat mengenai harga-harga.
Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan
oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa
mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, keadaan pertama adalah bila
masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik pada
bulan-bulan mendatang, Kedua adalah dimana masyarakat (atas dasar
pengalaman di bulan-bulan sebeloumnya) mulai sadar bahwa ada inflasi. Dan
yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap hiperinflasi,
pada tahap ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata
uang.
2.6.4.2 Teori Keynes
Teori keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya. Teori ini
menyoroti aspek lain dari inflasi (Boediono, 2001:163-165). Menurut teori ini, inflasi
terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya.
Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki
di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar
(39)
diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang
selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbulnya apa yang disebut dengan
inflationary gap).
Inflationary gap timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil
menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang.
Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya
menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Golongan
masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh
bagian yang lebih besar dari output masyarakat dengan jalan menjalankan defisit dalam
anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut bisa
juga berupa pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk melakukan
investasi-investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit bank.
Golongan tersebut bisa pula berupa serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan
gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktivitas buruh.
2.7 Penelitian Terdahulu
1. Arintoko (2011) dengan judul Pengujian Netralitas Uang dan Inflasi Jangka
Panjang di Indonesia. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Fisher-Seater beserta uji-uji prasyaratnya, yang meliputi integrasi, eksogenitas,
dan kointegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik proposisi
netralitas uang dan inflasi jangka panjang untuk uang baik yang didefenisikan
sebagai M1 maupun M2 masing-masing terhadap output riil dan harga di
(40)
uang jangka panjang tidak berlaku untuk kasus di Indonesia dengan data
tahunan. Sementara itu keberadaan hubungan positif antara uang dan harga
dapat dibuktikan oleh hasil penelitian ini, yang menunjukan adanya inflasi
jangka panjang karena perubahan jumlah uang beredar. Bukti dari hasil uji
netralitas uang jangka panjang ini tidak konsisten dengan proposisi netralitas
uang yang menunjukan bahwa uang adalah netral dalam perekonomian yang
tidak berpengaruh pada variabel riil, karena uang hanya berdampak pada tingkat
harga.
2. Chichi Shintia Laksani (2004) dengan judul Netralitas Uang di Indonesia
Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan
Makroekonomi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector
Autoreggresive (VAR), Variance Decomposition (VD) dan Impulse Response
Function (IRF). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bentuk hubungan
kausalitas antara jumlah uang beredar dengan output dan mengetahui bentuk
hubungan kausalitas antara uang beredar dengan tingkat harga. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar tidak mempunyai
hubungan kausalitas dengan tingkat output. Hal ini mengindikasikan bahwa
kebijakan moneter melalui uang beredar tidak dapat mempengaruhi output,
artinya uang beredar tidak efektif dalam mencapai tujuan mekroekonomi tingkat
output. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang
beredar mempunyai hubungan kausalitas dengan tingkat harga. Hal ini
(41)
mempengaruhi tingkat harga, sehingga uang beredar efektif dalam mencapai
tujuan makroekonomi yaitu tingkat harga.
3. Erdinc Telatar dan Tarkan Cavusoglu (2005) dengan judul Long-Run Monetary
Neutrality: Evidence from High Inflation Countries. Alat yang digunakan
dadalah metode Fisher dan Seater. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
kembali netralitas uang jangka panjang dan supernetralitas uang jangka panjang
di negara berkembang seperti Argentina, Brazil, Ekuador, Meksiko, Turki, dan
Uruguay dengan tingkat stabilitas inflasi, jumlah uang beredar, dan pertumbuhan
output yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui data yang
mendukung didapati netralitas uang jangka panjang untuk negara Ekuador.
Supernetralitas uang jangka panjang tidak didapati untuk negara Argentina dan
Uruguay. Dan data dari Brazil, Meksiko, dan Turki menunjukan adanya
supernetralitas uang jangka panjang. Dalam kasus Argentina dan Uruguay
didapati bahwa kenaikan tingkat jumlah uang beredar memiliki efek negatif
terhadap output. Serta temuan untuk Brazil, Meksiko, dan Turki konsisten
dengan definisi McCallum (1990) yang menyatakan bahwa perubahan permanen
dalam tingkat jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada variabel riil dalam
jangka panjang.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti
dan Tahun Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Kesimpulan
Arintoko (2011)
Pengujian Netralitas Uang dan Inflasi
Menguji secara empirik proposisi
Fisher-Seater beserta uji-uji prasyaratnya, yang meliputi
Netralitas uang jangka panjang tidak berlaku untuk kasus di Indonesia dengan data tahunan. Sementara itu
(42)
Jangka Panjang di Indonesia
netralitas uang dan inflasi jangka panjang untuk uang baik yang didefenisi kan sebagai M1 maupun M2 masing-masing terhadap output riil dan harga di
Indonesia
integrasi,
eksogenitas, dan kointegrasi
keberadaan hubungan positif antara uang dan harga dapat dibuktikan oleh hasil
penelitian ini, yang
menunjukan adanya inflasi jangka panjang karena perubahan jumlah uang beredar. Bukti dari hasil uji netralitas uang jangka panjang ini tidak konsisten dengan proposisi netralitas uang yang menunjukan bahwa uang adalah netral dalam perekonomian yang tidak berpengaruh pada variabel riil, karena uang
hanya berdampak pada
tingkat harga. Chichi Shintia Laksani (2004) Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan Makroeko nomi Melihat bentuk hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar dengan output dan mengetahu i bentuk hubungan kausalitas antara uang beredar dengan tingkat harga Vector Autoreggresive (VAR), Variance Decomposition
(VD) dan
Impulse Response Function (IRF)
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen
uang beredar tidak
mempunyai hubungan
kausalitas dengan tingkat
output. Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui uang beredar tidak dapat
mempengaruhi output,
artinya uang beredar tidak efektif dalam mencapai tujuan mekroekonomi tingkat output. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar
mempunyai hubungan
kausalitas dengan tingkat
harga. Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar dapat mempengaruhi tingkat harga,
(43)
sehingga uang beredar efektif dalam mencapai tujuan makroekonomi yaitu tingkat harga. Erdinc Telatar dan Tarkan Cavusoglu (2005) Long-Run Monetary Neutrality: Evidence from High Inflation Countries Menguji kembali netralitas uang jangka panjang dan super netralitas uang jangka panjang di negara berkemba ng seperti Argentina, Brazil, Ekuador, Meksiko, Turki, dan Uruguay dengan tingkat stabilitas inflasi, jumlah uang beredar, dan pertumbuh an output yang tinggi
Fisher dan
Seater
Melalui data yang
mendukung didapati
netralitas uang jangka panjang untuk negara Ekuador. Supernetralitas uang jangka panjang tidak didapati untuk negara Argentina dan Uruguay. Dan data dari Brazil, Meksiko,
dan Turki menunjukan
adanya supernetralitas uang jangka panjang. Dalam kasus Argentina dan Uruguay didapati bahwa kenaikan tingkat jumlah uang beredar memiliki efek negatif terhadap output. Serta
temuan untuk Brazil,
Meksiko, dan Turki konsisten dengan definisi McCallum (1990) yang menyatakan bahwa perubahan permanen dalam tingkat jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada variabel riil dalam jangka panjang.
(44)
2.8 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Netralitas Uang Jangka Panjang di Indonesia
Jumlah Uang Beredar M1 dan M2
(45)
2.9 Hubungan Antar Variabel
Dari teori dan hasil penelitian terdahulu dapat kita lihat hubungan antara
variabel. Keterkaitan antara variabel Independen ( M1 dan M2) terhadap variabel
dependen ( Inflasi dan Output rill)
1. Hubungan Jumlah uang beredar (MI dan M2) terhadap inflasi (IHK)
Teori mengatakan dalam pernyataan Hume yang membentuk suatu doktrin
bahwa perubahan dalam jumlah unit dari uang beredar (M1 dan M2) akan memiliki
pengaruh pada perubahan proporsional terhadap seluruh harga yang dinyatakan dalam
satuan uang.
Menurut Arintoko (2011) mengatakan bahwa adanya hubungan positif yang kuat
antara MI dan harga jangka panjang didukung hasil empirik di Indonesia. Artinya
bahwa variabel nominal seperti M1 berpengaruh terhadap variabel nominal lainnya
yaitu harga atau inflasi, penelitian ini menunjukkan bahwa MI memiliki pengaruh
positif sementara M2 tidak mendukung keberadaan hubungan positif jangka panjang
antara uang dan harga. Dengan demikian bahwa M1 bisa mendukung secara empirik
keberadaan hubungan positif antara uang dan harga pada jangka panjang di Indonesia
daripada M2.
Menurut Chichi Shintia Laksani (2004) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar memiliki hubungan kausalitas dengan tingkat
harga. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar
(46)
tersebut maka Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat harga
(inflasi) dalam jangka panjang.
2. Hubungan M1 dan M2 terhadap output rill
Penelitian yang dilakukan oleh Arintoko (2011) jumlah uang beredar M1 di
Indoesia memberikan pengaruh pada kenaikan tingkat output dalam jangka panjang,
kenaikan output bisa terjadi melalui kenaikan investasi dan permintaan akibat adanya
pertambahan jumlah uang beredar. Pada M2 juga menunjukkan bahwa adanya pengaruh
terhadap output rill. Dalam penelitian ini mengimpilkasikan bahwa bagaimanapun
kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter untuk menstabilkan fluktuasi
dalam perekonomian makro sangat berarti mengingat jumlah uang beredar pada jangka
panjang mempengaruhi tingkat output.
Dari hasil penelitian diatas maka hubungan antar variabel Jumlah uang beredar
berpengaruh positif terhadap output riil.
2.10 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta variabel-variabel yang dijelaskan dalam
penelitian ini apakah terjadi hubungan antar variabel, maka dalam penelitian ini
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat harga (inflasi)
dalam jangka panjang.
2. Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap output riil dalam jangka
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data time series kuartalan dari tahun 2000-2014. Sumber data berasal dari
International Financial Statistics (IFS), internet dan berbagai literatur yang relevan
dengan penelitian ini. Pengolahan ini akan menggunakan software Eviews 5 dan
Microsoft Excel 2013.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis secara kuantitatif dan deskriptif.
Dilakukan analisis terhadap variabel Jumlah Uang Beredar (M1 dan M2), Output riil
(Y), dan Inflasi (IHK).
3.2 Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1. Jumlah Uang Beredar (M1 dan M2)
a. M1 merupakan variabel yang menggambarkan likuiditas perekonomian,
perkembangan jumlah uang di Indonesia yang diukur dengan uang dalam arti sempit
(M1) yang meningkat setiap tahun secara terus menerus.
b. M2 meruapakan variabel yang menggambarkan likuiditas perekonomian yang
mengalami peningkatan dengan pola dinamik yang hampir sama dengan perkembangan
M1 selama periode yang sama, namun kecenderungan perkembangan M2 meningkat
(48)
2. Output Riil (Y)
Variabel ini merupakan perkembangan tingkat output yang di representasikan dengan
PDB riil berdasarkan tahun dasar 2000 menunjukan kecenderungan yang meningkat
selama periode 2000-2014.
3. Inflasi (IHK)
Variabel ini merupakan perkembangan tingkat harga yang diukur dengan IHK yang
cenderung meningkat terus-menerus yang mana akan mencerminkan inflasi yang
terjadi.
3.3 Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model sebagai berikut:
M1
t=
a10+
a11IHK
t-1+
a12Y
t-1+
a13M1
t+e
1tM2
t=
a20+
a21IHK
t-1+
a22Y
t-1+
a23M2
t+
�
��Dimana :
M1,M2 = Jumlah Uang Beredar
IHK1,2 = Tingkat Inflasi (dari nilai Indeks Harga Konsumen)
Y = Output Riil
e1t dan ϵ2t = Error Terms
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Model VAR
VAR (vector autoregressive) merupakan regresi sederhana dari persamaan:
�=
�
� �−+ �
�Dimana � = vektor dari time series yang stasioner dan �� = vektor pada time series yang white noise dengan matrik kovarian �.
(49)
Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan
makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan irawan (2005)
menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan
setiap variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel
itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem.
Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak
bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi restriksi untuk mencapai
persamaan melalui interpretasi persamaan. VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak
bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Y = A + A Y
−+ A Y
−… + A Y
−+ ε
Dimana:
� = Vektor variabel tak bebas ( ,�, ,�, ,�
� = Vektor intersep berukuran n x 1
��= Vektor parameter berukuran n x 1
��5= Vektor residual (∑ ,�,∑ ,�,∑ ,� berukuran n x 1 3.4.2 Ciri-ciri VAR
1. Bersifat teori, artinya tidak berlandas teori dalam menentukan model regresi.
2. Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan independen
atau dependen).
3. Perangkat estimasi yang digunakan adalah fungsi IRF (Impulse Response
Function) dan variance decomposition.
4. IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap variabel
(50)
5. Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribusi
(persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
3.4.3 Langkah-langkah VAR
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengna
data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga
stationary stochastic process,. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau
differnt) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak
terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya
(Enders, 1995 dalam buku cara cerdas menguasi eviews).
Gujarati (2003:817) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioner dengan analisis
ADF dengan persamaan berikut:
∆
Y
t= α
0+ Y
t-1+
i∑
�=∆ Yt
-1+1+
�
t Dimana :Yt = bentuk dari first difference
α0 = Intersep
Y = Variabel yang diuji stasioneritasnya P = Panjang lag yang digunakan dalam model
� = error term
Dalam persamaan tersebut, kita ketahui bahwa H0 menunjukan adanya unit root dan Ht menunjukan kondisi tidak adanya unit root. Jika dalam uji stasioneritas ini
menunjukan nilai ADF statistik yang lebih besar daripada Mackinnon critical value,
(51)
dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian,
differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first
different I (1) harus dilakukan,yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data
periode sebelumnya. 2. Penentuan Lag Optimal
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah penentuan
lag optimal. Haris, 1995 (dalam buku cara cerdas mengusasi eviews, Shochrul dan
Rahmat, 2011) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas
terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise
sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya, dan
standar kesalahan tidak diestimasi secara baik. Namun demikian, jika memasukan
terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena
tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.
Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam uji
stasioneritas, berikut adalah kriteria yang digunakan :
Akaike Information Criterion (AIC) : -2
�
+ 2 (k+T)
Schwarz Information Criterion (SIC) : -2
�
+ k
l g ��
Hannan Quinn Information Criterion ( HQ) : -2
�
+ 2 k
���
l g � �
Dimana:
1 = nilai fungsi log like lihood yang sama jumlahnya dengan – � ( 1+ log (2�) + log (�” �” � ) );
�” �” merupakan sum of squared residual T = jumlah obesrvasi
(52)
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut,
kita pilih/tentukan kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE) atau
jumlah dari AIC, SIC, dan HQ yang paling kecil diantara berbagai lag yang diajukan.
3. Uji Kasusalitas Granger
Metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausalitas antar variabel
yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Secara umum, suatu persamaan
Granger dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Gujarati [2003:696-697]).
1. Unindirectional casuality dari variavel dependen ke variabel independen. Hal
ini terjadi karena koefisien lag variabel dependen secara statistik signifikan
berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag seluruh variabel independen sama
dengan nol.
2. Feedbac/bilaterall causality jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel
dependen maupun independen secara statistik signifikan berbeda dengan nol.
3. Independence jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen
maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan nol.
4. Estimasi VAR
Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah :
Y
t= α +
∑
�= jY
t-j+
∑
�= jX
t-j+ u
1tX
t= α +
∑
�= jX
t-j+
∑
�=j Yt
-j+ u
2tSelanjutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y
(53)
membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi dengan nilai tabel t-tabelnya, maka dapat
dikatakan bahwa variabel Y mempengaruhi X.
5. IRF
Sims, 1992 (dalam buku cara cerdas menguasi eviews:168) menjelaskan bahwa
fungsi IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan prediksi suatu
variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Dengan demikian, lamanya pengaruh
dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau
kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat atau diketahui.
[
∆INF ] = [
∆u
∆INF
̅̅̅̅̅̅̅] + ∑ [
∆u
̅̅̅̅
Φ i
Φ i
Φ i ]
Φ i
∞ =
[
e
∆ t−je
∆INFt−j]
Dimana :
Φij (i) = efek dari structural shock
Φij (0) = impact multipliers
∑ Φ i = cumulative multipliers
∑ Φij (i) pada saat n→ ∞ = long run multipliers 6. Variance Decompositon
6. Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance
decomposition merupakan perangkat dari model VAR yang akan memisahkan variasi
dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-komponen shock atau
menjadi variabel innovation, dengan asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak
saling berkolerasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan informsi
mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock
variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
(54)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar M1 dan M2 Tahun 2000-2014
Pengertian M1 bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa
digunakan untuk pembayaran bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang
mendekati uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan
(saving deposits) pada bank-bank. M1 dapat diartikan juga sebagai uang kartal
ditambah dengan uang giral. Sedangkan pengertian M2 diartikan sebagai M1 plus
deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank -bank.
Perkembangan M2 juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan
keadaan ekonomi pada umumnya. Perkembangan M1 dan M2 pada tahun 2000-2014
(55)
Sumber: International Financial Statistics (IFS)
Gambar 4.1 Grafik perkembangan Jumlah Uang Beredar M1 Tahun 2000-2014
Sumber: International Financial Statistics (IFS)
Gambar 4.2 Grafik perkembangan Jumlah Uang Beredar M2 Tahun 2000-2014 Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2, dapat dilihat bahwa perkembangan jumah uang
beredar terus mengalami kenaikan dimulai pada periode tahun 2000 kuartal 1 sampai
0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000 1,000,000 2 0 0 0 Q 1 2 0 0 0 Q 4 2 0 0 1 Q 3 2 0 0 2 Q 2 2 0 0 3 Q 1 2 0 0 3 Q 4 2 0 0 4 Q 3 2 0 0 5 Q 2 2 0 0 6 Q 1 2 0 0 6 Q 4 2 0 0 7 Q 3 2 0 0 8 Q 2 2 0 0 9 Q 1 2 0 0 9 Q 4 2 0 1 0 Q 3 2 0 1 1 Q 2 2 0 1 2 Q 1 2 0 1 2 Q 4 2 0 1 3 Q 3 2 0 1 4 Q 2 M il y a r R upi a h Tahun
M1
M1 0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 2 0 0 0 Q 1 2 0 0 0 Q 4 2 0 0 1 Q 3 2 0 0 2 Q 2 2 0 0 3 Q 1 2 0 0 3 Q 4 2 0 0 4 Q 3 2 0 0 5 Q 2 2 0 0 6 Q 1 2 0 0 6 Q 4 2 0 0 7 Q 3 2 0 0 8 Q 2 2 0 0 9 Q 1 2 0 0 9 Q 4 2 0 1 0 Q 3 2 0 1 1 Q 2 2 0 1 2 Q 1 2 0 1 2 Q 4 2 0 1 3 Q 3 2 0 1 4 Q 2 M il y a r R upia h TahunM2
M2(1)
0.1659774457*DPDB(-1) - 0.0215297886*DPDB(-2) + 0.0607759482*DPDB(-3) +
0.9580373633*DPDB(-4) - 34124.66529
17. Lampiran 17
Grafik IRF
-2 -1 0 1 2 31 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DIHK to DIHK
-2 -1 0 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DIHK to DM1
-2 -1 0 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DIHK to DM2
-2 -1 0 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DIHK to DPDB
-20000 -10000 0 10000 20000 30000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM1 to DIHK
-20000 -10000 0 10000 20000 30000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM1 to DM1
-20000 -10000 0 10000 20000 30000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM1 to DM2
-20000 -10000 0 10000 20000 30000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM1 to DPDB
-30000 -20000 -10000 0 10000 20000 30000 40000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM2 to DIHK
-30000 -20000 -10000 0 10000 20000 30000 40000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM2 to DM1
-30000 -20000 -10000 0 10000 20000 30000 40000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM2 to DM2
-30000 -20000 -10000 0 10000 20000 30000 40000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DM2 to DPDB
-4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DPDB to DIHK
-4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DPDB to DM1
-4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DPDB to DM2
-4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DPDB to DPDB Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
(2)
18. Lampiran 18
Tabel IRF
Resp onse of DIHK: Perio
d DIHK DM1 DM2 DPDB
1 2.006394 0.000000 0.000000 0.000000 (0.19307) (0.00000) (0.00000) (0.00000) 2 1.774669 -0.048531 0.106906 0.127945 (0.35803) (0.31952) (0.32863) (0.16140) 3 1.275775 -0.169965 -0.223825 -0.060378 (0.41826) (0.37746) (0.44063) (0.16410) 4 0.998604 0.263515 -0.156683 -0.032091 (0.40147) (0.41236) (0.45571) (0.15248) 5 0.239921 0.261483 -0.181191 0.045507 (0.42116) (0.43540) (0.26414) (0.10339) 6 -0.358644 0.421205 -0.112174 0.043061 (0.41736) (0.44292) (0.21488) (0.08779) 7 -0.590635 0.595695 -0.001173 -0.017630 (0.40312) (0.43374) (0.20615) (0.09006) 8 -0.720607 0.453409 0.047802 0.012074 (0.40853) (0.44264) (0.20451) (0.09509) 9 -0.585744 0.350793 0.127936 0.027058 (0.41039) (0.43668) (0.22592) (0.11341) 10 -0.286330 0.153656 0.147703 0.068158 (0.39744) (0.42909) (0.21503) (0.09967) Resp
onse of DM1: Perio
d DIHK DM1 DM2 DPDB
1 -1629.536 24282.92 0.000000 0.000000 (3308.21) (2336.63) (0.00000) (0.00000) 2 -210.0931 15136.65 -2101.093 6601.056 (4429.47) (4237.03) (4083.84) (2052.83) 3 214.4466 17419.21 6173.706 -207.3092 (5044.06) (4616.86) (5010.33) (1748.78) 4 3218.453 16675.68 8170.039 3633.856 (5252.89) (5343.80) (5364.95) (1984.87)
(3)
5 3574.595 8463.705 5430.369 2562.378 (5675.35) (5820.46) (3773.79) (1580.17) 6 4038.149 5287.639 4501.182 4963.250 (5526.61) (5933.67) (3767.77) (1472.44) 7 2423.518 1556.559 4618.810 -65.37939 (5178.71) (5837.23) (2988.48) (1459.72) 8 -698.6541 -3102.214 3171.669 2260.179 (5010.07) (5808.71) (2510.48) (1310.31) 9 -2388.819 -3173.426 2759.374 1348.638 (4493.21) (5423.48) (2465.17) (1365.66) 10 -3529.650 -5213.600 766.8638 4370.719 (4179.09) (5305.97) (2464.03) (1322.36) Resp
onse of DM2: Perio
d DIHK DM1 DM2 DPDB
1 549.2721 15396.11 32477.70 0.000000 (4891.40) (4661.35) (3125.17) (0.00000) 2 3805.230 3991.728 16910.47 12053.12 (6326.23) (6382.03) (6314.37) (3107.75) 3 2514.126 18645.52 15066.75 531.3275 (7035.57) (6699.24) (7343.61) (2480.27) 4 1400.951 12808.22 11222.08 3731.673 (6812.55) (7308.38) (7542.95) (2779.72) 5 -2931.055 13560.40 19235.28 228.9204 (7528.92) (7819.39) (4890.84) (1949.71) 6 -717.0206 11652.01 17808.74 14915.22 (7883.91) (8387.02) (6004.09) (3035.05) 7 -2199.841 10312.20 16136.67 4413.552 (7877.19) (8658.41) (6190.64) (3257.96) 8 -5118.407 7193.034 13909.02 4275.994 (7412.15) (8687.59) (6552.91) (3129.74) 9 -6147.846 6833.171 16146.10 1357.151 (6860.03) (8565.02) (5390.67) (2551.55) 10 -3954.594 1416.170 13613.03 16006.49 (6592.66) (8757.58) (5287.66) (3188.10) Resp
onse of DPDB
:
(4)
d
1 226.8076 143.6688 -198.6301 3523.026 (481.078) (480.383) (479.804) (339.003) 2 102.0037 174.0888 -123.1399 584.7429 (559.992) (568.170) (584.091) (289.368) 3 -603.7254 67.67584 -62.20643 45.22882 (540.018) (552.248) (653.039) (203.399) 4 -741.8375 173.1496 258.0037 145.7419 (504.460) (549.964) (595.204) (204.069) 5 -0.123159 -755.4096 -288.1162 3566.953 (631.709) (657.618) (614.038) (400.834) 6 -73.32492 -502.9011 -124.4032 818.0493 (659.895) (652.039) (738.822) (397.999) 7 -624.4437 -872.4638 -355.1545 111.9705 (575.616) (585.327) (811.750) (370.324) 8 -750.5174 -786.1124 -73.24601 135.7223 (505.391) (581.178) (757.763) (364.251) 9 -2.335432 -1451.036 -589.3380 3539.787 (704.587) (764.475) (662.186) (499.018) 10 -52.46763 -1143.317 -519.8157 1065.865 (712.641) (770.539) (817.648) (537.151) Chole
sky Orderi
ng: DIHK
DM1 DM2 DPDB Stand
ard Errors: Analyti
(5)
19. Lampiran 19
Variance Decomposition
Varia nce Deco mposit
ion of DIHK: Perio
d S.E. DIHK DM1 DM2 DPDB
1 2.006394 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 2.684254 99.58150 0.032688 0.158621 0.227196 3 2.985876 98.73494 0.350442 0.690112 0.224503 4 3.163492 97.92354 1.006063 0.860101 0.210291 5 3.188812 96.94076 1.662553 1.169359 0.227331 6 3.238672 95.20516 3.303181 1.253594 0.238062 7 3.345596 92.33366 6.265721 1.174758 0.225866 8 3.452578 91.05639 7.608051 1.122252 0.213308 9 3.521867 90.27487 8.303738 1.210489 0.210900 10 3.540565 89.97789 8.404607 1.371770 0.245736 Varia
nce Deco mposit
ion of DM1: Perio
d S.E. DIHK DM1 DM2 DPDB
1 24337.54 0.448306 99.55169 0.000000 0.000000 2 29486.72 0.310481 94.17021 0.507735 5.011571 3 34800.85 0.226696 92.66025 3.511623 3.601432 4 39742.80 0.829632 88.65428 6.918610 3.597478 5 41230.54 1.522490 86.58572 8.163011 3.728777 6 42297.96 2.358052 83.83348 8.888647 4.919826 7 42646.82 2.642569 82.60074 9.916788 4.839899 8 42942.18 2.632813 81.99026 10.32636 5.050573 9 43234.72 2.902586 81.42323 10.59443 5.079760 10 43915.52 3.459282 80.32771 10.29899 5.914019 Varia
nce Deco mposit
(6)
ion of DM2: Perio
d S.E. DIHK DM1 DM2 DPDB
1 35946.39 0.023349 18.34474 81.63191 0.000000 2 41878.38 0.842826 14.42436 76.44921 8.283603 3 48322.50 0.903714 25.72220 67.14043 6.233662 4 51390.05 0.873363 28.95488 64.13279 6.038968 5 56599.13 0.988183 29.61062 64.42103 4.980168 6 62284.51 0.829265 27.95136 61.37234 9.847028 7 65348.39 0.866649 27.88198 61.84991 9.401460 8 67528.48 1.386102 27.24538 62.16333 9.205186 9 70050.85 2.058305 26.27013 63.07982 8.591739 10 73254.96 2.173613 24.05970 61.13571 12.63098 Varia
nce Deco mposit
ion of DPDB
: Perio
d S.E. DIHK DM1 DM2 DPDB
1 3538.820 0.410769 0.164819 0.315045 99.10937 2 3594.586 0.478649 0.394300 0.422701 98.70435 3 3646.372 3.206452 0.417626 0.439883 95.93604 4 3736.862 6.994013 0.612343 0.895529 91.49811 5 5228.857 3.572128 2.399888 0.760997 93.26699 6 5318.262 3.472045 3.214059 0.790343 92.52355 7 5438.171 4.639121 5.647769 1.182384 88.53073 8 5547.859 6.287575 7.434441 1.153522 85.12446 9 6764.737 4.228959 9.601341 1.534820 84.63488 10 6962.605 3.997690 11.75981 2.006209 82.23629 Chole
sky Orderi
ng: DIHK
DM1 DM2 DPDB