7. Teori Pelat 7. 1 Teori Hirschfeld 7. 2 Teori Pelat Silindris Thimosenko

dengan demikian retak terjadi saat tegangan tarik 7,5 �f′ c . karena pelat hollow core umumnya direncanakan tidak retak pada layan penuh, pengaruh retak dapat diabaikan. Tabel 2.7. Batas lendutan maksimum PCI, 2008

II. 7. Teori Pelat

II. 7. 1 Teori Hirschfeld

Perhitungan gaya dalam pada pelat dua arah dapat menggunakan metode Hirschfeld yaitu metode pendekatan pelat seperti balok. Dimana prinsip pada metode ini yaitu momen pada pelat didistribusikan ke arah x dan y pelat dan bentang terpendek pelat dianggap memikul momen terbesar. Metode ini dipakai dalam peraturan beton Jerman yakni DIN. Lantai yang tidak ditumpu untuk elemen nonstruktur yang mungkin dapat dihancurkan oleh lendutan yang besar Lendutan seketika akibat beban hidup L Konstruksi atap atau lantai yang ditumpu untuk elemen nonstruktur yang mungkin dapat dihancurkan oleh lendutan yang besar Konstruksi atap atau lantai yang ditumpu untuk elemen nonstruktur yang tidak mungkin dapat dihancurkan oleh lendutan yang besar Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah ditumpu oleh bagian nonstruktural lendutan total akibat semua beban yang bekerja, lendutan seketika akibat penambahan beban hidup Atap datar yang tidak ditumpu untuk elemen nonstruktur yang mungkin dapat dihancurkan oleh lendutan yang besar Batas Ijin Lendutan Lendutan yang Diperhitungkan Tipe Struktur Lendutan seketika akibat beban hidup L � 180 � 360 � 480 � 240 Universitas Sumatera Utara ² ² ² Dimana berlaku : P x = K P ………………………………………………………….. 2.14 P y = 1-K P …………………………………………..……………… 2.15 P = Beban pelat K = Konstanta pembagi beban lihat tabel 2.8 Tabel 2.8 Nilai K Berdasarkan Tumpuan Pelat Hake Meskouris, 2007 Tipe Tumpuan l x l y K Ɛ 4 1 + Ɛ 4 2 Ɛ 4 5 + 2 Ɛ 4 Ɛ 4 5 + Ɛ 4 Ɛ 4 1 + Ɛ 4 2 Ɛ 4 1 + 2 Ɛ 4 Ɛ 4 1 + Ɛ 4 = � � � � ………………………………………………………………………. 2.16 Universitas Sumatera Utara Lendutan ditentukan berdasarkan tumpuannya perhatikan gambar 2.9. Gambar 2.8 Persamaan lendutan dengan berbagai perletakan

II. 7. 2 Teori Pelat Silindris Thimosenko

Pelat dengan permukaan yang dilenturkan dari sebagian pelat pada jarak yang jauh dari ujung-ujungnya dapat dianggap silindris, dengan sumbu silinder sejajar terhadap panjang pelat. Biasanya teori pelat silindris digunakan untuk meghitung pelat satu arah. Perhatikan gambar disamping ini. Bila lebar pelat dinyatakan dengan l, maka lajur elemen dapat di Bila tidak ada gaya –gaya normal yang bekerja pada penampang melintang di bagian ujung batang , maka permukaan netral batang itu berimpit dengan permukaan tengah pelat dan perpanjangan satuan dari serat yang sejajar terhadap sumbu x ternyata berbanding lurus dengan jarak z serat itu dari permukaan tengah. Lendutan dari kurva lendutan diambil sebesar –d 2 w d x 2 , dimana w yaitu lendutan batang pada arah z dianggap kecil dibandingkan dengan panjang batang l. δ = 5 384 �� �� 4 δ = 2 384 �� �� 4 δ = 1 384 �� �� 4 Universitas Sumatera Utara s s Gambar. 2.9 Tegangan pada pelat Thimosenko, 1992 Berdasarkan Hukum Hooke maka perpanjangan satuan є x dan є y yang dinyatakan dalam tegangan- tegangan normal σ x dan σ y dan bekerja pada elemen yang diarsir pada gambar diatas. Ɛ z = σx � − �σ � � ……………………………………………….… 2.17 Ɛ y = σy � − �σ � � = 0 ……………………………………………….… 2.18 σ y = v . σ x ……………………………………………….…. 2.19 Dimana E adalah modulus elastisitas bahan dan v adalah angka Poisson. Maka : Ɛ x = �1− � 2 �σ � � …………………………………………...…..…. 2.20 σ x = �σ � 1 − � 2 = - � . � 1 − � 2 . � 2 � �� 2 ………………………………………….. 2.21 Dimana Ɛ x = - z . � 2 � �� 2 …………………………...……………………… 2.22 M = ∫ σ � . ℎ2 −ℎ2 �. d � = - ∫ � . � 2 1 − � 2 ℎ2 −ℎ2 . � 2 � �� 2 . �� = - � . ℎ 3 121 − � 2 . � 2 � �� 2 ..… 2.23 Dengan menotasikan kekakuan pelat: D = � . ℎ 3 121 − � 2 ……………….……………………………...…... 2.24 Universitas Sumatera Utara Pelat Silindris di Tumpuan Sederhana Mx = �� 2 � − 1 2 �� 2 − �. � ………………………………………………….. 2.25 D. � 2 � �� 2 = −� D. � 2 � �� 2 = − �� 2 � + 1 2 � + �. � � 2 � �� 2 = − ��� 2 � � + �� 2 2 + �.� � � 2 � �� 2 – �.� � = − ��� 2 � � + �� 2 2 � �.� 2 �4 = u 2 w” – 2 � 1 2 . w = − ��� 2 � � + �� 2 2 � ………………………………..……...….. 2.26 Persamaan tersebut merupakan diferensial orde dua yang penyelesaian umumnya : w = C 1 .sinh 2 �� 1 + C 2 .cosh 2 �� 1 + �� 3 � 8 � 2 � - �� 3 � 2 8 � 2 � - �� 4 16 � 4 � ……………………..……. 2.27 Dimana C 1 dan C 2 dapat dicari dengan syarat batas : w = 0 pada saat x = 0 dan w = 0 pada saat x = 1. Pada saat w = 0 , x = 0 didapat C2 = �� 4 16 � 4 � Pada saat w = 0 , x = 1 didapat C1 = �� 4 16 � 4 � 1 −��� ℎ2� ���ℎ2� Maka persamaan lendutan menjadi : w = �� 4 16 � 4 � � cosh � 1− 2 � � cosh � � + �� 3 � 8 � 2 � � − � ………………………………… 2.28 Universitas Sumatera Utara M maks = -D � 2 � �� 2 L2 M maks = �� 3 8 { Ѱ u} ………………………………………………… 2.29 Dimana : { Ѱ } = 1 −sech � �2 2 ………………………………………………… 2.30 Untuk menentukan nilai u : λ = ½ ∫ �� 2 �� � . dx = � �1−� 3 �� ℎ � � �1−� 2 �� ℎ � = � 2 � 7 � 7 � 5 256 ��� ℎ � 2 + 1 256 ��� ℎ 2 � � 6 − 5 256 � 6 + 1 386 � 4 � Dengan memasukkan persamaan S = 4 � 2 � � 2 maka : � 2 ℎ 8 1 −� 2 2 � 2 � 8 = � 135 16 ���ℎ � 4 + 27 16 1 256 ��� ℎ 2 � � 8 − 135 16 � 8 + 9 8 � 6 � ………………………… 2.31 Nilai u dari persamaan tersebut dicari dengan cara coba-coba. Grafik berikut membantu dalam menentukan nilai u, dimana : �� = � ℎ 8 1 −� 2 � ℎ � 4 ………………………………………………………….. 2.32 Dimana v adalah angka poisson ratio 0,2 untuk beton Kemudian menghitung lendutan maksimum dengan persamaan : w maks = 5 � � 2 384 � � � ………………………………………………………….. 2.33 Dimana � � = sech �−1+ �2 2 5 �4 24 atau bisa ditentukan melalui grafik 2.2. Universitas Sumatera Utara Grafik 2.1 Mencari nilai u Thimosenko, 1992 Universitas Sumatera Utara Grafik 2.2 Mencari nilai f u dan ѱ u

II. 7. 3 Metode StiglatWippel