11 maka dapat terhindar dari kerawanan pangan. Di dalam UUD 1945 pasal 28H ayat
1 terkandung makna bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin.
Sejahtera secara lahir dapat diartikan sebagai kecukupan makanan dan minuman yang sudah terpenuhi. Dalam hal ini, pemerintah sudah berusaha mewujudkannya
dengan memberikan beras untuk keluarga miskin raskin. Pemberian beras tersebut diberikan langsung kepada masyarakat setiap bulannya. Pemerintah
melakukan program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga miskin agar terciptanya kesejahteraan di keluarga. Pemberian raskin dilakukan
sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga miskin.
2.1.1 Ketahanan pangan rumahtangga
Menurut Internasional Congres of Nutrition ICN di Roma tahun 1992, ketahanan pangan rumahtangga adalah kemampuan rumahtangga untuk
memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Definisi tersebut diperluas
dengan menambahkan persyaratan “harus diterima oleh budaya setempat”, hal ini disampaikan dalam sidang Committee on World Food Security tahun 1995 Adi
1998. Terdapat empat cara yang dapat dilakukan untuk mengukur ketahanan pangan rumahtangga yaitu berdasarkan asupan individual melalui 8 recall 24
jam, household caloric acquisition, keragaman asupan harian, dan melalui food coping strategy Hoddinott 1999.
Universitas Sumatera Utara
12 Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan dalam rumahtangga yaitu kronis
dan transitory. Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap, merupakan ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumahtangga
dalam memperoleh pangan biasanya kondisi ini diakibatkan oleh kemiskinan. Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan akses terhadap pangan yang
sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh bencana alam yang berakibat pada ketidakstabilan harga pangan, produksi, dan pendapatan Setiawan 2004 dalam
Kartika 2005. Selain konsumsi pangan, informasi mengenai status ekonomi, sosial dan
demografi seperti pendapatan, pendidikan, struktur anggota keluarga, pengeluaran pangan dan sebagainya dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap
ketidaktahanan pangan rumahtangga Khomsan 2002b. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suandi 2007, ketahanan pangan rumahtangga sangat dipengaruhi
oleh modal sosial yang ada di masyarakat yakni terkait dengan interaksi sosial yang dilakukan oleh anggota keluarga. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa
semakin tinggi tingkat intensitas anggota rumahtangga dalam berinteraksi sosial maka ketahanann rumahtangga semakin kuat. Hal ini karena modal sosial terkait
dengan akses sosial pangan.
2.1.2 Pengukuran Ketahanan Pangan