Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu ruang kelas III dan ruang kelas VI di SD Negeri Margosari yang beralamat di Dukuh Kembang, Desa Margosari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo. Penggunaan ruang kelas VI dikarenakan saat penelitian berlangsung ruang kelas III digunakan sebagai ruang untuk latihan ujian kelas VI. Peneliti melakukan observasi di ruang kelas karena guru selama melaksanakan pembelajaran bagi anak tunalaras berada di dalam kelas. Wawancara terhadap guru dilakukan di perpustakaan dengan alasan guru akan lebih terbuka dalam memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras, sedangkan wawancara kepada kepala sekolah berada di ruang tamu sekolah. Wawancara kepada anak tunalaras dan beberapa siswa kelas III dilaksanakan di dalam kelas. 2. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek utama dalam penelitian pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras kelas III adalah guru kelas III dan anak tunalaras. Karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut. 1. Guru Kelas III Nama : Ibu ER 69 Tugas : Guru kelas III Ibu ER merupakan guru kelas III SD Negeri Margosari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo pada tahun ajaran 20162017. Pendidikan terakhir Ibu ER yaitu Strata 1 program Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Ibu ER lahir pada pada tanggal 04 September 1960 dan berumur 57 tahun. Ibu ER merupakan guru yang baru seminggu dipindahkan dari SD Negeri Punukan sehingga pengalaman mengajar di sekolah inklusi belum maksimal. Ketika mengajar Ibu ER didampingi oleh guru lama yaitu bapak YP. Ibu ER pertama kali mengajar di SD Negeri Margosari ditempatkan di kelas III. 2. Anak Tunalaras Nama : MAW Jenis Kelamin : Laki-laki TempatTanggal Lahir : Bandung, 12 November 2005 MAW merupakan anak kelas III yang berkebutuhan khusus tunalaras. Perilaku MAW yang agresif terlihat ketika mengikuti pembelajaran MAW tidak bisa diam, sering membuat kegaduhan, sering mengancam, dan ingin menang sendiri. MAW juga sangat emosional terlihat ketika dinasehati oleh guru MAW langsung marah, menolak ketika diberikan arahan, sering membangkang dan menentang perintah guru, pernah memukul teman dan mengamuk, sering merusak barang orang lain. MAW juga terlihat kurang percaya diri, hal ini dibuktikan ketika diminta presentasi ke depan kelas tidak pernah mau. MAW juga sangat pasif ketika pembelajaran, tidak pernah bertanya serta tidak pernah menanggapi 70 pertanyaan dari guru. MAW juga sering diberikan bimbingan oleh kepala sekolah karena menganggu teman. 3. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian tentang pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras di kelas III SD Negeri Margosari dilaksanakan dengan mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Observasi dan dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan pembelajaran anak tunalaras mengenai beberapa aspek yaitu mengelola kegiatan kelas, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi dan tindak lanjut. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dari guru kelas III, MAW, beberapa anak kelas III, dan kepala sekolah. Berdasarkan wawancara, observasi, dan dokumentasi didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. a. Pengelolaan Kegiatan Kelas bagi Anak Tunalaras Pelaksanaan pembelajaran pada sekolah inklusi dilaksanakan untuk melayani anak didik terutama bagi ABK. Pengelolaan kegiatan kelas merupakan salah satu aspek penting yang harus dibuat untuk menunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran. Salah satu pengelolaan kegiatan kelas yang penting diantaranya efisiensi penggunaan waktu, sikap tanggap terhadap anak tunalaras, penempatan tempat duduk, serta pembuatan jadwal kelompok belajar. Guru menggunakan waktu secara efisien terlihat ketika guru memulai pembelajaran pada pukul 07.00 dan mengakhiri pembelajaran pada pukul 10.45. guru berusaha memulai pembelajaran tepat waktu namun apabila ada halangan 71 maka guru akan masuk ke kelas sedikit terlambat. Hal ini sesuai pernyataan guru berdasarkan wawancara pada tanggal 12 Juni 2017, “Iya mbak pembelajaran dimulai pada pukul 07.00 tepat, kalau misalnya agak molor ya maklum mbak kadang ada halang an.” Berdasarkan hasil observasi juga terlihat bahwa guru memulai pembelajaran tepat pada pukul 07.00 atau sesuai jadwal yang telah ditentukan dikarenakan pada hari Senin ada tambahan jam untuk upacara dan untuk hari Jum’at ada senam angguk. Ketika mengakhiri pembelajaran guru kurang menggunakan waktu secara efisien terlihat ketika observasi terkadang sebelum waktu pulang guru sudah mengakhiri pembelajaran dan terkadang juga melebihi waktu. Berdasarkan wawancara dengan guru pada tanggal 12 Juni 2017 memang ketika pembelajaran berakhir waktunya tidak pasti dikarenakan terkadang materi pembelajaran belum selesai namun waktu sudah selesai maka guru akan meneruskan materi tersebut. Berdasarkan hasil observasi juga terlihat ketika mengakhiri pembelajaran terkadang waktunya kurang dan terkadang lebih. Penggunaan waktu secara efisien juga dilakukan guru dengan menggunakan waktu dalam melakukan perpindahan aktivitas atau perpindahan jam pembelajaran. Berdasarkan observasi guru memberikan aba-aba ketika pergantian jam pembelajaran dengan menyampaikan bahwa pembelajaran sudah selesai dan diganti pelajaran selanjutnya. Selain memberikan aba-aba, guru juga meminta siswa untuk mempersiapkan buku tulis dan buku paket untuk mata pelajaran selanjutnya. hal ini sesuai dengan wawancara guru pada tanggal 12 Juni 2017, Peneliti : “Waktu pergantian mata pelajaran seperti itu apakah langsung 72 ganti atau ada jam untuk anak misalnya istirahat sebentar atau bagaimana pak?” YP : “Langsung saja mbak ganti pelajaran, anak langsung diminta untuk mempersiapkan buku dan paket kalau ganti pelajaran. Kalau istirahat ada waktunya sendiri.” Peneliti : “Jadi waktunya dapat dimanfaatkan dengan baik ya pak?” YP : “Iya mbak, daripada nanti anak malah ramai sendiri.” Guru bersikap tanggap dalam memberikan bantuan kepada anak tunalaras terlihat ketika pembelajaran guru menanyakan anak tunalaras sudah mengerjakan pekerjaan rumah atau belum, tugas bisa dikerjakan atau tidak. Hal ini dilakukan guru karena anak tunalaras terkadang malas untuk mengerjakan tugas sehingga guru harus menegurnya. Guru juga tanggap dalam menegur anak tunalaras ketika anak tunalaras mengganggu teman dan membuat kegaduhan, hal ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran tidak terganggu. Penempatan ABK pada tempat duduk bagian depan sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi siswa ABK ketika pembelajaran. Berdasarkan observasi selama penelitian berlangsung terlihat tempat duduk kelas III tidak berubah. MAW juga selalu duduk dibangku bagian depan. Anak tunadaksa duduk di kursi roda dan berada di depan, sedangkan beberapa anak slow learner ada yang duduk di belakang. Guru tidak pernah mengatur tempat duduk siswa secara bergantian. Wawancara kepada MAW pada tanggal 25 Maret 2017. Peneliti : “Kamu sering duduk di depan?” MAW : “Dari dulu.” Peneliti : “Yang menyuruh siapa?” MAW : “Aku dewe.” Aku sendiri Peneliti : “Berarti pak guru gak pernah mindah?” MAW : “Enggak.” 73 Hal ini sejalan dengan pernyataan seorang anak kelas III yaitu ATA pada tanggal 01 Maret 2017. Peneliti : “Gar kamu duduknya disitu terus po?” ATA : “Hoo mbak.” iya mbak. Peneliti : “Pak guru gak pernah mindah?” ATA : “Enggak mbak.” Wawancara kepada ISR yang dilakukan 02 Maret 2017. Peneliti : “Ike kamu duduknya dibelakang terus?” ISR : “Iya mbak.” Peneliti : “Kenapa Ke?” ISR : “Gapapa mbak, udah dari dulu.” Peneliti : “Pak guru gak pernah nyuruh pindah depan?” ISR : “Enggak mbak.” Pengelolaan kelas mengenai jadwal kegiatan anak yang ditempelkan di dinding kelas ketika peneliti mengamati tidak terdapat jadwal kelompok belajar. Berdasarkan wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017 menyatakan bahwa, “Tidak saya buat mbak. Biasanya terserah mereka kalau mau belajar sama siapa. Biasanya anak-anak suka milih temannya sendiri, alesannya yang deket rumah aja gitu soalnya kan rumahnya ada yang jauh ada yang dekat mbak”. Pelaksanaan pembelajaran pada aspek pengelolaan kelas berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut, guru menggunakan waktu secara efisien dengan memulai pembelajaran tepat waktu, walaupun terkadang waktu pada akhir pembelajaran belum sesuai. Guru juga telah bersikap tanggap dalam menangani anak tunalaras. Anak tunalaras sudah ditempatkan di bangku paling depan. Pembuatan jadwal kelompok belajar yang belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. b. Perencanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras 74 Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru dapat dilihat melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Perencanaan pembelajaran bertujuan agar guru mengetahui apa yang akan dilakukan ketika pembelajaran. RPP yang dibuat guru merupakan RPP yang mengacu pada tema dan juga SK, KD namun tematik. Penerapan RPP sendiri masih seperti KTSP dengan setiap mata pelajaran dipisah. Guru masih menggunakan RPP reguler dimana belum ada rancangan pembelajaran khusus bagi ABK khususnya anak tunalaras. Seluruh komponen pembelajaran yang tercantum dalam RPP tujuan, bahan ajar, metode, materi, penilaian untuk anak tunalaras sama dengan anak lainnya. Guru belum memiliki rencana pembelajaran khusus atau Program Pembelajaran Individual PPI untuk anak tunalaras. Berdasarkan wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017 menjelaskan bahwa semua komponen pembelajaran yang ditertulis pada RPP adalah sama untuk anak tunalaras dan anak lainnya. Selama penelitian berlangsung, guru selalu menggunakan RPP sebagai acuan ketika mengajar. Namun, dalam proses pembelajaran ada beberapa kegiatan yang tidak sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Ditinjau dari aspek perencanaan, guru senantiasa mempersiapkan RPP pada saat pembelajaran, namun penerapan dalam proses pembelajarannya belum sepenuhnya diterapkan. Jadi dapat disimpulkan bawa dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak tunalaras guru menggunakan acuan RPP reguler bukan Program Pembelajaran Individual PPI. c. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras 75 Pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras ditinjau dari tiga kegiatan yaitu kegiatan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 1 Kegiatan Awal Kegiatan awal pembelajaran ditinjau dari tiga kegiatan yang dilakukan oleh guru ketika proses pembelajaran yaitu melakukan apersepsi, memberikan motivasi anak tunalaras, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada anak didik. Selama penelitian berlangsung guru hanya memberikan apersepsi sekali kepada anak didik yaitu pada tanggal 21 Februari 2017. Guru memberikan apersepsi secara klasikal. Berikut contoh apersepsi yang diberikan guru sebelum memulai pembelajaran. “Apa kalian sudah makan? Tadi pagi berangkat sekolah diantar atau jalan kaki? Tanggal 21 Guru memang jarang memberikan apersepsi kepada anak didik sebelum pembelajaran. Seperti wawancara kepada guru pada tanggal 27 Februari 2017. Peneliti :“Bagaimana bapak melakukan aparsepsi sebelum memulai pembelajaran?” YP :“Jarang mbak, ya kadang cuma menanyakan sudah pada sarapan belum gitu aja mbak.” Kegiatan memberikan motivasi kepada siswa sebelum memulai pembelajaran. Tidak ada motivasi khusus yang diberikan bagi anak tunalaras ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Guru memberikan motivasi secara 76 klasikal. Motivasi yang diberikan berupa bernyanyi bersama dan pemberian kata- kata semangat. Guru memberikan motivasi selama kegiatan penelitian berlangsung hanya dua kali yaitu pada tanggal 20 Februari 2017 dan 24 Februari 2017. Berdasarkan wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017, guru memang jarang memberikan motivasi kepada anak khususnya bagi anak tunalaras. Peneliti : “Apakah bapak memberikan motivasi atau semangat kepada anak sebelum memulai pelajaran?” YP : “Ya jarang mbak, kadang saya cuma bilang sudah pada siap belajar apa belum gitu mbak. Wong kadang anak itu pada ngeyel pagi-pagi sudah ngeluh pak capek, pak laper, kadang saya masuk ada yang lagi tiduran kepalanya ditaruh di meja.” Pada tanggal 20 Februari 2017, guru bersama-sama anak didik menyanyikan lagu Dari Sabang Sampai Merauke. Berikut contoh motivasi yang diberikan guru pada tanggal 24 Februari 2017. “Siap belajar hari ini? Semangat, Yes.” Tanggal 24 Kegiatan ketiga yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran bagi anak didik. Ketika penelitian berlangsung, guru tidak terlihat menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Wawancara kepada MAW pada tanggal 25 Maret 2017 menyatakan bahwa guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran. Peneliti : “Kalau pas pelajaran pak guru sering bilang gak misalnya hari ini pelajaran ini belajar tentang ini gitu.” MAW : “Enggak.” Hal ini juga dijelaskan oleh guru berdasarkan wawancara pada tanggal 27 Februari 2017 yang menyatakan bahwa, “Tidak mbak, tidak pernah saya sampaikan. Biasanya saya hanya langsung menyuruh membuka paket atau LKS.” 77 Dilihat dari ketiga kegiatan yang ada dalam kegiatan awal pembelajaran, peneliti menyimpulkan bahwa guru jarang memberikan apersepsi kepada anak didik sebelum memulai pembelajaran. Guru jarang menimbulkan motivasi belajar kepada anak didik terutama bagi anak tunalaras. Padahal dengan memberikan motivasi anak akan semangat dalam mengikuti pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang seharusnya disampaikan kepada anak untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang pelajaran yang akan dipelajari, guru tidak menyampaikannya. Kegiatan awal pembelajaran bagi anak tunalaras belum sepenuhnya berjalan dengan baik. 2 Kegiatan Inti Kegiatan inti terbagi dalam kegiatan pembelajaran, pembagian kelompok, penerapan metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, kegiatan tanya jawab, dan pemberian tanggapan bagi anak tunalaras. Selama kegiatan penelitian berlangsung kegiatan pembelajaran yang diberikan oleh guru hampir selalu sama. Terdapat pola rangkaian kegiatan mulai dari guru menjelaskan materi, kegiatan tanya jawab, anak diminta untuk meringkas, lalu anak diberikan soal untuk dikerjakan. Ketika guru menjelaskan materi, guru menggunakan metode ceramah. Tidak ada metode pembelajaran khusus bagi anak tunalaras. Metode yang digunakan oleh guru adalah klasikal. Guna memperjelas materi, guru juga menuliskan materi pada papan tulis, untuk selanjutnya anak diminta mencatat materi dalam buku catatan. “Ya biasanya saya cuma njelasin biasa mbak, nanti tanya sama anak-anak sudah jelas apa belum, gak ada metode khusus buat Rizal.” 78 Wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017 Pembagian kelompok guru lebih sering membagi anak kedalam beberapa kelompok hanya pada saat pelajaran bahasa Indonesia. Pembagian kelompok juga kurang merata dikarenakan dalam kelompok anggotanya hanya itu saja tanpa diacak. Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung, guru hanya menggunkan media pembelajaran sekali yaitu pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menyampaikan pesan melalui telepon guru menggunkan media handphone Tanggal 24 Februari 2017. Guru juga menggunakan media bola dan kipas angin pada saat menjelaskan materi gerak benda mata pelajaran IPA Tanggal 24 Februari 2017. Media pembelajaran yang digunakan guru secara klasikal. Tidak ada media pembelajaran khusus bagi anak tunalaras. Kegiatan tanya jawab selama pembelajaran berlangsung, guru hanya sekali memberikan pertanyaan kepada anak tunalaras yaitu pada tanggal 20 Februari 2017. Guru memberik an pertanyaan kepada MAW. “Berapa bangun persegi yang utuh pada gambar, Zal?” Tanggal 20 Februari 2017 Guru lebih sering memberikan pertanyaan secara klasikal kepada anak didik. Kegiatan tanya jawab seputar materi pembelajaran yang sedang diajarakan membuat anak didik secara aktif menjawab pertanyaan guru. Namun, tidak dengan MAW, ketika guru bertanya MAW cendrung hanya diam dan tidak aktif menjawab. “Biasanya saya klasikal mbak jadi saya ngasih pertanyaan siapa yang mau jawab ya tinggal jawab, kalau untuk Rizal biasanya saya tanya ketika dia ramai sendiri mbak biar dia memperhatikan baru saya kasih pertanyaan, tapi kalau saya tidak bertanya sama Rizal ya dia diem aja mbak jarang menjawab.” Wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017. 79 Ketika pembelajaran berlangsung MAW terlihat selalu ramai dan tidak memperhatikan guru. MAW sangat pasif saat pembelajaran. Karena MAW jarang bertanya kepada guru, gurupun jarang menanggapai MAW. Hanya sesekali ketika MAW ramai sendiri guru mendekati MAW kemudian menjelaskan materi dengan MAW dijadikan sebagai contoh Observasi pada tanggal 24 Februari 2017. Agar MAW tidak ramai dan menganggu teman, guru juga meminta MAW untuk ke depan kelas. Berdasarkan observasi pada tanggal 14 Maret 2017, MAW diminta guru ke depan kelas membacakan puisi. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras adalah sama dengan anak lainnya. Belum ada variasi belajar khusus dan menarik saat pembelajaran bagi anak tunalaras sehingga anak tunalaras sangat pasif ketika mengikuti pelajaran. 3 Kegiatan Penutup Terdapat tiga kegiatan yang ada dalam kegiatan penutup yakni menyimpulkan materi pembelajaran, melakukan evaluasi, dan memberikan tindak lanjut memberikan pekerjaan rumah, meminta belajar di rumah, diminta belajar kelompok. Selama penelitian berlangsung, guru hanya sekali menyimpulkan materi bersama siswa observasi tanggal 21 Februari 2017. Berdasarkan pernyataan guru pada tanggal 27 Februari 2017 menyatakan bahwa guru jarang menyimpulkan materi. Peneliti : “Setelah pelajaran selesai apakah bapak menyimpulkan materi?” YP : “Jarang mbak.” Guru melaksanakan evaluasi bagi anak tunalaras sama dengan anak lainnya. Bentuk evaluasi yang diberikan oleh guru berupa mengkoreksi secara individu maupun 80 bersama hasil pekerjaan anak didik kemudian hasil pekerjaan anak didik diberikan nilai. Pelaksanaan tindak lanjut bagi anak berupa pemberian pekerjaan rumah yang diberikan setelah pelajaran berakhir. Selama kegiatan penelitian, guru hanya memberikan pekerjaan rumah tiga kali yaitu pada tanggal 21 Februari 2017, 17 Maret 2017, dan 18 Maret 2017. Diperkuat dengan wawancara kepada MAW pada tanggal 25 Maret 2017. Peneliti : “Sering dikasih PR gak?” MAW : “Iya, kadang.” Berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras sudah berjalan baik namun kurang maksimal. Kemampuan guru dalam mengemas pembelajaran masih biasa, guru belum mampu menimbulkan semangat belajar terutama bagi ABK khususnya anak tunalaras. d. Evaluasi dan Tindak Lanjut bagi Anak Tunalaras Kegiatan evaluasi dan tindak lanjut terdiri dari evaluasipenilaian dan tindak lanjut, program bimbingan khusus serta interaksi antar pribadi. Evaluasipenilaian bagi anak tunalaras adalah sama dengan anak lainnya. Tidak ada KKM khusus yang ditentukan bagi anak tunalaras, semua disamakan dengan yang lainnya namun ada pengecualian bagi beberapa anak ABK lain. Hal ini dipertegas dengan pernyataan kepala sekolah pada tanggal 27 Maret 2017 yang menyatakan bahwa. Peneliti : “Bu, bagaimana kebijakan sekolah mengenai evaluasi atau penilaian bagi anak tunalaras? RU : “Disamakan dengan yang lain mbak. Terkait dengan nilai sebenarnya sudah saya serahkan ke wali kelasnya. Karena disini masih menggunakan kurikulum biasa, jadi belum ada kebijakan 81 khusus bagi ABK.” Peneliti : “Itu berlaku untuk semua ABK bu?” RU : “Iya mbak, tapi khusus yang Raya ABK tunadaksa, Tri sama Rohmad ABK tunagrahita kelas VI itu kita maklumi mbak soalnya melihat kondisinya seperti itu. Bahkan untuk yang kelas VI sendiri tidak bisa mengikuti ujian nasional nanti mbak.” Tindak lanjut berupa program tambahan khusus terutama bagi anak tunalaras berupa remidial dan pengayaan tidak ada. Setelah pulang sekolah juga tidak ada jam tambahan yang diberikan bagi anak kelas III terutama bagi anak tunalaras. Hal ini dijelaskan berdasarkan wawancara guru pada tanggal 27 Februari 2017 guru menjelaskan bahwa tidak ada program remidial dan pengayaan serta jam tambahan bagi anak kelas III terutama bagi anak tunalaras. Anak tunalaras juga menjelaskan bahwantidak ada jam tambahan yang diberikan. Peneliti : “Ada les gak?” MAW : “Enggak.” Wawancara tanggal 25 Maret 2017 Kegiatan interaksi antar individu diberikan sekolah dengan cara bekerjasama dengan orang tua dan masyarakat. Kepala sekolah menjelsakan pada tanggal 27 Maret 2017. “Kalau untuk orang tua kami selalu menghubungi ketika Rizal membuat masalah di sekolah mbak. Kami meminta orang tua lebih ini, menasehati, menjaga Rizal mbak, biar sekolah juga terbantu sepeti itu. Kalau untuk masyarakat terutama orang tua anak yang lain mbak sering mengadu ke sekolah bahwa Rizal gini-gini ngancam anaknya, maka kami yang bersikap tegas dan memberikan pengertian sepeti itu mbak.” 82 Sekolah memberikan interaksi secara tebuka dengan orang tua dan masyarakat untuk membantu anak tunalaras. Bentuk kerjasama sekolah dan orang tua serta masyarakat ini memberikan dampak yang baik dalam penanganan bagi anak tunalaras. Interaksi antar pribadi yang terjadi antara guru dan anak tunalaras jarang terlihat ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Guru hanya memberikan apresiasi kepada anak tunalaras berupa tepuk tangan Observasi tanggal 21 Februari 2017. Pada tanggal 23 Februari 2017, guru memberikan apresiasi secara klasikal. Apresiasi secara klasikal “Pintar, jos.” Tanggal 23 Februari 2017 Interaksi antar pribadi dari orang tua terhadap anak tunalaras sendiri terlihat orang tua sudah memberikan bimbingan bagi anak tunalaras dengan menyuruh anak tuanalaras untuk belajar saat di rumah. Peneliti : “Apakah orang tua kamu sering menyuruhmu untuk belajar di rumah?” MAW : “Iya.” wawancara tanggal 13 Juni 2017 Orang tua juga memberikan pengarahan kepada anak tunalaras untuk menghormati orang yang lebih tua. Hal ini dibuktikan dengan wawancara kepada anak tuanalas pada tanggal 13 Juni 2017, Peneliti : “Kalau menghormati orang yang lebih tua?” MAW : “Iya mbak.” Pada kegiatan evaluasi dan tindak lanjut bagi anak tunalaras peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan evaluasi bagi anak tunalaras sama dengan anak lainnya, tidak ada program khusus bagi anak tunalaras. Interaksi antar pribadi oleh 83 sekolah dilakukan dengan bekerjasama baik kepada orang tua maupun masyarakat, sedangkan interaksi antar pribadi antara guru dan anak tunalaras belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Interaksi antar pribadi anatara orang tua dan anak tunalaras sendiri, orang tua sudah memberikan arahan dan bimbingan bagi anak tunalaras. Dibawah ini ditampilkan penyajian data hasil penelitian pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras kelas III di SD Negeri Margosari. 84 Gambar 2. Display Data Hasil Penelitian Pengelolaan Kegiatan Kelas Pengaturan tempat duduk Jadwal kelompok belajar Guru sudah memberikan sikap tanggap terhadap ATL. Guru tidak membuat jadwal kelompok belajar. Perencanaan Pembelajaran Komponen pembelajaran Seluruh komponen pembelajaran tujuan, bahan ajar, metode, materi, penilaian bagi ATL adalah sama dengan anak lainnya. Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan awal Kegiatan inti Kegiatan penutup Guru melakukan apersepsi dengan tanya jawab kepada anak didik. Motivasi yang diberikan guru secara klasikal berupa bernyanyi dan kata-kata semangat. Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran. Pembelajaran bagi ATL adalah sama dengan anak lainnya, tidak ada perlakuak khusus. Pembelajaran ATL membentuk pola rangkaian mulai dari guru menjelaskan materi, bertanya jawab, anak meringkas, dan pemberian soal. Guru jarang menyimpulkan materi diakhir pembelajaran. Evaluasi yang diberikan guru mengkoreksi kemudian memberikan nilai. Tindak lanjut diakhir pembelajaran berupa pemberian pekerjaan rumah. Evaluasi dan Tindak Lanjut Evaluasi Tindak lanjutprogram khusus Interaksi antar pribadi Evaluasi bagi ATL dan anak lainnya adalah sama. Tidak ada program khusus seperti programremidial dan pengayaan terutama bagi ATL. Tidak ada juga jam tambahan. Interaksi antar pribadi dilakukan dengan kerjasama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Guru tidak mengatur tempat duduk, ATL ditempatkan di bangku depan. Guru menggunakan waktu secara efisien ketika memulai, mengakhiri, dan pergantian aktifitas. Efisiensi Penggunaan Waktu Sikap tanggap terhadap ATL 85

B. Pembahasan