4.1 Penanganan Ketidakpastian
Dalam kenyataan sehari-hari banyak masalah didunia ini tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Suatu penalaran dimana adanya
penambahan fakta baru mengakibatkan ketidakkonsistenan, dengan ciri-ciri penalaran sebagai berikut :
adanya ketidakpastian adanya perubahan pada pengetahuan
adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk
contoh : Premis -1
: Aljabar adalah pelajaran yang sulit Premis -2
: Geometri adalah pelajaran yang sulit Premis -3
: Kalkulus adalah pelajaran yang sulit Konklusi
: Matematika adalah pelajaran yang sulit Munculnya premis baru bisa mengakibatkan gugurnya konklusi yang sudah
diperoleh, misal : Premis -4
: Kinematika adalah pelajaran yang sulit Premis tersebut menyebabkan konklusi :
“Matematika adalah pelajaran yang sulit”, menjadi salah, karena Kinematika bukan merupakan bagian dari Matematika,
sehingga bila menggunakan penalaran induktif sangat dimungkinkan adanya ketidakpastian. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik.
Beberapa teknik yang dapat di gunakan untuk menanganai ketidakpastian antara lain
Teorema Bayes, Certainty Factor dan Damster-Shafer .
4.2 Teori Ketidakpastian
Sejumlah metode yang berkaitan dengan ketidakpastian telah dikembangkan, diantaranya teori probabilitas klasik, teori probabilitas Bayesian, teori Hartley yang
berbasis himpunan klasik [Hartley, 1928], Teori Shannon yang berbasis probabilitas [Shannon, 1948], teori Dempster-Shafer [Shafer, 1976], teori himpunan fuzzy dan
faktor kepastian [Zadeh, 1965]. Teori Shannon khususnya telah terbukti sangat
populer untuk bidang telekomunikasi dan juga telah diaplikasikan pada beberapa bidang yang berbeda seperti biologi, psikologi, musik dan fisika.
Semua makhluk hidup adalah ahli berkaitan dengan masalah ketidakpastian atau mereka tidak akan bertahan hidup di dunia nyata. Manusia khususnya, memiliki
kemampuan yang dapat digunakan untuk menangani ketidakpastian misalnya tentang lalu lintas, cuaca, pekerjaan, sekolah dan sebagainya. Setelah beberapa
waktu belajar, manusia akan menjadi ahli dalam mengendarai mobil pada berbagai kondisi lalu lintas, dia juga mengetahui yang harus dikerjakan dalam kondisi yang
dingin, memilih kelas yang mudah dan masih banyak lagi. [Giarratano dan Riley, 1993]
Di dunia nyata ini banyak permasalahan yang tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Suatu penalaran yang dengan adanya penambahan fakta
baru menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan disebut “penalaran non monotonis”. Penalaran tersebut mempunyai ciri antara lain : mengandung
ketidakpastian, adanya perubahan pada pengetahuan, adanya penambahan fakta
baru yang dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk. Berkaitan dengan ketidakpastian ini maka dibutuhkan penalaran dengan ketidakpastian. Pada paper ini
dijelaskan beberapa teori yang dikembangkan untuk menangani ketidakpastian.
Penalaran Statistik
Salah satu metode untuk mengatasi ketidakpastian pada penalaran non monotonis adalah dengan menggunakan penalaran statistik. Metode terpenting
dalam penalaran statistik untuk mengatasi ketidakpastian tersebut adalah probabilitas dan teorema Bayes’.
Probabilitas
Salah satu metode penalaran yang penting dalam kecerdasan buatan adalah probabilitas [Farley, 1983]. Probabilitas merupakan metode kuantitatif berkaitan
dengan ketidakpastian yang diperkenalkan pada abad ke-17. Berikut ini dijelaskan tentang teori dasar probabilitas [Fineti, 1974] [Feller, 1957]. Misalkan A adalah
sebuah peristiwa event. Himpunan dari semua kejadian yang mungkin dari suatu peristiwa Ω disebut ruang sampel atau ruang kejadian. Pada ruang kejadian
diskrit, probabilitas suatu peristiwa A dinyatakan dengan
A p
yang didefinisikan sebagai berikut :
n A
n A
p
4.1 dengan
A p
= probalilitas terjadinya peristiwa A
A n
= cacah kejadian dari peristiwa A
n
= cacah seluruh kejadian yang mungkin dari ruang sampel.
Setiap fungsi probabilitas p harus memenuhi tiga aksioma, yaitu : 1. Probabilitas setiap kejadian A adalah tidak negatif atau
:
A
p A
. 2. Probabilitas seluruh ruang sampel adalah satu atau
1
p
. 3. Jika
k
A A
A ,...,
,
2 1
adalah peristiwa yang tidak saling mempengaruhi independent maka
k i
i k
A A
A A
P
1 2
1
... Dengan mengkombinasikan aksioma 1 dan 2 diperoleh :
1 :
A
p A
4.2
Persamaan 4.2 menunjukkan bahwa probabilitas sembarang peristiwa adalah sebuah bilangan riil yang berkisar dari 0 sampai 1. Dari definisi tersebut dinyatakan
bahwa jika
1
A p
, berarti peristiwa A pasti terjadi dan jika
A
p
, berarti peristiwa A tidak mungkin terjadi.
Komplemen dari A
A
didefinisikan sebagai himpunan dari seluruh anggota ruang sampel
selain anggota A. Peristiwa
A
dan
A
adalah dua peristiwa yang tidak mungkin terjadi bersama dan
A
A
, maka berdasarkan aksioma 2 diperoleh :
1
p
A A
p A
p A
p
4.3
Probabilitas bersyarat
Misalkan
B
adalah peristiwa yang lain. Probabilitas terjadinya peristiwa A apabila peristiwa B telah diketahui disebut probabilitas bersyarat yang dinyatakan
dengan
B A
p
. Probabilitas yang menyatakan peristiwa A dan B terjadi bersama- sama disebut probabilitas gabungan yang dinyatakan dengan
B A
p
. Probabilitas bersyarat
B A
p
didefinisikan sebagai :
B
p untuk
B p
B A
p B
A p
4.4
Dengan cara yang sama dapat didefinisikan bahwa probabilitas terjadinya peristiwa B setelah terjadinya peristiwa A sebabagai berikut :
A
p untuk
A p
A B
p A
B p
4.5
Teorema Bayes
Bayes’ memberikan kasus khusus yang berkaitan dengan probabilitas bersyarat. Dari persamaan 4.5 diperoleh
A p
A B
p A
B p
. Probabilitas gabungan memiliki sifat komutatif yaitu
A B
p B
A p
, sehingga juga dapat dinyatakan bahwa
A p
A B
p A
B p
B A
p
. Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut ke persamaan 4.5
maka diperoleh teorema Bayes’ sebagai berikut :
B p
A p
A B
p B
A p
4.6
Sejauh ini tidak ada asumsi yang telah dibuat baik mengenai peristiwa A maupun peristiwa B. Apabila kedua peristiwa tersebut tidak saling mempengaruhi
artinya satu kejadian tidak akan mempengaruhi kejadian yang lain, maka dapat dinyatakan bahwa
A p
B A
p
dan
B p
A B
p
. Definisi tersebut terinspirasi oleh suatu pemikiran bahwa jika dua peristiwa benar-benar independen maka kejadian
yang pertama tidak akan mempengaruhi kejadian yang ke dua. Hal ini juga memberikan keterkaitan hubungan antara teori himpunan dan teori probabilitas. Jika
A dan B adalah himpunan yang saling asing, maka probabilitas gabungan dari dua himpunan tersebut adalah jumlahan dari probabilitas masing-masing himpunan,
sedangkan probabilitas irisan dari kedua himpunan tersebut adalah hasil kali dari probabilitas masing-masing himpunan. Dengan kata lain jika A dan B adalah
himpunan yang saling asing disjoint set maka
B p
A p
B A
p
sedangkan
B p
A p
B A
p
. Pada teori himpunan klasik dinyatakan bahwa B dapat dipresentasikan sebagai
gabungan dari 2 himpunan yang saling asing
A B
A B
, sehingga dapat dinyatakan bahwa :
A p
A B
p A
p A
B p
A B
p A
B p
A B
p A
B p
B p
4.7
Dengan mengganti notasi himpunan menjadi peristiwa, maka persamaan 4.6 dan 4.7 dapat dinyatakan sebagai :
A p
A B
p A
p A
B p
A p
A B
p B
A p
4.8
Persamaan 4.8 telah meletakkan dasar pemanfaatan teori probabilitas untuk menangani masalah ketidakpastian, yaitu dengan menyediakan cara untuk
mendapatkan probabilitas bersyarat terjadinya peristiwa A setelah terjadinya B dari probabilitas bersyarat terjadinya peristiwa B setelah dterjadinya A. Bentuk umum
dari teorema Bayes’ dapat ditulis dengan menggunakan istilah peristiwa E dan hipotesis-hipotesis H dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
n k
k k
i i
i
H p
H E
p H
p H
E p
E H
p
1
4.9
Dengan :
E H
p
i
: Probabilitas hipotesis H
i
benar jika diberikan fakta E
i
H E
p
: Probabilitas munculnya fakta E, jika diketahui hipotesis H
i
benar
i
H p
: Probabilitas hipotesia H
i
tanpa memandang fakta apapun n : jumlah hipotesis yang mungkin
Teori Dempster-Shafer
Teori Dempster-Shafer dikembangkan oleh Arthur Dempster pada tahun 1960- an [Dempster, 1967] dan dikembangkan lagi oleh Glen Shafer pada tahun 1970-an
[Shafer, 1976]. Munculnya teori ini didorong oleh kesulitan kedua peneliti tersebut dengan teori probabilitas dalam menyatakan ketidakpastian dan suatu pemikiran
bahwa jumlah tingkat keyakinan subyektif akan terjadinya suatu peristiwa dan tidak terjadinya suatu peristiwa adalah satu.
Pada teori Dempster-Shafer diawali dengan mendefinisikan semesta pembicaraan dari seluruh hipotesis yang dinotasikan dengan Θ. Fungsi Θ pada teori
Dempster- Shafer ini sebenarnya hampir sama dengan Ω pada teori probabilitas,
perbedaannya adalah kalau di teori Dempster-Shafer banyaknya hipotesis yang mungkin adalah
2
sedangkan pada teori probabilitas adalah
. Misalkan A adalah himpunan bagian dari
Θ, jumlah probabilitas A dinyatakan dengan mA yaitu probabilitas yang ditetapkan untuk himpunan A. Besarnya nilai
mA dapat dipandang sebagai bagian dari seluruh keyakinan yang ditetapkan untuk A. Fungsi
1 ,
2 :
m dikatakan sebagai basic probability assignment jika
memenuhi : 1. Probabilitas dari himpunan kosong adalah 0 mØ=0.
2. Jumlah probabilitas dari semua himpunan bagian dari Θ adalah 1
A
A m
1 .
Fungsi belief dari A dinotasikan dengan BelA mengukur jumlah total keyakinan dalam A. Secara matematis, hal tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut :
A B
B m
A Bel
4.10 Fungsi BelA dapat dikatakan sebagai fungsi keyakinan dan harus memenuhi sifat-
sifat berikut : 1. Keyakinan hipotesis himpunan kosong adalah 0, atau BelØ=0
2. Keyakinan dalan semesta Θ adalah 1, atau BelΘ=1
3. Jumlah keyakinan dari
A
dan
A
harus lebih kecil atau sama dengan 1, atau
1
A Bel
A Bel
Nilai dari
A Bel
1
disebut sebagai plausability dari A dan dinotasikan dengan PlA, yang merepresentasikan jumlah maksimum keyakinan yang mungkin dapat
diberikan kepada A. Fungsi BelA dan PlA dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas bawah dan probabilitas atas yang diakibatkan oleh pemetaan multi nilai.
Karena
1
A Bel
A Bel
maka
1
A
Pl A
Bel
. Pada teori probabilitas, nilai probabilitas dari ingkaran suatu hipotesis A adalah
sudah pasti jika nilai probabilitas A diketahui, karena
A
A
dan
1
A p
A p
. Hasil yang sama dalam teori Dempster-Shafer akan membutuhkan
1
A Bel
A Bel
, namun demikian menyiratkan bahwa keyakinan dari ingkaran suatu hipotesis adalah merupakan sisi lain dari keyakinan dalam hipotesis yang
diketahui. Dengan kata lain, keyakinan dari suatu hipotesis tidak dapat ditetapkan
tanpa mengetahui keyakinan dalam ingkarannya. Pembatasan semacam itu tidak ada dalam teori Dempster-Shafer, keyakinan dari suatu ingkaran sebuah hipotesis
tidak bergantung pada keyakinan dari hipotesis itu sendiri, dan yang menjadi batasan adalah
1
A Bel
A Bel
.
Teori Kemungkinan Possibility Theory
Teori kemungkinan dikembangkan oleh Lotfi Zadeh sebagai pengembangan dari teori himpunan fuzzy [Zadeh, 1978]. Pengembangan penelitian ini didasari oleh
kesulitan dalam merepresentasikan informasi yang tidak pasti atau tidak jelas apabila menggunakan teori probabilitas.
Himpunan Fuzzy
Teori kemungkinan dikembangkan berdasarkan teori himpunan fuzzy. Berikut ini akan dijelaskan pengertian himpunan fuzzy dan hal-hal yang berkaitan.
Didefinisikan U adalah himpunan obyek. Himpunan fuzzy adalah sebuah klas dari obyek dengan tingkat keanggotaan tertentu dalam U. Misalkan A adalah
himpunan bagian fuzzy dari U yang dinyatakan dengan fungsi keanggotaan
u
A
yang terkait dengan bilangan real dalam
1 ,
untuk setiap
U u
. Nilai
u
A
menyatakan tingkat keanggotaan u pada himpunan A, dan semakin dekat nilai
u
A
dengan 1, berarti semakin tinggi tingkat keanggotaan u pada himpunan A.
Himpunan fuzzy A dalam U dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
U u
u u
A
A
,
dengan
1 ,
u
A
4.11
Dengan demikian, perbedaan antara himpunan fuzzy dengan himpunan klasik adalah pada derajad keanggotaan
u
A
. Pada himpunan klasik, fungsi
keanggotaan hanya bernilai 1 atau 0,
1
u
A
berarti menjadi anggota himpunan
dan
u
A
berarti bukan anggota himpunan. Hal tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
U u
u u
A
A
,
dengan
1 ,
u
A
4.12
Sebuah himpunan fuzzy dikatakan kosong jika dan hanya jika
u
A
untuk
setiap
U u
. Dua himpunan fuzzy A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika
u u
B A
untuk setiap
U u
. Komplemen dari himpunan fuzzy A dinotasikan dengan
A
, dan fungsi keanggotaannya didefinisikan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
u u
A A
1
4.13 Operasi himpunan yang lain juga diperluas pada himpunan fuzzy yang bersesuaian.
Himpunan fuzzy A merupakan himpunan bagian dari B jika dan hanya jika
u u
B A
untuk setiap
U u
. Gabungan dua himpunan fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya
u dan
u
B A
adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai
u u
u
B A
C
, max
untuk setiap
U u
, atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
u u
u
B A
B A
, max
4.14
Dengan cara yang sama diperoleh irisan dua himpunan fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya
u dan
u
B A
adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai
u u
u
B A
C
, min
untuk setiap
U u
, atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
u u
u
B A
B A
, min
4.15
Pada logika klasik dinyatakan bahwa implikasi
B A
B A
. Dengan demikian, berdasarkan definisi yang diberikan sebelumnya diperoleh implikasi dua himpunan
fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya
v dan
u
B A
adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai
v u
v u
B A
C
, 1
max ,
untuk setiap
U v
u
,
, atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]
v u
v u
B A
B A
, 1
max ,
4.16 Berdasarkan teori dasar himpunan fuzzy yang telah dijelaskan, berikut ini dapat
dilihat pemanfaatannya dalam masalah keyakinan. Paradigma yang ditawarkan tersebut dikenal sebagai teori kemungkinan possibility theory terutama yang
berkaitan dengan distribusi. Distribusi probabilitas berhubungan langsung dengan fungsi keanggotaan fuzzy. Misalkan A adalah himpunan bagian fuzzy dari U yang
dinyatakan dengan fungsi keanggotaan
1 ,
:
U
A
, proposisi “X adalah A”
berkaitan dengan ditribusi probabilitas
X
dengan
X
A
juga dapat ditulis
X
A A
adalah X
. Sejalan dengan hal tersebut, kemungkinan fungsi distribusi yang berkaitan dengan X,
X
sama dengan fungsi kenaggotaan A yaitu
A X
. Ukuran kemungkinan dinyatakan dengan
A x
Poss
yaitu kemungkinan nilai x yang dimiliki A dan dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1978]
u A
x Poss
X A
u
max 4.17
Apabila A merupakan himpunan tak hingga maka :
u A
x Poss
X A
u
sup 4.18
Faktor Kepastian Certainty Factor
Pendekatan teori probabilitas untuk menangani ketidakpastian memerlukan jumlah data yang sangat besar. Oleh karena itu, beberapa pendekatan dan asumsi
yang mengandung kelemahan biasanya digunakan untuk mengurangi sejumlah penilaian probabilitas yang diperlukan. Dalam kaitan dengan masalah tersebut,
Shortliffe memperkenalkan sebuah pendekatan baru yang disebut faktor kepastian Certainty Factor. [Shortliffe dan Buchanan, 1975]
Sebelum beberapa kombinasi atau propagasi dari fakta dapat dibentuk, harus dibentuk dua fungsi antara. Fungsi-fungsi tersebut adalah
e h
MB ,
dan
e h
MD ,
yang menyatakan ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h jika diberikan fakta e dan ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesis h jika diberikan fakta e. Kedua
fungsi tersebut didefinisikan sebagai berikut :
1 ,
1 min
, min
1 1
, 1
, 1
max ,
max 1
1 ,
h p
jika h
p h
p h
p e
h p
h p
jika
•
e h
MD h
p jika
h p
h p
h p
e h
p h
p jika
•
e h
MB
4.19
e h
MB ,
dan
e h
MD ,
bernilai bilangan real pada interval [0,1]. Jika suatu hipotesis didukung oleh lebih dari satu fakta, maka digunakan kombinasi dari
e h
MB ,
dan
e h
MD ,
untuk mengitung faktor kepastian CF dengan rumusan sebagai berikut : [Shortliffe dan Buchanan, 1975]
MD MB
MD MB
CF ,
min 1
4.20
Nilai CF berada pada range -1 sampai +1. Jika suatu hipotesis yang sama dipengaruhi oleh dua atau lebih aturan, maka
nilai masing-masing CF yang diperoleh dari aturan-aturan tersebut dikombinasikan untuk memperoleh nilai CF kombinasi dari hipotesis, dengan rumusan sebagai
berikut :
, ,
, ,
min 1
, 1
, Y
X keduanya
jika Y
X CF
Y X
satu salah
jika Y
X Y
X Y
X keduanya
jika X
Y X
Y X
CF
combine combine
4.21
Fungsi CF
combine
tersebut dikemukakan oleh Van Melle. [Buchanan dan Shortliffe, 1984]
BAB 5 CASE BASE REASONING
5.1 Sejarah Penalaran Berbasis Kasus CBR
Pekerjaan Schank dan Abelson pada tahun 1977 secara luas dianggap asal- usul CBR. Mereka mengusulkan bahwa pengetahuan umum kita tentang situasi
dicatat sebagai skrip yang memungkinkan kita untuk mengatur harapan dan melakukan kesimpulan. Script diusulkan sebagai struktur untuk memori konseptual
menggambarkan informasi tentang peristiwa stereotip seperti, pergi ke restoran atau mengunjungi dokter. Namun, percobaan pada skrip menunjukkan bahwa mereka
bukan teori lengkap representasi memori - orang sering bingung peristiwa yang memiliki skrip serupa.
Sebagai contoh, seseorang mungkin mencampur adegan kamar dari kunjungan ke kantor dokter dengan kunjungan ke kantor dokter gigi. Pengamatan
tersebut jatuh sejalan dengan teori pembentukan konsep, pemecahan masalah dan pengalaman belajar dalam filsafat dan psikologi [Tulving, 77, Smith et al., 78]. Roger
Schank terus mengeksplorasi peran bahwa memori situasi sebelumnya yaitu, kasus dan pola situasi atau organisasi memori paket MOPS bermain di kedua
pemecahan masalah dan pembelajaran [Schank, 82]. Pada waktu yang sama Gentner [83] telah mengembangkan kerangka teoritis
untuk analogi yang juga memiliki relevansi dengan CBR. Mungkin dengan manfaat dari belakang juga memungkinkan untuk menemukan referensi penting untuk CBR
dalam pengamatan Wittgenstein bahwa konsep alam seperti meja dan kursi pada kenyataannya polimorfik dan tidak dapat diklasifikasikan oleh satu set fitur yang
diperlukan dan memadai tetapi dapat didefinisikan oleh satu set kasus yaitu, kasus dengan kemiripan keluarga [Wittgenstein, 53]. Karya ini telah dikutip oleh Aamodt
dan Plaza [94] sebagai dasar filosofis untuk CBR. Sementara akar filosofis CBR mungkin bisa diklaim oleh banyak apa yang tidak
diragukan adalah bahwa itu adalah pekerjaan kelompok Roger Schank di Yale
University di awal tahun delapan puluhan yang menghasilkan kedua model kognitif untuk CBR dan pertama aplikasi CBR berdasarkan ini Model. Janet Kolodner
mengembangkan sistem CBR pertama kali disebut CYRUS [Kolodner, 83a b]. CYRUS terkandung pengetahuan, sebagai kasus, dari perjalanan dan pertemuan
mantan Sekretaris AS-of-Negara Cyrus Vance. CYRUS adalah penerapan model memori dinamis Schank itu. Model kasus-memori kemudian menjabat sebagai dasar
untuk beberapa sistem lain, termasuk CBR MEDIATOR [Simpson, 85], CHEF [Hammond, 86], pembujuk [Sycara, 87], CASEY [Koton, 89] dan JULIA [Hinrichs,
92]. Sebuah pendekatan alternatif berasal dari karya Bruce Porter, di The University
of Texas di Austin, dalam klasifikasi heuristik dan pembelajaran mesin yang dihasilkan dalam sistem PROTOS [Porter Bareiss, 86, Bareiss, 88]. PROTOS
terpadu pengetahuan domain umum dan pengetahuan kasus tertentu menjadi model memori kasus tunggal. Karya ini diambil lebih lanjut oleh Grebe, sebuah sistem
operasi dalam domain hukum [Branting, 91]. Hal ini mungkin tidak mengherankan bahwa sejak praktek hukum sebagian
besar didasarkan pada prioritas dan gagasan kasus, bahwa telah ada beberapa kepentingan dari sektor ini di CBR. Terutama kelompok Edwina Rissland di
University of Massachusetts di Amherst yang mengembangkan HYPO [Ashley, 88]. Dalam kasus HYPO mewakili preseden hukum yang digunakan untuk menafsirkan
situasi pengadilan dan menghasilkan argumen untuk kedua pertahanan dan jaksa. Sistem ini kemudian dikombinasikan dengan penalaran berbasis aturan untuk
menghasilkan CABARET [Rissland Skalak, 89]. Penelitian CBR tidak terbatas ke AS, tapi itu lambat untuk memulai di Eropa. Di
antara karya pertama Eropa dikutip adalah bahwa kelompok Derek Sleeman itu dari Aberdeen di Skotlandia. Mereka mempelajari penggunaan kasus untuk akuisisi
pengetahuan, mengembangkan sistem Refiner [Sharma Sleeman, 88]. Pada waktu yang sama Mike Keane, dari Trinity College Dublin, melakukan penelitian ilmu
kognitif dalam penalaran analogis yang kemudian mempengaruhi CBR [Keane, 88]