Teori Ketidakpastian RULE BASE REASONING

4.1 Penanganan Ketidakpastian

Dalam kenyataan sehari-hari banyak masalah didunia ini tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Suatu penalaran dimana adanya penambahan fakta baru mengakibatkan ketidakkonsistenan, dengan ciri-ciri penalaran sebagai berikut :  adanya ketidakpastian  adanya perubahan pada pengetahuan  adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk contoh : Premis -1 : Aljabar adalah pelajaran yang sulit Premis -2 : Geometri adalah pelajaran yang sulit Premis -3 : Kalkulus adalah pelajaran yang sulit Konklusi : Matematika adalah pelajaran yang sulit Munculnya premis baru bisa mengakibatkan gugurnya konklusi yang sudah diperoleh, misal : Premis -4 : Kinematika adalah pelajaran yang sulit Premis tersebut menyebabkan konklusi : “Matematika adalah pelajaran yang sulit”, menjadi salah, karena Kinematika bukan merupakan bagian dari Matematika, sehingga bila menggunakan penalaran induktif sangat dimungkinkan adanya ketidakpastian. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik. Beberapa teknik yang dapat di gunakan untuk menanganai ketidakpastian antara lain Teorema Bayes, Certainty Factor dan Damster-Shafer .

4.2 Teori Ketidakpastian

Sejumlah metode yang berkaitan dengan ketidakpastian telah dikembangkan, diantaranya teori probabilitas klasik, teori probabilitas Bayesian, teori Hartley yang berbasis himpunan klasik [Hartley, 1928], Teori Shannon yang berbasis probabilitas [Shannon, 1948], teori Dempster-Shafer [Shafer, 1976], teori himpunan fuzzy dan faktor kepastian [Zadeh, 1965]. Teori Shannon khususnya telah terbukti sangat populer untuk bidang telekomunikasi dan juga telah diaplikasikan pada beberapa bidang yang berbeda seperti biologi, psikologi, musik dan fisika. Semua makhluk hidup adalah ahli berkaitan dengan masalah ketidakpastian atau mereka tidak akan bertahan hidup di dunia nyata. Manusia khususnya, memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk menangani ketidakpastian misalnya tentang lalu lintas, cuaca, pekerjaan, sekolah dan sebagainya. Setelah beberapa waktu belajar, manusia akan menjadi ahli dalam mengendarai mobil pada berbagai kondisi lalu lintas, dia juga mengetahui yang harus dikerjakan dalam kondisi yang dingin, memilih kelas yang mudah dan masih banyak lagi. [Giarratano dan Riley, 1993] Di dunia nyata ini banyak permasalahan yang tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Suatu penalaran yang dengan adanya penambahan fakta baru menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan disebut “penalaran non monotonis”. Penalaran tersebut mempunyai ciri antara lain : mengandung ketidakpastian, adanya perubahan pada pengetahuan, adanya penambahan fakta baru yang dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk. Berkaitan dengan ketidakpastian ini maka dibutuhkan penalaran dengan ketidakpastian. Pada paper ini dijelaskan beberapa teori yang dikembangkan untuk menangani ketidakpastian. Penalaran Statistik Salah satu metode untuk mengatasi ketidakpastian pada penalaran non monotonis adalah dengan menggunakan penalaran statistik. Metode terpenting dalam penalaran statistik untuk mengatasi ketidakpastian tersebut adalah probabilitas dan teorema Bayes’. Probabilitas Salah satu metode penalaran yang penting dalam kecerdasan buatan adalah probabilitas [Farley, 1983]. Probabilitas merupakan metode kuantitatif berkaitan dengan ketidakpastian yang diperkenalkan pada abad ke-17. Berikut ini dijelaskan tentang teori dasar probabilitas [Fineti, 1974] [Feller, 1957]. Misalkan A adalah sebuah peristiwa event. Himpunan dari semua kejadian yang mungkin dari suatu peristiwa Ω disebut ruang sampel atau ruang kejadian. Pada ruang kejadian diskrit, probabilitas suatu peristiwa A dinyatakan dengan   A p yang didefinisikan sebagai berikut :         n A n A p 4.1 dengan   A p = probalilitas terjadinya peristiwa A   A n = cacah kejadian dari peristiwa A    n = cacah seluruh kejadian yang mungkin dari ruang sampel. Setiap fungsi probabilitas p harus memenuhi tiga aksioma, yaitu : 1. Probabilitas setiap kejadian A adalah tidak negatif atau   :     A p A . 2. Probabilitas seluruh ruang sampel adalah satu atau   1   p . 3. Jika k A A A ,..., , 2 1 adalah peristiwa yang tidak saling mempengaruhi independent maka         k i i k A A A A P 1 2 1 ... Dengan mengkombinasikan aksioma 1 dan 2 diperoleh :   1 :      A p A 4.2 Persamaan 4.2 menunjukkan bahwa probabilitas sembarang peristiwa adalah sebuah bilangan riil yang berkisar dari 0 sampai 1. Dari definisi tersebut dinyatakan bahwa jika   1  A p , berarti peristiwa A pasti terjadi dan jika    A p , berarti peristiwa A tidak mungkin terjadi. Komplemen dari A   A  didefinisikan sebagai himpunan dari seluruh anggota ruang sampel    selain anggota A. Peristiwa A dan A  adalah dua peristiwa yang tidak mungkin terjadi bersama dan     A A , maka berdasarkan aksioma 2 diperoleh :       1         p A A p A p A p 4.3 Probabilitas bersyarat Misalkan   B adalah peristiwa yang lain. Probabilitas terjadinya peristiwa A apabila peristiwa B telah diketahui disebut probabilitas bersyarat yang dinyatakan dengan   B A p . Probabilitas yang menyatakan peristiwa A dan B terjadi bersama- sama disebut probabilitas gabungan yang dinyatakan dengan   B A p  . Probabilitas bersyarat   B A p didefinisikan sebagai :            B p untuk B p B A p B A p 4.4 Dengan cara yang sama dapat didefinisikan bahwa probabilitas terjadinya peristiwa B setelah terjadinya peristiwa A sebabagai berikut :            A p untuk A p A B p A B p 4.5 Teorema Bayes Bayes’ memberikan kasus khusus yang berkaitan dengan probabilitas bersyarat. Dari persamaan 4.5 diperoleh       A p A B p A B p    . Probabilitas gabungan memiliki sifat komutatif yaitu     A B p B A p    , sehingga juga dapat dinyatakan bahwa         A p A B p A B p B A p      . Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut ke persamaan 4.5 maka diperoleh teorema Bayes’ sebagai berikut :         B p A p A B p B A p   4.6 Sejauh ini tidak ada asumsi yang telah dibuat baik mengenai peristiwa A maupun peristiwa B. Apabila kedua peristiwa tersebut tidak saling mempengaruhi artinya satu kejadian tidak akan mempengaruhi kejadian yang lain, maka dapat dinyatakan bahwa   A p B A p  dan   B p A B p  . Definisi tersebut terinspirasi oleh suatu pemikiran bahwa jika dua peristiwa benar-benar independen maka kejadian yang pertama tidak akan mempengaruhi kejadian yang ke dua. Hal ini juga memberikan keterkaitan hubungan antara teori himpunan dan teori probabilitas. Jika A dan B adalah himpunan yang saling asing, maka probabilitas gabungan dari dua himpunan tersebut adalah jumlahan dari probabilitas masing-masing himpunan, sedangkan probabilitas irisan dari kedua himpunan tersebut adalah hasil kali dari probabilitas masing-masing himpunan. Dengan kata lain jika A dan B adalah himpunan yang saling asing disjoint set maka     B p A p B A p    sedangkan     B p A p B A p    . Pada teori himpunan klasik dinyatakan bahwa B dapat dipresentasikan sebagai gabungan dari 2 himpunan yang saling asing     A B A B     , sehingga dapat dinyatakan bahwa :                   A p A B p A p A B p A B p A B p A B p A B p B p                 4.7 Dengan mengganti notasi himpunan menjadi peristiwa, maka persamaan 4.6 dan 4.7 dapat dinyatakan sebagai :               A p A B p A p A B p A p A B p B A p        4.8 Persamaan 4.8 telah meletakkan dasar pemanfaatan teori probabilitas untuk menangani masalah ketidakpastian, yaitu dengan menyediakan cara untuk mendapatkan probabilitas bersyarat terjadinya peristiwa A setelah terjadinya B dari probabilitas bersyarat terjadinya peristiwa B setelah dterjadinya A. Bentuk umum dari teorema Bayes’ dapat ditulis dengan menggunakan istilah peristiwa E dan hipotesis-hipotesis H dalam bentuk persamaan sebagai berikut :                n k k k i i i H p H E p H p H E p E H p 1 4.9 Dengan :   E H p i : Probabilitas hipotesis H i benar jika diberikan fakta E   i H E p : Probabilitas munculnya fakta E, jika diketahui hipotesis H i benar   i H p : Probabilitas hipotesia H i tanpa memandang fakta apapun n : jumlah hipotesis yang mungkin Teori Dempster-Shafer Teori Dempster-Shafer dikembangkan oleh Arthur Dempster pada tahun 1960- an [Dempster, 1967] dan dikembangkan lagi oleh Glen Shafer pada tahun 1970-an [Shafer, 1976]. Munculnya teori ini didorong oleh kesulitan kedua peneliti tersebut dengan teori probabilitas dalam menyatakan ketidakpastian dan suatu pemikiran bahwa jumlah tingkat keyakinan subyektif akan terjadinya suatu peristiwa dan tidak terjadinya suatu peristiwa adalah satu. Pada teori Dempster-Shafer diawali dengan mendefinisikan semesta pembicaraan dari seluruh hipotesis yang dinotasikan dengan Θ. Fungsi Θ pada teori Dempster- Shafer ini sebenarnya hampir sama dengan Ω pada teori probabilitas, perbedaannya adalah kalau di teori Dempster-Shafer banyaknya hipotesis yang mungkin adalah  2 sedangkan pada teori probabilitas adalah  . Misalkan A adalah himpunan bagian dari Θ, jumlah probabilitas A dinyatakan dengan mA yaitu probabilitas yang ditetapkan untuk himpunan A. Besarnya nilai mA dapat dipandang sebagai bagian dari seluruh keyakinan yang ditetapkan untuk A. Fungsi   1 , 2 :   m dikatakan sebagai basic probability assignment jika memenuhi : 1. Probabilitas dari himpunan kosong adalah 0 mØ=0. 2. Jumlah probabilitas dari semua himpunan bagian dari Θ adalah 1     A A m 1 . Fungsi belief dari A dinotasikan dengan BelA mengukur jumlah total keyakinan dalam A. Secara matematis, hal tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :      A B B m A Bel 4.10 Fungsi BelA dapat dikatakan sebagai fungsi keyakinan dan harus memenuhi sifat- sifat berikut : 1. Keyakinan hipotesis himpunan kosong adalah 0, atau BelØ=0 2. Keyakinan dalan semesta Θ adalah 1, atau BelΘ=1 3. Jumlah keyakinan dari A dan A  harus lebih kecil atau sama dengan 1, atau     1    A Bel A Bel Nilai dari   A Bel   1 disebut sebagai plausability dari A dan dinotasikan dengan PlA, yang merepresentasikan jumlah maksimum keyakinan yang mungkin dapat diberikan kepada A. Fungsi BelA dan PlA dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas bawah dan probabilitas atas yang diakibatkan oleh pemetaan multi nilai. Karena     1    A Bel A Bel maka     1   A Pl A Bel . Pada teori probabilitas, nilai probabilitas dari ingkaran suatu hipotesis A adalah sudah pasti jika nilai probabilitas A diketahui, karena     A A dan     1    A p A p . Hasil yang sama dalam teori Dempster-Shafer akan membutuhkan     1    A Bel A Bel , namun demikian menyiratkan bahwa keyakinan dari ingkaran suatu hipotesis adalah merupakan sisi lain dari keyakinan dalam hipotesis yang diketahui. Dengan kata lain, keyakinan dari suatu hipotesis tidak dapat ditetapkan tanpa mengetahui keyakinan dalam ingkarannya. Pembatasan semacam itu tidak ada dalam teori Dempster-Shafer, keyakinan dari suatu ingkaran sebuah hipotesis tidak bergantung pada keyakinan dari hipotesis itu sendiri, dan yang menjadi batasan adalah     1    A Bel A Bel . Teori Kemungkinan Possibility Theory Teori kemungkinan dikembangkan oleh Lotfi Zadeh sebagai pengembangan dari teori himpunan fuzzy [Zadeh, 1978]. Pengembangan penelitian ini didasari oleh kesulitan dalam merepresentasikan informasi yang tidak pasti atau tidak jelas apabila menggunakan teori probabilitas. Himpunan Fuzzy Teori kemungkinan dikembangkan berdasarkan teori himpunan fuzzy. Berikut ini akan dijelaskan pengertian himpunan fuzzy dan hal-hal yang berkaitan. Didefinisikan U adalah himpunan obyek. Himpunan fuzzy adalah sebuah klas dari obyek dengan tingkat keanggotaan tertentu dalam U. Misalkan A adalah himpunan bagian fuzzy dari U yang dinyatakan dengan fungsi keanggotaan   u A  yang terkait dengan bilangan real dalam   1 , untuk setiap U u  . Nilai   u A  menyatakan tingkat keanggotaan u pada himpunan A, dan semakin dekat nilai   u A  dengan 1, berarti semakin tinggi tingkat keanggotaan u pada himpunan A. Himpunan fuzzy A dalam U dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]       U u u u A A    , dengan     1 ,  u A  4.11 Dengan demikian, perbedaan antara himpunan fuzzy dengan himpunan klasik adalah pada derajad keanggotaan   u A  . Pada himpunan klasik, fungsi keanggotaan hanya bernilai 1 atau 0,   1  u A  berarti menjadi anggota himpunan dan    u A  berarti bukan anggota himpunan. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]       U u u u A A    , dengan     1 ,  u A  4.12 Sebuah himpunan fuzzy dikatakan kosong jika dan hanya jika    u A  untuk setiap U u  . Dua himpunan fuzzy A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika     u u B A    untuk setiap U u  . Komplemen dari himpunan fuzzy A dinotasikan dengan A  , dan fungsi keanggotaannya didefinisikan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]     u u A A      1 4.13 Operasi himpunan yang lain juga diperluas pada himpunan fuzzy yang bersesuaian. Himpunan fuzzy A merupakan himpunan bagian dari B jika dan hanya jika     u u B A    untuk setiap U u  . Gabungan dua himpunan fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya     u dan u B A   adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai         u u u B A C    , max  untuk setiap U u  , atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]         u u u B A B A    , max   4.14 Dengan cara yang sama diperoleh irisan dua himpunan fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya     u dan u B A   adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai         u u u B A C    , min  untuk setiap U u  , atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]         u u u B A B A    , min   4.15 Pada logika klasik dinyatakan bahwa implikasi B A B A     . Dengan demikian, berdasarkan definisi yang diberikan sebelumnya diperoleh implikasi dua himpunan fuzzy A dan B dengan masing-masing fungsi keanggotaannya     v dan u B A   adalah himpunan fuzzy C yang didefinisikan sebagai         v u v u B A C    , 1 max ,   untuk setiap U v u  , , atau dapat dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1965]         v u v u B A B A    , 1 max ,    4.16 Berdasarkan teori dasar himpunan fuzzy yang telah dijelaskan, berikut ini dapat dilihat pemanfaatannya dalam masalah keyakinan. Paradigma yang ditawarkan tersebut dikenal sebagai teori kemungkinan possibility theory terutama yang berkaitan dengan distribusi. Distribusi probabilitas berhubungan langsung dengan fungsi keanggotaan fuzzy. Misalkan A adalah himpunan bagian fuzzy dari U yang dinyatakan dengan fungsi keanggotaan   1 , :  U A  , proposisi “X adalah A” berkaitan dengan ditribusi probabilitas  X dengan   X A juga dapat ditulis    X A A adalah X . Sejalan dengan hal tersebut, kemungkinan fungsi distribusi yang berkaitan dengan X, X  sama dengan fungsi kenaggotaan A yaitu A X    . Ukuran kemungkinan dinyatakan dengan   A x Poss  yaitu kemungkinan nilai x yang dimiliki A dan dinyatakan sebagai berikut : [Zadeh, 1978]       u A x Poss X A u     max 4.17 Apabila A merupakan himpunan tak hingga maka :       u A x Poss X A u     sup 4.18 Faktor Kepastian Certainty Factor Pendekatan teori probabilitas untuk menangani ketidakpastian memerlukan jumlah data yang sangat besar. Oleh karena itu, beberapa pendekatan dan asumsi yang mengandung kelemahan biasanya digunakan untuk mengurangi sejumlah penilaian probabilitas yang diperlukan. Dalam kaitan dengan masalah tersebut, Shortliffe memperkenalkan sebuah pendekatan baru yang disebut faktor kepastian Certainty Factor. [Shortliffe dan Buchanan, 1975] Sebelum beberapa kombinasi atau propagasi dari fakta dapat dibentuk, harus dibentuk dua fungsi antara. Fungsi-fungsi tersebut adalah   e h MB , dan   e h MD , yang menyatakan ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h jika diberikan fakta e dan ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesis h jika diberikan fakta e. Kedua fungsi tersebut didefinisikan sebagai berikut :                                                       1 , 1 min , min 1 1 , 1 , 1 max , max 1 1 , h p jika h p h p h p e h p h p jika • e h MD h p jika h p h p h p e h p h p jika • e h MB 4.19   e h MB , dan   e h MD , bernilai bilangan real pada interval [0,1]. Jika suatu hipotesis didukung oleh lebih dari satu fakta, maka digunakan kombinasi dari   e h MB , dan   e h MD , untuk mengitung faktor kepastian CF dengan rumusan sebagai berikut : [Shortliffe dan Buchanan, 1975]   MD MB MD MB CF , min 1    4.20 Nilai CF berada pada range -1 sampai +1. Jika suatu hipotesis yang sama dipengaruhi oleh dua atau lebih aturan, maka nilai masing-masing CF yang diperoleh dari aturan-aturan tersebut dikombinasikan untuk memperoleh nilai CF kombinasi dari hipotesis, dengan rumusan sebagai berikut :                           , , , , min 1 , 1 , Y X keduanya jika Y X CF Y X satu salah jika Y X Y X Y X keduanya jika X Y X Y X CF combine combine 4.21 Fungsi CF combine tersebut dikemukakan oleh Van Melle. [Buchanan dan Shortliffe, 1984]

BAB 5 CASE BASE REASONING

5.1 Sejarah Penalaran Berbasis Kasus CBR

Pekerjaan Schank dan Abelson pada tahun 1977 secara luas dianggap asal- usul CBR. Mereka mengusulkan bahwa pengetahuan umum kita tentang situasi dicatat sebagai skrip yang memungkinkan kita untuk mengatur harapan dan melakukan kesimpulan. Script diusulkan sebagai struktur untuk memori konseptual menggambarkan informasi tentang peristiwa stereotip seperti, pergi ke restoran atau mengunjungi dokter. Namun, percobaan pada skrip menunjukkan bahwa mereka bukan teori lengkap representasi memori - orang sering bingung peristiwa yang memiliki skrip serupa. Sebagai contoh, seseorang mungkin mencampur adegan kamar dari kunjungan ke kantor dokter dengan kunjungan ke kantor dokter gigi. Pengamatan tersebut jatuh sejalan dengan teori pembentukan konsep, pemecahan masalah dan pengalaman belajar dalam filsafat dan psikologi [Tulving, 77, Smith et al., 78]. Roger Schank terus mengeksplorasi peran bahwa memori situasi sebelumnya yaitu, kasus dan pola situasi atau organisasi memori paket MOPS bermain di kedua pemecahan masalah dan pembelajaran [Schank, 82]. Pada waktu yang sama Gentner [83] telah mengembangkan kerangka teoritis untuk analogi yang juga memiliki relevansi dengan CBR. Mungkin dengan manfaat dari belakang juga memungkinkan untuk menemukan referensi penting untuk CBR dalam pengamatan Wittgenstein bahwa konsep alam seperti meja dan kursi pada kenyataannya polimorfik dan tidak dapat diklasifikasikan oleh satu set fitur yang diperlukan dan memadai tetapi dapat didefinisikan oleh satu set kasus yaitu, kasus dengan kemiripan keluarga [Wittgenstein, 53]. Karya ini telah dikutip oleh Aamodt dan Plaza [94] sebagai dasar filosofis untuk CBR. Sementara akar filosofis CBR mungkin bisa diklaim oleh banyak apa yang tidak diragukan adalah bahwa itu adalah pekerjaan kelompok Roger Schank di Yale University di awal tahun delapan puluhan yang menghasilkan kedua model kognitif untuk CBR dan pertama aplikasi CBR berdasarkan ini Model. Janet Kolodner mengembangkan sistem CBR pertama kali disebut CYRUS [Kolodner, 83a b]. CYRUS terkandung pengetahuan, sebagai kasus, dari perjalanan dan pertemuan mantan Sekretaris AS-of-Negara Cyrus Vance. CYRUS adalah penerapan model memori dinamis Schank itu. Model kasus-memori kemudian menjabat sebagai dasar untuk beberapa sistem lain, termasuk CBR MEDIATOR [Simpson, 85], CHEF [Hammond, 86], pembujuk [Sycara, 87], CASEY [Koton, 89] dan JULIA [Hinrichs, 92]. Sebuah pendekatan alternatif berasal dari karya Bruce Porter, di The University of Texas di Austin, dalam klasifikasi heuristik dan pembelajaran mesin yang dihasilkan dalam sistem PROTOS [Porter Bareiss, 86, Bareiss, 88]. PROTOS terpadu pengetahuan domain umum dan pengetahuan kasus tertentu menjadi model memori kasus tunggal. Karya ini diambil lebih lanjut oleh Grebe, sebuah sistem operasi dalam domain hukum [Branting, 91]. Hal ini mungkin tidak mengherankan bahwa sejak praktek hukum sebagian besar didasarkan pada prioritas dan gagasan kasus, bahwa telah ada beberapa kepentingan dari sektor ini di CBR. Terutama kelompok Edwina Rissland di University of Massachusetts di Amherst yang mengembangkan HYPO [Ashley, 88]. Dalam kasus HYPO mewakili preseden hukum yang digunakan untuk menafsirkan situasi pengadilan dan menghasilkan argumen untuk kedua pertahanan dan jaksa. Sistem ini kemudian dikombinasikan dengan penalaran berbasis aturan untuk menghasilkan CABARET [Rissland Skalak, 89]. Penelitian CBR tidak terbatas ke AS, tapi itu lambat untuk memulai di Eropa. Di antara karya pertama Eropa dikutip adalah bahwa kelompok Derek Sleeman itu dari Aberdeen di Skotlandia. Mereka mempelajari penggunaan kasus untuk akuisisi pengetahuan, mengembangkan sistem Refiner [Sharma Sleeman, 88]. Pada waktu yang sama Mike Keane, dari Trinity College Dublin, melakukan penelitian ilmu kognitif dalam penalaran analogis yang kemudian mempengaruhi CBR [Keane, 88]