11 Hashimoto, 1979. Sponge laut marga Xestospongia mengandung senyawa
metabolit sekunder, antara lain alkaloida xestosponginaraguspongin Singh, dkk., 2011, alkaloida aaptamin dan manzamin Putra dan Jaswir, 2014.
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara Ditjen POM, 2000, yaitu: 1
Cara dingin -
Maserasi Maserasi adalah ekstraksi dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur kamar. -
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. 2
Cara panas -
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
- Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. -
Digesti Digesti adalah ekstraksi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih dari temperatur ruangan, umumnya dilakukan pada temperatur 40 – 50˚C.
Universitas Sumatera Utara
12 -
Infundasi Infundasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90 C selama 15 menit.
- Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90
C selama 30 menit. Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kering,
kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung Ditjen POM, 2008.
a. Ekstrak kering
Ekstrak kering merupakan sediaaan berbentuk serbuk yang diperoleh dari penguapan bahan pelarut dan pengeringan Voigt, 1994.
b. Ekstrak kental
Ekstrak kental merupakan sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang serta kandungan airnya berjumlah sampai 30 Voigt, 1994.
c. Ekstrak cair
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet Ditjen POM, 2000.
2.3 Alkaloida
Alkaloida merupakan senyawa organik yang terdapat di alam dan bersifat basa karena adanya atom nitrogen dalam struktur lingkar heterosiklik,
dibiosintesis dari asam amino serta dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan Evans, 1983. Alkaloida biasanya tidak
Universitas Sumatera Utara
13 berwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal dan hanya
sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar Harborne, 1987. Alkaloida dapat diperoleh dengan cara ekstraksi memakai air yang
diasamkan untuk melarutkan alkaloida sebagai garam, atau dibasakan dengan natrium karbonat dan basa bebas yang terbentuk diekstraksi dengan pelarut
organik seperti kloroform, eter. Pereaksi Mayer paling banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloida, selain itu dapat juga digunakan pereaksi lain seperti
Wagner, pereaksi Dragendorff dan Iodoplatinat Robinson, 1995. Berdasarkan biosintesis dari asam amino, alkaloida dikelompokkan
sebagai berikut Bruneton, 1995: a.
Alkaloida sejati Alkaloida sejati adalah racun, mempunyai aktivitas fisiologis yang luas,
hampir semuanya bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis dan diturunkan dari asam amino, terkecuali kolkisin dan asam
aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis serta alkaloida kuartener yang bersifat agak asam daripada basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloida diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa, contohnya efedrin. c.
Pseudoalkaloida Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Alkaloida jenis ini dibagi dua, yaitu alkaloida steroida, contohnya solanidin dan alkaloida purin, contohnya kafein.
Universitas Sumatera Utara
14 Pembagian alkaloida berdasarkan letak atom nitrogen adalah sebagai
berikut Evans, 1983; Attaway dan Zaborsky, 1993: a.
Non heterosiklis disebut juga protoalkaloida, contohnya efedrin. b.
Heterosiklis, dibagi dalam 14 golongan berdasarkan struktur cincinnya yaitu: 1.
Alkaloida golongan pirol dan pirolidin, contohnya pentabromo pseudelin sebagai inti pirol dan strakhridin sebagai inti pirolidin.
Gambar 2.8 Struktur alkaloida golongan pirol dan pirolidin
2. Alkaloida golongan pirolizidin, contohnya retronesin.
Gambar 2.9 Struktur alkaloida golongan pirolizidin
3. Alkaloida golongan piridin dan piperidin, contohnya haliclamin sebagai
inti piridin dan arekolin sebagai inti piperidin.
Gambar 2.10 Struktur alkaloida golongan piridin dan piperidin
4. Alkaloida golongan tropan, contohnya atropin.
Gambar 2.11 Struktur alkaloida golongan tropan
Universitas Sumatera Utara
15 5.
Alkaloida golongan kuinolin, contohnya kuinin, aaptamin.
Gambar 2.12 Struktur alkaloida golongan kuinolin
6. Alkaloida golongan isokuinolin, contohnya morfin.
Gambar 2.13 Struktur alkaloida golongan isokuinolin
7. Alkaloida golongan aporfin, contohnya boldin.
Gambar 2.14 Struktur alkaloida golongan aporfin
8. Alkaloida golongan kuinolizidin, contohnya xestospongin.
Gambar 2.15 Struktur alkaloida golongan kuinolizidin
9. Alkaloida golongan indol atau benzopirol, contohnya manzamin.
Gambar 2.16 Struktur alkaloida golongan indol
10. Alkaloida golongan indolizidin, contohnya stellettamida.
Gambar 2.17 Struktur alkaloida golongan indolizidin
Universitas Sumatera Utara
16 11.
Alkaloida golongan imidazol, contohnya naamidin.
Gambar 2.18 Struktur alkaloida golongan imidazol
12. Alkaloida golongan purin, contohnya kafein.
Gambar 2.19
Struktur alkaloida golongan purin 13.
Alkaloida steroida, contohnya solanidin.
Gambar 2.20 Struktur alkaloida golongan steroida
14. Alkaloida terpenoida, contohnya aconitin.
Gambar 2.21 Struktur alkaloida golongan terpenoida
Berikut adalah contoh alkaloida yang berasal dari sponge marga Xestospongia Putra dan Jaswir, 2014:
Universitas Sumatera Utara
17 1.
Alkaloida xestospongin
Gambar 2.22 Struktur alkaloida xestospongin
2. Alkaloida aaptamin
Gambar 2.23
Struktur alkaloida aaptamin 3.
Alkaloida manzamin
Gambar 2.24 Struktur alkaloida manzamin
Universitas Sumatera Utara
18
2.4 Kromatografi