Pola pengelolaan usaha komunitas musik ``Indie`` : studi kasus Monophone Band, Apolli-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta.

(1)

vii ABSTRAK

POLA PENGELOLAAN USAHA KOMUNITAS MUSIK “INDIE”

(Studi Kasus: Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta)

Edi Siswanto 011324008

Universitas Sanata Dharma 2008

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola pengelolaan usaha yang dilakukan oleh komunitas musik indie, yaitu mencakup aspek produksi, pemasaran, keuangan, dan aspek personalia.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang dilaksanakan pada Monophone Band, Apollo-10 Band, Flower Market Band, dan Captain OI Band pada bulan September 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh grup band indie yang ada di Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 4 grup band, diambil menggunakan purposive sampling, yakni berdasarkan album musik rekaman yang sudah dimiliki. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisa data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Pola pengelolaan produksi yang dilaksanakan hanya bersifat insidental, tanpa ada perencanaan yang lebih matang.

2. Pola pengelolaan pemasaran selain dominan melalui konser panggung (live performance) juga melalui berbagai media seperti surat kabar, internet, televisi dan radio lokal.

3. Pola pengelolaan keuangan yang dilaksanakan masih minimalis, yakni tidak dimilikinya modal tetap usaha maupun besarnya pendapatan yang akan diraih. Sehingga baik biaya maupun besaran dana yang dikeluarkan untuk kesejahteraan anggota memiliki besaran yang tidak pasti.

4. Pola pengelolaan personalia didominasi oleh keberadaan manajer band yang memiliki tanggung jawab penuh atas kegiatan produksi, pemasaran, keuangan, ataupun personalia dan didukung oleh pihak-pihak lain sebagai anggota.


(2)

viii ABSTRACT

THE PATTERN OF MANAGEMENT OF “INDIE” MUSIC COMMUNITY (A Case Study of: Monophone Band, Apollo-0 Band, Flower Market Band,

Captain OI Band, Yogyakarta)

Edi Siswanto 011324008

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

The research aims to describe the pattern of the management of indie music community, which includes four aspects like production, marketing, finances, and personnel.

The research is an Explorative Description research conducted at Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, and Flower Market Band in September 2007. The populations of this research were 4 group bands required by

purposive sampling, based on indicator like album music record. The techniques of data analysis were interview, observation, and documentation. Data analysis method used in this research was qualitative data analysis.

The result of this research shows that:

1. The pattern of production management which is done is just accidental, without well plan management.

2. The pattern of marketing, besides the dominant factor, namely life performance, done by some means of media like newspaper, internet, TV and local radio.

3. The pattern of financial management is very simple. There is no fixed capital and no good management in managing the future income so the cost of production and the wages of the personnel are not certain.

4. The pattern of personnel management is dominated by the manager of the band group who is responsible for the activity of production, marketing, finance as well as the personnel and other members.


(3)

POLA PENGELOLAAN USAHA KOMUNITAS MUSIK

“INDIE”

(Studi Kasus: Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

DI SUSUN OLEH : EDY SISWANTO

NIM : 011324008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 27 Mei 2008 Penulis


(7)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Edi Siswanto

Nomor Mahasiswa : 011324008

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul

Pola Pengelolaan Usaha Komunitas Musik “Indie”………. ……… ……… ……… beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Mei 2008 Yang menyatakan


(8)

vi

“… Rawe-rawe Rant as M alang-malang

Putung… ”

( Berjuanglah sampai titik darah terakhir demi cita-cita, Bung Tomo 1945)

Buah karya ini kupersembahkan untuk :

Bapa Jesus Kristus dan Bunda Maria

Yang Tercinta Almarhum Ayahanda


(9)

vii ABSTRAK

POLA PENGELOLAAN USAHA KOMUNITAS MUSIK “INDIE”

(Studi Kasus: Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta)

Edi Siswanto 011324008

Universitas Sanata Dharma 2008

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola pengelolaan usaha yang dilakukan oleh komunitas musik indie, yaitu mencakup aspek produksi, pemasaran, keuangan, dan aspek personalia.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang dilaksanakan pada Monophone Band, Apollo-10 Band, Flower Market Band, dan Captain OI Band pada bulan September 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh grup band indie yang ada di Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 4 grup band, diambil menggunakan purposive sampling, yakni berdasarkan album musik rekaman yang sudah dimiliki. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisa data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Pola pengelolaan produksi yang dilaksanakan hanya bersifat insidental, tanpa ada perencanaan yang lebih matang.

2. Pola pengelolaan pemasaran selain dominan melalui konser panggung (live performance) juga melalui berbagai media seperti surat kabar, internet, televisi dan radio lokal.

3. Pola pengelolaan keuangan yang dilaksanakan masih minimalis, yakni tidak dimilikinya modal tetap usaha maupun besarnya pendapatan yang akan diraih. Sehingga baik biaya maupun besaran dana yang dikeluarkan untuk kesejahteraan anggota memiliki besaran yang tidak pasti.

4. Pola pengelolaan personalia didominasi oleh keberadaan manajer band yang memiliki tanggung jawab penuh atas kegiatan produksi, pemasaran, keuangan, ataupun personalia dan didukung oleh pihak-pihak lain sebagai anggota.


(10)

viii ABSTRACT

THE PATTERN OF MANAGEMENT OF “INDIE” MUSIC COMMUNITY (A Case Study of: Monophone Band, Apollo-0 Band, Flower Market Band,

Captain OI Band, Yogyakarta)

Edi Siswanto 011324008

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

The research aims to describe the pattern of the management of indie music community, which includes four aspects like production, marketing, finances, and personnel.

The research is an Explorative Description research conducted at Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, and Flower Market Band in September 2007. The populations of this research were 4 group bands required by

purposive sampling, based on indicator like album music record. The techniques of data analysis were interview, observation, and documentation. Data analysis method used in this research was qualitative data analysis.

The result of this research shows that:

1. The pattern of production management which is done is just accidental, without well plan management.

2. The pattern of marketing, besides the dominant factor, namely life performance, done by some means of media like newspaper, internet, TV and local radio.

3. The pattern of financial management is very simple. There is no fixed capital and no good management in managing the future income so the cost of production and the wages of the personnel are not certain.

4. The pattern of personnel management is dominated by the manager of the band group who is responsible for the activity of production, marketing, finance as well as the personnel and other members.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul” Pola Pengelolaan Usaha Komunitas Musik Indie” dengan baik.

Banyak kesulitan dan hambatan yang penulis alami selama proses penyusunan skripsi ini. Namun atas dukungan berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial, Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing I yang senantiasa dengan penuh kerelaan, kesabaran dan ketekunan membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Indra Darmawan, S.E.,M.Si., selaku Dosen pembimbing II yang senantiasa dengan penuh kerelaan, kesabaran, dan ketekunan membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Y.M. Vianey Mudayen, S.Pd yang telah memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi ini.


(12)

x

5. Almarhum ayahandaku tercinta yang walaupun tidak sempat melihat keberhasilanku dalam menyelesaikan studi, pada akhirnya aku mampu meneruskan cita-cita untuk meraih gelar sarjana.

6. Ibuku tercinta yang kini menjanda tetap memberikan cinta, semangat dan motivasi agar aku bisa tetap survive dalam meraih cita-citaku.

7. Kedua kakakku yang dengan penuh pengertian memberikan perhatian dan pengorbanan baik materi ataupun psikologis dengan harapan agar aku pantang menyerah.

8. Bapak Heri Antono selaku dosen Prodi Sastra Indonsia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma yang telah begitu besar memberikan dorongan dan motivasi baik materiil dan spiritual. Terima kasih banyak pak, mudah-mudahan saya bisa membalas budi baik bapak.

9. Nonikku sayang yang rela bersabar hati dan menungguku untuk cepat meraih gelar sarjana, untuk akhirnya kembali bersamanya.

10.Teman-teman mahasiswa PDU 2001 atas kebersamaannya selama kuliah 11.Sumanto, Lojon, Joyo, Sigit, Setip, Ronald, Srie P, Hohok, Bruno, Dion,

Agnes, Elis dan yang mungkin terlupakan, terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

12.Penghuni tetap Tutul 23b, Pegy, Nonok, Putra, Dewok, Wahde, Komang, Ale, Martin yang sudah memberikan banyak masukkan dalam penulisan skripsiku. Terimakasih kawan akhirnya aku mampu menyusul kalian juga…


(13)

xi

13.Kawan-kawan BMC AAYKPN, Samuel, Lobor, Komet, Gondang, Komeng, Penjol, Sekar, Tolok, Lindut, Vita, Ana Piglet, yang telah memberikan ruang untuk berbagi suka dan duka bersama.

14.Kawan-kawan Tunas Patria APMD, Zeca, Suryo, Teddy, Erwin, Moli, Om Doel, Waley, Koko, Fitri dan yang mungkin tidak tersebut, makasih atas dukungan kalian selama ini.

15.Semua pihak yang tidak tercantum namanya disini, namun telah banyak berjasa bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang memerlukan.

Yogyakarta, Juni 2008


(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... iv

PERSETUJUAN PUBLIKASI………... v

MOTO……….. vi

ABSTRAK ……….. vii

ABSTRACT ………. viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar belakang Masalah………. ……... 1

B. Rumusan Masalah……….. ……... 6

C. Tujuan Penelitian………... 7

D. Manfaat Penelitian………. 7

BAB II LANDASAN TEORI….……….... 8

A. Globalisasi dan Budaya Pop………. 8

B. Perkembangan Industri Musik Nasional dan Internasional………. 14

C. Pasar Bebas dan Pasar Indie Label………... 17

D. Prinsip Dasar Pengelolaan Usaha……….. 18

BAB III METODE PENELITIAN………. 27

A. Jenis Penelitian………...27

B. Subjek dan Objek Penelitian………... 27

C. Sumber Data………. 28


(15)

xiii

E. Teknik Pengumpulan Data……… 29

F. Metode Analisis Data……… 30

G. Kisi-kisi Pedoman Wawancara……….. 33

BAB IV. GAMBARAN UMUM ………... 37

A. Sejarah Singkat Yogyakarta……….. 37

B. Letak Geografis……… 39

C. Kependudukan………... …….. 39

D. Perkembangan Musik Yogyakarta dari Major Label Sampai Indie Label……… 40

E. Profil Band Indie Yogyakarta………. 45

1. Flower Market Band………... 45

2. Monophone Band……….. 47

3. Apollo-10 Band………... 48

4. Captain OI band……… 50

BAB V. PEMBAHASAN………... 53

A. Komunitas Musik Indie Sebagai Perlawanan Anak Muda Terhadap Monopoli Pasar oleh Pihak Major Label ………. 53

B. Pola Pengelolaan Produksi Komunitas Musik Indie………. 58

C. Pola Pengelolaan Keuangan Komunitas Musik Indie………... 63

D. Pola Pengelolaan Pemasaran Komunitas Musik Indie ………. 73

E. Pola Pengelolaan Personalia Komunitas Musik Indie………... 78

BAB VI. PENUTUP………. 85

A. Kesimpulan……… 85

B. Saran ………. 90

DAFTAR PUSTAKA……….. xiv LAMPIRAN


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Pada masa Orde Baru masih berkibar kegiatan perekonomian di Negara Indonesia seperti dibelenggu oleh sebuah pasungan yang menyebabkan berbagai ketimpangan pasar. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengatur perekonomian, tidak jarang selalu mengorbankan pasar-pasar kecil dengan hanya beracuan pada keberadaan sebuah identitas pasar yang dinilai mampu lebih banyak mendatangkan keuntungan. Bentuk-bentuk usaha yang bergerak dalam sektor perkebunan ataupun pertanian dan lainnya yang pada mulanya mendominasi, dengan segera tergeser oleh kehadiran bentuk-bentuk usaha yang bersifat modern seperti industri migas, ekspor, impor, dan lain sebagainya.

Dominasi bentuk-bentuk usaha yang lebih modern terhadap usaha-usaha kecil dan menengah merupakan akibat dari kekalahan dalam proses pemasaran yang cenderung dipengaruhi oleh modal. Kepemilikan modal yang minim dalam usaha- usaha kecil atau menengah memaksa mereka untuk lebih bekerja keras dalam usahanya untuk menjadi pesaing bagi bentuk-bentuk usaha modern. Sedangkan asumsi yang lain adalah bisa jadi hal tersebut memang sebuah unsur kesengajaan dari pihak-pihak tertentu yang berharap segala bentuk usaha kecil sirna sehingga pasar secara global hanya dapat dikuasai


(17)

oleh bentuk-bentuk usaha yang memiliki skala lebih besar atau identik dipegang oleh pihak-pihak yang bermodal besar (kapitalis).

Bentuk-bentuk monopoli pasar tidak hanya tercipta dalam aspek perdagangan saja, melainkan merambah hingga aspek-aspek yang lain seperti pendidikan, budaya, dan lain sebagainya hingga tidak terkecuali adalah aspek hiburan yaitu musik dan gaya hidup.

Musik merupakan bentuk media hiburan yang sedang ngetrend di era yang sekarang ini. Tak ubahnya sebuah serum, trend tersebut mampu merasuk dan menyebar dengan cepat keseluruh organ tubuh dan sekaligus mengkontaminasi setiap orang yang terjangkiti sehingga mereka merasa kecanduan untuk menikmatinya berulangkali. Seperti halnya yang terjadi pada generasi muda sekarang, trend musik pun dengan cepat mampu merasuki mereka dan dengan cepat pula menjelma menjadi sebuah kebiasaan yang sepertinya wajib mereka konsumsi.

Berbagai macam jenis musik pun bermunculan dari Pop, Rock, Reggae, Ska, dan masih banyak jenis lain yang mungkin masih akan bermunculan. Tidak hanya dalam jenis musik saja yang menimbulkan keragaman, dengan tidak mau kalah para pengemar dari berbagai macam jenis musik itupun berusaha mengidentitaskan diri mereka sesuai dengan jenis musik yang mereka sukai yang pada akhirnya juga menimbulkan keragaman. Seperti para pengemar musik Punk menamakan diri mereka sebagai Punker, para pengemar musik Reggae menamakan diri mereka sebagai Rasta Mania, begitu juga bagi mereka- mereka yang suka musik Rock dengan tak mau kalah


(18)

menyebut dirinya sebagai Rocker, dan mungkin masih banyak identitas-identitas lain ada yang selalu menyesuaikan identitas-identitas mereka dengan jenis,

genre atau aliran musik yang mereka gemari.

Oleh karena hal di atas muncul asumsi masyarakat ditinjau dari sudut pandang ekonomi, bahwa musik merupakan sebuah bidang usaha yang bergerak dalam bidang jasa yang memiliki nilai jual yang tinggi, karena secara kasat mata sangat diminati oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mengkonsumsinya. Berdasar pada asumsi tersebut dengan cepat para kaum pemodal menciptakan peluang usaha dengan menciptakan perusahaan-perusahaan industri rekaman dengan tujuan mampu memberikan kepuasan bagi para pengemar musik untuk dapat menikmati alunan musik sesuai jenis-jenis musik yang sedang ngetrend untuk dinikmati, entah itu musik Pop, Rock, Reggae atau jenis musik yang lain.

Sebelum perusahaan industri musik rekaman ada, para pengemar musik hanya mampu mendengar sekaligus menonton para musisi idola mereka pada saat konser atau tampil secara langsung diareal terbuka, di layar televisi atau pada moment- moment tertentu saja. Hal tersebut mengakibatkan para pengemar musik sering dipaksa untuk merogoh sakunya lebih dalam hanya untuk menikmati alunan musik yang mereka sukai. Sebagai contah jika hal tersebut dibuat dalam perhitungan adalah, berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan ketika inggin menonton konser para musisi idola mereka, belum lagi ditambah biaya transportasi yang juga harus ditanggung jika lokasi yang


(19)

digunakan sebagai ajang konser berjauhan dengan rumah kediaman para pengemar itu sendiri.

Berdasarkan acuan-acuan diatas dan sekaligus dampak dari modernisasi maka tanpa mau menyia-nyiakan peluang yang ada, maka para pemodal yang sebelumnya sudah memahami fenomena yang terjadi dengan segera menjadikan hal tersebut sebagai lahan subur dalam berbisnis, yaitu dengan mendirikan perusahaan industri musik rekaman. Sebut saja studio rekaman dalam skala besar seperti Sony record music yang sampai sekarang mampu mendominasi pasar musik rekaman dari studio-studio lain yang ada baik itu lingkup nasional maupun internasional.

Di tengah derasnya budaya pop yang cenderung seragam, studio rekaman yang sudah dikenal berskala besar seperti Sony record music, sering diidentitaskan sebagai Major Label. Perusahaan ini mengadopsi aliran-aliran musik yang tidak semaunya mereka pilih. Sasaran pihak major adalah jenis-jenis musik yang sedang populer dikalangan masyarakat terutama para kawula muda seperti sekarang ini, sehingga jenis musik lain yang dianggap sudah tidak popular memiliki peluang yang kecil untuk bisa masuk keperusahaan ini.

Dampak susahnya jenis atau aliran musik yang sudah dianggap tidak popular untuk masuk dalam perusahaan berkelas Major Label membuat banyak para musisi vakum (berhenti dari kreativitasnya untuk sementara waktu) dalam berkreasi dan beralih profesi. Kepercayaan diri mereka seperti hilang karena jenis atau aliran musik yang biasa mereka bawakan sudah tidak bisa lagi memuaskan hati para pengemarnya.


(20)

Dari persamaan asumsi jenis atau aliran musik yang dinyatakan sudah tidak populer dimasyarakat banyak, band-band ataupun musisi yang sulit memperoleh peluang masuk dalam industri Major label melahirkan suatu bentuk perlawanan bahwa mereka juga inggin diakui bahwa me reka ada. Band-band tersebut akhirnya membentuk sebuah kelompok-kelompok dan menjadi sebuah komunitas yang biasa di sebut dengan Indie1. Indie berarti cap simbolik untuk menunjukkan semangat independent (merdeka), tanpa sudi di kendalikan pihak manapun, terutama institusi pasar. ( Triyono Lukmantoro)

Di Yogyakarta tidak sedikit para musisi muda dengan berbagai bakat dan talenta, ikut bergerak dalam bidang musik dengan berpayung pada indie label. Mereka tidak lagi peduli untuk bisa masuk dalam kelas major label dengan harapan bisa cepat terkenal ataupun memiliki nilai jual yang tinggi, karena mereka mereka memilki asumsi bahwa setiap orang atau individu memiliki selera musik yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup peluang bahwa jenis atau aliran musik tersebut adalah yang mereka bawa.

Sebut saja Flow Market Band, Produk, Apollo-10 Band, Monophone Band, Captain OI Band, dan lain sebagainya, merupakan band-band yang bernaung dalam identitas “Indie Label”. Dengan segala kemerdekaannya mereka berjuang untuk mendapatkan pasarnya sendiri, dengan visi dan misi diakui masyarakat banyak bahwa mereka memang benar-benar ada dengan bukti autentik karya-karya mereka.

1 Dikutip dari artikel “Indie Label”, Perlawanan Komunitas Lokal, Triyono Lukmantoro, Kompas, Sabtu 10 Februari 2007


(21)

Prinsip dasar yang digunakan untuk memproduksi indie label adalah merupakan manifestasi terhadap hegemoni pasar yang selama ini menguntungkan media dominan. Indie label mencoba untuk melakukan resistensi terhadap dominasi logika industri budaya (culture industry) yang semakin meraksasa.

Dengan dasar ingin mendapat pengakuan dari masyarakat, sekaligus sebagai upaya mensejajarkan diri dengan perusahaan Major Label maka, dalam menjalankan kreativitasnya dalam bermusik komunitas indie menerapkan sistem pengelolaan yang bersifat swadaya, yaitu pola-pola pengelolaan yang sepenuhnya mereka jalankan sesuai dengan kemampuan yang mereka meliki. Adapun bentuk-bentuk pengelolaan yang menjadi fokus penelitian disini meliputi pola pengelolaan keuangan, pola pengelolaan produksi, pola pengelolaan personalia, dan pola pengelolaan pemasaran.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari kerangka pemikiran diatas studi ini akan mengkaji masalah-masalah pokok yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pengelolaan aktivitas produksi musik indie? 2. Bagaimana pola pengelolaan keuangan kelompok musik indie?

3. Bagaimana pola pengelolaan susunan personalia kelompok musik indie? 4. Bagaimana pola pengelolaan pemasaran kelompok musik indie?


(22)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mencari data-data yang dapat mendukung terhadap masalah penelitian antara lain:

1. Mendeskripsikan laju produksi yang dikelola oleh kelompok musik indie 2. Mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang menyokong laju

produktifitas komunitas musik indie.

3. Mendeskripsikan perihal personalia yang menyangkut susunan perorangan yang sudah ada dalam komunitas musik indie secara jelas.

4. Mendeskripsikan model- model pemasaran yang diambil oleh komunitas musik indie dalam usahanya meraih pasar sesuai dengan apa yang mereka ingginkan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, sekaligus sebagai sumbangan bagi mahasiswa lain yang tertarik menyikapi keterkaitan budaya pop yang sedang merajalela dengan idealisme kemerdekaan dalam hal bermusik terhadap kegiatan ekonomi menyangkut pola pengelolaan proses produksi, pemasaran, personalia (struktur organisasi), dan permodalan dalam komunitas musik “Indie”. Dengan harapan mampu merangsang bentuk-bentuk penelitian baru yang lebih khusus.


(23)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Globalisasi dan Budaya Pop

Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam kategori Negara sedang berkembang, dan identik dengan faham konsumerisme dalam memajukan sektor pembangunannya.

Faham konsumerisme ditegaskan oleh Fiske, yaitu merupakan faham yang menyatakan setuju atas pengekploitasian pendapatan terhadap segala bentuk keingginan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain faham ini menyatakan bahwa masyarakat akan cenderung selalu memiliki keingginan terhadap sega la sesuatu yang mereka inggin peroleh atau miliki walaupun tanpa didukung oleh segi keuangan yang mereka miliki. Misalnya masyarakat lebih rela berhutang hanya untuk memiliki sebuah sepeda motor yang sebenarnya suatu saat (jangka panjang) mampu mereka miliki dengan perencanaan yang lebih matang, fenomena lain adalah banyaknya kalangan pelajar yang rela menunda uang SPP hanya untuk digunakan membeli HandPhone yang sedang ngetrend disaat itu, terdorong oleh asumsi yang dijadikan sebagai alasan tidak mau dikatakan “udik” atau ketinggalan jaman.

Keberadaan perekonomian yang memang relatif masih tertinggal dalam negara-negara sedang berkembang, mengadopsi paradigma-paradigma untuk segera mengambil langkah sebagai cara untuk mengejar ketertinggalan dan tanpa disadari kita sudah masuk dalam faham globalisasi.


(24)

Adapun proses dari globalisasi itu sendiri muncul akibat dari keingginan setiap negara untuk meraih kesetaraan posisi dengan negara- negara maju. Beracuan pada perihal tersebut maka faham liberaralisasi perdagangan pun di munculkan, yaitu kebebasan setiap negara untuk memasarkan segala bentuk sumber daya alam, budaya, seni dan lain sebagainya sebagai asset yang selalu berbeda dengan negara lain dengan tujuan lebih meningkatkan sektor perekonomian negara itu sendiri.

Seperti halnya negara sedang berkembang lainnya, dengan mengadopsi faham- faham liberalisasi tanpa disadari Indonesia juga sudah menjadi pelaku faham globalisasi. Faham liberalisasi sangat jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas produksi, keuangan dan perdagangan sering didominasi oleh institusi- institusi moneter internasional. Akibat yang ditimbulkan adalah bahwa sektor nasional yang sudah dimiliki menjadi terbengkalai dan tidak berkembang.

Berdasarkan konteksnya ciri utama dari globalisasi adalah peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh perusahaan-perusahaan transnasional, maupun oleh perusahaan-perusahaan keuangan dan dana global. Proses ini ditandai dengan semakin sedikitnya perusahaan transnasional yang mampu meraih pangsa besar atau peningkatan proporsi secara cepat dari sumberdaya ekonomi, produksi dan pangsa pasar.

Globalisasi dalam perkembangannya mengadopsi berbagai faham budaya baru tak terkecuali budaya pop. Budaya pop didefinisiskan sebagai salah satu


(25)

bentuk budaya populer, yaitu kecenderungan trend yang sedang ada dan berkembang sebagai paradigma awam kelompok masyarakat.

Kelemahan negara sedang berkembang dalam menghadapi globalisasi berakar dari sejumlah faktor. Secara ekonomi, NSB lemah unt uk memulai integrasi dengan pasar dunia karena rendahnya kapasitas ekonomi domestik dan infrastruktur sosial sebagai warisan masa penjajahan.

Stuart Hall (dalam Storey 1994) menggambarkan budaya pop sebagai: Sebuah arena konsensus dan resistensi. Budaya pop merupakan tempat di mana hegemoni muncul, dan wilayah dimana hegemoni berlangsung. Ia bukan ranah dimana sosialisme, sebuah kultur sosialis yang telah terbentuk sepenuhnya dapat sungguh-sungguh ‘diperlihatkan’. Namun, ia salah satu tempat dimana sosialis me boleh jadi diberi legalitas. Itulah mengapa budaya pop menjadi suatu yang penting.

Keberadaan globalisasi dan budaya pop merambah hingga pada aspek-aspek tertentu tidak terkecuali aspek penelitian yaitu musik.

Pada 1941, Adorno mempublikasikan sebuah esai yang sangat berpengaruh ‘On Popular Music’ (dalam Storey 1994). Tiga pernyataan spesifik perihal musik pop, yaitu pertama, ia menyatakan bahwa musik pop itu ‘distandarisasikan’, dengan kata lain sekali pola musikal/ lirikal ternyata sukses, ia dieksploitasi hingga kelelahan komersial, yang memuncak pada kristalisasi standar. Untuk menyembunyikan standarisasi, industri musik menggunakan apa yang Adorno sebut ‘Pseudo-individualisasi’ : dengan kata lain, standarisasi hit-hit lagu manjaga para penikmat musik tetap menerimanya dengan tetap mendengarkannya.

Pernyataan kedua, bahwa musik pop mendorong pendengaran pasif. Musik pop beroperasi didalam semacam dialektika yang letih, yaitu untuk mengkonsumsinya menuntut pengalihan dan pemalingan perhatian, sementara


(26)

konsumsi terhadap musik pop menghasilkan pengalihan dan pemalingan perhatian dalam diri konsumen.

Pernyataan ketiga, adalah klaim bahwa musik pop beroperasi seperti ‘semen sosial’. Fungsi sosial-psikologisnya adalah meraih penyesuaian fisik dengan mekanisme kehidupan saat ini dalam diri konsumen musik pop. ‘Penyesuaian’ ini memanifestasikan dirinya sendiri dalam ‘dua tipe sosial-psikologis utama perilaku massa’, yaitu tipe penurut “ritmis” dan tipe “emosional”. Yang pertama menari- nari dalam pemalingan perhatian dalam ritme eksploitasi dan operasinya sendiri. Yang kedua berkubang dalam kesengsaraan yang sentimental, lupa akan kondisi eksistensi yang nyata.

Ditegaskan oleh argument Leon Resselson yang menganalisis bahwa kekuatan dari industri musik adalah melalui pendekatan ekonomi politik budaya, yaitu:

Lebih dari setiap seni pertunjukan lain, dunia lagu didominasi oleh lelaki berduit disatu sisi dan sensor moral terhadap media disisi lain.kemungkinan suara -suara alternatif yang membuat mereka didengarkan senantiasa lirih kadang kala, seperti saat ini, tidak ada. Merupakan ilusi bahwa lagua adalah komoditas yang tersedia secara bebas…kenyataanya adalah bahwa lagu merupakan properti privat dari organisasi-organisasi bisnis. (Leon Resselson)

Asumsi yang dibuat adalah bahwa industri musik menentukan nilai guna produk-produk yang dihasilkan. Industri musik merupakan industri kapitalis, karenanya produk-produknya adalah produk-produk kapitalis, dan juga pembawa ideologi kapitalis.

Rosselson berpendapat bahwa ‘musik rakyat’ (lantaran asal- usulnya dalam masyarakat prakapitalis maupun praktik-praktik ‘anti-komersial’nya dibawah


(27)

naungan kapitalisme) merupakan musik alternatif bagi musik kapitalis dalam industri musik.

Sebagaimana ditunjukkan Frith (1983), industri musik tidak menjual single, gagasan hegemonik, melainkan sebaliknya sebuah medium yang harus melalui ratusan gagasan yang berkompetisi mengalir yang pada akhirnya pencarian keuntungan yang efisien tidak mencakup penciptaan ‘kebutuhan-kebutuhan baru’ dan ‘memanipulasi’ khalayak melainkan, sebaliknya pemberian respons pada kebutuhan-kebutuhan yang ada dan ‘pemuasan’ khalayak.

Dalam karya Stuart Hall dan Paddy Whanel (1964), bahwa ‘potret anak muda sebagai orang lugu yang dieksploitasi’ oleh industri musik pop ‘terlalu disederhanakan’.

Sosiolog Amerika Devis Riesman (1990) menaruh perhatian pada bagaimana khalayak musik pop bisa dibagi dalam dua kelompok, ‘kelompok mayoritas, yang menerima gambaran dewasa tentang anak muda secara agak kritis, dan kelompok minoritas yang disitu beberapa tema pemberontakan sosial terangkum. Sebagaimana ia tunjukkan, kelompok minoritas senantiasa kecil.

Pemberontakan kelompok minoritas mengambil suatu bentuk simbolik seperti tang ditegaskan oleh Riessman sebagaimana berikut:

Tuntutan terhadap standar penilaian dan standar selera yang tegas…, pilihan pada band-band kecil yang di iklankan dan tidak dikomersialkan ketimbang band-band-band-band yang sudah punya nama; pengembangan bahasa khusus (privat) atau untuk kalangan sendiri dan selanjutnya meninggalkannya ketika bahasa khusus itu (hal yang sama juga berlaku pada aspek-aspek lain gaya khusus) diambil alih oleh kelompok mayoritas. (Riesman, 1990)


(28)

Jadi, mengkonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada (way of being) di dunia. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi bagian dari subkultural anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal.

Menurut Riesman, tidak menjadi soal apakah komunitas itu bersifat nyata atau imajiner. Yang penting adalah bahwa musik menyediakan sense

(pengertian) akan komunitas. Ia adalah komunitas yang tercipta melalui tindakan konsumsi: ‘tatkala ia mendengarkan musik, bahkan jika tak ada orang lain di sekelilingnya, ia mendengarkan dalam sebuah konteks “orang lain” atau imajiner, tindakannya mendengarkan tentu saja seringkali merupakan sebuah upaya menjalin hubungan dengan mereka’.

Tatkala kita mengatakan musik populer, seringkali yang ada di benak kita adalah lagu. Sebagaimana Gabriel Marcus uraikan, 1‘kata-kata adalah bunyi yang bisa kita rasakan lebih dahulu sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk dipahami’.

B. Perkembangan Industri Musik Nasional dan Internasional

Secara umum perkembangan industri musik lingkup nasional maupun internasional belum bisa di paparkan secara jelas, hal ini akibat dari identitas musik yang tidak lepas dari khasanah tradisi suatu wilayah yang selalu memunculkan keragaman dalam perkembangannya.

1 Dikutip dari Frith 1983: 14


(29)

Musik (music) bersumber dari kata “muse” yang kemudian diambilalih kedalam bahasa Inggris dan jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bentuk ‘renungan’. Jadi pada hakikatnya musik adalah suatu perenungan kehidupan.

Menurut Cambell (1977), musik lahir dari paduan ingatan manusia tentang alam semesta ciptaan para dewa, dengan demikian musik tidak hanya menghibur tetapi juga merupakan hasil perenungan penciptanya berdasarkan ingatan- ingatan akan pengalaman hidupnya dan ketika disajikan pun akan menggugah seseorang untuk merenungkan hidupnya seperti yang terungkap dalam musik.

Habermayer (1999) menjelaskan bahwa musik adalah bagian integral dari kehidupan seseorang karena musik merupakan aspek vital kehidupan seseorang yang juga merupakan bahan dasar kehidupan yang menjadikan seseorang memiliki hakikat sebagai manusia. Hal tersebut lebih dipertegas oleh teori Brown (1997) yang mengatakan bahwa musik berkaitan langsung dengan emosi (emotion) dan perasaan (feelings).

Globalisasi yang merambah hingga pada aspek hiburan yaitu musik, mengadopsi penguasa-penguasa yang memiliki modal besar (kapitalis) untuk mendirikan sejumlah perusahaan industri musik rekaman yang di adopsi oleh pihak-pihak dari ‘luar’. Perusahaan-perusahaan tersebut dengan segera meraksasa mendominasi perindustrian musik rekaman. Sebut saja EMI


(30)

secara nyata menegaskan sebuah kebenaran bahwa mereka memayungi industri musik yang komersial.

Bukan hanya di Indonesia, industri musik di tingkat internasional juga membenarkan bahwa keberadaan industri musik rekaman merupakan sebuah acuan kemajuan dari dunia musik. Sebut saja WBM (Warner Broz Music),

Atlantic Record, dan Sony Music Record yang juga mendominasi dunia musik di luar negeri. (Colorado, 2003)

Keberadaan perusahaan-perusahaan industri rekaman yang dengan cepat meraksasa, memberikan dampak bagi genre atau aliran-alairan musik yang tidak memenuhi kriteria untuk bisa masuk dan dikomersialkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

Dengan berbenderakan ‘Major label’ perusahaan-perusahaan diatas mampu memonopoli pasar musik baik lingkup nasional maupun internasional. Adapun kriteria yang disesuaikan adalah bahwa jenis, genre atau aliran musik yang berhak di komersilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah jenis, aliran musik yang sedang populer atau memiliki prospek finansial yang tinggi.

Sebagai akibat dari pengkriteriaan industri musik yang dimonopoli oleh pihak major label, terciptalah pemberontakan dari para musisi ataupun komponis yang mengantungkan hidupnya secara total dalam bermusik. Berbagai genre, bentuk, jenis atau aliran musik yang selama ini tidak mendapatkan tempat di perusahaan ‘major label’, bergumul dengan waktu membuktikan bahwa mereka ada dan dinamakan sebagai komunitas ‘Indie’.


(31)

Indie merupakan cap simbolik yang beasal dari kata independent yang berarti merdeka, yaitu kemerdekaan dalam berkreatifitas tanpa sudi di kendalikan pihak manapun, terutama institusi pasar. (Triyono Lukmantoro, Kompas, Februari 2007 )

Musik dalam budaya pop menjadi sebuah keseragaman, yaitu jenis-jenis aliran musik yang berpeluang banyak diadopsi oleh studio-studio rekaman adalah jenis atau aliran musik yang dominan digemari oleh masyarakat banyak, sehingga memiliki peluang keuntungan (profitable) yang jelas dalam pasar.

Musik Indie dapat diartikan sebagai ruang kebebasan untuk berekspresi dan berkreasi dengan tujuan sebagai ajang promosi kreatif, bebas, tidak terstandarisasikan dan ditujukan pada masyarakat umum serta produser musik. (admin, Rockisnotdead)

Berdasarkan tujuan diatas sangat jelas bahwa komunitas musik yang bernaung pada bendera “Indie Label” lebih menitikberatkan keberhasilannya pada kebebasan untuk berkarya, sesuai dengan kemauan mereka tanpa harus mempedulikan entah produksi yang mereka hasilkan setara dengan jumlah pengorbanan yang selama ini mereka keluarkan atau malah tanpa hasil apa-apa.

C. Pasar Bebas dan Pasar Indie label

Pasar dalam konteks ekonomi umum memiliki pengertian sebagai mata rantai yang menghubungkan antara produsen dan konsumen, ajang pertemuan


(32)

penjual dan pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat konsumen. Pasar akan tercipta jika ada suatu pertemuan antara orang yang mau menjual dan orang yang mau membeli suatu barang atau jasa tertentu dengan harga tertentu.

Berdasarkan pada pengertian pasar secara umum maka dapat didefinisikan bahwa

pasar bebas diera yang modern ini merupakan suatu wadah yang lebih luas meliputi adanya proses transaksi yang menghubungkan antara produsen dan konsumen, penjual dan pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat konsumen tanpa harus dipatok pada satu tempat atau lokasi, melainkan sebuah kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi (transaksi) sesuai dengan harga atau kesep akatan tertentu. (Martin Khor, 1993)

Hal ini didukung oleh keberadaan tehnologi yang serba canggih, tanpa harus beranjak kemana- mana setiap orang berkesempatan menjadi salah satu pengguna pasar bebas, seperti layanan internet yang mampu mengakses berbagai macam informasi, hiburan, pendidikan, ekonomi, pemasaran, bahkan hingga keperihal transaksi jual beli.

Mengutip asumsi Syahrani selaku musisi Jazz di Indonesia pada salah satu surat kabar harian, ia menyatakan bahwa :

“dalam pengembangan usahanya komunitas indie membentuk pasarnya sendiri, yaitu dengan memanfaatkan berbagai media baik itu media cetak maupun media elektronik yang semakin menglobal akibat modernisasi massa”. ( Kompas, 11 Mei 2007)

Semangat independent yang dimiliki komunitas “indie”, membawa asumsi bahwa segala bentuk usaha yang dilakukan oleh komunitas tersebut tidak mau dikekang oleh institusi- institusi yang ada baik itu dalam hal berkarya ataupun dalam konteks pasar.

Adapun media- media yang ssering dilibatkan sebagai bentuk pemasaran dari komunitas “indie” agar dikenal oleh masyarakat secara umum adalah


(33)

berupa media cetak yang berupa majalah-majalah, atau tabloid yang banyak dijumpai dimana- mana, ataupun media elektronik yaitu sarana internet, website, ataupun stasiun radio-radio lokal yang mampu memberikan informasi secara cepat kemasyarakat publik.

D. Prinsip Dasar Pengelolaan Usaha

Sebuah usaha muncul akibat pemahaman akan sebuah ide, adapun langkah-langkah yang ditujukan dalam mengembangkan ide tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Perencanaan Usaha

Adalah suatu cetak biru tertulis (blue print) yang berisikan tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian finansial, strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta ketrampilan pengelolaannya.

Adapun fungsi dari perencanaan usaha ada dua, yaitu:

a) Sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha Sebuah perencanaan usaha yang matang cenderung sudah mempertimbangkan berbagai resiko yang dihadapi dan selanjutnya siap untuk dilaksanakan. Konsistensi pelaku dalam menjalankan kegiatannya dengan beracuan pada perencanaan usaha yang sudah disusun juga mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan.


(34)

b) Sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar

Minimnya modal yang dimiliki juga berpengaruh pada bentuk usaha yang akan dijalankan. Maka, adalah suatu tindakan yang sangat tepat memiliki perencanaan usaha yang mampu menjadi perhitungan untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam menyediakan modal usaha.

Menurut Zimmerer (1993: 331) beberapa unsur yang harus ada dalam perencanaan usaha antara lain, ringkasan pelaksana/ eksekutif, profil usaha, strategi usaha, produk dan jasa, strategi pemasaran, analisis pesaing, ringkasan karyawan dan pemilik, rencana operasional, data financial (keuangan), proposal/ usulan pinjaman, dan jadwal operasional.

Secara rinci dapat diuraikan bahwa ringkasan eksekutif atau pelaksana menjelaskan tentang maksud usaha didirikan, usulan finansial sebagai penopang keuangan dalam kegiatan usaha, permintaan dana dan cara pembayaran kembali pinjaman sebagai bentuk antisipasi kurangnya modal usaha.

Perencanaan usaha secara detail memuat berbagai komponen meliputi: 1) latar belakang usaha, yaitu memuat laporan singkat sejarah perusahaan

atau situasu yang ada saat itu.

2) Gambaran usaha secara detail, yaitu keunikan yang dimiliki dan atau faktor- faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan seperti kualitas, harga persaingan, ketahanan, dan lain sebagainya.


(35)

3) Analisis pasar, memuat tentang potensi pembeli terhadap barang, jumlah pelanggan dipasar, pengaruh pasar eksternal terhadap penjualan (contoh: inflasi, tinggi rendahnya tingkat pengangguran, tingkat pendapatan), dan lain sebagainya.

4) Analisis pesaing, memuat gambaran tentang jumlah pesaing yang ada mencakup kelemahan ataupun kelebihan yang mereka miliki.

5) Perencanaan strategi usaha, memuat tentang rencana untuk memasarkan produk khususnya berkenaan dengan strategi pemasaran (harga, promosi, periklanan, dan pelayanan pada pelanggan) sekaligus untuk membandingkan produk yang akan dipasarkan dengan produk yang sudah ada dipasar.

6) Spesifikasi organisasi manajemen, yaitu memuat tentang pengorganisasian perusahaan baik secara legal maupun fungsional yaitu meliputi orang-orang kunci dalam perusahaan, beserta latar belakang, dan sifat-sifat spesifik lain yang mempengaruhi keberhasilan usaha.

7) Perencanaan keuangan, memuat hal- hal berkaiatan dengan keuangan yang harus dikeluarkan maupun jumlah pendapatan dalam perusahaan. 8) Perencanaan aksi strategis, memuat tentang penjelasan misi dari

perusahaan, tujuan dan sasaran spesifik yang akan dicapai, prosedur pengawasan untuk menjaga perusahaan dari serangan, dan lain sebagainya.


(36)

2. Pengelolaan Keuangan

ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan keuangan yaitu: a. Aspek Sumber Dana

berasal dari asalnya, sumber dana perusahaan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Dana yang berasal dari perusahaan, disebut pembelanjaan internal. Ada tiga jenis sumber dana internal yang dapat dijadikan sumber keuangan perusahaan, yaitu: 1) penggunaan dana perusahaan, 2) penggunaan cadangan, 3) penggunaan laba yang tidak dibagi/ ditahan.

2) Dana yang berasal dari luar perusahaan, disebut pembelanjaan eksternal. Sumber dana eksternal mencakup:

a) Dana dari pemilik atau penyertaan

b) Dana yang berasal dari utang/ pinjaman baik jangka pendek maupun jangka panjang, atau disebut pembelanjaan asing c) Dana bantuan program pemerintah pusat dan daerah

d) Dana dari teman atau keluarga yang inggin menanamkan modalnya

e) Dana ventura, yaitu dana dari perusahaan yang inggin menginvestasikan dananya pada perusahaan kecil yang memiliki potensi.


(37)

b. Aspek Rencana dan Penggunaan Dana

beberapa aspek yang harus diperjatikan dalam merancang penggunaan biaya, yaitu:

1) Biaya awal

2) Proyeksi/ rancangan keuangan, yang mencakup : a) Neraca harian (balance sheet)

b) Laporan laba rugi (income statements)

c) Laporan arus kas (cash flow statements)

3) Analisis pulang pokok (break-even analysis)

biaya awal (start-up cost), adalah biaya yang diperlukan ketika perusahaan akan berdiri. Biaya awal perusahaan yang baru berdiri pada umumnya meliputi:

a) Biaya awal yang tidak terduga (unik)

b) Biaya administrasi (gaji karyawan dan peralatan kantor) c) Biaya (sewa) bangunan

d) Biaya asuransi

e) Biaya tambahan atau biaya secara umum

c. Aspek Pengawasan atau Pengendalian Keuangan yaitu memuat pertanggung jawaban atas pemasukan ataupun pengeluaran keuangan berhubungan dengan kegiatan usaha.

3. Teknik dan Strategi Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan meneliti kebutuhan dan keingginan konsumen, menghasilkan barang atau jasa, menent ukan harga,


(38)

mempromosikan, serta mendistribusikan barang dan jasa. Tujuan pemasaran dipaparkan J. Supranto, 1993 adalah bagaimana agar barang dan jasa yang dihasilkan disukai, dibutuhkan, dan dibeli oleh konsumen.

Perencanaan pemasaran meliputi: 1) menentukan kebutuhan dan keingginan pelanggan, 2) memilih pasar sasaran khusus, 3) menempatkan strategi pemasaran dalam persaingan, 4) memilih strategi pemasaran 4. Teknik Pengembangan Usaha

Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan perluasan usaha atau peningkatan output akan menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis (Economic of Scale). Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang

(Diseconomics of Scale), maka tidak baik dilakukan.

Lingkup usaha ekono mis adalah diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh biaya produksi total bersama. Dengan memanfaatkan biaya yang ada diperlukan pertimbangan dalam menetukan mencapai sasaran yang lebih optimal.

5. Manajemen dan Strategi Kewirausahaan a Manajemen kewirausahaan

Menyangkut semua kekuatan perusahaan yang menjamin bahwa usahanya betul-betul eksis. Bila usaha baru inggin berhasil, maka wirausaha harus memiliki empat kompetensi, diantaranya:


(39)

2) buat ramalan pendanaan untuk me nghindari tidak terbiayainya perusahaan

3) bangun tim manajemen, bukan menonjolkan perorangan (not a’one person’ show)

4) beri peran tertentu, khusus bagi wirausaha penemu

Strategi kewirausahaan menyangkut kesesuaian kemampuan internal dan aktivitas perusahaan dengan lingkungan eksternal, dimana perusahaan harus bersaing dengan menggunakan keputusan-keputusan strategis.

Strategi pertama, sering dipilih oleh wirausaha (Market Leader),

meskipun paling beresiko. Strategi kedua, menyangkut pengembangan keterampilan untuk menanggapi peluang yang diciptakan oleh perusahaan yang berada dipasar pertama Strategi ketiga, yaitu perubahan karakteristik produk, pasar, atau industri yang berbasis pada inovasi, dengan cara:

a) menciptakan manfaat b) meningkatkan nilai inovasi

c) beradaptasi dengan lingkungan sosial ekonomi pelanggan d) menyajikan apa yang dianggap bernilai oleh pelanggan b. Strategi kewirausahaan

Beberapa keputusan strategis yang diperlukan dalam kondisi pertumbuhan, yaitu:


(40)

2) Strategi yang menyangkut penetrasi pasar, ekspansi pasar, diversifikasi produk dan jasa, atau ekspansi usaha

3) Kemampuan untuk memperoleh modal investasi dalam rangka penelitian dan pegembangan, proses produksi dan penggantian peralatan, dan dalam rangka penambahan sumber daya manusia. 4) Analisis sumber daya manusia, sehingga memiliki ketrampilan

yang unik untuk mengimplementasikan strategi.

5) Analisis pesaing terbaik yang ada maupun yang potensial untuk menetapkan strategi bersaing.

6) Kemampuan untuk menopang keunggulan strategi perusahaan dan untuk memodifikasi strategi dalam menghadapi perubahan permintaan pelanggan dan perilaku strategi persaingan baru.

7) Penentuan harga barang atau jasa untuk jangka pendek dan jangka panjang.

8) Interaksi perusahaan dengan masyarakat luas

9) Pengaruh pertumbuhan perusahaan yang cepat terhadap aliran kas. c. Strategi bagi pemimpin pasar

Apabila perusahaan telah memiliki peluang pasar yang besar seperti pada masa pertumbuhan, maka strateginya:

1) Bersikap menyerang dan agresif untuk mempertahankan pangsa pasar.


(41)

3) Tidak boleh ada anggapan bahwa perusahaan yang berhasil tidak memiliki tantangan.

d. Strategi bagi bukan pemimpin pasar

1) Secara agresif menggunakan kompetensi terbaiknya untuk meraih peluang pasar sehingga tidak tertandingi oleh pesaing.

2) Mengembangkan strategi sebagai pengikut. e. Strategi yang lain

1) Pertahanan bersaing.

2) Mencoba untuk produk yang menjadi “ andalan utama yang baru”

(big hitter), dan tidak berkonsentrasi pada perbaikan keberhasilan produk yang sudah ada.

3) Mengambil langkah positif dan proaktif untuk menguasai manajer kunci dan ahli teknik professional yang selalu diikutsertakan dalam pembentukan keberhasilan perusahaan.

Secara umum prinsip dasar pengelolaan usaha adalah seperti yang telah dirinci diatas. Tidaklah berbeda dengan bentuk-bentuk usaha yang lain, industri musik juga memerlukan prinsip pengelolaan dalam menentukan keberhasilan dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang musik. Mulai dari perencanaan usaha, pengelolaan keuangan, teknik dan strategi pemasaran, teknik pengembangan usaha, dan manajemen dan strategi kewirausahaan.

Perencanaan usaha disektor industri musik penting dilakukan, hal tersebut merupakan bagian dari upaya untuk memberikan ciri tersendiri atas genre,


(42)

jenis, atau aliran musik yang akan di kelola yang identik akan berbagai keunikan tersendiri.

Pengelolaan keuangan merupakan faktor yang juga vital mempengaruhi proses kegiatan usaha tak terkecuali dalam industri musik. Sebagai contoh dalam industri musik memerlukan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksinya seperti, biaya rekaman, pengemasan, pemasaran, dan lain sebagainya. Dengan kata lain modal yang dimiliki akan mempengaruhi produktifitas produksi yang dijalankan.

Selain dari perencanaan usaha dan pola pengelolaan keuangan faktor lain yang juga berpengaruh dalam industri musik adalah teknik dan strategi pemasaran. Salah satu contoh yang dimunculkan disini adalah pemasaran produk melalui internet. Maraknya dunia komunikasi memberikan pilihan bagi pengusaha industri musik rekaman dalam memasarkan produknya. Dengan biaya yang lebih murah mereka dapat memasarkan produknya melalui internet tanpa harus mengeluarkan biaya mahal untuk memasang iklan- iklan khusus yang memuat produk mereka dalam bentuk poster atau media surat kabar lainnya.

Dalam mengelola industri musik rekaman, hal lain yang tak kalah penting adalah manajemen dan strategi pemasaran. Hal ini bertujuan untuk lebih memfokuskan kegiatan usaha terhadap sasaran pasar yang akan di capai. Sebagai contoh industri musik cenderung menentukan sasaran pasar pada generasi muda karena mereka lebih mengemari musik-musik yang ada. Tidak hanya sampai disitu dalam pengelolaannya maka dibutuhkan orang-orang atau


(43)

pihak-pihak yang kompeten dibidangnya dalam menunjang proses produksi musik tak terkecuali dalam aspek pemasarannya.

Dapat diambil garis besar bahwa strategi-strategi dalam mengelola industri musik terlalu tidaklah berbeda dengan pola pengelolaan industri lain pada umumnya. Hal yang menjadi acuan pentingnya pengelolaan dalam setiap usaha adalah bahwa segala bentuk usaha tidak terlepas dari pasar yang akan dijadikan sasaran dalam menyalurkan produk yang telah dihasilkan.


(44)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya metode agar penelitian dapat berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang memuaskan. Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode deskriptif eksploratif yaitu bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Data-data dikumpulkan sesuai dengan topik penelitian yang dibahas. Data-data yang diperoleh dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

Dalam metode penelitian deskriptif mencakup beberapa teknik, diantaranya penyelidikan dengan teknik interview dan observasi. Adapun ciri-ciri metode deskriptif adalah sebagai berikut:

a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang b. Data yang ada mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisa

B. Subjek Dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah orang atau individu sebagai anggota komunitas musik “Indie” yang dapat dimintai keterangan berkaitan dengan permasalahan pada penelitian ini, yaitu tokoh formal atau pihak pemegang otoritas (Manajer Band) dan anggota dari band itu sendiri.


(45)

b. Objek Penelitian

Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah Pola Pengelolaan Usaha Komunitas Musik “Indie”. Suatu studi kasus pemberontakan pasar dalam budaya pasar bebas dengan pusat penelitian di Yogyakarta.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 108), “populasi adalah keseluruhan subyek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh grup Band musik Indie di Yogyakarta.

2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 109), “sampel” adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Penentuan sampel dari populasi penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara sengaja dengan beracuan pada indikator yang sudah ditentukan. Sampel disini mengambil 5 band yang tergabung dalam kumunitas musik “Indie” di Yogyakarta, yaitu Flow Market Band, Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, dan Produk Gagal Band.

Adapun indikator pengambilan sampel didasarkan pada keberadaan album yang sudah dimiliki dan bersifat original karya dari band yang bersangkutan dan sudah di munculkan.


(46)

D. Data Yang Dicari

Dalam mencari data penilitian maka unsur-unsur yang akan dicari meliputi sebagai berikut:

1. Pola pengelolaan aktivitas produksi komunitas musik Indie 2. Pola pengelolaan sektor keuangan komunitas musik Indie 3. Pola pengelolaan sektor pemasaran komunitas musik Indie 4. pola pengelolaan sektor personalia komunitas musik Indie

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, dengan demikian diharapkan dan dimungkinkan diperoleh data yang valid. Teknik-teknik pengumpulan data yang dipakai adalah:

1) Metode Interview

Metode interview yaitu cara pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan responden untuk mengungkapkan data yang belum terjaring melalui metode kuesioner.

2) Metode Observasi

Metode observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan me lalui pengarahan dan percakapan langsung terhadap segala hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

3) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode penyelidikan untuk memperoleh keterangan-keterangan atau informasi- informasi dari catatan-catatan resmi


(47)

sesuai permasalahan yang diteliti, yaitu berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, agenda, rapat, dan sebagainya.

F. Metode Analisis Data

Dalam menganalisa data akan menggunakan metode analisa data kualitatif, yaitu suatu metode analisis data yang tidak menggunakan angka-angka tetapi dalam penganalisaannya diungkapkan dengan kata-kata yang berupa keterangan, gambaran ataupun paparan mengenai objek yang diteliti.

Menurut Nasution, penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam hal ini analisis data didukung dengan data-data kuantitatif yang dapat jadikan referensi oleh peneliti dan kemudian dijelaskan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. (Julia, 1997)

Seiddel (1998), mengemukakan bahwa analisis data kualitatif mencakup beberapa tahap, yaitu:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, yaitu dengan memberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah lebih dari satu, maka agar dalam penelusuran data tidak terjadi ketimpangan diperlukan kode yang secara pasti mampu membedakan data antara sampel satu dengan yang lainnya.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintetiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.


(48)

3. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan- hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Selanjutnya menurut Janice McDrury 1999 collaboration group analysis of data tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.

b. Mempelajari kata-kata kunci itu , berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.

c. Menuliskan model yang ditemukan. d. Koding yang telah dilakukan.

G. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

Sebelum melakukan interview atau wawancara penelitian maka hendaknya kisi-kisi ini dibuat sebagai landasan pertanyaan yang kemungkinan akan diajukan pada subjek penelitian berkaitan dengan rumusan masalah yang akan diteliti.

Secara umum maka dapat disusun kisi-kisi sebagai berikut: a. Sejarah Perusahaan (grup band)

1) Ide, latar belakang pendirian, pendiri, nomor akta notaris 2) Tahun berdirinya dan mulai beroperasi

3) Alasan pemilihan lokasi perusahaan 4) Perkembangan perusahaan


(49)

b. Visi, Misi, Tujuan, Strategi

1) Visi dan misi perusahaan (grup band) 2) Tujuan perusahaan (grup band) 3) Strategi perusahaan (grup band) c. Bagian Produksi

1) Cara mendapatkan bahan baku (sumber, syarat pembayaran, supplier) 2) Cara mendapatkan bahan penolong (sumber, syarat pembayaran,

supplier) 3) Proses produksi

4) Perhitungan BOP (biaya operasional produksi) dan harga pokok produksi

5) Pengaruh bencana alam terhadap kegiatan produksi 6) Penyimpanan produk

7) Pengendalian kualitas

8) Pengendalian limbah produksi d. Bagian Pemasaran

1) Pangsa pasar perusahaan 2) Penentuan harga dan mark up

3) Promosi yang dijalankan perusahaan 4) Pembentukan image konsumen 5) Saluran distribusi

6) Pelayanan kepada pelanggan


(50)

e. Bagian Keuangan

1) Cara memperoleh modal, sumber modal, penggunaan modal 2) Struktur modal perusahaan

3) Likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas 4) Modal kerja

5) Cara mengendalikan keuangan (termasuk system akuntansi) 6) Penyusunan anggaran

7) Harga transfer f. Personalia

1) Perekrutan karyawan perusahaan

2) Penempatan karyawan pada bagian-bagian yang ada dalam perusahaan 3) Kesejahteraan karyawan (gaji, insentif, bonus, dan lain- lain)

4) Penyelesaian perselisihan antara karyawan dengan pimpinan dan antar karyawan

5) Promosi/ demosi karyawan

6) Sanksi dan PHK (pemutusan hubungan kerja) 7) System pengawasan karyawan

8) Penilaian kinerja karyawan 9) Evaluasi karyawan

g. Organisasi dan Manajemen

1) Bentuk perusahaan dan status hukumnya. 2) Struktur organisasi dan pembagian wewenang. 3) Pusat pertanggungjawaban.


(51)

4) Desent ralisasi dan sentralisasi atau penyebaran dan pemusatan 5) CSR (corporate social responbility)


(52)

37 BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KOMUNITAS MUSIK INDIE

A. Sejarah Singkat Yogyakarta

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II) kemudian bergelar Adipati Paku Alam 1.

Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang- -undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.

Sesudah Sri Sultan Hamengku Buwono IX wafat pada 3 Oktober 1988, Sri Paku Alam VIII, Wakil Gubernur Kepala Derah Istimewa Yogyakarta ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sehari- hari Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, diberi kedudukan sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 340 tahun 1988.

Sebagai ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata.


(53)

Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.

Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari seluruh daerah di Indonesia. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.

Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam.


(54)

Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan DIY sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

B. Letak Geografis

Letak Astronomi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 º15- 8 º15 Lintang Selatan dan garis 110 º5- 110 º4 Bujur Timur, dengan batas wilayah:

Sebelah Barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah Sebelah Barat Laut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Sebelah Timur Laut Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Sebelah Timur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah Sebelah Selatan Samudera Indonesia.

Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2 terdiri atas Kota Yogyakarta 32,50 km2 , Kabupaten Sleman 574,82 km2 , Kabupaten Bantul 506,85 km2 ,Kabupaten Kulon Progo 586,27 km2,Kabupaten Gunung Kidul 1485,36 km2.

C. Kependudukan

Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan registrasi tahun 2000 sebanyak 3.120.478 jiwa. Pada tahun 2004 berdasarkan hasil Susenas jumlah penduduk tercatat sebanyak 3.220.808 jiwa dengan perincian: Kota Yogyakarta 398.004 jiwa, Kabupaten Sleman 943.932 jiwa, Kabupaten


(55)

Bantul 816.256 jiwa, Kabupaten Kulonprogo 375.884 jiwa dan Kabupaten Gunung Kidul 686.732 jiwa.Kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata 1.011 jiwa/km2. (Sumber data :BPS Propinsi DIY)

D. Perkembangan Musik Yogyakarta Dari Major Label Sampai Indie label Yogyakarta selain sebagai kota pelajar adalah juga merupakan suatu wilayah yang kental akan seni dan budaya-budaya daerah yang lahir dari adat atau budaya masyarakat yang sampai saat ini dilestarikan. Dalam bidang seni khususnya musik masyarakat, sebagai salah satu wilayah yang masih memegang teguh adat kesultanan atau keraton masyarakat jogja sudah dibiasakan dengan seni musik yang disebut dengan Karawitan, yaitu suatu seni bermusik yang didominasi oleh seperangkat alat musik klasik sperti kenong, gong, dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya musik karawitan menyesuaikan dengan berbagai budaya baru yang diadopsi dari modernisasi dan melahirkan bentuk-bentuk gaya bermusik yang berbeda.

Tidak berbeda seperti kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan lain sebagainya, Yogyakarta juga memunculkan berbagai keragaman khususnya berkaitan dengan dunia musik. Banyak terdapat berbagai jenis aliran ataupun genre musik yang dimunculkan oleh para musisi sebagai dampak dari modernisasi zaman.

Yogyakarta selain sebagai kota pelajar ataupun kota seni dan budaya, ternyata wilayah ini juag mampu menghasilkan para musisi yang tangguh dan memiliki semangat musikalitas yang tinggi. Hal tersebut dengan sempurna dapat


(56)

digambarkan banyaknya para musisi yang berasal dari kota gudeg tersebut mampu menembus pasar industri musik lingkup nasional berdasarkan pada karya-karya yang telah berhasil mereka buat. Sebut saja Sheila on 7 yang sempat mengebrak pasar industri musik dengan album mereka yang berhasil terjual lebih dari 30.000

copy. Letto band yang juga hingga saat ini masih sering menghiasi acara layar televisi dan menjadi sebuah icon yang mungkin tak akan pernah terlupakan bagi para pengemarnya.

Atmosphere dunia musik diwilayah Yogyakarta bukan hanya didasarkan pada jenis, aliran ataupun genre musik yang telah mampu menembus pasar industri musik lingkup nasional saja. Dari reggae, Ska, Pop, Rock, Keroncong dan lain sebagainya menjadi sebuiah keistimewaan tersendiri bagi wilayah tersebut dalam menyikapi berbagai keragaman khususnya dalam bidang musik.

Keragaman selera musik yang dimunculkan memberikan dampak tersendiri bagi para musisi. Dampak positif akan diperoleh ketika musik yang mereka usung menjadi lirikan para pengusaha industri musik rekaman (Major Label) untuk diadopsi, dan tentunya hal tersebut akan mampu memunculkan peluang bagi para musisi yang bersangkutan akan memperoleh popularitas dan nilai jual yang tinggi akan karya-karyanya. Adapun dampak negative yang sebaliknya diperoleh adalah jika para pengusaha industri musik rekaman (Major Label) sama sekali tidak tertarik dengan musikalitas yang mereka hasilkan, hal tersebut semakin menguatkan asumsi bahwa para musisi tersebut harus berjuang sendiri dalam upaya mengenalkan musik mereka kemasyarakat banyak sehingga


(57)

karya-karya mereka mampu dikenal dan diakui oleh masyarakat khususnya para pecinta musik.

Berawal dari keragaman yang dimunsulkan membawa sebuah akibat bahwa tidak sedikit berbagai jenis, aliran atau genre musik yang ada tidak mampu meraih pasar khsususnya pasar industri musik rekaman dengan latar belakang kurang atau terbatasnya pengelolaan yang mampu dilakukan. Ironisnya jenis, aliran, atau genre musik tersebut merupakan ragam musikalitas yang tidak masuk dalam kategori Major label.

Major label merupakan perusahaan yang didominasi oleh para pemodal dengan tujuan meraih keuntungan. Secara per suku kata dapat pula diartikan,

Major berarti besar dalam konteks perusahaan sehingga dapat pula bermakna perusahaan besar, sedangkan label Adapun langkah utama yang dijadikan dasarkan perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya adalah dengan mengadopsi jenis, aliran atau genre musik yang bersifat populer atau sedang ngetrend. Langkah tersebut diambil dengan alasan bahwa pengakuan masyarakat terhadap jenis, aliran atau genre musik yang di cap sedang ngetrend membuka peluang bisnis bahwa musik tersebut secara kasat banyak digemari oleh masyarakat pencinta musik dan tentunya akan mampu menghasilkan keuntungan yang relatif besar.

Keberadaan industri musik rekaman sekelas Major Label di wilayah Yogyakarta melahirkan band-band atau musisi yang mampu menembus pasar blantika musik lingkup nasional. Shaggy dog Band, Sheila on 7 band, Letto band merupakan beberapa icon musisi yang berhasil diadopsi oleh Major Label


(58)

khususnya untuk wilayah Yogyakarta. Karya-karya mereka pun dengan segera menjelma menjadi sebuah bentuk apresiasi yang tidak asing menghiasi media-media hiburan baik media-media elektronik (radio dan televisi), media-media surat kabar dan media lain- lainnya.

Sony Music Record, Entertainment Music Industries (EMI), Universal Music record, merupakan beberapa perusahaan industri musik berskala Major Label. Perusahaan ini mengadopsi berbagai jenis, aliran, atau genre musik dengan indikasi ngetrend atau populer dimasyarakat. Keberadaan dari perusahaan-perusahaan tersebut tidak jarang memberikan dampak tersingkirnya jenis, aliran, atau genre musik yang sudah tidak populer dimasyarakat. Berdasarkan pada ketimpangan tersebut muncul komunitas yang menamakan dirinya “Indie”.

Indie berarti cap simbolik untuk menunjukkan semangat independent

(merdeka), tanpa sudi dikendalikan pihak manapun terutama institusi pasar (Kompas, 2007). Komunitas ini muncul akibat dominasi perusahaan Major Label

dalam upaya meraih perluasan pasar khususnya di sektor industri musik rekaman. Aspek lain yang melatarbelakangi munculnya komunitas musik indie adalah asumsi yang menyatakan bahwa jenis, aliran, atau genre musik yang mereka adopsi di cap sudah tidak populer atau ngetrend dikalangan masyarakat pecinta musik. Berawal dari munculnya asumsi di atas mendorong para musisi atau band-band yang sudah dianggap usang tersebut memberikan semangat perlawanan yaitu dengan tetap menghasilkan karya-karya mereka dengan tujuan meraih pasar dengan sistem pengeolaan yang didasarkan pada kemampuan mereka sendiri.


(59)

Secara garis besar keberadaan komunitas musik indie bertujuan mempertahankan idealis mereka dalam hal musik, yaitu inggin tetap eksist dan diakui bahwa mereka ada. Bentuk upaya yang mampu dimunculkan komunitas tersebut dalam meraih eksistensi dunia musik yaitu dengan tetap mengapresiasikan konsep musik yang mereka anut dengan tujuan mampu menghasilkan karya-karya yang nantinya dapat dinikmati masyarakat banyak khususnya masyarakat pecinta musik.

Komunitas musik indie pada awalnya muncul dari dominasi kreativitas anak muda dalam menyikapi segala aspek yang dinilai syarat dengan berbagai ketimpangan, yakni khusus nya dalam bidang musik. Pangsa pasar yang selama ini dinilai hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar (Major Label)

memunculkan sebuah bentuk perlawanan yaitu memunculkan berbagai bentuk usaha dengan sistem pengelolaan yang mereka ciptakan sendiri.

Banyaknya band-band indie yang ada di Yogyakarta menarik simpati peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang pola pengelolaan dari komunitas tersebut dalam melangsungkan kegiatannya di sektor musik tentunya. Oleh karena jumlah band indie di Yogyakarta belum memiliki data yang pasti peneliti memfokuskan penelitiannya terhadap band-band indie yang bersifat sudah memiliki album original atau murni hasil karya sendiri.


(60)

E. Profil Band Indie Yogyakarta 1. Profil Flowe r Market Band

Flower Market berdiri dari tahun 1998 di Yogyakarta hingga sekarang , band ini terdiri dari tiga orang personil antara lain:

a) Erdy sebagai gitaris dan vokal (manajer) b) Rasyid sebagai bassis

c) Jarot sebagai drummer

Kesamaan akan visi untuk tetap eksist dalam dunia musik menyatukan mereka dalam sebuah band yang mereka namakan Flower Market Band. Grup musik ini mengusung musik dengan aliran pop.

Adapun misi khusus dari band ini adalah tetap mempertahankan jenis,aliran, genre musik mereka dengan melahirkan album yang bersifat regenerasi atau berkelanjutan

Berawal dari kebiasaan nongkrong bareng membuka peluang intensitas mereka untuk saling bertemu. Dari sekedar bercanda akhirnya mereka pun setuju untuk membentuk sebuah grup musik sebagai upaya menyemarakkan dunia permusikan. Grup band mereka pun sudah mengenyam berbagai pentas musik dalam skala kecil menengah ataupun besar.

Keseriusan mereka dalam bermusik berasumsi inggin diakui bahwa mereka ada, dan sebagai bentuk keseriusan tersebut mereka sudah memunculkan satu buah mini album yang berisikan delapan buah lagu dan sudah beredar dimasyarakat luas dengan cover (sampul) album berjudul Thing Twice.


(61)

Dalam pengelolaannya Flower Market di manajeri oleh salah satu personil grup itu sendiri yaitu Erdy selaku gitaris dalam band. Namun secara teknis mereka saling bekerjasama sebagai upaya memaksimalkan usaha mereka dalam dunia musik.

Dapat digambarkan secara umum bahwa struktur keanggotaan dari Flower Market:

1) Diketuai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas segala bentuk kegiatan dari Flower Market itu sendiri mencakup pengelolaan sektor produksi, pemasaran, keuangan, hingga pada sektor personalia berkaitan dengan perekrutan anggota baru yang memang diharapkan.

2) Anggota yang terdiri dari personil band itu sendiri. Namun secara teknis para anggota secara bersama-sama ikut ambil bagian dalam menjalankan berbagai kegiatan mencakup sektor-sektor seperti yang telah disebutkan diatas.

Manajer

Anggota

- Produksi - Pemasaran - Keuangan - Personalia - dan lain- lain


(62)

2. Profil Monophone Band

Monophone Band berdiri sekitar tahun 1997 diYogyakarta, yang diprakarsai oleh mahasiswa- mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Jenis atau aliran musik yang mereka bawakan adalah Retro yaitu sebuah aliran, jenis atau genre musik yang mengacu pada musikalitas tempo dulu. Jenis atau aliran musik dari monophone band terinspirasi dari band-band yang sudah terkenal dan setingkat dengan major label, adapun band yang menjadi inspirator mencakup band nasional dan internasional. Untuk band internasional Monophone band mengacu pada musikalitas gaya bermusik The Beattles yaitu salah satu gerup musik yang tenar di era 1980an dan berasal dari Inggris, sedangkan band insipirator dari lingkup nasional adalah Naif band, yaitu salah satu grup musik yang menyajikan musikalitas gaya 1980an yang berasal dari Bandung.

Adapun susunan personil dari Monophone Band terdiri dari lima personil, antara lain:

a) Ipung pada keyboard (manajer) b) Jacky pada Gitar

c) Anto pada Drum d) Sari pada Vokal e) Termana pada Bass

Tujuan dari Monophone band adalah ikut menyemarakkan dunia musik sekaligus sebagai upaya pemberontakan terhadap pasar industri musik yang didominasi oleh Major Label. Bentuk pemberontakan tersebut secara nyata


(63)

mereka nyatakan dalam keberhasillanya membuat 1 buah mini album yang masing- masing album terdiri dari 9 lagu sebagai simbolik bahwa tanpa harus bernaung dalam bendera major label mereka mampu eksist dan berkarya dalam dunia musik.

Adapun struktur keanggotaan dari Monophone Band adalah:

1) Dikepalai oleh seorang manajer yang memiliki tanggung jawab untuk mengelola semua kegiatan band tersebut mencakup aspek produksi, pemasaran, keuangan dan personalia.

2) Selanjutnya idividu- individu yang lain merupakan anggota biasa namun berkewajiban ikut melaksanakan serangkaian kegiatan diatas sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh pihak manajer kepada mereka sesuai dengan kemampuan ataupun keahlian yang dimiliki.

3. Profil Apollo-10 Band

Apollo-10 band merupakan salah satu grup band Indie Yogyakarta yang mengusung jenis atau aliran musik Ska, yaitu sebuah aliran musik yang

Manajer - Produksi

- Pemasaran - Keuangan - Personalia - dan lain- lain


(64)

memiliki instrument ceria yang didominasi oleh melodik dari suara terompet sehingga menghasilkan perpaduan suara atau alunan musik yang mampu mengajak para pendengar untuk bergoyang ketika mendengarnya. Adapun inspirator yang melatar belakangi Apollo-10 band memilih aliran, jenis atau genre dari musik tersebut adalah sebuah band lokal yaitu Shaggy Dog band yang berasal dari Yogyakarta dan sudah masuk dalam kelas Major label.

Apollo-10 band terdiri dari 5 orang personil yang kesemuanya merupakan mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta. Berawal dari sekedar iseng dan sekedar having fun, mereka sering ngejamp (bermain musik) bersama-sama. Entah berawal dari ide siapa akhirnya mereka pun memutuskan secara bersama-sama untuk membuat sebuah grup band sesuai dengan aliran atau jenis musik yang mereka sepakati.

Visi dari band ini secara khusus adalah inggin tetap eksist dalam dunia musik. Sedangkam misi khusus yang dijalankan adalah mencakup rutinitas bermain musik sebagai upaya memaksimalkan kreativitas musik mereka yang nantinya mampu melahirkan album yang bersifat regenerasi atau berkelanjutan.

Secara rinci keempat personil Apollo-10 Band, terdiri dari: 1. Aryo pada Bass (manajer)

2. Andy pada Vokal 3. Dhebit pada Gitar 4. Kuncung pada Keyboard 5. Pegy pada Terompet


(65)

Keseriusan grup ini dalam bermusik melahirkan sebuah mini album yang berisikan 8 buah lagu yang murni merupakan hasil karya mereka, baik dari lirik lagu hingga pada instrument lagu itu sendiri.

Adapun struktur keanggotaan dari Apollo-10 Band adalah terdiri dari:

1) Manajer yaitu sebagai pihak yang bertanggung jawab atas segala bentuk aktivitas dari grup tersebut mencakup aspek produksi, pemasaran, keuangan, maupun personalia

2) Selanjutnya individu-individu yang lain merupakan anggota biasa yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan kesepakatan yang sudah ada.

4. Profil Captain OI Band

Tidak berbeda jauh dengan band-band indie sebelumnya, grup band ini berdiri sejak tahun 1998 hingga sekarang. Latar belakang dari terbentuknya grup band ini adalah kesamaan selera akan berbagai macam jenis, genre atau aliran musik yang ada. Secara personal Captain OI band terdiri atas 4 orang

Manajer

Anggota

- Produksi - Pemasaran - Keuangan - Personalia - dan lain- lain


(66)

personil, yang masing- masing beasal atau memiliki tempat tinggal yang berbeda.

Sejarah kecil dari terbentuknya grup ini adalah berawal dari pertemuan sebuah pentas musik di mana sebelumnya para personil sudah memiliki grup band masing- masing yang kemudian saling kenal. Berawal dari pertemuan mereka pun menjalin sebuah persahabatan yang selanjutnya berkembang menjadi sebuah komunitas kecil selanjutnya sering nongkrong atau berkumpul bersama dalam kegiatan diskusi, atau sekedar berkumpul-kumpul saja.

Intensitas pertemuan yang cukup sering dilakukan kemudian memunculkan sebuah ide dari salah satu individu dikumpulan tersebut yaitu membentuk band baru yang bersifat kolaborasi. Pemunculan ide tersebut dilatar belakangi banyaknya persamaan akan visi ataupun misi dan selera musik yang sering mereka bahas pada saat diskusi atau acara kumpul-kumpul bersama.

Tepatnya menyambut tahun baru 1999 akhirnya keempat orang tersebut sepakat untuk menjalankan band baru yang mereka namakan sebagai Captain OI band. Dengan aliran musik yaitu Punk Rock, yaitu sebuah aliran atau jenis musik yang memiliki irama keras dan membutuhkan skill yang cukup tinggi untuk memainkannya Captain OI band berusaha mengapresiasikan gaya bermusik sesuai dengan keingginannya.

Adapun visi dari grup band ini adalah inggin tetap eksist dalam dunia musik dan mendapatkan pengakuan masyarakat bahwa mereka ada. Sedangkan misi yang dijalankan adalah meliputi bermain musik secara


(67)

maksimal dengan sering tampil dipentas-pentas musik lokal, dan melahirkan album yang bersifat regenerasi atau berkelanjutan untuk jangka panjang.

Secara rinci keempat personil diatas antara lain: 1. Ade pada Vokal dan Gitar

2. Iwan Thumik pada Bass (manajer) 3. Menyung pada Drum

4. Dimas Jack pada Gitar

Adapun struktur keanggotaan yang dimiliki oleh Captain OI Band adalah:

a. Dikepalai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas segala bentuk aktivitas band mencakup aspek keuangan, produksi, pemasaran, dan personalia.

b. Sedangkan individu-individu yang lain merupakan anggota biasa yang melaksanakan kegiatan sesuai kesepakatan dengan pihak manajer sebelumnya.

- Produksi - Pemasaran - Keuangan - Personalia - dan lain- lain

Anggota Manajer


(1)

(2)

PEDOMAN WAWANCARA

Berdasarkan metode penelitian yang menggunakan analisis data deskriptif kualitatif, maka diperlukan susunan pertanyaan yang akan digunakan sebagai dasar wawancara dalam mengumpulkan data penelitian.

Berdasar pada asumsi di atas maka dapat disusun sejumlah pertanyaan berkaitan dengan rumusan masalah penelitian sebagaimana berikut:

a. Personal Band

1. Siapa nama anda dan apa nama grup band yang anda ikuti? 2. Kapan grup band anda terbentuk?

3. Apa alasan grup anda memberi nama band anda seperti itu?

4. Adakah visi maupun misi khusus yang ingin diraih grup band anda tersebut? Tolong terangkan!

5. Strategi apa yang digunakan grup band anda dalam menyiasati persaingan dengan grup band lain yang sudah ada?

6. Aliran, jenis, atau genre musik yang seperti apa yang biasa grup anda bawakan?

7. Selama ini lingkup atau wilayah mana saja yang pernah menjadi ajang grup musik anda dalam berapresiasi?

b. Manajer

1. Siapa nama anda dan group musik apa yang memakai jasa anda sebagai manajer?


(3)

3. Alasan apa yang membuat anda memilih aliran, genre, atau jenis musik yang seperti sekarang ini, untuk tertarik mengelolanya?

4. Adakah tujuan khusus yang ingin anda raih selaku manajer band terhadap seluruh anggota? Tolong terangkan!

5. Selaku manajer, strategi apa yang selama ini anda gunakan agar grup band anda tetap dikenal dihati para pengemar musik?

6. Terdiri dari siapa saja struktur keanggotaan yang ada dalam grup musik yang anda kelola?

7. Siapa tokoh yang bertanggungjawab penuh dalam grup band yang anda kelola?

8. Secara umum kendala-kendala apa yang sering anda hadapi dalam mengelola grup band tersebut?

c. Bagian Pemasaran

1. Siapa nama anda dan Grup band yang anda kelola?

2. Selama ini adakah harga khusus yang sudah menjadi patokan dalam grup band anda dalam memenuhi permintaan dari konsumen?

3. Media apa saja yang biasa digunakan untuk menunjang kegiatan promosi grup band anda dan apa alasannya?

4. Adakah symbol-simbol khusus yang digunakan dalam grup band anda sebagai gambaran identitas dalam upaya menarik perhatian para pengemar musik?


(4)

5. Dalam proses penyalurannya, bagaimana kiat-kiat atau strategi anda dalam mendistribusikan hasil produksi untuk bisa dinikmati secara langsung oleh konsumen?

6. Sebagai bentuk pelayanan terhadap konsumen, adakah strategi khus us yang anda tujukan kepada konsumen agar tidak merasa rugi dalam membeli produk anda? Bagaimana bentuknya?

7. Sampai saat ini sudah berhasilkah metode pemasaran yang sudah anda terapkan? Dan bagaimana kiat-kiat anda dalam melakukan strategi pemasaran untuk masa yang akan datang?

d. Bagian Keuangan

1. Siapa nama anda, dan grup band yang anda ikuti?

2. Selama ini bagaimana cara grup band anda memperoleh modal usaha? Adakah sumber modal lain (sebutkan jika ada)?

3. Digunakan untuk apa, atau adakah pembukuan khusus dalam mengatur keuangan baik dalam hal pengeluaran atau pendapatan yang selama ini sudah diperoleh?

4. Bagaimana cara anda mengelola keuangan berkaitan dengan kesejahteraan anggota setiap personil grup band ini terhadap pendapatan yang sudah terkumpul? Apakah mengunakan bagi hasil sama rata, atau setiap personil mendapatkan nominal yang berbeda sesuai dengan kinerja secara individu? Tolong jelaskan!


(5)

5. Adakah anggaran khusus yang selama ini grup band anda miliki berkaitan dengan biaya-biaya atau pendapatan yang sudah gr up anda terima?

e. Personalia

1. Tolong sebutkan nama anda, dan nama grup band yang anda kelola? 2. Bagaimana pola perkrutan anggota personil band selama ini anda

terapkan?

3. Adakah struktur khusus dalam penempatan anggota, dalam upaya menghasilkan kinerja yang maksimal?

4. Strategi apa yang biasa anda gunakan untuk merekrut anggota baru sebagai upaya mengembangkan potensi grup band tersebut? Jelaskan! 5. Strategi apa yang anda gunakan dalam upaya memperhatikan

kesejahteraan anggota? (ada kenaikan gaji, bonus,….sebutkan jika ada bentuk yang lain)

6. Selama ini pernahkah terjadi perselisihan antar personil digrup band anda ataupun perselisihan antara anggota dengan manajer? Dan bagaimana anda menyikapi hal tersebut!

7. Adakah sanksi-sanksi khusus yang anda terapkan dalam membentuk disiplin kerja di grup band yang anda kelola?

8. Bagaimana cara anda memberikan penilaian ataupun mengevaluasi seluruh anggota berkaitan dengan kreativitas kerja mereka secara personal?


(6)

f. Produksi

1. Sebutkan nama anda, dan grup band yang anda kelola?

2. Selama ini bagaimana proses produksi grup band anda berlangsung? dan berapa album yang berhasil anda buat?

3. Dari mana bahan baku (lirik lagu dan instrument musik) maupun bahan penolong selama ini diperoleh? Apakah dari satu individu atau setiap anggota memiliki tanggungjawab yang sama, tolong jelaskan! 4. Dalam bentuk apa hasil produksi yang telah dihasilkan grup band anda

dikemas?

5. Jika produk anda tidak habis terjual di masyarakat umum, bagaimana kiat anda dalam menyimpan produk yang telah dihasilkan agar tidak rusak?

6. Bagaimana cara menilai baik atau buruknya kualitas produk yang sudah dihasilkan?

7. Adakah strategi khusus yang anda gunakan dalam hal perhitungan BOP (biaya operasional produksi) dan harga pokok industri?