Hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
RELATION OF EMOTIONAL INTELLIGENCE AND ASSERTIVE BEHAVIOR TO LATE ADOLESCENCE
Francisca Okvi Widyaningrum
ABSTRACT
This research aimed to know the positive relation between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. This research involved 170 subjects; there were 17-21 years old adolescence which categorized as late adolescence. The researcher proposed a hypothesis that there were relations between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. The instruments used were Likert scale that included emotional intelligence scale and assertive behavior scale. The reliability coefficient of the emotional intelligence scale was
0.920 and assertive behavior’s reliability coefficient was 0.927. The emotional intelligence scale
consists of 53 good items, whereas assertive behavior scale consists of 51 good items. The research used Product Moment correlation technique. Coefficient correlation (r) obtained in this study was 0.796 with probability by 0.000 (p<0.01). The result of this research showed that emotional intelligence had relations with assertive behavior for late adolescence. The researcher concluded that high emotional intelligence came high assertive behavior or vice versa.
(2)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR
Francisca Okvi Widyaningrum
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Penelitian ini menggunakan 170 subjek dengan rentang usia 17-21 tahun yang masuk dalam kategori remaja akhir. Hipotesis dalam penelitian ini terdapat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Likert yang meliputi skala kecerdasan emosi dan skala perilaku asertif. Koefisien reliabilitas dari skala kecerdasan emosi adalah 0.920 dan koefisien reliabilitas pada skala perilaku asertif adalah 0.927. Jumlah item yang lolos seleksi pada skala kecerdasan emosi adalah 53, sedangkan pada skala perilaku asertif terdapat 51 item yang lolos seleksi. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.769 dengan probabilitas 0.000 (p<0.01). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki remaja akhir maka akan semakin tinggi pula perilaku asertif yang dimiliki, begitu juga dengan sebaliknya. Kata kunci: kecerdasan emosi, perilaku asertif, remaja akhir.
(3)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU
ASERTIF PADA REMAJA AKHIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Francisca Okvi Widyaningrum 099114022
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
“
Berusaha Dengan Maksimal, Berdoa,
Dan Tuhan Akan Memberikan Segala Hal
Indah Pada Waktunya
”
Francisca Okvi W.
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlak
sanalah semua rencanamu”
Amsal 16:3
“Impossible means I’m Possible!”
anonymous
“
Do The Best and Let God Do The Rest
”
(7)
v
SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN KEPADA
TUHAN YESUS YANG SELALU MENDAMPINGI DAN
MEMBANTU SAYA DALAM SETIAP PROSESNYA,
BAPAK DAN IBUK SAYA TERCINTA,
(8)
(9)
vii
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR
Francisca Okvi Widyaningrum
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Penelitian ini menggunakan 170 subjek dengan rentang usia 17-21 tahun yang masuk dalam kategori remaja akhir. Hipotesis dalam penelitian ini terdapat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Likert yang meliputi skala kecerdasan emosi dan skala perilaku asertif. Koefisien reliabilitas dari skala kecerdasan emosi adalah 0.920 dan koefisien reliabilitas pada skala perilaku asertif adalah 0.927. Jumlah item yang lolos seleksi pada skala kecerdasan emosi adalah 53, sedangkan pada skala perilaku asertif terdapat 51 item yang lolos seleksi. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.769 dengan probabilitas 0.000 (p<0.01). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki remaja akhir maka akan semakin tinggi pula perilaku asertif yang dimiliki, begitu juga dengan sebaliknya.
(10)
viii
RELATION OF EMOTIONAL INTELLIGENCE AND ASSERTIVE BEHAVIOR TO LATE ADOLESCENCE
Francisca Okvi Widyaningrum
ABSTRACT
This research aimed to know the positive relation between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. This research involved 170 subjects; there were 17-21 years old adolescence which categorized as late adolescence. The researcher proposed a hypothesis that there were relations between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. The instruments used were Likert scale that included emotional intelligence scale and assertive behavior scale. The reliability coefficient of the emotional intelligence scale was 0.920 and assertive behavior’s reliability coefficient was 0.927. The emotional intelligence scale consists of 53 good items, whereas assertive behavior scale consists of 51 good items. The research used Product Moment correlation technique. Coefficient correlation (r) obtained in this study was 0.796 with probability by 0.000 (p<0.01). The result of this research showed that emotional intelligence had relations with assertive behavior for late adolescence. The researcher concluded that high emotional intelligence came high assertive behavior or vice versa.
(11)
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis memohon maaf apabila masih terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Dosen pembimbing skripsi saya bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si yang
dengan sabar selalu membimbing saya dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih pak atas segala bimbingan dan bantuan yang sudah banyak diberikan kepada saya selama pengerjaan skripsi
4. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik kelas A yang
telah banyak membantu saya selama proses kuliah berlangsung
5. Terima kasih saya ucapkan untuk dosen penguji saya ibu Ratri Sunar Astuti,
M.Si dan ibu Debri Pristinella, M.Si yang telah memberi masukan dalam skripsi saya.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas semua ilmu dan
pengalaman yang diberikan serta dibagikan kepada saya selama melaksanakan proses perkuliahan.
(13)
xi
7. Terima kasih sebesar-besarnya untuk Bapak dan Ibuk saya yang selalu
mendukung, mendoakan dan membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini. Bapak Ibuk saya yang tiada henti menanyakan kapan skripsi saya akan selesai. Terima kasih sudah menjadi orang tua yang luar biasa sabar dan menjadi panutan yang baik bagi saya. Orang tua yang selalu mengajarkan saya untuk selalu membagikan kasih dan berbagi kepada orang lain. This is
for you, my parents! I love you so much!
8. Satu-satunya kakak saya tersayang, mas Bowo yang sering menanyakan
progres skripsi saya. Terima kasih selalu menjadi kakak yang super sekali buat saya. Kakak yang selalu mengajarkan saya untuk tetap rendah hati dan selalu bekerja keras. Kelak saya akan sukses seperti yang selalu kita obrolkan
mas! hehe You’re the best brother ever! Thanks a bunch.. hugs!
9. Teman-teman sepermainan saya yang terdekat selama di Jogja: Brigit,
Manik, Mery, Vivin, Fheny dan Jeanet. Terima kasih untuk semangat, doa dan bantuannya selama ini. Teman-teman yang selalu menjadi tempat saya berkeluh kesah selama di Jogja. Semua kebersamaan kita ini akan selalu saya kenang. Kelak kita kan bertemu lagi disaat kita semua sudah jauh lebih sukses. I will miss you all, ciwik-ciwik! Hugs!
10.Teman-teman yang memberikan banyak pelajaran bagi diri saya pribadi:
Andreana Savany, Tofan Gustyawan, Martha Hesty, Gracia Hoyi, Albertus Agung Catur Sunu, David Widyantoro, Debora Ratri dan masih banyak lagi. Kalian adalah orang-orang yang mengajarkan saya untuk lebih dewasa dan
(14)
xii
tangguh dalam menjalani kehidupan ini. Terima kasih banyak untuk semua hal yang sudah dibagikan kepada saya.
11.Seluruh penghuni kos Ceria, terimakasih sudah sering menghibur saya dikala
jatuh bangun galau kehidupan di Jogja, hehe. Saya akan rindu sekali untuk
“nggosip” dan berbagi cerita sampai larut malam disana. Buat saya Ceria dan
isinya bukan hanya sebuah Rumah tapi juga Keluarga kedua saya. Maturnuwun sanget!
12.Seluruh teman-teman saya di Staff PMB dan Humas Sanata Dharma,
especially staff angkatan 2012 : Yuan, Oscar, Putra, Eka, Leza, Harni, Bayu dan lain-lain. Saya belajar banyak selama di Humas bagaimana cara bersikap professional saat bekerja. Terima kasih untuk semua pengalaman yang dibagikan.
13.Teman-teman Staff PPKM 1 2012 dan 2013. Kalian adalah keluarga yang
menyenangkan sekaligus partner kerja yang sangat baik. Kalian selalu hebat di mata saya. Tetap Rendah Hati karena kita Luar Biasa!
14.Seluruh teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2009. Spesial untuk
teman-teman kelas A, Angel, Lana, Leza, Odil, Wayan, Leo, Adi, Samira, Tata dan masih banyak lagi. Kesuksesan kita ada di depan mata. Semangat! Tuhan memberkati selalu.
15.Terima kasih untuk Adrian Adendrata yang menjadi salah satu motivasi saya.
Seseorang yang selalu saya kagumi dalam segala hal. Seseorang yang selalu saya harapkan menjadi my future person. Semoga kita segera bertemu di
(15)
xiii
Kiranya Tuhan Yesus yang akan membalas dan memberi berkat kepada semua orang yang membantu saya selama proses penyusunan skripsi ini.
Terima kasih untuk segalanya.
Penulis
(16)
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... . i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ..ix
KATA PENGANTAR ... ..x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
1. Teoritis ... 7
(17)
xv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Perilaku Asertif ... 9
1. Definisi Perilaku Asertif ... 9
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ... 11
3. Aspek-aspek Perilaku Asertif ... 13
4. Penghalang Individu Berperilaku Asertif ... 16
B. Kecerdasan Emosi ... 16
1. Definisi Kecerdasan Emosi ... 16
2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ... 18
C. Remaja Akhir... 20
D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif ... 22
E. Hipotesis ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Identifikasi Variabel ... 26
C. Definisi Operasional ... 26
1. Kecerdasan Emosi ... 26
2. Perilaku Asertif ... 27
D. Subjek Penelitian ... 28
E. Metode Pengambilan Sampel ... 28
F. Metode Pengumpulan Data ... 29
1. Skala Kecerdasan Emosi ... 30
(18)
xvi
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33
1. Validitas Skala ... 33
2. Seleksi Item ... 34
3. Reliabilitas ... 37
H. Metode Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Pelaksanaan Penelitian ... 39
B. Deskripsi Subjek ... 40
C. Hasil Penelitian ... 41
1. Uji Normalitas ... 41
2. Uji Linearitas ... 42
3. Uji Hipotesis ... 43
4. Analisis Data Tambahan ... 45
D. Pembahasan ... 49
E. Keterbatasan Penelitian ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
1. Bagi Subjek Penelitian Remaja Akhir ... 54
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
(19)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ... 30
Tabel 2. Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi ... 31
Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Asertif ... 32
Tabel 4. Pemberian Skor Skala Perilaku Asertif ... 32
Tabel 5. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi ... 35
Tabel 6. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif ... 36
Tabel 7. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Rentang Usia ... 41
Tabel 8. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 41
Tabel 9. Haisil Uji Normalitas ... 42
Tabel 10. Hasil Uji Linearitas ... 43
Tabel 11. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ... 43
Tabel 12. Hasil Uji Hipotesis ... 44
Tabel 13. Hasil Sumbangan Variabel Kecerdasan Emosi ... 44
Tabel 14. Rumus Norma Kategorisasi ... 45
Tabel 15. Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Pelajar ... 45
Tabel 16. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi pada Pelajar ... 45
Tabel 17. Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Pelajar ... 46
Tabel 18. Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Mahasiswa ... 47
(20)
xviii
Tabel 20. Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Mahasiswa ... 48 Tabel 21. Deskripsi Statistik Kecerdasan Emosi ... 48 Tabel 22. Deskripsi Statistik Perilaku Asertif ... 49
(21)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 BLUE PRINT SKALA KECERDASAN EMOSI ... 59
LAMPIRAN 2 BLUEPRINT SKALA PERILAKU ASERTIF ... 64
LAMPIRAN 3 SKALA UJI COBA ... 69
LAMPIRAN 4 RELIABILITAS SKALA ... 84
LAMPIRAN 5 SKALAPENELITIAN ... 90
LAMPIRAN 6 UJI ASUMSI ... 103
(22)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini terdapat banyak fenomena mengenai perilaku remaja akhir ketika berhubungan dengan orang lain dalam lingkungan sosial. Fenomena yang terjadi pada remaja akhir di Indonesia cenderung mengarah kepada fenomena yang berhubungan dengan emosi yang berperan ketika remaja melakukan suatu perilaku dalam berinteraksi dengan orang lain.
Sebagai contoh dalam sebuah artikel konsultasi psikologi sebuah majalah diceritakan seorang remaja yang merasa kesulitan untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan. Remaja tersebut menuturkan bahwa sebenarnya dirinya adalah orang yang ekspresif dan meledak-ledak, namun saat ini ia hanya dapat memendam perasaan dan memilih untuk diam ketika menghadapi suatu masalah. Hal ini menyebabkan dirinya merasa tidak nyaman akibat memendam emosi yang sedang dia rasakan (Reina, Femina no:43/XL, 2012).
Terdapat juga artikel konsultasi psikologi lain yang menceritakan pengalaman seseorang yang merasa kesulitan untuk menolak permintaan orang lain. Orang tersebut sangat sulit mengatakan tidak dan cenderung untuk menuruti apa yang diminta orang lain. Hal tersebut sering ia lakukan walaupun permintaan orang lain tersebut merepotkan dan belum tentu dapat dia lakukan (Aisah, Femina no:13/XL, 2012).
(23)
Fenomena sosial lain mengenai perilaku remaja akhir ketika berhubungan dengan orang lain juga terlihat pada perilaku siswa-siwa SMA di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu muncul berita di televisi maupun media massa lainnya yang menyebutkan bahwa di Indonesia marak terjadi tawuran yang dilakukan oleh pelajar SMA. Salah satu peristiwa tawuran yang menjadi topik pembicaraan adalah tawuran antara pelajar SMA di Jakarta yaitu antara pelajar SMA 70 dan pelajar SMA 6. Tawuran ini memberikan dampak negatif bagi pelajar di Indonesia. Hal ini dikarenakan tawuran tersebut memakan 1 nyawa korban pelajar dari SMA 6 (http:megapolitan.kompas.com)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, 1995, tawuran didefinisikan sebagai suatu perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai atau perkelahian massal. Tawuran juga diartikan sebagai perkelahian massal antara kelompok pelajar yang biasanya laki-laki yang merupakan suatu perilaku kekerasan (Mansoer, dalam Fakhrurrozi, 2012). Terdapat sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa perilaku tawuran dipengaruhi oleh perilaku agresif yang dimiliki remaja ketika menghadapi suatu masalah (Oesman, 2010). Remaja yang memiliki perilaku agresif cenderung mendominasi orang lain dan kurang memiliki perilaku asertif yang merupakan perilaku untuk mencari solusi ketika menghadapi masalah (Hidayat & Lyrawati, 2008). Remaja tersebut memutuskan untuk melakukan tawuran dalam menyelesaikan masalahnya.
Terdapat penelitian lain yang menjelaskan beberapa tahun belakangan ini banyak pelajar SMA yang tidak bisa mengendalikan emosi diri
(24)
mereka. Hal tersebut membuat mereka kehilangan kontrol dan membuat mereka terlibat dalam sebuah tawuran. Penelitian ini menjelaskan bahwa perilaku tawuran yang terjadi pada remaja juga berhubungan dengan kemampuan remaja dalam mengelola emosi (Fakhrurrrozi,2012).
Fenomena-fenomena tersebut memperlihatkan bahwa masih banyak orang yang kurang memiliki kemampuan perilaku asertif. Fenomena pertama dan kedua menjelaskan mengenai seseorang kesulitan untuk mengungkapkan emosi yang dia rasakan maupun menolak permintaan orang lain. Hal tersebut membuat individu merasa sangat tidak nyaman ketika harus menyimpan perasaan tidak menyenangkan yang dia alami. Individu cenderung untuk menahan apa yang dia rasakan, walaupun sebenarnya mereka merasa tidak nyaman dengan apa yang dialami. Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat individu yang kurang memiliki kemampuan asertif yaitu tidak bisa mengungkapkan secara jujur apa yang dirasakan dan diinginkan.
Fenomena sosial mengenai tawuran menunjukkan bahwa remaja pelaku tawuran kurang memiliki perilaku asertif. Mereka banyak melakukan tawuran karena didominasi oleh perilaku agresi yang mereka miliki (Fakhrurrrozi,2012). Remaja tersebut juga kurang memiliki kemampuan untuk mengelola emosi secara lebih adaptif sehingga pada akhirnya mereka terlibat dalam suatu tawuran. Di sisi lain, remaja yang melakukan perilaku tawuran dipengaruhi oleh adanya solidaritas dengan kelompok (peer group) yang sama-sama kurang dapat mengelola emosi dalam menghadapi masalah. Saat remaja akhir bertemu dengan teman yang memiliki persamaan nasib dan
(25)
situasi saat menghadapi masalah membuat remaja dan kelompoknya memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengan melakukan tawuran (Oesman, 2010).
Perilaku asertif adalah perilaku untuk menjalin suatu hubungan yang setara dengan orang lain. Dalam berhubungan individu diharapkan dapat mengungkapkan dan mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan dirasakan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa mengganggu dan menyakiti orang lain (Alberti dan Emmons, 1987). Selain itu, perilaku asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan mempertahankan hak-hak yang dimiliki dengan tegas (Cozby, 1983 dalam Nashori, 2000).
Perilaku asertif merupakan salah satu bagian dari kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal adalah kompetensi yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan suatu komunikasi yang efektif. Remaja sangat membutuhkan kompetensi interpersonal. Mereka membutuhkan hubungan dekat dengan orang lain terlebih lingkungan sosialnya. Remaja yang kurang memiliki kompetensi interpersonal akan mengalami kesulitan untuk memiliki kedekatan dengan orang lain. Hal ini membuat remaja tersebut hanya memiliki sedikit teman. Ketika kompetensi interpersonal sulit dilakukan, maka remaja juga akan mengalami kesulitan ketika beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya (Buhrmester, 1990).
Setiap individu khususnya remaja sangat penting untuk memiliki perilaku asertif. Perilaku ini dapat membuat seseorang memiliki suatu
(26)
kebebasan untuk menunjukkan suatu perasaan positif bagi orang lain. Selain itu perilaku asertif juga dapat membangun suatu komunikasi yang lebih positif ketika berhubungan dengan orang lain (Alberti dan Emmons, 1987). Dengan melakukan perilaku asertif, seseorang dapat efektif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hubungan interpersonal. Komunikasi secara langsung dan terbuka yang merupakan bagian dari perilaku asertif memungkinkan seseorang untuk menerima sebuah pesan tanpa gangguan. Hal tersebut sangat penting dilakukan untuk memelihara hubungan interpersonal dalam lingkungan sosial (Pipas dan Jaradat 2010).
Semua fenomena sosial yang sudah dijelaskan menunjukkan bahwa emosi selalu memiliki peran ketika seseorang melakukan suatu perilaku termasuk ketika seseorang melakukan suatu perilaku asertif. Penjelasan ini didukung oleh hasil penelitian yang menjelasakan bahwa salah satu hal yang berkontribusi pada perilaku asertif adalah kecerdasan emosi (Akbari dan Lengkong,2012).
Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengetahui apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Selain itu kemampuan ini juga membantu individu untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain (Goleman, 1999). Kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai suatu kemampuan individu dalam memproses informasi yang berhubungan dengan emosi secara akurat dan efisien. Individu yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk mengerti, memahami dan meregulasi emosi secara adaptif baik pada diri sendiri maupun orang lain (Mayer &
(27)
Salovey, 1997 ; Mayer & Salovey, 1990; Schutee, 1998 dalam Schutte, N.S., Malouff, J.M., Bobik, Chad., Coston, T.D., Greeson, Cyndy., Jedlica, Christina., Rhodes, Emily & Wendorf, Greta , 2001).
Terdapat penelitian sebelumnya mengenai kecerdasan emosi yang bertujuan melihat kontribusi kecerdasan emosi terhadap perilaku asertif pada remaja di SMP 1 Al-Ikhlas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 30,3% terhadap perilaku asertif pada siswa SMP (Akbari dan Lengkong, 2012).
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan dapat dilihat bahwa terdapat dampak buruk bagi individu yang kurang memiliki perilaku asertif. Individu yang kurang memiliki perilaku asertif kurang mampu untuk mengekspresikan emosi dan perasaan yang sebenarnya mereka alami. Mereka cenderung menahan apa yang sebenarnya ia rasakan.
Fenomena mengenai remaja dalam melakukan perilaku ketika berhubungan dengan lingkungan sosial membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku asertif pada remaja. Pada penelitian ini perilaku asertif pada remaja akhir akan dikaitkan dengan kecerdasan emosi. Peneliti ingin melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
Penelitian ini menggunakan subjek yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Subjek yang digunakan adalah individu yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir baik pelajar maupun mahasiswa. Hal ini dikarenakan masa remaja akhir erat hubungannya dengan perubahan emosi.
(28)
Tegangan emosi yang dialami pada tahap remaja akhir lebih kompleks dan lebih sering terjadi dibandingkan remaja awal. Dibandingkan masa remaja awal, remaja akhir banyak mengalami masalah yang berhubungan dengan orang lain seperti masalah adaptasi dengan lingkungan sosial maupun dengan pasangan (Hurlock, 1957).
Emosi yang muncul pada remaja akhir adalah emosi yang cenderung negatif seperti marah, cemburu, perasaan takut, khawatir dan lain-lain. Selain itu remaja akhir sering dihadapkan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan perasaan dan emosi yang menuntut mereka untuk dapat menyelesaikannya secara efektif (Santrock, 2007). Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu dengan menggunakan teknik analisis data product moment.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi
(29)
sosial. Khususnya terkait dengan pengetahuan menngenai hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku asertif yang terjadi pada remaja akhir 2. Praktis
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada subjek penelitian remaja akhir baik pada pelajar maupun mahasiswa dengan memiliki kemampuan meregulasi emosi dan berperilaku asertif, remaja akhir dapat membentuk hubungan interpersonal yang baik dalam lingkungan sosial. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai tingkat kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada pelajar maupun mahasiswa.
(30)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Asertif
1. Definisi Perilaku Asertif
Setiap individu memerlukan kemampuan untuk dapat mengatasi setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Individu memerlukan suatu kemampuan untuk dapat berperilaku secara jujur sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan. Untuk dapat melakukan hal tersebut mereka membutuhkan suatu kemampuan berperilaku asertif.
Pengertian perilaku asertif adalah perilaku untuk menjalin suatu hubungan yang setara dengan orang lain. Dalam berhubungan dengan
orang lain, individu diharapkan dapat mengungkapkan dan
mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan dirasakan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa mengganggu atau merugikan orang lain (Alberti dan Emmons, 1987).
Selain itu perilaku asertif didefinisikan sebagai kemampuan
untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan
mempertahankan hak-hak yang dimiliki dengan tegas (Cozby, 1983 dalam Nashori 2000). Individu yang melakukan perilaku asertif akan mengekspresikan perasaan yang dialami tanpa suatu paksaan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa tanpa menyakiti dan melanggar hak-hak orang lain (Deluty, 2009)
(31)
Perilaku asertif juga merupakan suatu kemampuan individu untuk berkomunikasi dengan jelas dan spesifik, sekaligus peka terhadap kebutuhan yang dimiliki oleh orang lain. Individu yang melakukan perilaku ini memiliki kepekaan akan reaksi yang mungkin muncul dalam suatu peristiwa. Individu yang memiliki perilaku ini berani untuk memiliki pendapat yang berbeda dan mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap pendapat orang lain, namun juga tetap menghormati pendapat yang disampaikan orang lain (Stein dan Bokk, 2000).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku individu untuk mengungkapkan perasaan secara jujur. Pengungkapan perasaan secara jujur ini dilakukan secara tegas dan dilandasi oleh hak-hak yang dimiliki. Individu yang memiliki kemampuan asertif juga memiliki kepekaan terhadap kebutuhan dan perilaku yang mungkin akan muncul dalam suatu peristiwa. Individu tersebut juga mengetahui bahwa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan merupakan keinginan dirinya sendiri. Selain itu perilaku asertif mendorong seseorang untuk berani memiliki pendapat yang berbeda dari orang lain. Perilaku asertif ini dilakukan tanpa menyakiti dan mengganggu orang lain.
(32)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Rathus dan Nevid (1983) dalam Rosita (2010) antara lain :
a. Jenis kelamin
Pada umumnya perempuan lebih sulit untuk melakukan perilaku asertif. Perbedaan ini terlihat ketika perempuan merasa lebih sulit mengungkapkan perasaan secara jujur dibanding laki-laki. Sedangkan laki-laki memiliki sikap-sikap yang maskulin , yaitu kuat, asertif, kompetitif dan ambisius.
b. Harga diri
Keyakinan seseorang dapat memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Individu yang memiliki keyakinan atau kepercayaan diri yang positif cenderung mampu untuk mengungkapkan pendapat dan perasaan terhadap orang lain secara jujur.
c. Kebudayaan
Setiap kebudayaan memiliki aturan dan batasan-batasan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu perilaku.. Batas-batas perilaku yang ada sesuai dengan usia, jenis kelamin dan status sosial seseorang dalam lingkungan. Perbedaan ini akan mempengaruhi seseorang untuk dapat berperilaku asertif.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (1987) dalam Setyadi (2004) pada mahasiswa Batak dan Jawa di DIY menunjukkan
(33)
adanya perbedaan mengenai perilaku asertif yang dilakukan. Mahasiswa Batak lebih asertif dibandingkan mahasiswa Jawa. Hal tersebut bisa dilihat sebagai salah satu faktor bahwa budaya mempengaruhi seseorang untuk berperilaku asertif.
d. Tingkat pendidikan
Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat memiliki pola berpikir yang luas. Hal ini membuat individu tersebut memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan memiliki sikap yang lebih terbuka.
e. Tipe kepribadian
Respon individu ketika menghadapi masalah akan selalu berbeda. Hal ini dapat terjadi karena respon individu tersebut dapat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki. Sebagai contoh terdapat orang yang memiliki tipe kepribadian introvert. Individu tersebut cenderung pasif dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini membuat individu juga sulit untuk bersikap terbuka ketika berinteraksi dengan orang baru.
f. Situasi lingkungan sekitar
Individu dalam berperilaku juga dipengaruhi oleh keadaan suatu lingkungan tertentu. Hal tersebut yang akan mempengaruhi individu untuk dapat berperilaku terbuka atau menahan perasaan yang sedang dialami.
(34)
g. Kecerdasan Emosi
Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Akbari dan Lengkong, 2012 yang bertujuan untuk melihat kontribusi kecerdasan emosi terhadap perilaku asertif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memberi sumbangan sebesar 30,3% terhadap perilaku asertif.
3. Aspek-aspek Perilaku Asertif
Perilaku asertif memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut merupakan hal-hal yang terkandung dalam perilaku asertif. Berikut ini adalah beberapa aspek perilaku asertif yang diungkapkan oleh Alberti dan Emmons, 1987 antara lain :
a. Mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal
Perilaku ini bertujuan untuk mendapatkan suatu
keseimbangan dalam melakukan hubungan interpersonal. Individu diharapkan untuk memperoleh perlakuan yang sama tanpa merasa dirugikan satu sama lain. Individu yang memiliki perilaku asertif memahami bahwa setiap manusia memiliki persamaan derajat dalam berinteraksi dengan orang lain. Ketika melakukan hubungan interpersonal diharapkan individu tidak ada yang merasa dirugikan, sehingga tercipta suatu hubungan yang setara antar individu.
(35)
b. Bertindak sesuai dengan kepentingan dan minat
Kemampuan untuk membuat keputusan pribadi mengenai karir, hubungan dengan orang lain, gaya hidup dan manajemen waktu. Perilaku ini bertujuan untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan dengan motivasi yang dimiliki oleh individu. Individu yang memiliki perilaku asertif bertindak sesuai dengan hal yang diminati. Individu dapat menentukan arah hidupnya sesuai dengan dirinya sendiri. Selain itu kemampuan ini juga membuat individu untuk berani secara jujur meminta bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan bantuan.
c. Mampu mempertahankan hak-hak pribadi
Kemampuan ini meliputi keberanian seseorang untuk mengucapkan kata tidak atau menolak pada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Individu mampu untuk mempertahankan hak-hak mereka tanpa melanggar hak-hak dan kebutuhan orang lain (Adams, 1995). Selain itu individu yang memiliki kemampuan ini dapat menanggapi suatu kritik tanpa menggunakan emosi negatif seperti marah. Kemampuan ini juga digunakan seseorang untuk mempertahankan suatu pendapat yang diungkapkan.
d. Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman
Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami secara terbuka baik perasaan negatif atau perasaan
(36)
mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya terhadap orang lain secara terbuka (Corey, 2007). Hal-hal yang diungkapkan dapat meliputi seluruh isi pikiran, perasaan serta kebutuhan yang terdapat pada dirinya sendiri. Perilaku ini dilakukan secara spontan, tanpa perasaan cemas, ragu-ragu maupun perasaan takut.
e. Tidak menghalangi hak-hak orang lain
Kemampuan ini dilakukan untuk mengungkapkan suatu ekspresi tanpa memberikan kritik yang tidak adil pada orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain individu menghindari perilaku yang menyakiti dan mengintimidasi orang lain. Individu yang memiliki kemampuan ini mengetahui bahwa setiap individu
memiliki kesempatan yang sama dalam mengungkapkan
pendapatnya. Mereka menghargai setiap individu dengan segala hak dan pendapatnya masing-masing.
Dengan demikian perilaku asertif memiliki beberapa aspek. Aspek tersebut antara lain adalah mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal, bertindak sesuai kepentingan dan minat serta mampu mempertahankan hak-hak pribadi. Selain itu terdapat juga aspek mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman dan tidak menghalangi hak-hak orang lain.
(37)
4. Penghalang Individu Berperilaku Asertif
Menurut Alberti dan Emmons, 1987, terdapat beberapa hal yang menjadi penghalang seseorang kurang memiliki perilaku asertif, yaitu :
a. Banyak orang yang kurang menganggap bahwa berperilaku asertif
merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan.
b. Banyak orang yang memiliki kecemasan dan ketakutan yang tinggi
untuk bertindak asertif
c. Individu memiliki kemampuan yang kurang dalam mengekspresikan
diri. B. Kecerdasan Emosi
1. Definisi Kecerdasan Emosi
Kecerdasan manusia banyak dilihat dari beberapa bagian. Beberapa ahli psikologi pada era 1980 mengungkapkan bahwa ada beberapa macam kecerdasan yang dimiliki seorang individu (Sternberg, 1985 dalam Weiner dan Craighead 2010). Salah satu kecerdasan yang dimiliki individu adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengetahui apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Selain itu kemampuan ini juga membantu individu untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan saat berhubungan dengan orang lain (Goleman, 1999).
Beberapa ahli seperti Schutte, Malouf, Bobik, Coston, Greeson, Jedlica, Rhodes dan Wenrdorf (2001) mengemukakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk mengerti,
(38)
memahami dan meregulasi emosi secara adaptif baik pada diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kesatuan kemampuan non kognitif, kompetensi dan keterampilan yang dapat berpengaruh pada kemampuan untuk kesuksesan dalam menghadapi tuntutan serta tekanan yang terdapat pada lingkungan sekitar (Bachrach, 2004). Kecerdasan emosi bertujuan untuk menjaga hubungan dengan orang lain serta mempromosikan pertumbuhan personal individu (Stys dan Brown, 2004; Lynn, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan non kognitif dalam mengelola dan meregulasi emosi secara lebih adaptif baik pada diri sendiri maupun ketika berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan emosi mampu untuk memahami dan mengerti emosi yang sedang dialami. Kemampuan ini membantu individu untuk dapat mengenali apa yang sedang dirasakan. Kecerdasan emosi bertujuan untuk menjaga hubungan interpersonal dengan individu lain
(39)
2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut membentuk seseorang untuk memiliki keterampilan kecerdasan emosi dalam dirinya. Berikut ini adalah aspek-aspek yang diungkapkan oleh Goleman, 1999 yaitu :
a. Kesadaran diri :
Kesadaran diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dia rasakan. Selain itu individu yang memiliki kesadaran diri juga dapat mengenali kelebihan maupun kekurangan yang ada pada dirinya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai tolok ukur yang realistis terhadap diri sendiri. Kemampuan ini digunakan untuk mengambil suatu keputusan. Individu yang memiliki kesadaran diri juga memiliki kepercayaan diri yang besar.
Selain itu, kesadaran diri merupakan suatu komponen yang membutuhkan penguasaan dalam mengelola emosi. Kesadaran diri menuntut seseorang untuk dapat memahami dan memprediksi reaksi emosi yang muncul dari situasi tertentu (Lynn, 2002).
b. Pengaturan diri
Kemampuan ini membantu individu dalam mengatasi emosi supaya dapat berdampak positif bagi diri sendiri maupun orang lain. Pengaturan diri dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu masalah. Kemampuan ini membuat individu dapat mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya dengan baik. Pengaturan diri memungkinkan
(40)
seseorang untuk bisa berfikir sebelum melakukan tindakan dan peka terhadap situasi yang ada. Selain itu individu yang memiliki kemampuan ini dapat mengatasi tekanan emosi yang muncul dalam dirinya. Emosi positif maupun emosi negatif yang muncul akan disalurkan dengan cara yang lebih produktif (Lynn, 2002).
c. Motivasi diri
Motivasi diri merupakan kemampuan untuk mendorong diri dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini memiliki manfaat untuk mengambil inisiatif dalam bertindak. Individu yang memiliki motivasi diri dapat melakukan suatu perilaku dengan lebih efektif. Kemampuan ini juga membuat seseorang dapat mengatasi kegagalan dalam dirinya. Kecemasan dan sikap frustasi juga dapat diatasi jika individu tersebut memiliki motivasi diri yang baik.
d. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Individu yang memiliki empati mampu melihat suatu peristiwa dengan menggunakan perspektif orang lain. Perilaku ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya ketika berhubungan dengan orang lain. Empati melibatkan pemikiran kognitif dan emosi. Selain itu, empati juga membutuhkan suatu logika dan pemikiran tertentu ketika seseorang melihat suatu peristiwa dari sudut pandang orang lain (Lynn, 2002).
(41)
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk dapat mengendalikan emosi ketika berhubungan dengan orang lain. Keterampilan ini dapat membuat individu mampu berinteraksi dengan baik dan bersikap bijaksana ketika melakukan hubungan interpersonal dalam lingkungan. Kemampuan ini juga mencakup kemampuan individu untuk dapat mengatur suatu relasi yang baik dan membentuk jaringan-jaringan sosial dengan lingkungan sekitar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek. Aspek tersebut antara lain kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan ketrampilan sosial.
C. Remaja Akhir
Remaja merupakan suatu bagian dalam tahap perkembangan manusia. Masa remaja didefinisikan sebagai masa transisi dari periode anak-anak menuju periode dewasa. Masa ini ditandai dengan perubahan biologis, lingkungan dan pengalaman berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 2007). Masa remaja dibagi menjadi 2 bagian, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Remaja awal meliputi rentang usia 13 sampai 16 tahun dan remaja akhir meliputi rentang usia 17 sampai 21 tahun (Hurlock, 1957).
Sarwono (2007) mengungkapkan bahwa masa remaja akhir ditandai dengan pencapaian lima hal, antara lain:
a. Remaja akhir memiliki minat yang lebih mantap terhadap fungsi-fungsi
(42)
b. Memiliki ego pada diri sendiri yang digunakan untuk dapat berhubungan dengan dengan orang lain
c. Mengalami perubahan secara biologis dan memiliki identitas seksual yang
sudah tidak bisa berubah lagi
d. Sikap egosentrisme remaja yang memusatkan perhatian terhadap diri
sendiri sudah beralih menjadi keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain
e. Remaja akhir sudah memiliki suatu pemisah antara diri pribadinya (private
self) dengan masyarakat umum (the public).
Remaja juga erat kaitannya dengan munculnya perubahan emosi. Remaja sering mengalami fluktuasi emosi atau emosi yang belum stabil dan tidak menentu. Munculnya emosi pada remaja akhir berlangsung lebih sering dibanding masa sebelumnya (Rosenblum & Lewis, 2003 dalam Santrock 2007). Masalah-masalah yang beragam yang belum pernah dialami sebelumnya juga sering muncul pada masa ini. Masalah yang beragam menuntut mereka untuk dapat menyelesaikannya dengan cara yang tepat.
Remaja cenderung untuk menggunakan emosi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Namun masih banyak remaja yang kurang dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Hal tersebut menyebabkan remaja rentan untuk mengalami dampak negatif seperti depresi, perasaan marah, kurang mampu meregulasi emosi dan pada akhirnya dampak tersebut dapat memicu munculnya masalah-masalah lain di bidang akademis, lingkungan, kenakalan remaja dan lain lain (Santrock, 2007)
(43)
Pada masa remaja akhir banyak hal yang dialami remaja yang berhubungan dengan emosi. Remaja akhir banyak mengalami tegangan emosi dalam menjalani kehidupan. Tegangan emosi yang dialami pada tahap remaja akhir lebih kompleks dan lebih sering terjadi dibandingkan remaja awal. Dibandingkan masa remaja awal, remaja akhir banyak mengalami masalah yang berhubungan dengan orang lain seperti masalah adaptasi dengan lingkungan sosial maupun dengan pasangan (Hurlock, 1957).
Emosi-emosi yang muncul pada remaja akhir antara lain marah, takut, khawatir, cemburu dan lain-lain. Emosi yang lebih banyak muncul pada masa remaja akhir adalah marah. Remaja yang sedang mengalami sikap marah disebabkan oleh kurangnya kemampuan mereka dalam mengungkapkan secara jelas apa yang mereka rasakan kepada orang lain (Hurlock, 1957; Hurlock, 1973).
D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif
Salah satu hal yang berkontribusi pada perilaku asertif remaja adalah kecerdasan emosi. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Akbari (2012) mengenai kontribusi kecerdasan emosi terhadap perilaku asertif. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa kecerdasan emosi memberi kontribusi secara efektif sebesar 30,3% pada perilaku asertif pada siswa SMP Al-Azhar.
Masa remaja akhir merupakan masa yang penuh dengan gejolak emosi. Pada masa ini, remaja sering mengalami fluktuasi emosi atau emosi yang belum stabil dan tidak menentu. Munculnya emosi ini juga berlangsung lebih sering dibanding masa sebelumnya (Rosenblum & Lewis, 2003 dalam
(44)
Santrock 2007). Masalah-masalah yang beragam yang belum pernah dialami sebelumnya muncul pada masa remaja akhir. Masalah yang beragam menuntut mereka untuk dapat menyelesaikannya dengan tepat. Dalam menghadapi emosi yang muncul, remaja memerlukan kecerdasan emosi untuk membantu mereka dalam menghadapi setiap permasalahan.
Kecerdasan emosi pada dasarnya membantu individu untuk mengetahui apa yang sedang dialami dan dirasakan individu pada situasi tertentu (Goleman, 1999). Ketika individu mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya, maka individu tersebut lebih mudah untuk menentukan perilaku apa yang tepat untuk dilakukan pada situasi tertentu. Kemampuan untuk melakukan suatu perilaku dan mengekspresikan perasaan secara terbuka ketika menghadapi situasi tertentu merupakan bagian dari perilaku asertif (Alberti dan Emmons, 1987).
Kecerdasan emosi membantu individu untuk dapat memelihara hubungan interpersonal (Stys dan Brown, 2004; Lynn, 2002). Kemampuan untuk memelihara hubungan interpersonal dengan baik juga membuat remaja akhir dapat memiliki hubungan interpersonal yang seimbang dalam
lingkungan sosial karena tidak ada pihak yang akan dirugikan (Alberti dan
Emmons, 1987). Kedua variabel baik kecerdasan emosi maupun perilaku asertif sama-sama bertujuan untuk membentuk suatu hubungan interpersonal yang baik tanpa ada yang merasa dirugikan.
Remaja akhir yang memiliki kecerdasan emosi mampu
(45)
sekitarnya. Kecerdasan emosi membantu remaja akhir dalam mengolah dan meregulasi emosi yang dimilikinya ketika menghadapi perubahan emosi yang sering terjadi pada masa tersebut (Santrock, 2007). Ketika remaja dapat meregulasi emosi yang dia alami remaja tersebut juga dapat mengungkapkan emosi dan perasaan yang sedang dialami secara lebih jujur dan adaptif sehingga tidak menyakiti hati dan merugikan orang lain (Alberti dan Emmons, 1987).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika remaja akhir memiliki kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik maka remaja akhir juga memiliki kemampuan untuk dapat mengekspresikan emosinya secara jujur dan lebih adaptif. Penjelasan tersebut juga menunjukkan bahwa remaja akhir yang memiliki kecerdasan emosi dengan baik juga akan memiliki perilaku asertif yang baik.
E. Hipotesis
Berdasarkan fenomena yang sudah dijelaskan, maka peneliti memiliki hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
(46)
Remaja Akhir Masa penuh gejolak emosi
Kererdasan emosi : kemampuan untuk kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan emosi tinggi : Remaja akhir mampu dengan baik untuk mengelola dan mengatasi emosi yang sedang muncul pada dirinya
Kecerdasan emosi rendah : Remaja akhir tidak mampu untuk mengelola dan mengatasi emosi yang sedang muncul pada dirinya
Perilaku asertif tinggi :
Ketika remaja danpat mengelola emosi dengan baik maka remaja tersebut dapat mengungkapkan dan mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan dirasakan tanpa mengganggu orang lain.
Perilaku asertif rendah: Ketika remaja belum mampu untuk mengelola emosi dengan baik maka remaja tersebut akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan dirasakan.
(47)
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk melihat hubungan antar variable-variabel yang akan diteliti. (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pada penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel yaitu kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
B. Identifikasi Variabel
Penelitian ini memiliki dua variabel. Variabel independent dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Variabel dependent pada penelitian ini adalah perilaku asertif.
C. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan non kognitif dalam mengelola dan meregulasi emosi secara lebih adaptif baik pada diri sendiri dan saat berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan emosi mampu untuk memahami dan mengerti emosi yang sedang dialami. Kemampuan ini membantu individu untuk dapat mengenali apa yang sedang dirasakan. Kecerdasan emosi bertujuan untuk menjaga hubungan interpersonal dengan individu lain.
(48)
Kecerdasan emosi diukur dengan menggunkan skala kecerdasan emosi. Skala ini disusun dengan menggunkan aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosi. Semakin tinggi skor total subjek maka dapat dikatakan kecerdasan emosi yang dimiliki subjek tinggi. Sedangkan semakin rendah skor total subjek, menunjukkan bahwa kecerdasan emosi pada subjek rendah.
2. Perilaku Asertif
Perilaku asertif merupakan skor perilaku individu untuk mengungkapkan perasaan secara jujur. Pengungkapan perasaan secara jujur ini dilakukan secara tegas dan dilandasi oleh hak-hak yang dimiliki. Selain itu, perilaku asertif mendorong seseorang untuk berani memiliki pendapat yang berbeda dari orang lain. Perilaku asertif ini dilakukan tanpa menyakiti dan mengganggu orang lain.
Perilaku Asertif akan diukur dengan menggunkan skala perilaku asertif. Skala ini disusun dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat pada perilaku asertif. Semakin tinggi skor total subjek maka dapat dikatakan perilaku asertif yang dimiliki subjek tinggi. Sedangkan semakin rendah skor total subjek, menunjukkan bahwa perilaku asertif pada subjek rendah.
(49)
D. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini terdapat kriteria bagi subjek yang digunakan dalam penelitian. Kriteria tersebut antara lain adalah :
1. Subjek dalam penelitian merupakan subjek yang berada pada tahap
perkembangan remaja akhir. Subjek tersebut adalah remaja yang memiliki rentang usia 17-21 tahun. (Hurlock, 1957)
2. Subjek tersebut merupakan individu yang tidak menempuh studi di bidang
psikologi. Hal ini dilakukan agar hasil pengerjaan soal netral dan tidak terjadi faking good karena subjek sudah mempelajari kecerdasan emosi dan perilaku asertif sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan subjek remaja akhir karena beberapa pertimbangan. Remaja akhir banyak mengalami peristiwa yang berhubungan dengan emosi. Beberapa emosi yang muncul pada masa remaja akhir adalah marah, takut, khawatir, cemburu dan lain-lain. (Hurlock, 1957). Selain itu remaja akhir juga banyak mengalami tegangan emosi, sehingga mereka juga dituntut untuk dapat mengelola emosi secara lebih adaptif. Dengan demikian peneliti dapat melihat sejauh mana remaja akhir memiliki kemampuan untuk mengelola emosi yang sedang dihadapi.
E. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non-
random sampling yang berarti tidak semua populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk digunakan sebagai sampel. (Taniredja & Mustadifah 2011). Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik ini
(50)
memiliki definisi bahwa sampel yang dipilih adalah sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian (Prasetyo & Jannah, 2008).
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala. Skala tersebut terdiri dari dua skala yaitu skala kecerdasan emosi dan skala perilaku asertif. Skala yang dipilih oleh peneliti adalah skala Likert yang merupakan alat untuk mengukur sikap pada suatu penelitian. Thurstone dalam Sarwono (2006) menjelaskan bahwa sikap yang dimaksud adalah pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, kepositifan dan kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis.
Pada penelitian ini skala yang digunakan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Peneliti tidak menggunakan jawaban netral dan hanya menggunakan empat alternatif jawaban untuk mengurangi adanya jawaban netral yang akan dipilih oleh subjek. Terdapatnya alternatif jawaban netral dapat membuat subjek kurang memaknai pernyataan yang ada sebagai bagian dari perilaku subjek. Selain itu jawaban netral dapat menutupi karakter personal yang sesungguhnya dalam diri individu. (Friedenberg,1995).
(51)
Kedua skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibuat menjadi satu kesatuan booklet skala. Perincian skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Skala Kecerdasan Emosi
Skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah skala kecerdasan emosi. Skala ini berisi pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung aspek-aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek. Skala ini
dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju”, “setuju”,
“tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skala ini dibuat berdasarkan
aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosi. Aspek-aspek tersebut antara lain kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Jumlah item dalam skala ini adalah 70 item yang terdiri dari 35 pernyataan favorable dan 35 item pernyataan unfavorable.
Tabel 1.
Blue Print Skala Kecerdasan Emosi
Aspek Nomor Item Total %
Favorable Unfavorable
Kesadaran Diri 1, 17, 23, 31,
35, 51, 58
11, 24, 39, 45, 49, 61, 66
14 20
Pengaturan Diri 2, 7, 15, 27, 40,
52, 62
3, 19, 32, 34, 44, 59, 70
14 20
Motivasi Diri 9, 22, 25, 38,
43, 57, 63
6, 12, 18, 30, 48, 53, 69
14 20
Empati 4, 13, 16, 21,
47, 67, 54
8, 26, 33, 36, 41, 56, 64
14 20
Ketrampilan Sosial 10, 28, 37, 42,
50, 60, 68
5, 14, 20, 29,46, 55, 65
14 20
(52)
Tabel 2.
Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
2. Skala Perilaku Asertif
Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku asertif adalah skala perilaku asertif. Skala ini berisi pernyataan-pernyataan favorable dan
unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang
mendukung aspek-aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek. Skala ini
dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skala ini dibuat berdasarkan
aspek-aspek yang terdapat pada perilaku asertif. Aspek-aspek tersebut antara lain mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal, bertindak sesuai dengan kepentingan dan minat, mampu mempertahankan hak-hak pribadi, mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman dan tidak menghalangi hak-hak orang lain. Jumlah item dalam skala ini adalah 70 item yang terdiri dari 35 item pernyataan favorable dan 35 item pernyataan unfavorable.
(53)
Tabel 3.
Blue Print Skala Perilaku Asertif
Aspek Nomor Item Total %
Favorable Unfavorable Mendukung
kesetaraan dalam hubungan
interpersonal
1, 12, 23, 40, 46, 57, 67
7, 18, 27, 31,
39, 51, 62 14 20
Bertindak sesuai dengan kepentingan dan minat
2, 8, 17, 36, 47, 52, 68
13, 21, 28, 41,
45, 58, 63 14 20
Mampu
mempertahankan hak-hak pribadi
9, 15, 29, 33, 42, 53,56
3, 6, 20, 35, 48,
59, 64 14 20
Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman
4, 14, 26, 37, 49, 60, 65
10*, 19*, 32*, 43*, 50*, 69,
54*
14 20
Tidak menghalangi hak-hak orang lain
11, 16, 22, 24, 30, 61, 66
5, 25, 34, 38,
44, 55, 70 14 20
Total 35 35 70 100
Tabel 4.
Pemberian Skor Skala Perilaku asertif
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
(54)
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Sebelum melakukan pengambilan data alat ukur yang akan digunakan diuji oleh expert judgement dalam hal ini dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi menguji kesesuaian item yang dibuat dengan aspek-aspek yang digunakan dalam variabel penelitian. (Azwar, 2012). Validitas isi dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
a. Validitas Muka
Validitas muka merupakan tipe validitas yang berdasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes pada suatu penelitian. Jika penampilan tes yang dibuat dapat meyakinkan dan mengungkap apa yang akan diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka dalam penelitian tersebut sudah terpenuhi. (Azwar, 1997). Alat tes yang memiliki validitas muka tinggi akan membuat subjek penelitian memiliki motivasi yang tinggi dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes.
Validitas muka yang baik dapat dilihat dari penampilan yang baik seperti pengemasan soal tes yang diketik dengan rapi dan penulisan prosedur pengetesan yang jelas.
(55)
b. Validitas Logik
Validitas logik merupakan validitas yang bertujuan untuk melihat sejauhmana isi tes dapat merepresentasikan ciri-ciri atribut yang akan diukur. Validitas logik sangat penting digunakan dalam penelitian. Validitas logik juga dapat berisi blue print yang mencakup komponen-komponen dari atribut yang digunakan dalam penelitian. (Azwar, 1997)
2. Seleksi Item
Seleksi item menggunakan korelasi item total yang diolah dengan
SPSS 16.0 for Windows. Seleksi item dilakukan berdasarkan daya
diskriminasi item yang menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix).
Item yang nantinya akan dipilih dan digunakan merupakan item yang
memiliki kualitas yang baik, yaitu ≥ 0,30. Item yang memiliki kualitas
yang tidak baik, tidak dapat digunakan dalam skala dan akan digugurkan. (Azwar, 2012).
a. Skala Kecerdasan Emosi
Berdasarkan hasil uji coba item skala kecerdasan emosi yang dilakukan terhadap 80 responden, dapat dilihat bahwa terdapat 53 item yang lolos seleksi dari 70 item total awal. Item yang lolos
(56)
Distribusi item pada skala kecerdasan emosi dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 5
Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi
Aspek Item Total
Favorable Unfavorable
Kesadaran Diri 1, 17, 31, 35,
51, 58
11, 24, 39, 45, 49,
61, 66 13
Pengaturan Diri 2, 7, 15, 27, 40 34, 44, 59 8
Motivasi Diri 9, 22, 38, 43,
57
6, 12, 18, 30, 48,
53, 69 12
Empati 13, 16, 21, 47,
67 26, 36, 56, 64 9
Ketrampilan Sosial
10, 28, 37, 42,
50, 68 14, 20, 29,46, 55 11
Total 27 26 53
Pada skala kecerdasan emosi dari 70 item yang diujikan terdapat 17 item yang tidak lolos seleksi. Item-item tersebut adalah item dengan nomor 3, 4, 5, 8, 19, 23, 25, 32, 33, 41, 52, 54, 60, 62,
63, 65 dan 70. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi ≤0,30
yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2012). Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.
(57)
b. Skala Perilaku Asertif
Berdasarkan hasil uji coba item skala perilaku asertif yang dilakukan terhadap 80 responden, dapat dilihat bahwa terdapat 51 item yang lolos seleksi dari 70 item total awal. Item yang lolos
seleksi tersebut memiliki koefisien korelasi item total (rix) ≥ 0,30.
Distribusi item pada skala perilaku asertif dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 6.
Distribusi Item Skala Perilaku Asertif
Aspek Item Total
Favorable Unfavorable Mendukung
kesetaraan dalam hubungan
interpersonal
1, 23, 40, 57,
67 18, 27, 31, 51 9
Bertindak sesuai dengan
kepentingan dan minat
2, 8, 36, 52, 68 21, 28, 63 8
Mampu
mempertahankan hak-hak pribadi
9, 15, 29, 33, 42, 53,56
3, 6, 20, 35, 48,
59, 64 14
Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman
4, 14, 37, 60, 65 10, 19, 32, 43, 50,
54 11
Tidak
menghalangi hak orang lain
11, 16, 22, 30,
61 34, 38, 44, 55 9
(58)
Pada skala perilaku asertif dari 70 item yang diujikan terdapat 19 item yang tidak lolos seleksi. Item-item tersebut adalah item dengan nomor 5, 7, 12, 13, 17, 24, 25, 26, 39, 41, 45, 46, 47, 49, 58, 62, 66, 69 dan 70. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi
≤0,30 yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2012). Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.
3. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan apakah sebuah alat ukur atau instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nurgiyantoro,
2004). Koefisien reliabilitas berada pada rentang angka antara 0 – 1,00.
Apabila koefisien reliabilitas tersebut semakin mendekati 1,00, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian semakin reliabel (Azwar, 2012). Reliabilitas yang digunakan dalam skala ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach dan diolah menggunakan penghitungan SPSS 16.0 for Windows.
a. Skala Kecerdasan Emosi
Koefisien skala kecerdasan emosi sebelum dipilih item yang
(59)
menghasilkan α = 0,930. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel
karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00.
b. Skala Perilaku Asertif
Koefisien skala perilaku asertif sebelum dipilih item yang
baik adalah α = 0,927. Setelah dipilih 51 aitem yang baik maka menghasilkan α = 0,940. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan masih
reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00 H. Metode Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode korelasional. Metode korelasional yang dipilih adalah korelasi
product-moment. Korelasi pearson product-moment digunakan untuk melihat
hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan antara kedua variabel penelitian. (Sugiyono, 2008)
(60)
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Pengambilan data dilakukan dengan metode survey menggunakan skala dari kedua variabel penelitian. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti membuat item untuk kedua variabel dengan berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada variabel penelitian.
Setelah item pada kedua skala selesai dibuat peneliti mulai melakukan uji coba untuk kedua alat ukur tersebut. Uji coba ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti mengetahui berapa banyak jumlah item yang memiliki kualitas baik dan layak untuk digunakan ketika pengambilan data. Pelaksanaan uji coba ini dimulai pada tanggal 6 Juni 2013 hingga 9 Juni 2013. Peneliti menyebar skala di beberapa universitas yang ada di Yogyakarta. Saat melakukan uji coba, peneliti membagikan skala pada pelajar dan mahasiswa yang tergolong remaja akhir dengan rentang usia 17-21 tahun. Proses uji coba skala penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri. Subjek yang didapatkan peneliti dalam uji coba skala ini berjumlah 80 orang. Setelah data uji coba terkumpul, peneliti mulai mengolah data tersebut dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows.
Uji coba yang dilakukan peneliti terhadap 80 subjek memperlihatkan bahwa kedua skala penelitian dapat dikatakan reliabel. Hal ini terlihat kedua
(61)
skala tersebut memiliki nilai reliabilitas yang mendekati 1,00. Skala kecerdasan emosi memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,920 dan skala perilaku asertif mendapatkan nilai reliabilitas sebsar 0,927. Dari 70 item kecerdasan emosi didapatkan 53 item yang baik dan lolos seleksi. Sedangkan skala perilaku asertif mendapatkan 51 item yang baik dan lolos seleksi. Setelah ditemukan item-item yang memiliki kualitas baik, maka item-item tersebut disusun kembali oleh peneliti untuk proses pengambilan data.
Proses pengambilan data dilakukan pada tanggal 9 Juni sampai 14 Juni 2013. Pengambilan data ini dilakukan di beberapa sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta. Subjek yang diminta untuk mengisi skala adalah subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pada proses pengambilan data kali ini, peneliti juga meminta bantuan kepada orang yang dipercayai untuk membagikan skala. Jumlah total skala yang disebarkan adalah 215 skala. Akan tetapi skala yang kembali kepada peneliti berjumlah 187 skala. Dari 187 skala tersebut tidak semua digunakan dalam proses pengolahan data. Hal ini dikarenakan terdapat 17 skala yang belum terisi dengan lengkap sehingga tidak digunakan dalam olah data.
B. Deskripsi Subjek
Dalam penelitian ini jumlah data yang diperoleh sebanyak 170 data. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan subjek yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir dengan rentang usia 17-21 tahun subjek tersebut terdiri dari pelajar dan mahasiswa
(62)
Tabel 7.
Kategorisasi Subjek Berdasarkan Rentang Usia
Tabel 8.
Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan
C. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat apakah data penelitian yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini diolah dengan SPSS 16.0
for Windows. Teknik yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah
teknik Kolmogorov-Smirnov. Hasil sebaran data yang diperolah dapat dikatakan berdistribusi normal apabila signifikansi atau probabilitas (p) diatas 5% atau 0,05. Sedangakan apabila signifikansi atau probabilitas (p) dibawah 0,05 maka sebaran data dikatakan tidak normal. (Santoso, 2010).
Usia Jumlah
17 tahun 27 subjek
18 tahun 34 subjek
19 tahun 40 subjek
20 tahun 35 subjek
21 tahun 34 subjek
Tingkat Pendidikan Jumlah
Pelajar 27 subjek
(63)
Hasil uji normalitas yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9.
Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan data hasil uji normalitas diatas dapat dilihat bahwa variabel kecerdasan emosi memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,987 dengan signifikansi 0,284. Sedangkan untuk variabel perilaku asertif diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,195 dengan signifikansi sebesar 0,115. Kedua hasil taraf signifikansi tersebut berada diatas 0.05 atau (p > 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan antar variabel mengikuti garis lurus atau tidak. Uji linearitas diolah dengan SPSS
16.0 for Windows. Pengujian ini dilakukan dengan melihat taraf
signifikansi dari variabel penelitian. Apabila nilai taraf signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data yang diperoleh dinyatakan linier. Sedangkan jika signifikansi diatas 0,05 maka data belum dapat dikatakan linier.
Variabel Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2 tailed)
Keterangan
Kecerdasan Emosi 0,987 0,284 Normal
(64)
Hasil uji linearitas yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 10.
Hasil Uji Linearitas
B e
Berdasarkan data hasil uji linearitas diatas dapat dilihat bahwa signifikansi yang muncul adalah 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh linier karena nilai signifikansi berada dibawah 0.05.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk melihat kesesuaian hasil dari penelitian yang dilakukan dengan hipotesis awal yang diajukan peneliti. Pengujian hipotesis ini dilihat dari koefisien korelasi yang dihasilkan pada data yang sudah diolah. Koefisien korelasi yang digunakan dalam uji hipotesis berkisar antara -1,0 sampai 1,0
Menurut Usman dan Akbar (2008), interpretasi nilai koefisien korelasi dapat digolongkan sebagai berikut:
Tabel 11.
Interpretasi Nilai Koefisen Korelasi
Variabel Uji Linearitas F Sig.
Kecerdasan Emosi (Combined) 5,482 0,000
Perilaku Asertif Linearity
Deviation from Linearity
274,444 0,845
0,000 0,759
R Interpretasi
0 Tidak berkorelasi
0,01 - 0,20 Sangat rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Agak rendah
0,61 – 0,80 Cukup
0,81 – 0,99 Tinggi
(65)
Hasil uji korelasi dari data yang sudah diolah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 12.
Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis awal dari penelitian ini adalah terhadap hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Dari hasil data yang sudah diolah, dapat dilihat bahwa koefisian korelasi antar variabel bernilai 0,796 dengan signifikansi 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal diterima, terdapat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.
Tabel 13.
Hasil Sumbangan Variabel Kecerdasan Emosi
Penelitian ini juga melihat hasil koefisien determinasi (r squared) yang ada pada penelitian ini. Koefisien determinasi ini digunakan untuk melihat besarnya sumbangan yang diberikan antara variabel independent terhadap variabel dependent. Hasil koefisien determinasi (r squared) yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 0,633. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memberikan sumbangan sebesar 0,633 atau 63,3% terhadap perilaku asertif pada remaja akhir.
Hubungan r Sig.
Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif
0,796 0,000
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
(66)
4. Analisis Data Tambahan
a. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 14.
Rumus Norma Kategorisasi
Kategori Rentang
Sangat Rendah x ≤ m + -1,5 SD
Rendah m + -1,5 SD < x ≤ m + -0,5 SD
Sedang m + -0,5 SD < x ≤ m + 0,5 SD
Tinggi m + 0,5 SD < x ≤ m +1,5 SD
Sangat Tinggi x ≥ m +1,5 SD
a) Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif Pada
Pelajar
Tabel 15.
Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Pelajar
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
X 163.96 15.842 27
(67)
Tabel 16.
Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi pada Pelajar
Kategori Rentang Jumlah Persentase
Sangat Rendah ≤ 140.1 1 3,7%
Rendah 140.1<x<156.0 7 25,9%
Sedang 156.0<x<171.8 10 37%
Tinggi 171.8<x<187.7 7 25,9%
Sangat Tinggi ≥ 187.7 2 7,4%
Dari hasil pengelompokan subjek pelajar berdasarkan tingkat kecerdasan emosi dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek masuk dalam kategorisasi sedang sebanyak 37%. Subjek yang masuk dalam kategori rendah dan tinggi memiliki persentase yang sama yaitu 25,9%. Sedangkan subjek yang memiliki tingkat kecerdasan emosi sangat rendah sebanyak 3,7% dan untuk kategori sangat tinggi sebanyak 7,4%.
Tabel 17.
Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Pelajar
Kategori Rentang Jumlah Persentase
Sangat Rendah ≤ 138.9 1 3,7%
Rendah 138.9<x<154.6 7 25,9%
Sedang 154.6<x<170.2 10 37,03%
Tinggi 170.2<x<185.9 7 25,9%
Sangat Tinggi ≥ 185.9 3 11,11%
Tabel kategorisasi subjek pelajar menunjukkan bahwa sebagian besar subjek sebanyak 37% masuk dalam kategorisasi yang sedang. Sebanyak 3,7% subjek masuk dalam kategori sangat
(68)
rendah. Pada kategori rendah dan tinggi persentase subjek memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing kategori sebesar 25,9%. Subjek yang memiliki kategori sangat tinggi sebanyak 11,11%.
b) Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif Pada
Pelajar
Tabel 18.
Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Mahasiswa
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
X 157.01 15.441 143
Y 155.54 14.341 143
Tabel 19.
Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi pada Mahasiswa
Kategori Rentang Jumlah Persentase
Sangat Rendah ≤ 133.8 7 4,8%
Rendah 133.8<x<149.2 39 27,27%
Sedang 149.2<x<164.7 57 39,86%
Tinggi 164.7<x<180.1 29 20,27%
Sangat Tinggi ≥ 180.1 11 7,69%
Dari hasil pengelompokan subjek mahasiswa berdasarkan tingkat kecerdasan emosi dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek masuk dalam kategorisasi sedang sebanyak 39,8%. Subjek yang masuk dalam kategori rendah berjumlah 27,27% dan untuk kategori tinggi sebesar 20,27%. Sedangkan subjek yang memiliki tingkat kecerdasan emosi sangat rendah sebanyak 4,8%. Subjek yang masuk dalam kategori sangat tinggi berjumlah 7,69 %.
(69)
Tabel 20.
Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Mahasiswa
Kategori Rentang Jumlah Persentase
Sangat Rendah ≤ 134.0 8 5,59%
Rendah 134.0<x<148.3 36 25,17%
Sedang 148.3<x<162.7 63 44,05%
Tinggi 162.7<x<177.0 23 16,08%
Sangat Tinggi ≥ 177.0 13 9%
Tabel kategorisasi subjek mahasiswa menunjukkan bahwa sebagian besar subjek sebanyak 44,05% masuk dalam kategorisasi yang sedang. Sebanyak 5,59% subjek masuk dalam kategori sangat rendah. Pada kategori rendah terdapat 25,17% subjek dan subjek yang masuk kategori tinggi berjumlah 16,08%. Subjek yang memiliki kategori sangat tinggi sebanyak 9%..
b. Deskripsi Statistik Data Penelitian
a) Variabel Kecerdasan Emosi
Tabel 21.
Deskripsi Statistik Kecerdasan Emosi
N 170
Min 121
Maks 208
Mean Teoritik 132,5
Mean Empirik 158,12
(70)
Dari data variabel kecerdasan emosi dapat dilihat bahwa mean teoritik sebesar 132,5 dan mean empirik sebesar 158,12. Mean empirik yang diperoleh yaitu 158,12 lebih besar dari mean teoritik sebesar 132,5. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat kecerdasan emosi yang cenderung tinggi.
b) Variabel Perilaku Asertif
Tabel 22.
Deskripsi Statistik Perilaku Asertif
N 170
Min 121
Maks 194
Mean Teoritik 127,5
Mean Empirik 156,64
SD Teoritik 14,727
Dari data variabel perilaku asertif dapat dilihat bahwa mean teoritik sebesar 127,5 dan mean empirik sebesar 156,64. Mean empirik yang diperoleh yaitu 156,64 lebih besar dari mean teoritik sebesar 127,5. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat perilaku asertif yang cenderung tinggi.
D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel kecerdasan emosi dengan variabel perilaku asertif pada remaja akhir. Hipotesis awal yang diajukan peneliti adalah terdapat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Hasil penelitian menunjukkan
(1)
1. Saya mengetahui bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk dapat melakukan interaksi sosial 2. Saya berusaha mewujudkan apa yang saya inginkan 3. Saya merasa cemas apabila saya memiliki pendapat yang
berbeda dengan orang lain
4. Saya dapat secara jujur mengungkapkan rasa tidak suka terhadap hal yang tidak saya suka
5. Saya takut dijauhi jika saya menolak permintaan teman saya
6. Saya yang berhak menentukan tujuan hidup saya sendiri 7. Saya berani memiliki pendapat yang berbeda dengan
orang lain
8. Saya memendam apa yang saya rasakan
9. Saya menyadari bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan masing-masing hak pribadi
10. Saya berani untuk menyanggah pendapat yang tidak sesuai dengan pemikiran saya
11. Saya dapat dengan tegas berkata tidak untuk hal-hal yang tidak dapat saya lakukan
12. Saya memberi kesempatan orang lain untuk mengungkapkan pendapat pribadinya
13. Perlakuan pada setiap orang akan dibedakan sesuai dengan asal tempat tinggalnya
14. Saya sulit untuk mengekpresikan perasaan yang saya alami
15. Saya takut untuk mengungkapkan pendapat saya
(2)
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan. Selamat Mengerjakan !
No. Pernyataan SS S TS STS
17. Saya akan memberi kritik yang membangun untuk kebaikan orang lain
18. Saya menyukai hubungan yang seimbang dalam berelasi sosial
19. Saya hanya memikirkan keuntungan pribadi saat behubungan dengan orang lain
20. Saya merasa kebingungan dengan tujuan hidup saya 21. Saya dapat menerima kritik dengan senang hati
22. Saya dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda 23. Saya melakukan perilaku tanpa pertimbangan
sebelumnya
24. Saya takut untuk memberi tanggapan pada pendapat orang lain
25. Saya suka untuk mengungkapkan argumen saya di depan public
26. Saya malas untuk mendengarkan pendapat yang tidak sesuai dengan pikiran saya
27. Saya merasa sungkan untuk menolak permintaan teman saya
28. Saya akan meminta tolong jika saya merasa kesulitan 29. Saya mampu untuk memberi kritik pada pendapat orang
lain
30. Saya memotong pembicaraan orang lain saat rapat dalam suatu organisasi
31. Setiap orang berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di lingkungan sosial
(3)
32. Saya mampu menolak permintaan orang lain yang tidak sesuai dengan keinginan saya
33. Saya takut dijauhi teman saya jika saya mengkritik pendapatnya
34. Saya berusaha untuk menjatuhkan pendapat yang berbeda dengan pemikiran saya
35. Saya merasa tersinggung apabila ada teman yang mengkritik saya
36. Saya merasa takut untuk mengungkapkan rasa tidak suka saya terhadap seseorang
37. Saya hanya melakukan perilaku yang sesuai dengan kepentingan saya
38. Saya mampu menentukan tujuan hidup saya
39. Saya akan mempertahankan perilaku yang sesuai dengan diri saya
40. Saya malu untuk mengungkapkan perasaan suka saya kepada orang lain
41. Saya berusaha agar pendapat saya selalu digunakan dalam keputusan kelompok
42. Kritik dari orang lain membuat saya mengetahui kekurangan yang saya miliki
43. Saya senang jika saya dan teman saya dapat saling menghargai
44. Saya menuruti semua permintaan orang terdekat saya 45. Saya merasa yakin untuk mengungkapkan pemikiran
(4)
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan. Selamat Mengerjakan !
No. Pernyataan SS S TS STS
46. Saya menghargai setiap hak orang yang di sekitar saya 47. Saya merasa sungkan untuk bertanya sesuatu yang
membuat saya bingung
48. Kritik yang diberikan kepada saya membuat saya merasa buruk
49. saya akan mengucapkan terima kasih kepada orang yang membantu saya
50. Saya memberi kesempatan teman saya untuk bisa mengemukakan pemikirannya
51. Saya akan bertanya kepada orang lain jika saya merasa tidak tahu mengenai suatu hal
Periksalah kembali jawaban Anda.. Terimakasih untuk partisipasinya..
(5)
A. Uji Normalitas
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
X Y
N 170 170
Normal Parametersa Mean 158.12 156.64
Std. Deviation 15.667 14.727
Most Extreme Differences Absolute .076 .092
Positive .076 .092
Negative -.035 -.056
Kolmogorov-Smirnov Z .987 1.195
Asymp. Sig. (2-tailed) .284 .115
a. Test distribution is Normal.
B. Uji Linearitas
Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
X * Y Between Groups
(Combined) 30952.471 59 524.618 5.482 .000
Linearity
26264.775 1 26264.77
5 274.444 .000
Deviation from
Linearity 4687.697 58 80.822 .845 .759
Within Groups 10527.176 110 95.702
(6)
LAMPIRAN 7 UJI HIPOTESIS
Correlations
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
X 158.12 15.667 170
Y 156.64 14.727 170
Correlations
X Y
X Pearson Correlation 1 .796**
Sig. (2-tailed) .000
N 170 170
Y Pearson Correlation .796** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 170 170
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared X * Y .796 .633 .864 .746