Perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia.

(1)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Anna Novilia Wati

NIM: 089114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

HALAMAN MOTTO

I Can Do Everything Through Christ Who Give Me Strength (Phillippians 4:13)

Lakukan Bagianmu Selebihnya Serahkan Kepada Tuhan (Roma 8:26)

Berusaha, Kerjakan,

Gigih, Sabar,

dan Nikmati Prosesnya  (Damas Gigih, 2012)


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas mujizatnya yang luar biasa

Bapak Pius Sarjono dan Ibu Veronica Sularsih

Christina Desi Kurnia Wati

Damas Gigih Wisnu Wardhana

Thanks for everything…so much luck for me to having all of you…


(6)

(7)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA

Anna Novilia Wati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia. Status Identitas pada penelitian ini terdiri dari status identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium dan identity achievement. Subjek penelitian ini berjumlah 131 orang yang berstatus pelajar SMA dan mahasiswa dengan usia 18-21 tahun dengan menggunakan metode convenience sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk skala. Skala penelitian ini terdiri dari skala status identitas dan skala kemandirian. Koefisien reliabilitas dari skala status identitas berturut-turut dari yang tertinggi adalah 0,852 untuk status identity foreclosure, 0,841 untuk status identity diffusion, 0,840 untuk status identity achievement, dan 0,820 untuk status identity moratorium, sedangkan untuk skala kemandirian sebesar 0,920. Hasil yang diperoleh dari data yang diolah dengan menggunakan analisis alternatif Brown-Forsythe dan Welch adalah diperoleh nilai Sig sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas. Remaja akhir yang memiliki status identity achievement memiliki kemandirian yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga status lainnya.

Kata kunci : kemandirian, status identitas, remaja akhir


(8)

THE DIFFERENCE OF INDONESIAN LATE ADOLESCENT AUTONOMY IN PERSPECTIVE OF JAMES MARCIA’S

IDENTITY STATUS

Anna Novilia Wati

ABSTRACT

The research aimed to know the difference of Indonesian late adolescent autonomy in perspective of James Marcia’s identity status. Identity status pattern consist of identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium and identity achievement. The subject of this research about 131 people who consist of student in senior high school and student of university, which are about 18-21 years old with the use of convenience sampling method. The method of data collection is done by giving a scale. The scale of this research are the scale of identity status and autonomy scale. The reliability of the variable are 0,852 for identity foreclosure, 0,841 for identity diffusion, 0,840 for identity achievement, 0,820 for identity moratorium, and 0,920 for the autonomy scale. The result from processed data with alternative analysis Brown-Forsythe and Welch is Sig value 0,000 (p < 0,05). This result show that there are difference of late adolescent autonomy in perspective identity status. Late adolescent with identity achievement status have highest autonomy then three identity other.

Kata kunci : autonomy, identity status, late adolescent


(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu melewati semua proses penulisan skripsi ini hingga selesai sebagai salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam prosesnya, penulis menyadari ada banyak bantuan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih atas peran sertanya kepada :

1. Ibu Dr. Christina Siwi H, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini. 2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi.,M.Si. , selaku dosen pembimbing akademik

dan dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan perhatian, bimbingan, semangat serta kritik dan saran yang sangat bermanfaat selama penulisan skripsi.

3. Prof. Dr.A. Supratiknya, Bapak Agung Santoso, M.A., Suster Lidwina TA., FCJ., MA. atas kesediaannya meluangkan waktu, pikiran, dan kesabaran untuk memberikan masukan.

4. Seluruh dosen yang telah membantu dan mendukung penulis selama belajar di Fakultas Psikologi.

5. Segenap staf Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Ibu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni atas segala bantuan dalam urusan administrasi.


(11)

6. Petugas perpustakaan yang telah memberikan pelayanan dan penyediaan berbagai sumber.

7. Orang tua tersayang Pius Sarjono dan Veronica Sularsih untuk cinta, sayang, perhatian, doa, dan semangat luar biasa yang terus diberikan untuk penulis.

8. Adik tercinta Christina Desi Kurnia Wati yang selalu setia menemani melek sampai pagi selama proses penulisan skripsi ini, menghibur di kala sedih, dan memberikan dukungan di saat merasa down.

9. Damas Gigih Wisnu Wardhana atas cinta, perhatian, semangat, dan kesabarannya menghadapi penulis yang sering emosi terutama ketika berada di bawah tekanan.

10. Seluruh keluarga besar Ismaudi dan Mangun Taruna yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas doa dan dukungannya.

11. Teteh Marcelina Cristin, Veriska Claudine, anak-anak kost serta Bapak, Ibu Suraji dan adik Irfan untuk tali persaudaraannya, hiburan dan semangatnya. 12. Teman-teman penulis Arisa Theresia, Fabiana Adi, Priscilla Pritha, Mahatmya

Wijna, mas Lukas, Koko ganteng Felix Rahardian Pius yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan semangat selama proses mengerjakan skripsi dan menerima segala kekurangan penulis.

13. Teman-teman angkatan 2008, untuk kekompakannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi.

14. Teman-teman yang telah bersedia menjadi subjek penulis untuk mengisi skala dan yang telah membantu menjadi partner dalam menyebarkan skala.


(12)

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penulisan skripsi hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih mempunyai kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka atas segala saran dan kritik yang diberikan bagi perbaikan karya ini, di sisi lain penulis juga berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Yogyakarta, 6 Desember 2012 Penulis,

Anna Novilia Wati


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoretis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7


(14)

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Remaja ... 8

1. Pengertian Remaja ... 8

B. Kemandirian ... 12

1. Pengertian Kemandirian ... 12

2. Aspek Kemandirian ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 15

C. Status Identitas ... 17

1. Pengertian Identitas Diri ... 17

2. Perkembangan dan Pembentukan Identitas Diri ... 18

3. Status Identitas Diri Menurut James Marcia ... 23

D. Perbedaan Kemandirian pada Remaja Akhir Dilihat dari Status Identitas James Marcia ... 26

E. Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 30

C. Definisi Operasional ... 30

1. Kemandirian ... 30

2. Status Identitas ... 31

D. Subjek Penelitian ... 32

1. Populasi ... 32

2. Metode Pengumpulan Sampel ... 33


(15)

E. Prosedur Penelitian ... 33

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34

1. Metode Pengumpulan Data ... 34

2. Alat Pengumpulan Data ... 34

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

1. Validitas ... 38

2. Seleksi Aitem ... 38

3. Reliabilitas ... 42

H. Teknik Analisis Data ... 43

1. Uji Asumsi ... 43

2. Uji Hipotesis ... 43

BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 45

1. Uji Coba Alat Ukur ... 45

2. Pelaksanaan Penelitian ... 46

3. Data Demografi ... 47

B. Analisis Data ... 47

1. Deskripsi Data Penelitian ... 47

2. Uji Asumsi Penelitian ... 55

C. Pembahasan ... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… .. 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68


(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN ... 74


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan Perkembangan Masa Remaja ... 10

Tabel 2. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Status Identitas ... 20

Tabel 3. Status Identitas, Eksplorasi, dan Komitmen ... 25

Tabel 4. Blue Print Skala Status Identitas ... 36

Tabel 5. Blue Print Skala Kemandirian... 37

Tabel 6. Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 7. Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang ... 40

Tabel 8. Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 9. Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang ... 42

Tabel 10. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 47

Tabel 11. Hasil Penelitian Kemandirian dan Uji-t ... 47

Tabel 12. Subjek Penelitian Berdasarkan Status Identitas ... 49

Tabel 13. Data Kemandirian Subjek Berdasarkan Status Identitas... 49

Tabel 14. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Diffusion ... 51

Tabel 15. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Foreclosure ... 51


(18)

Tabel 16. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada

Status Moratorium ... 52

Tabel 17. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Achievement... 53

Tabel 18. Perbedaan Mean Kemandirian Laki-laki dan Perempuan ... 53

Tabel 19. Perbedaan Kemandirian Dilihat dari Jenis Kelamin ... 54

Tabel 20. Hasil Penghitungan Uji Normalitas ... 56

Tabel 21. Hasil Penghitungan Uji Homogenitas ... 56

Tabel 22. Hasil Penghitungan Uji Brown-Forsythe dan Welch ... 57

Tabel 23. Ringkasan Post Hoc Test ... 58


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Penelitian ... 74 Lampiran 2 : Reliabilitas Variabel ... 87 Lampiran 3 : Hasil Penelitian ... 99


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang saling tergantung satu sama lain dalam mencukupi kebutuhan hidupnya (Walgito, 2003). Ketergantungan ini sudah di mulai dari tahap paling awal yakni embrio hingga masa tua manusia. Dalam setiap tahap perkembangannya, manusia membutuhkan hal-hal yang berbeda pula. Selain itu, porsi dari kebutuhan pun berbeda sesuai dengan tahap apa yang sedang dijalani, sehingga porsi ketergantungan manusia terhadap orang lain sangat ditentukan oleh tahapan perkembangan tersebut (Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R., 2002).

Salah satu tahap perkembangan manusia adalah masa remaja. Ketika masa ini dimulai, muncul hasrat untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang lain dan muncul pula proses menuju mandiri. Dalam prosesnya, remaja juga memiliki tahap-tahap yang dibedakan berdasarkan usia dan ciri-ciri sifatnya. Seluruh tahapan remaja memiliki suatu tugas yakni mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa awal, termasuk juga remaja akhir.

Remaja akhir adalah remaja yang berusia 18 hingga 21 tahun (Monks dkk, 2002). Menurut Soesilowindradini (1998) ciri-ciri psikis remaja akhir mulai stabil dalam emosi, pendirian, dan pengambilan


(21)

keputusan. Selain itu, campur tangan orang dewasa khususnya orang tua dalam menghadapi masalah, pemilihan jalan hidup, dan sebagainya lebih berkurang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa remaja pada tahap ini telah memiliki tanda-tanda kemandirian.

Contoh kemandirian remaja di beberapa negara lain seperti di Jepang. Remaja Jepang sudah mendapatkan kesempatan untuk belajar mandiri atau menanggung hidupnya sendiri sejak duduk di bangku SMA sehingga mereka mampu memenuhi sebagian kebutuhan sendiri dengan bekerja sambilan. Selain Jepang, remaja di Arab juga lebih cepat hidup mandiri sehingga pada usia yang masih muda sudah mampu membina rumah tangga. Di Indonesia pun, anak laki-laki pada komunitas suku Minang Sumatra Barat sudah mulai tinggal di Surau pada masa SMA dan merasa malu ketika masih bergantung pada orang tua (Ramli, 2011).

Kemandirian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada masalah finansial saja seperti pada contoh, namun juga mandiri dalam hal emosional yang berkaitan dengan perubahan kedekatan hubungan individu, khususnya dengan orang tua, kemandirian perilaku yaitu kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan keputusan tersebut, serta kemandirian nilai yaitu mampu untuk menahan tekanan tuntutan dari orang lain, memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah serta mengenai mana yang penting dan yang tidak penting (Steinberg, 2002).


(22)

Penelitian Nuryoto (1993) mengenai kemandirian remaja di tinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin dan peran jenis menyebutkan bahwa kemandirian remaja akhir lebih tinggi daripada kemandirian remaja awal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh James Marcia (dalam Papalia, 2008) melalui metode wawancara menunjukkan bahwa di masa akhir remaja ditemukan empat status identitas dengan kemandirian yang berbeda di setiap statusnya.

Pertama identity diffusion, remaja belum melakukan eksplorasi, belum membuat komitmen, dan memiliki kemandirian yang rendah. Kedua identity foreclosure, remaja belum melakukan eksplorasi, sudah membuat komitmen, dan memiliki kemandirian yang rendah. Ketiga

identity moratorium, remaja sedang melakukan eksplorasi dan mencari

identitasnya, komitmen yang dibuat belum jelas, dan memiliki kemandirian yang rendah. Keempat identity achievement, remaja sudah mengalami eksplorasi terhadap berbagai alternatif, sudah membuat komitmen yang jelas berdasarkan eksplorasinya, dan memiliki kemandirian yang tinggi.

Eksplorasi yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencari informasi atau alternatif sebanyak banyaknya untuk masa depan sedangkan komitmen merupakan sikap yang cenderung menetap, memberikan kesetiaan terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini paling baik untuk masa depan (Santrock, 2002). Ada dan tidak adanya eksplorasi serta komitmen mengkategorikan seorang remaja pada status


(23)

tertentu, sehingga remaja pun memiliki kemandirian yang berbeda sesuai dengan status identitas apa yang sedang dimiliki.

Erikson (dalam Purwadi, 2004), menyatakan bahwa remaja merupakan salah satu tahapan rentang hidup manusia yang sangat penting untuk pembentukan identitas. Oleh karena itu, selain mendapat tuntutan untuk mandiri, remaja juga harus menyelesaikan krisis identitas sampai akhirnya mampu mencapai status identitas diri, akan tetapi orang tua di Indonesia kurang mendorong remaja mengeskplorasi alternatif-alternatif yang lebih baik untuk menyelesaikan krisis identitasnya. Mereka justru diijinkan untuk menunda komitmen, Erikson (dalam Feist, J., & Feist, G.J., 2008). Akhirnya, remaja melakukan perilaku berkonsekuensi negatif, seperti kriminal atau kehamilan di usia dini (Papalia dkk, 2008).

Beberapa penelitian lain juga menunjukkan adanya kasus-kasus negatif yang sering dilakukan oleh remaja selama mengalami krisis identitas, seperti merokok, minum-minuman berakohol, berjudi, seks bebas, kekerasan fisik, dan ketergantungan terhadap obat-obatan (Thai, D.N, Connel, C.M, & Tebes, J.K, (2010); Cheng, A.W, Lee, C.S, Iwamoto, D.K, (2012)).

Hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Hidayangsih dkk, (2009), menunjukkan bahwa perilaku-perilaku berisiko remaja seperti merokok, mencontek, bolos sekolah, mencorat coret tembok, pelecehan seksual, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan juga banyak dilakukan oleh remaja yang masih bergantung dengan orang tua baik secara finansial


(24)

maupun dalam hal pengambilan keputusan bagi masa depan dan perilaku. Perilaku-perilaku berisiko itu tidak saja merugikan diri sendiri seperti di penjara tetapi juga merugikan orang lain, misalnya mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan, mabuk-mabukan yang berimbas pada perusakan fasilitas umum.

Orang tua, khususnya di Indonesia kurang mendorong anak untuk mengandalkan dirinya sendiri. Ketergantungan dengan orang tua pun masih cenderung diberi toleransi, Sarwono (dalam Sawitri, 2009). Padahal banyak orang tua di Indonesia yang sudah menentukan batas kemandirian yang harus dicapai oleh anak-anak mereka namun seringkali anak belum mampu mandiri sesuai dengan usia yang diharapkan oleh orang tuanya. Hasilnya mereka depresi, tidak memiliki hubungan yang nyaman dengan orang tua, memiliki harga diri yang rendah dan prestasi akademik yang buruk (Juang, L.P., Lerner, J.V., McKinney, J.P., & Eye, A.V., 1999).

Menurut Smith (dalam Fleming, 2006), remaja akhir diharuskan telah mampu memecahkan masalahnya sendiri tanpa harus selalu bergantung pada orang lain khususnya orang tua, mampu mempertanggungjawabkan setiap perilakunya, serta nilai-nilai yang diyakininya. Remaja akhir diharapkan dapat hidup mandiri sesuai dengan usianya sebagai landasan hidup di masa dewasa.

Pada jaman yang modern seperti saat ini, remaja banyak mendapat tuntutan dari lingkungannya. Menjadi manusia mandiri merupakan salah satu tuntutan yang besar bagi remaja, khususnya remaja akhir (Steinberg,


(25)

2002). Hal ini sebagai persiapan untuk masa dewasa awal. Oleh karena itu, dari penjelasan yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk membuktikan teori James Marcia (1966) mengenai empat status identitas dengan kemandirian yang berbeda-beda, khususnya pada remaja akhir di Indonesia yang ketergantungan dengan orang tua masih cenderung diberi toleransi. Mereka kurang didorong untuk mengeskplorasi alternatif-alternatif yang lebih baik untuk menyelesaikan krisis identitas namun justru diijinkan untuk menunda komitmen. Peneliti ingin melihat perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia.

B. Rumusan Masalah

Masalah dari penelitian ini adalah pembuktikan teori status identitas James Marcia pada kemandirian remaja akhir di Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan teori James Marcia apakah ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia.


(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi baru pada psikologi, khususnya psikologi perkembangan tentang perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis bagi remaja, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan informasi tentang kemandirian serta status identitas yang diperlukan khususnya oleh remaja akhir agar mereka dapat mengembangkan kemandirian dengan lebih baik dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Bagi orang tua, penelitian ini dapat menjadi referensi dalam membimbing dan mengarahkan anaknya yang memasuki masa remaja akhir sehingga dapat memahami dinamika perkembangannya.


(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2002).

a. Fisik

Perubahan pada aspek fisik terlihat dari bentuk tubuh yang semakin menunjukkan ciri kedewasaan. Pada perempuan, hal ini terlihat dari tinggi badan meningkat secara cepat, pertumbuhan buah dada, pinggul, dan lain-lain. Sedangkan pada laki-laki terlihat dari pertumbuhan tinggi badan secara cepat, alat kelamin, dan lain-lain. Selain itu, organ-organ reproduksi pada anak remaja sudah mulai bekerja, seperti menstruasi pertama bagi remaja perempuan dan mimpi basah bagi remaja laki-laki. Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan tanda-tanda pubertas. Selain itu, aspek psikologis juga muncul menyertai perubahan fisik pada masa remaja pada saat pubertas ini, yakni citra diri. Remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan gambaran individual mengenai tubuh mereka.


(28)

b. Kognitif

Perubahan pada aspek kognitif yaitu remaja lebih berpikir secara abstrak, logis, dan idealis. Abstrak berarti pemikiran mereka tidak terbatas pada pengalaman yang konkret, namun lebih membangkitkan situasi khayalan, kemungkinan hipotesis, atau penalaran yang abstrak. Logis berarti remaja dapat menyusun rencana rencana untuk memecahkan suatu masalah, serta menguji pemecahan masalah tersebut secara sistematis. Remaja tidak lagi seperti anak anak yang masih berpikir coba-coba untuk memecahkan masalah. Idealis berarti bahwa remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, seperti prinsip-prinsip berpikir dan membandingkannya dengan ciri orang lain. Selama remaja, pemikiran yang muncul sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan.

c. Sosio-emosional

Dalam aspek sosio-emosional, remaja mengalami perubahan dalam hal setting jaringan sosialnya, dimana pada masa ini figur idola bagi mereka adalah teman-teman sebayanya. Dalam berbagai dimensi, remaja akan lebih mendengarkan dan mengikuti teman sebaya mereka. Secara sosial mereka merasa tidak lagi cocok dengan orang yang lebih dewasa atau anak-anak, oleh karena itu mereka ingin membentuk kelompok sendiri yang terdiri dari teman-teman sebaya.


(29)

Monks, dkk (2002) membagi masa remaja menjadi tiga tahap berdasarkan usianya. Remaja awal dengan rentang usia 12-15 tahun, remaja tengah dengan rentang usia 15-18 tahun dan remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun. Masing-masing tahapan ini mengalami perubahan dari segi fisik, kognitif, dan sosio emosional

(“Nurturing Children and Youth: A Developmental Guidebook”,

2005). Perubahan-perubahan tersebut ditunjukkan pada tabel 1 : Tabel 1

Perubahan Perkembangan Masa Remaja Area Perkembangan Remaja Awal 12-15 tahun Remaja Tengah 15-18 tahun Remaja Akhir 18-21 tahun Pertumbuhan Fisik Puncak dari pertumbuhan fisik dan pubertas. Transisi menuju tubuh dewasa. Harga diri dan body

image meningkat. Meningkatnya seksualitas. Merasakan ketertarikan antar gender dan orientasi seksual. Berisiko besar untuk terpengaruh alkohol, obat obatan terlarang, dan aktivitas seksual. Mencapai perkembangan fisik seluruhnya.

Body image sudah jelas

terlihat.

Kebutuhan untuk aktivitas seksual lebih besar dan cenderung lebih senang untuk memiliki pasangan. Belajar mengatasi stress dan menjaga kesehatan.

Perkembangan Kognitif, Intelektual

Berubah pemikiran dari yang hanya berpikir konkrit menjadi abstrak, termasuk pemikiran hipotesis.

Konsentrasi pada diri sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri Memiliki kemampuan untuk berpikir deduktif, induktif, terkonsep, dan hipotesis. Mampu mensintesis dan menggunakan informasi secara efisien.

Terbuka untuk belajar sesuatu.

Menyampaikan ide dengan kemampuan linguistik yang bagus. Melihat banyak sudut pandang dalam suatu masalah.


(30)

sendiri. Intelijensi umum semakin jelas (linguistik, matematik, interpersonal, musikal).

Mulai tertarik pada potensi diri. Lebih tertarik dengan perkem bangan dunia sekitarnya. Mulai menganggap bahwa dirinya bukan hanya konsumen dari ilmu pengetahuan, tapi juga produsen. Perkembangan Sosial, Afektif Hubungan dengan teman sebaya sangat penting. Mengeksplorasi ras, etnik gender, dan identitas seksual. Menjadikan ciri ras, etnik, gender, dan identitas seksual sebagai bagian dari perkembangan identitas diri mereka.

Mengekspresi kan kritik dari diri sendiri dan orang lain.

Mengklaim pencapaian identitas, baik sebagai individu maupun dalam hal berhubungan dengan orang lain. Merasa perlu untuk dimiliki dan kelayakan diri. Berkurangnya penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya. Berjuang dengan identitas seksual dan gender. Kepercayaan diri meningkat. Mengekspresikan ketertarikan diri dan pilihan hidup. Mengembangkan keintiman. Merealisasikan identitas seksual. Tidak menegaskan diri, sementara hubungan dengan teman sebaya masih penting.

Penulis memberikan batasan dalam penelitian ini, mengambil subjek remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun. Menurut Smith & Crawford; Silverberg & Steinberg (dalam Fleming, 2005) mengungkapkan bahwa remaja akhir sudah mulai mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua, mereka memiliki kemandirian yang tinggi.


(31)

B.Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian erat hubungannya dengan istilah independence dan autonomy, namun keduanya memiliki arti yang berbeda.

Independence menunjuk pada kapasitas individu untuk berperilaku

seperti yang diinginkan. Selama masa remaja, independence tumbuh menjadi autonomy atau kemandirian yang memiliki aspek emosi, kognitif, dan tingkah laku (Steinberg, 2002).

Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Kemandirian remaja ditunjukkan dengan bertingkah laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan sendiri, dan mampu mempertanggungjawabkan tingkah lakunya (Steinberg, 2002).

Martin dan Stendler (dalam Afiatin, 1993) mengungkapkan bahwa kemandirian ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri dalam semua aspek kehidupannya, ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri, serta kemampuan untuk mempertahankan diri dan hak miliknya.

Dari beberapa definisi tersebut maka disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan, melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya, serta mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Kemandirian juga ditandai dengan adanya inisiatif dan kepercayaan diri.


(32)

2. Aspek Kemandirian

Remaja dalam mencapai kemandirian melibatkan tiga aspek (Steinberg, 2002), yaitu :

a. Aspek kemandirian emosional, yaitu aspek yang berkaitan dengan perubahan kedekatan hubungan individu, khususnya dengan orang tua. Kemandirian emosional ini terdiri dari empat sub aspek, yaitu : 1) Tidak mengidealkan orang tua, yaitu remaja mampu untuk tidak selalu melihat orang tuanya sebagai sosok yang ideal, orang tua juga pernah melakukan sebuah kesalahan sehingga ketika mengambil sebuah keputusan remaja tidak tergantung pada dukungan emosional dari orang tuanya.

2) Remaja melihat orang tua seperti orang-orang pada umumnya. Remaja memandang orang tua sebagai individu agar interaksi dengan orang tua tidak hanya sebatas hubungan anak dengan orang tua melainkan juga hubungan antar individu.

3) Ketidaktergantungan, remaja lebih bergantung pada dirinya sendiri daripada tergantung pada bantuan dari orang tua mereka.

4) Individuasi, remaja lebih bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan tidak menyerahkan tanggung jawabnya pada orang tua.


(33)

b. Aspek kemandirian perilaku, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan keputusan tersebut. Kemandirian perilaku ini terdiri dari tiga sub aspek, yaitu:

1) Memiliki kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan pendapat, pertimbangan, dan saran yang diberikan oleh orang lain sehingga dapat menyadari segala risiko dari keputusan yang diambil dan dapat mempertanggungjawabkannya.

2) Mengalami perubahan ketahanan terhadap pengaruh lingkungannya, baik teman sebaya maupun orang yang lebih tua sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri.

3) Mengalami perubahan kepercayaan diri yang salah satunya dise babkan oleh rentannya remaja terhadap tekanan dari kelompok sebaya.

c. Aspek kemandirian nilai, yaitu lebih sekedar mampu untuk menahan tekanan tuntutan dari orang lain, yang berarti memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah serta mengenai mana yang penting dan yang tidak penting. Kemandirian nilai ini terdiri dari tiga sub aspek, yaitu : 1) Kepercayaan abstrak, memikirkan akibat dari perbuatan yang


(34)

2) Kepercayaan prinsip, memiliki kepercayaan terhadap keyakinannya sendiri dibanding dengan apa yang dikatakan orang lain.

3) Kepercayaan kebebasan, keyakinan pada nilai-nilai yang dianut.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian, antara lain :

a. Umur

Semakin bertambahnya umur seorang remaja maka akan bertambah pula kemampuan yang dimiliki. Setiap aspek termasuk kemandirian mengalami perkembangan yang sejalan dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian Nuryoto (1993) mengenai kemandirian remaja ditinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin, dan peran jenis menunjukkan bahwa remaja akhir memiliki kemandirian lebih tinggi daripada remaja awal. Menurut Sutton (dalam Masrun dkk, 1986), dengan bertambahnya umur dan adanya proses belajar maka seseorang semakin tidak bergantung atau mampu secara mandiri menentukan hidupnya.

b. Jenis Kelamin

Dalam kehidupan, pria dan wanita memiliki pengalaman berbeda. Dalam penelitian Nuryoto (1993), dikatakan bahwa pria lebih dominan, agresif, asertif, tidak bergantung pada orang lain,


(35)

lebih bertanggung jawab sedangkan wanita lebih ekspresif, dan suka menolong orang lain. Menurut Conger (dalam Afiatin, 1993), pria lebih dituntut untuk mandiri sedangkan wanita diberi kesempatan untuk bergantung lebih lama. Perlakuan berbeda ini dapat mempengaruhi kemandirian antara pria dan wanita.

c. Urutan Kelahiran

Anak pada urutan kelahiran yang berbeda akan memiliki kemandirian yang berbeda pula. Statusnya sebagai anak pertama dalam keluarga, mereka diharapkan lebih mandiri oleh orang tuanya dari pada anak kedua sedangkan untuk anak kedua, mereka jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga (Bumpus dkk, 2001).

d. Faktor Lingkungan

1) Lingkungan Permanen

Lingkungan permanen meliputi pendidikan dan pekerjaan. Pendidikan dan pekerjaan dapat mempengaruhi kemandirian. Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal maupun informal. Pendidikan yang diberikan secara formal yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi maupun pendidikan informal, keduanya dapat membantu seseorang menjadi lebih dewasa dan mandiri melalui kebebasan dan kesempatan bertanggung jawab yang diberikan. Hal tersebut


(36)

sangat berguna bagi pengembangan kepribadian seseorang (Masrun dkk, 1986).

Flippo (dalam Masrun dkk, 1986) mengatakan bahwa seseorang yang mandiri akan mencari pekerjaan yang lebih banyak memberi kebebasan dan kemandirian apabila dihadapkan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Interaksi yang terjadi selama bekerja ikut mempengaruhi diri seseorang.

2) Lingkungan Tidak Permanen

Robinson dan Shaver, 1974 (dalam Masrun dkk, 1986) mengungkapkan bahwa lingkungan tidak permanen merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang sementara waktu mengakibatkan terganggunya integritas kepribadian seseorang, misalnya kematian orang yang dicintai, bencana alam, dan lain-lain.

C. Status Identitas

1. Pengertian Identitas Diri

Identitas diri merupakan konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang, Erikson (dalam Papalia dkk, 2008).


(37)

Identitas diri menurut Marcia (dalam Kroger, 2005) yaitu merefleksikan bagaimana seseorang melihat dirinya dan bagaimana ia bertingkah laku sesuai dengan identitasnya.

Dari pengertian-pengertian tentang identitas diri dapat disimpulkan bahwa identitas diri merupakan tujuan, nilai, keyakinan yang melekat pada diri seseorang dan akan terus mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan identitasnya.

2. Perkembangan dan Pembentukan Identitas Diri

Perkembangan identitas merupakan hal yang kompleks. Freud (dalam Schwartz, 2001) adalah psikolog pertama yang mencetuskan

pertanyaan dasar mengenai arti diri atau “diri itu apa?”. Freud percaya

bahwa definisi diri pada seseorang itu didapat dari introyeksi parental yang terjadi pada akhir oedipal konflik. Setelah tahap tersebut, Freud percaya bahwa identitas diri yang dimiliki seseorang tidak berubah secara signifikan tetapi tetap mungkin untuk berubah.

Tidak seperti para teoritis lain yang terikat sepenuhnya dengan psikoanalisis Freudian, Erikson menggunakan teorinya untuk menyempurnakan teori Freud. Teori Erikson yang terkenal adalah ego

psychology, menekankan pada konsep “diri (self)” yang diatur oleh ego

bawah sadar serta memiliki pengaruh yang besar dari kekuatan sosial dan budaya. Ego bawah sadar ini menjaga keterlibatan individu dalam dunia sosial, termasuk untuk mendapatkan makna hidup (Feist, J., & Feist, G.J., 2008).


(38)

Erikson (dalam Feist, J., & Feist, G.J., 2008) mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling terkait, yaitu ego tubuh (body ego) mengacu pada pengalaman dengan tubuh, cara kita melihat fisik berbeda dari orang lain, ideal ego (ego ideal) merupakan gambaran diri kita jika dibandingkan dengan gambaran ideal ego orang lain, dan terakhir adalah identitas ego (ego identity) merupakan gambaran diri mengenai peran sosial yang dimainkan. Perubahan ketiga komponen tersebut selalu terjadi di setiap tahap kehidupan.

Marcia merupakan salah satu tokoh Neo-Eriksonia yang membangun teori identitas terukur dari teori Erikson. Marcia mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity dengan menggunakan dua kriteria yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen. Eksplorasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencari informasi atau alternatif sebanyak banyaknya untuk masa depan sedangkan komitmen merupakan sikap yang cenderung menetap, memberikan kesetiaan terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini paling baik untuk masa depan (Santrock, 2002).

Hasil dari metode interview yang dilakukan, Marcia menemukan adanya hubungan antara status identitas dengan karakteristik seperti kekhawatiran, harga diri, penalaran moral, dan pola perilaku (Papalia dkk, 2008). Berdasarkan teori Marcia tersebut, para peneliti lain mengidentifikasikan kepribadian dan variabel


(39)

keluarga yang berhubungan dengan status identitas seperti ditunjukkan pada tabel 2 :

Tabel 2

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Status Identitas

Faktor Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Keluarga Orang tua

permisif, tidak berwibawa, tidak memberi bimbingan dengan baik

Orang tua tidak menerima sikap/perasaan anak, tidak mendengarkan keluhan/kehendak anak Orang tua tidak punya aturan yang jelas, anak bingung terhadap otoritas orang tua Orang tua suportif, perhatian, mempercayai anak

Kepribadian Perkembangan konsep diri anak lambat, kemampuan kognitif tidak berfungsi baik, ragu ragu, pasif, tidak inisiatif Anak tergantung, kontrol diri eksternal, cemas,

tidak percaya diri

Anak cemas, takut gagal, egois, kurang percaya diri, harga diri rendah Anak punya kemandirian, kontrol diri internal, akrab, percaya diri, inisiatif, kreatif, dan berprestasi

Purwadi (2004) salah satu peneliti yang menggunakan teori Marcia menyebutkan beberapa faktor yang mendahului pembentukan identitas diri pada remaja antara lain tingkat identifikasi pada orang tua sejak kanak-kanak hingga mencapai remaja, gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua atau pihak yang mengasuh dan merawat remaja tersebut, keberadaan figur tokoh sukses yang dilihat remaja, harapan sosial tentang identitas seseorang, tingkat keberhasilan seseorang mengungkap berbagai alternatif identitas diri, dan kepribadian yang dicapai pada masa preadolescent.


(40)

Selain adanya faktor-faktor yang mendahului pembentukan identitas diri, identitas diri juga berkaitan dengan berbagai macam domain yang terdapat dalam masyarakat. Domain merupakan area yang mewakili tingkat eksplorasi dan komitmen pada status identitas diri seseorang. Menurut Erikson (dalam The OMEIS, 1998), ada dua komponen yang merupakan formasi dari status identitas yaitu

ego-identity dan self ego-identity. Ego-ego-identity merujuk kepada komitmen,

seperti dalam masalah pekerjaan, dan nilai ideologi berhubungan dengan politik, agama, filosofi kehidupan, dan lain-lain, sedangkan

self-identity dapat diilustrasikan dari formasi identitas yang jelas

terlihat seperti hubungan sosial dengan sesama, misalnya di Indonesia remaja sudah mulai ikut serta melaksanakan pemilu dengan memilih salah satu partai politik yang sesuai dengan pemikirannya.

Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa masa remaja membawa ketertarikan seseorang pada perkembangan sosial dirinya, sehingga remaja banyak tertarik pada pengaruh luar seperti agama, politik, dan aspek interpersonal lainnya, sedangkan dalam masalah komitmen, remaja mulai berpikir mengenai kebutuhan untuk bertanggungjawab seperti dalam masalah pilihan pekerjaan.

Grotevant, Thorbecke, & Meyer, (dalam Adams, 1998) menyebutkan bahwa identitas ideologis terdiri dari pilihan pekerjaan, agama, politik, dan nilai-nilai gaya hidup (berhubungan dengan


(41)

pandangan gaya hidup seseorang), sedangkan identitas interpersonal berhubungan dengan domain pertemanan, hal berpacaran, peran gender (berhubungan dengan peran suami-istri, peran gender dalam dunia kerja, dan peran anak laki-laki dan perempuan), dan pilihan rekreasi. Ini menjadi dasar pemilihan domain pada status identitas. Kesuksesan pencapaian status identitas remaja dapat dilihat melalui pencapaian status pada masing-masing domain tersebut.

Seorang remaja yang telah mencapai status identitas tertentu, misalnya status identity achievement, belum tentu remaja tersebut juga mencapai status yang sama pada domain lainnya. Status identitas tidak selalu stabil sampai akhir hidup (Santrock, 2002). Contohnya, remaja dengan eksplorasi dan komitmen tinggi dalam pekerjaan, belum tentu memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi pula dalam agama.

Nauta, Khan, & Lucas (dalam Sawitri, 2009) menyebutkan bahwa perbedaan budaya dapat menyebabkan perbedaan pencapaian status identitas, misalnya budaya di Negara barat yang mengajarkan kemandirian sejak dini akan membuat pencapaian status identity

achievement pada domain pekerjaan oleh remaja di Negara tersebut

lebih cepat dibanding remaja pada Negara, misalnya Indonesia dengan budaya yang orang tuanya kurang mendorong eksplorasi, komitmen dan kurang mendorong remaja untuk mengandalkan dirinya sendiri, Stewart, dkk (dalam Sawitri, 2009).


(42)

3. Status Identitas Diri Menurut James Marcia

Marcia mengidentifikasikan eksplorasi dan komitmen sebagai dua dasar dimensi untuk mendefinisikan status seseorang dalam mencapai sebuah identitas diri. Berdasarkan kedua dimensi dasar tersebut Marcia (dalam Schwartz, 2001) mengklasifikasikan perkembangan pembentukan empat identitas diri, yaitu penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan identitas (identity

foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan

pencapaian identitas (identity achievement). a. Identity Diffusion

Identity Diffusion merupakan keadaan apatis yang

menunjukkan tidak adanya eksplorasi dan komitmen untuk menyelesaikannya (tingkat eksplorasi dan komitmen rendah). Individu ini mengalami kebingungan dalam mencapai identitas.

Ciri-ciri individu pada status ini adalah sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar sehingga perilakunya cenderung menuju ke arah konformitas. Individu pada status ini berisiko melakukan tindakan-tindakan maladaptif seperti penggunaan obat-obatan terlarang, bulimia dan lainnya (Schwartz, 2001). Individu ini memiliki kemandirian yang rendah, harga diri yang rendah, pemalu, menunda untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada sehingga melewatkan banyak kesempatan (Kroger, 2005). Mereka juga


(43)

kurang mampu untuk berpikir secara rasional. Mereka tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua sehingga kurang mendapat dukungan sosial.

b. Identity foreclosure

Identity foreclosure merupakan status identitas dari

individu yang telah membuat komitmen untuk tujuan, nilai, dan keyakinan namun tanpa melalui eksplorasi (eksplorasi tidak maksimal).

Ciri-ciri individu pada status ini adalah pikirannya tidak terbuka untuk hal-hal baru, merasa puas terhadap dirinya sendiri. Individu pada status ini tidak memiliki konflik dengan keluarga sehingga memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga (Schwartz, 2001).

c. Identity Moratorium

Identity Moratorium merupakan status identitas dari

individu yang sedang mengalami eksplorasi tetapi belum memiliki sebuah komitmen terhadap keputusannya.

Ciri-ciri individu yang memiliki status identitas ini adalah memiliki kemampuan untuk berpikir kritis ketika dihadapkan pada pilihan penting dalam hidupnya. Orang tua dari individu pada status ini menekankan kemandirian dalam membesarkan anak-anaknya (Kroger, 2005).


(44)

d. Identity Achievement

Identity Achievement merupakan status identitas dari

individu yang telah melakukan eksplorasi pada berbagai perspektif, mempertimbangkan berbagai kemungkinan dengan bijaksana, mengambil keputusan berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan dan telah membuat komitmen terhadap keputusan yang diambil.

Identity achievement merupakan proses paling akhir dari

pembentukan identitas. Status ini adalah yang paling matang karena memiliki pemikiran yang seimbang, pembuatan keputusan yang efektif, dan memiliki hubungan yang intim dengan keluarga.

Ciri-ciri individu yang memiliki status identitas ini adalah memiliki motivasi, harga diri, dan kemandirian yang tinggi, mampu menghadapi stres tanpa terlalu sering melakukan mekanisme pertahanan diri (Kroger, 2005).

Berdasarkan penjelasan mengenai ada atau tidak adanya eksplorasi dan komitmen dalam status identitas dapat dilihat pada tabel 3 :

Tabel 3

Status Identitas, Eksplorasi , dan Komitmen

Faktor/Variabel Status Identitas

Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Eksplorasi Tidak ada Tidak ada Ada Ada


(45)

D. Perbedaan Kemandirian pada Remaja Akhir Dilihat dari Status Identitas James Marcia

Masa remaja merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Masa ini penuh dengan perubahan-perubahan sebagai suatu peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa (Santrock, 2002). Akibatnya, remaja mengalami transisi posisi antara anak-anak dengan dewasa yang akhirnya menunjukkan sikap dan perilaku yang ambigu. Perubahan-perubahan pada remaja sangat berpengaruh dalam berbagai dimensi kehidupan remaja (Purwadi, 2004).

Terkadang remaja masih dianggap seperti anak kecil yang tidak boleh mencampuri urusan orang dewasa akan tetapi di sisi lain mereka dituntut untuk menampilkan pribadi yang dewasa dan membantu menyelesaikan masalah orang dewasa. Situasi ini dapat menimbulkan konflik internal menyangkut peran yang harus mereka jalani. Selain itu, juga menimbulkan krisis identitas (Purwadi, 2004). Remaja mulai bertanya seperti apa dirinya, bagaimana mengambil peran yang tepat dalam berbagai kondisi, dan bagaimana berinteraksi dengan lingkungan.

Menurut Erikson (dalam Papalia dkk, 2008) remaja memiliki tugas utama untuk memecahkan krisis identitas yang dialami remaja atau menyelesaikan tahap identitas versus kebingungan identitas karena bahaya utama pada tahap ini adalah kebingungan identitas atau peran yang dapat menghambat pencapaian kedewasaan remaja. Oleh karena itu, kebingungan identitas atau peran harus diselesaikan agar remaja dapat


(46)

menjadi pribadi dewasa yang unik serta memahami peran dan nilai dalam masyarakat.

Marcia (dalam Schwartz, 2001) salah satu tokoh Neo-Eriksonia mengembangkan teori Erikson dengan membangun teori identitas terukur melalui metode wawancara. Marcia menemukan ada empat tipe status identitas, yaitu identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, dan identity achievement. Perbedaan keempat status identitas ini terletak pada ada tidaknya eksplorasi dan komitmen.

Eksplorasi dan komitmen merupakan parameter untuk menempatkan remaja pada masing-masing status identitas. Identity

diffusion menunjukkan tidak adanya eksplorasi dan komitmen, identity foreclosure menunjukkan adanya komitmen tanpa melalui eksplorasi, identity moratorium menunjukkan adanya eksplorasi tetapi belum

memiliki komitmen, dan identity achievement menunjukkan adanya eksplorasi dan telah memiliki komitmen.

Selain terkait dengan status identitas, remaja juga memiliki tugas perkembangan lain yang harus diselesaikan untuk mengantarnya menuju ke masa dewasa yang ideal, yaitu mencapai kemandirian (Papalia dkk, 2008). Remaja yang mandiri mampu untuk mengambil keputusan, bertanggung jawab atas perilakunya, tidak bergantung pada orang lain, mampu menentukan sikapnya terhadap lingkungan, memiliki inisiatif dan kepercayaan diri. Remaja memiliki aspek-aspek penilaian kemandirian dalam kaitannya dengan status identitas.


(47)

Remaja yang berada pada status identity diffusion memiliki kemandirian yang rendah. Mereka sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan, berisiko melakukan tindakan yang maladaptif, memiliki harga diri yang rendah, pemalu, dan senang menunda untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada. Remaja dengan status identity foreclosure memiliki kemandirian yang rendah. Mereka merasa kurang percaya diri, tidak terbuka pada hal-hal baru. Remaja yang berada pada status identity

moratorium memiliki kemandirian yang rendah. Mereka memiliki

kemampuan untuk berpikir kritis ketika dihadapkan pada masalah penting. Remaja yang berada pada status identity achievement memiliki kemandirian yang tinggi. Mereka telah mampu memecahkan krisis identitas, mampu membangun relasi yang intim, memiliki motivasi dan harga diri yang tinggi.

Remaja dengan status identitas tertentu akan menjadikannya mandiri atau sebaliknya kurang mandiri. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui adanya perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas yang mereka miliki.

E. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia.


(48)

Perbedaan K Kemandirian

Skema Alur Berpikir Status

Identitas

Identity Diffusion

Identity Foreclosure

Identity Moratorium

Identity Achievement

Kemandirian Rendah

Kemandirian Rendah

Kemandirian Rendah Kemandirian


(49)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif (Sugiyono, 2008), yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan kemandirian remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas (X) : Status Identitas Variabel tergantung (Y) : Kemandirian

C. Definisi Operasional 1. Kemandirian

Kemandirian merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan, melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya, serta mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Kemandirian juga ditandai dengan adanya inisiatif dan kepercayaan diri.

Kemandirian dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan tiga aspek yang terdapat dalam kemandirian. Semakin tinggi skor total dari skala kemandirian remaja maka semakin tinggi


(50)

pula kemandirian remaja tersebut dan demikian pula sebaliknya. Aspek-aspek kemandirian tersebut antara lain :

a. Aspek kemandirian emosional, yang terdiri dari empat sub aspek, yaitu tidak mengidealkan orang tua, remaja melihat orang tua seperti orang-orang pada umumnya, ketidaktergantungan, indiv iduasi.

b. Aspek kemandirian perilaku, yang terdiri dari tiga sub aspek, yaitu mampu membuat keputusan, mengalami perubahan ketahanan, dan kepercayaan diri.

c. Aspek kemandirian nilai, yang terdiri dari tiga sub aspek, yaitu kepercayaan abstrak, kepercayaan prinsip, kepercayaan kebebasan. 2. Status Identitas

Identitas diri merupakan tujuan, nilai, keyakinan yang melekat pada diri seseorang dan akan terus mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan identitasnya.

Skala status identitas ini di susun dengan mengacu pada teori James Marcia (dalam Schwartz, 2001) tentang empat jenis status identitas, yaitu identity diffusion, identity foreclosure, identity

moratorium, dan identity achievement pada identitas ideologis yang

meliputi domain pekerjaan, agama, politik, serta nilai-nilai gaya hidup (berhubungan dengan pandangan gaya hidup seseorang) dan identitas interpersonal yang meliputi domain pertemanan, pacaran, peran gender


(51)

(berhubungan dengan peran suami-istri, peran gender dalam dunia kerja, peran anak laki-laki-perempuan), dan rekreasi.

Penempatan subjek ke dalam status identity diffusion, identity

foreclosure, identity moratorium, atau identity achievement adalah

dengan mengolah Z score. Z score berguna untuk membandingkan posisi seseorang dengan orang lain dalam kelompok masing-masing (Santoso, 2010).

Pertama, memisahkan aitem berdasarkan status identitas yang meliputi delapan domain. Kedua, menghitung Z score untuk setiap remaja akhir pada masing-masing status identitas tersebut. Ketiga, membandingkan hasil Z score dari keempat status identitas untuk masing-masing remaja akhir dan yang terakhir mengkategorikan remaja akhir pada status yang memiliki nilai Z score paling tinggi. Setelah pengkategorian subjek ke masing-masing status identitas tersebut, baru kemudian dilihat perbedaan kemandiriannya dengan menggunakan uji Brown-Forsythe dan Welch.

D. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi merupakan seluruh individu yang akan diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 1996). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun.


(52)

2. Metode Pengumpulan Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi. Sampel harus mewakili populasi atau merupakan populasi dalam bentuk kecil (Hadi, 1996). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Convenience sampling merupakan salah satu teknik nonprobabilitas sampling, subjek dipilih karena dianggap sesuai dengan penelitian dan mudah didapatkan oleh peneliti (Castillo, 2009).

Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-21 tahun. Alasan pemilihan subjek dengan usia 18-21 tahun ini adalah remaja akhir sudah mulai mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua, mereka memiliki kemandirian yang tinggi, Smith & Crawford; Silverberg & Steinberg (dalam Fleming, 2005).

E. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah dalam penelitian ini adalah :

1. Membuat skala kemandirian dan skala status identitas untuk diujicobakan pada kelompok uji coba yang memiliki karakteristik sama dengan kelompok subjek yang sesungguhnya.


(53)

3. Menentukan subjek penelitian yang sesuai dengan ciri-ciri/kriteria dan kemudian mengukur kemandirian dan status identitas dengan cara subjek mengisi skala yang sudah di ujicobakan.

4. Menganalisis data yang masuk dengan anava satu jalur untuk melihat ada tidaknya perbedaan kemandirian remaja akhir ditinjau dari status identitas menurut James Marcia.

5. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala status identitas (skala A) dan skala kemandirian (skala B) yang kemudian diisi oleh subjek.

2. Alat Pengumpulan Data

Alat yang akan digunakan untuk menumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala, yaitu :

a. Skala Status Identitas

Skala ini di susun oleh peneliti berdasarkan teori James Marcia (1966) tentang empat status identitas yaitu identity

diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, dan identity achievement dalam identitas ideologis yang terdiri dari beberapa

domain diantaranya pekerjaan, agama, politik, dan nilai-nilai gaya hidup serta identitas interpersonal yang berhubungan dengan aspek


(54)

pertemanan, berpacaran, peran gender, dan rekreasi. Masing masing pilihan jawaban dapat menunjukkan keempat status identitas diri yang akan diungkap.

Skala status identitas ini berisi pernyataan identity diffusion,

identity foreclosure, identity moratorium, dan identity achievement

dalam delapan domain. Subjek akan dihadapkan pada skala yang berisi pernyataan-pernyataan favorable. Skala ini hanya menggunakan aitem-aitem favorable karena bila dibuat

unfavorable maka kemungkinan hanya akan mengarahkan subjek

masuk pada satu status identitas saja.

Skala ini terdiri dari empat kategori respon yang disediakan. Subjek diminta untuk memilih pernyataan yang paling sesuai. Empat kategori respon yang disiapkan untuk aitem-aitem

favorable tersebut yaitu Sangat Setuju (SS)=4, Setuju (S)=3, Tidak

Setuju (TS)=2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)=1. Pada skala ini tidak ada respon N (netral) dengan alasan agar subyek penelitian menjawab dengan pasti dan sesuai dengan dirinya.


(55)

Tabel 4

Blue Print Skala Status Identitas

No Aspek

Status

Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Jumlah 1. Ideologi identity

-Pilihan pekerjaan - Agama - Politik -Nilai-nilai gaya hidup 17, 33 5, 12 42, 55 18,39 25, 47 20, 31 26, 57 3, 35 4,41 36, 40 16, 48 14, 34 24, 54 19, 59 6, 23 46,58 32

2. Interpersonal identity

- Pertemanan - Pacaran - Peran gender - Rekreasi 10, 50 11, 61 1, 27 8, 32 49, 62 2, 43 22, 51 15, 44 7, 56 13, 52 21, 64 30, 63 28, 53 29, 38 37, 60 9, 45 32

Jumlah 16 16 16 16

b. Skala kemandirian

Skala ini di susun oleh peneliti berdasarkan teori Steinberg (2002). Di dalam skala ini terdapat tiga aspek yang menyusun kemandirian yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy,

value autonomy.

Skala kemandirian ini berisi pernyataan yang favorable dan

unfavorable . Subjek akan dihadapkan pada berbagai pernyataan

yang terdiri dari empat kategori respon yang disediakan. Subjek diminta untuk memilih pernyataan yang paling sesuai. Empat kategori respon yang disiapkan untuk aitem-aitem favorable tersebut yaitu Sangat Setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 dan untuk aitem aitem


(56)

unfavorable yaitu : Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak

Setuju (TS) = 3, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 4. Pada skala ini tidak ada respon N (netral) dengan alasan agar subyek penelitian menjawab dengan pasti dan sesuai dengan dirinya.

Skor untuk tiap-tiap aitem pada skala dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan yang tinggi dalam hal penguasaan kemandirian dan sebaliknya jika skor rendah maka menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan yang rendah dalam hal penguasaan kemandirian.

Tabel 5

Blue Print Skala Kemandirian

No Aspek Indikator Pernyataan Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Emotional autonomy

- De-idealized

-Parent as people - Nondependency - Individuation

3,5, 8, 13, 16, 27, 32, 37,42,50

6,11,18,34, 40,44,47,

51,58,60

20

2. Behavioral autonomy -mampu membuat keputusan -memiliki kekuatan untuk menahan pengaruh tekanan. -memiliki kepercayaan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2,7,14, 25,30,33, 36,43,48,

59

4,17, 23,28, 38,41,45,

49,53,57

20

3. Value autonomy

- Abstract belief

- Principle belief - Independent belief

1,9,19, 22,31, 35, 39, 46,52,

54

10, 12,15, 20, 21,24, 26,29,55,

56

20


(57)

G. Validitas dan Reliabilitas Alat ukur 1. Validitas

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu menguji isi dari skala psikologi dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Validitas ini dilakukan dengan meminta penilaian dari ahli yang memahami skala psikologi untuk melihat isi skala dan membandingkannya dengan teori untuk melihat sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi obyek yang akan diukur (Azwar, 2010). Dalam penelitian ini, professional

judgment dilakukan oleh dosen pembimbing.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aaitem dilakukan untuk melihat kualitas dari aitem-aitem yang ada dalam skala. Seleksi aitem-aitem dilakukan dengan memilih aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total.

a. Skala Status Identitas

Untuk skala status identitas menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan sedangkan aitem yang mencapai kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah atau kurang memuaskan.

Terdapat 55 aitem yang memiliki indeks diskriminasi ≥ 0,30 dari 64 aitem, 14 aitem yang lolos seleksi untuk status


(58)

aitem untuk status identity moratorium, dan 14 aitem untuk status

identity achievement sedangkan sebanyak 9 aitem yang lain dari

keseluruhan skala status identitas dianggap sebagai aitem yang gugur karena memiliki daya diskriminasi< 0,30. Kesembilan aitem itu terdiri dari 2 aitem status identity diffusion (10, 42), 1 aitem dari status identity foreclosure (26), 4 aitem dari status identity

moratorium (16, 30, 34, 41), dan 2 aitem dari status identity achievement (53, 58). Aitem-aitem skala status identitas yang

gugur setelah dilakukan uji coba dapat dilihat pada tabel 6 : Tabel 6

Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Uji Coba

No Aspek

Status

Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Jumlah 1. Ideologi identity

-Pilihan pekerjaan - Agama - Politik -Nilai-nilai gaya hidup 17, 33 5, 12 42*, 55 18,39 25, 47 20, 31 26*, 57 3, 35 4,41* 36, 40 16*, 48 14, 34* 24, 54 19, 59 6, 23 46,58* 32

2. Interpersonal identity

- Pertemanan -Hal berpacaran - Peran gender - Rekreasi 10*, 50 11, 61 1, 27 8, 32 49, 62 2, 43 22, 51 15, 44 7, 56 13, 52 21, 64 30*, 63 28, 53* 29, 38 37, 60 9, 45 32

Jumlah 16 16 16 16

*) aitem-aitem yang gugur setelah uji coba

Distribusi atau penyebaran aitem-aitem pada Skala Status Identitas dalam susunan penomoran baru dan diacak yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya disajikan dalam tabel 7:


(59)

Tabel 7

Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang

No Aspek

Status

Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Jumlah

1. Ideologi identity -Pilihan pekerjaan - Agama - Politik -Nilai-nilai gaya hidup 3, 14 21, 30 38 42,50 1, 12 20, 26 35 40, 51 2 19, 29 32 36 4, 9 18, 24 39, 46 53 26

2. Interpersonal identity - Pertemanan - Hal berpacaran - Peran gender - Rekreasi 7 16, 25 34, 43 45, 48 5, 15 23, 31 33, 41 49, 54 10, 22 27, 37 44, 47 55 6 8, 11 13, 17 28, 52 29

Jumlah 14 15 12 14

b. Skala Kemandirian

Untuk aitem-aitem dalam skala kemandirian peneliti menggunakan batasan rix ≥ 0,25. Hal tersebut dikarenakan jumlah aitem yang lolos seleksi ternyata masih belum mencukupi jumlah yang diharapkan (Azwar, 2006). Hasil seleksi tersebut memperoleh 47 aitem yang memiliki daya diskriminasi ≥ 0,25 sedangkan 13 aitem lainnya memiliki daya diskriminasi < 0,25 dan dianggap sebagai aitem yang gugur. Ketigabelas aitem tersebut terdiri dari 3 aitem aspek emotional autonomy (6, 8, 13), 5 aitem dari aspek

behavioral autonomy (4, 7, 38, 45, 48), dan 5 aitem dari aspek value autonomy (21, 35, 39, 52, 55). Aitem-aitem dari Skala


(60)

Kemandirian yang telah gugur setelah dilakukan uji coba dapat dilihat pada tabel 8 :

Tabel 8

Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Uji coba

No Aspek Indikator Pernyataan Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Emotional autonomy

- De-idealized

-Parent as people - Nondependency - Individuation

3,5, 8*, 13*,16, 27, 32,37,

42,50

6*,11,18, 34,40,44, 47,51,58,

60

20

2. Behavioral autonomy -mampu membuat keputusan -memiliki kekuatan untuk menahan pengaruh tekanan. -memiliki kepercayaan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2,7*,14, 25,30,33,

36,43, 48*,59

4*,17, 23, 28,38*,41, 45*,49,53,

57

20

3. Value autonomy

- Abstract belief

- Principle belief - Independent belief

1,9,19, 22,31, 35*,39*,

46,52*, 54

10, 12,15, 20, 21*,24, 26,29,55*,

56

20

Jumlah 30 30

*) aitem-aitem yang gugur setelah uji coba

Distribusi atau penyebaran aitem-aitem pada Skala Kemandirian dalam penomoran baru dan di acak yang akan digunakan pada penelitian sesungguhnya dapat dilihat dari tabel 9 :


(61)

Tabel 9

Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang

No Aspek Indikator Pernyataan Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Emotional autonomy

- De-idealized

-Parent as people - Nondependency - Individuation

3,14, 20, 27,30, 37,

43,45

6,18,19, 25,33,40,

44,46,47

17

2. Behavioral autonomy -mampu membuat keputusan -memiliki kekuatan untuk menahan pengaruh tekanan. -memiliki kepercayaan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1,10,16, 24,29,32,

41,42

5,11, 22, 28,31,35,

38

15

3. Value autonomy

- Abstract belief

- Principle belief - Independent belief

1,10,16, 24,29, 32,

41, 42

5, 11,22, 28, 31,35,

38

15

Jumlah 23 24

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada sejauhmana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2010). Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas diuji dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal Alpha (α) Cronbach. Didapatkan hasil koefisien

reliabilitas dari skala status identitas adalah sebesar 0,841 untuk status

identity diffusion, 0,852 untuk status identity foreclosure, 0,820 untuk

status identity moratorium, 0,840 untuk status identity achievement, dan koefisien reliabilitas dari skala kemandirian adalah sebesar 0,920.


(62)

H. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal dengan melihat taraf signifikansinya. Jika taraf signifikansi lebih kecil dari pada 0,05 (p < 0,05) maka sebaran datanya tidak normal sedangkan jika taraf signifikansi lebih besar dari pada 0,05 (p > 0,05) maka sebaran datanya normal. Dalam penelitian ini untuk menguji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji One-Sample

Kolmogorov-Smirnov test (Santoso, 2010).

b. Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 16, melalui Levene’s Test for Equality of Variance. Uji ini

dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari sampel yang diuji homogen atau tidak (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan anava satu jalur melalui program SPSS (Statistical Product and Service

Solution) for windows versi 16. Pengujian dilakukan dengan cara

melihat taraf signifikansinya. Hipotesis akan diterima bila memiliki taraf signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05) yang berarti ada


(63)

perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia, akan tetapi karena varian tidak sama maka tidak dapat menggunkan anava satu jalur sehingga dilakukan uji Brown-Forsythe dan Welch.


(64)

45 BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba alat ukur penelitian untuk melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang akan digunakan pada penelitian yang sesungguhnya. Alat ukur yang diuji cobakan terdiri dari skala status identitas yang berisi 64 aitem dan skala kemandirian yang berisi 60 aitem. Pada saat uji coba alat ukur ini setiap subjek mendapat satu eksemplar yang terdiri dari skala status identitas atau disebut sebagai skala A dan skala kemandirian atau disebut sebagai skala B.

Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 31 Agustus, 1, 3 September 2012, di Universitas Sanata Dharma dan SMA Bopkri 2 Yogyakarta. Alat ukur penelitian diuji cobakan pada kelompok uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok subjek yang akan digunakan pada penelitian sesungguhnya. Subjek dalam uji coba alat ukur ini sebanyak 60 orang, terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA kelas XII, semua sudah memenuhi kriteria batasan usia sebagai remaja akhir yang menurut Monks dkk, (2002) berkisar antara 18-21 tahun. Usia subjek diketahui dari hasil pengisian identitas yang dituliskan subjek pada saat uji coba.


(65)

Pengisian skala dilakukan langsung oleh masing-masing subjek baik yang berada di lingkungan kampus, lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal masing-masing subjek. Skala yang sudah selesai diisi langsung dikumpulkan kembali kepada beberapa teman peneliti sesuai dengan jumlah yang telah dibagikan.

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 11-14 September 2012. Pengambilan data di laksanakan di Lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan subjek mahasiswa dari berbagai fakultas dan LBPP LIA Yogyakarta dengan subjek pelajar SMA kelas XII.

Dalam pengambilan data (penyebaran skala), peneliti melakukan dua cara. Pertama, peneliti menyebarkan skala dengan memasuki kelas di masing-masing fakultas sedangkan di LBPP LIA, peneliti menyebarkan skala pada waktu jeda istirahat. Kedua, peneliti menyebarkan skala di lingkungan tempat tinggal mahasiswa (kos dan asrama) dengan meminta bantuan beberapa teman peneliti.

Jumlah subjek yang diperoleh dalam penelitian sebanyak 137 subjek. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat 6 subjek yang gugur, diantaranya 2 subjek karena usia kurang dari 18 tahun dan 4 subjek usianya lebih dari 21 tahun, sehingga hanya terdapat 131 subjek yang memenuhi kriteria penelitian.


(66)

3. Data Demografi

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia antara 18-21 tahun yang terdiri dari pelajar SMA kelas XII dan mahasiswa dengan jumlah keseluruhan sebanyak 131 subjek. Data demografi subjek dapat dilihat pada tabel 10 :

Tabel 10

Deskripsi Usia Subjek Penelitian

B. Analisis Data

1. Deskripsi Data Penelitian

a. Data Subjek Penelitian Berdasarkan Kemandirian Tabel 11

Hasil Penelitian Kemandirian dan Uji-t Variabel

Min Maks Mean

Std.Dev

Uji t

H E H E H E t p

Kemandirian 47 118 188 188 117,5 141,94 12,445 22,477 0,000

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa skor rata-rata hipotetik kemandirian tersebut lebih kecil dari skor rata-rata empiriknya, hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemandirian

Usia Jumlah Presentase (%)

18 tahun 29 22,14 %

19 tahun 57 43,51 %

20 tahun 37 28,24 %

21 tahun 7 5,343 %


(67)

subjek tinggi. Hasil dari Uji-t juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara mean hipotetik dan mean empirik kemandirian.

b. Data Subjek Penelitian Berdasarkan Status Identitas Menurut James Marcia

Penempatan subjek ke dalam masing-masing status identitas dilakukan dengan cara mengubah skor subjek untuk setiap status identitas ke dalam Z score masing-masing identitas. Rumus umum yang digunakan untuk menghitung Z score:

Z = (X-M)/SD Keterangan : Z = Z score

X = Skor subjek

M = Mean kelompok Subjek SD= Standar Deviasi Kelompok

Penempatan subjek ke dalam masing-masing status dengan cara melihat nilai Z score yang paling tinggi dengan dasar bahwa status identitas tidak selalu stabil sampai akhir hidup (Santrock, 2002), artinya ketika remaja sudah memiliki salah satu dari empat status identitas tersebut bukan berarti status tersebut akan selamanya dimiliki melainkan dapat berubah-ubah menjadi status yang berbeda. Archer (dalam Santrock, 2002) mengungkapkan bahwa pola umum individu yang mengembangkan


(68)

identitas-identitas yang positif akan mengikuti siklus “M-A-M-A”

moratorium-achiever-moratorium-achiever.

Subjek pada penelitian ini berjumlah 131 orang yang terdiri dari pelajar SMA kelas XII dan mahasiswa. Subjek yang termasuk dalam status identity diffusion berjumlah 33 orang (25,19%), yang termasuk dalam status identity foreclosure berjumlah 29 orang (22,14%), status identity moratorium berjumlah 37 orang (28,24%) dan subjek yang termasuk ke dalam status identity achievement berjumlah 32 orang (24,43%) seperti ditunjukkan pada tabel 12. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 12

Subjek Penelitian Berdasarkan Status Identitas

Jenis Status Identitas Jumlah Presentase (%)

Diffusion 33 orang 25,19 %

Foreclosure 29 orang 22,14 %

Moratorium 37 orang 28,24 %

Achievement 32 orang 24,43 %

Jumlah 131 orang 100 %

c. Kemandirian Subjek Berdasarkan Pola Asuh Tabel 13

Data Kemandirian Subjek Berdasarkan Status Identitas

Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Total

N 33 29 37 32 131

Mean 135,09 142,10 142,32 148,41 141,94

Std. Deviasi 8,278 14,346 9,841 13,678 12,445

Min 118 124 130 126 118


(69)

Secara keseluruhan kemandirian subjek dapat dilihat melalui masing-masing status identitas. Jumlah total subjek penelitian sebanyak 131 orang. Rata-rata mean adalah 141,94. Skor minimum adalah 118 dan skor maksimumnya adalah 188. Sesuai dengan status identitas dan rata-rata skor skala kemandirian maka dapat disimpulkan kemandirian dari yang paling tinggi sampai terendah berdasarkan status identitas adalah status identity

achievement, identity moratorium, identity foreclosure, dan identity diffusion. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

d. Analisis Deskriptif pada Masing-masing Status Identitas

Hasil analisis deskriptif pada status identity diffusion ditunjukkan pada tabel 14, dengan melihat nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa mean empirik pada domain pilihan pekerjaan, agama, politik, filosofi gaya hidup, pertemanan, pacaran, dan peran gender memiliki perbedaan yang signifikan dengan mean hipotetiknya sedangkan untuk mean empirik pada domain rekreasi memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan mean hipotetiknya. Domain dengan mean tertinggi adalah domain agama. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.


(70)

Tabel 14

Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Diffusion

Domain N

Mean Uji-t

Hipotetik Empirik t p

Pilihan pekerjaan 131 2,0 2,172 3,969 0,000

Agama 131 2,0 2,382 6,255 0,000

Politik 131 2,0 2,260 4,479 0,000

Gaya hidup 131 2,0 2,126 2,812 0,006

Pertemanan 131 2,0 2,160 2,622 0,010

Pacaran 131 2,0 2,168 4,314 0,000

Peran gender 131 2,0 2,160 3,780 0,000

Rekreasi 131 2,0 2,004 0,072 0,943

Tabel 15 adalah hasil analisis deskriptif pada status identity

foreclosure, dengan melihat nilai p > 0,05 dapat disimpulkan

bahwa mean empirik pada domain politik, filosofi gaya hidup, pertemanan, pacaran, peran gender, dan rekreasi berbeda signifikan dengan mean hipotetiknya sedangkan mean empirik pilihan pekerjaan dan agama tidak berbeda signifikan dengan mean hipotetiknya. Domain dengan mean tertinggi adalah domain peran gender. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 15

Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Foreclosure

Domain N

Mean Uji-t

Hipotetik Empirik t p

Pilihan pekerjaan 131 2,0 1,935 -1,303 0,195

Agama 131 2,0 2,038 0,789 0,431

Politik 131 2,0 1,634 -7,019 0,000

Gaya hidup 131 2,0 2,179 3,723 0,000

Pertemanan 131 2,0 1,336 -15,897 0,000

Pacaran 131 2,0 2,137 2,417 0,017

Peran gender 131 2,0 2,611 11,426 0,000


(1)

T-Test

Group Statistics

jenkel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean kemandirian laki-laki 32 146.44 15.604 2.758

perempuan 99 140.48 10.940 1.099

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper kemandirian Equal

variances assumed

6.702 .011 2.395 129 .018 5.953 2.486 1.034 10.871

Equal variances not assumed

2.005 41.30


(2)

NPar Tests Status Identitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum jumlah 131 129.91 12.333 96 182

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

jumlah

N 131

Normal Parametersa Mean 129.91 Std. Deviation 12.333 Most Extreme Differences Absolute .072 Positive .069 Negative -.072 Kolmogorov-Smirnov Z .820 Asymp. Sig. (2-tailed) .512 a. Test distribution is Normal.


(3)

NPar Tests Kemandirian

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum jumlah 131 141.94 12.445 118 188

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

jumlah

N 131

Normal Parametersa Mean 141.94 Std. Deviation 12.445 Most Extreme Differences Absolute .109 Positive .109 Negative -.063 Kolmogorov-Smirnov Z 1.244 Asymp. Sig. (2-tailed) .090 a. Test distribution is Normal.

Test of Homogeneity of Variances

kemandirian

Levene Statistic df1 df2 Sig. 3.028 3 127 .032

ANOVA

kemandirian

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2892.268 3 964.089 7.102 .000 Within Groups 17241.244 127 135.758


(4)

Robust Tests of Equality of Means

kemandirian

Statistica df1 df2 Sig. Welch 8.603 3 66.874 .000 Brown-Forsythe 6.847 3 100.329 .000 a. Asymptotically F distributed.

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Dependent Variable:kemandirian (I) status_identit as (J) status_identit as Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Games-Howell diffusion foreclosure -7.013 3.029 .110 -15.10 1.08

moratorium -7.233* 2.166 .007 -12.94 -1.53 achievement -13.315* 2.815 .000 -20.79 -5.84 foreclosure diffusion 7.013 3.029 .110 -1.08 15.10 moratorium -.221 3.117 1.000 -8.52 8.08 achievement -6.303 3.598 .307 -15.82 3.21 moratorium diffusion 7.233* 2.166 .007 1.53 12.94 foreclosure .221 3.117 1.000 -8.08 8.52 achievement -6.082 2.909 .169 -13.79 1.62 achievement diffusion 13.315* 2.815 .000 5.84 20.79 foreclosure 6.303 3.598 .307 -3.21 15.82 moratorium 6.082 2.909 .169 -1.62 13.79 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(5)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA

DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA

Anna Novilia Wati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia. Status Identitas pada penelitian ini terdiri dari status identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium dan identity achievement. Subjek penelitian ini berjumlah 131 orang yang berstatus pelajar SMA dan mahasiswa dengan usia 18-21 tahun dengan menggunakan metode convenience sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk skala. Skala penelitian ini terdiri dari skala status identitas dan skala kemandirian. Koefisien reliabilitas dari skala status identitas berturut-turut dari yang tertinggi adalah 0,852 untuk status identity foreclosure, 0,841 untuk status identity diffusion, 0,840 untuk status identity achievement, dan 0,820 untuk status identity moratorium, sedangkan untuk skala kemandirian sebesar 0,920. Hasil yang diperoleh dari data yang diolah dengan menggunakan analisis alternatif Brown-Forsythe dan Welch adalah diperoleh nilai Sig sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas. Remaja akhir yang memiliki status identity achievement memiliki kemandirian yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga status lainnya.

Kata kunci : kemandirian, status identitas, remaja akhir


(6)

THE DIFFERENCE OF INDONESIAN LATE ADOLESCENT

AUTONOMY IN PERSPECTIVE OF JAMES MARCIA’S

IDENTITY STATUS

Anna Novilia Wati

ABSTRACT

The research aimed to know the difference of Indonesian late adolescent

autonomy in perspective of James Marcia’s identity status. Identity status pattern consist of identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium and identity achievement. The subject of this research about 131 people who consist of student in senior high school and student of university, which are about 18-21 years old with the use of convenience sampling method. The method of data collection is done by giving a scale. The scale of this research are the scale of identity status and autonomy scale. The reliability of the variable are 0,852 for identity foreclosure, 0,841 for identity diffusion, 0,840 for identity achievement, 0,820 for identity moratorium, and 0,920 for the autonomy scale. The result from processed data with alternative analysis Brown-Forsythe and Welch is Sig value 0,000 (p < 0,05). This result show that there are difference of late adolescent autonomy in perspective identity status. Late adolescent with identity achievement status have highest autonomy then three identity other.

Kata kunci : autonomy, identity status, late adolescent