Perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu.

(1)

ABSTRAK

Nice Maylani Asril (2008). Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan dua variabel, yaitu kelekatan aman sebagai variabel tergantung dan status pekerjaan ibu sebagai variabel bebas. Dalam hal ini, definisi operasional dari kelekatan aman adalah suatu ikatan yang bersifat emosional yang disampaikan ibu kepada bayi yang ditunjukkan oleh kepedulian ibu terhadap bayi yang mengandung unsur perasaan kasih sayang ibu dan kepekaan ibu terhadap kebutuhan bayi. Selanjutnya, definisi operasional dari status pekerjaan ibu adalah kedudukan ibu di dalam suatu unit bidang usaha atau kegiatan dalam melakukan pekerjaan. Dalam penelitian ini, status pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu.

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang bertempat tinggal di Yogyakarta dan Solo yang berjumlah 66 orang, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan status pekerjaan ibu, yaitu 22 orang ibu yang merupakan ibu yang bekerja di luar rumah, 22 orang ibu yang bekerja di dalam rumah, dan 22 orang ibu yang tidak bekerja. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala tingkat kelekatan aman yang disusun sendiri oleh peneliti. Uji reliabilitas skala menggunakan teknik Alpha-Cronbach yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,872. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians satu jalur (one way anova).

Dari hasil analisis data, diperoleh F hitung sebesar 4,615 dengan nilai signifikansi sebesar 0,013 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak yang signifikan dilihat dari status pekerjaan ibu. Selanjutnya, hasil perhitungan rerata empiris untuk kelompok ibu yang bekerja di luar rumah sebesar 85,09. Rerata empiris untuk kelompok ibu yang bekerja di dalam rumah sebesar 89,95, dan rerata empiris untuk kelompok ibu yang tidak bekerja sebesar 95,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak yang signifikan antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang tidak bekerja. Akan tetapi, tingkat kelekatan aman anak antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang bekerja di dalam rumah tidak menunjukkan perbedaan. Begitu pula tingkat kelekatan aman anak pada ibu yang bekerja di dalam rumah dan ibu yang tidak bekerja tidak menunjukkan perbedaan.


(2)

ABSTRACT

Nice Maylani Asril (2008). The Difference Level of Child Secure Attachment as Viewed from the Mother’s Job Status. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.

The aim of this research was to find out the differences level of child secure attachment as viewed from the mother’s job status. In this research, operational definition of secure attachment was the emotional tie that covers love and her sensitivity to the child’s needs. Then, operational definition of the mother’s job status was her position in a work field or her activity in work. In this time, the mother’s job status was classified in three types that is, mother who job at home, out home, and house wife. The hypothesis in this research was there is a difference level of child secure attachment developed in a child as viewed from the mother’s job status.

The subjects were 66 mothers who live in Yogyakarta and Solo was classified into three types based on the mother’s job status that is, 22 mothers who work out home, 22 mothers who work at home, 22 house wife. The data was collected by using level of secure attachment scale that arranged by researcher. Scale reliability was tested by Alpha Cronbach technique, that result reliability coefficient 0.872. The data was analyzed by one way anova.

The result of data analyzed was F count amount of 4,615 with significant level was 0.013 (p<0.05). This result showed that there was significant differences level of child secure attachment developed in a child as viewed from the mother’s job status. The empirical mean of mothers who work out home amount of 85,09. The empirical mean of mothers who work at home amount of 89,95 and the empirical mean of house wife amount of 95,14. It’s mean that there was differences level of child secure attachment between mothers who work out home and house wife. But level of child secure attachment between mothers who work out home and mothers who work at home was not different. That also happened between mothers who work at home and house wife.


(3)

PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN AMAN ANAK DILIHAT DARI STATUS PEKERJAAN IBU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Nice Maylani Asril

NIM : 049114090

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO

Siapapun bisa marah – marah itu mudah, tetapi marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan

cara yang baik – bukanlah hal mudah (Aristoteles, The Nicomachean Ethics)

Kecerdasan dan karakter, itu tujuan pendidikan yang sebenarnya

(Dr. Martin Luther King Jr.)


(8)

KARYA SEDERHANA INI

KUPERSEMBAHKAN UNTUK:

ALLAH SWT

Papi dan Mami

Iwan, Sepfree, dan Isal

Bubu


(9)

ABSTRAK

Nice Maylani Asril (2008). Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan dua variabel, yaitu kelekatan aman sebagai variabel tergantung dan status pekerjaan ibu sebagai variabel bebas. Dalam hal ini, definisi operasional dari kelekatan aman adalah suatu ikatan yang bersifat emosional yang disampaikan ibu kepada bayi yang ditunjukkan oleh kepedulian ibu terhadap bayi yang mengandung unsur perasaan kasih sayang ibu dan kepekaan ibu terhadap kebutuhan bayi. Selanjutnya, definisi operasional dari status pekerjaan ibu adalah kedudukan ibu di dalam suatu unit bidang usaha atau kegiatan dalam melakukan pekerjaan. Dalam penelitian ini, status pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu.

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang bertempat tinggal di Yogyakarta dan Solo yang berjumlah 66 orang, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan status pekerjaan ibu, yaitu 22 orang ibu yang merupakan ibu yang bekerja di luar rumah, 22 orang ibu yang bekerja di dalam rumah, dan 22 orang ibu yang tidak bekerja. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala tingkat kelekatan aman yang disusun sendiri oleh peneliti. Uji reliabilitas skala menggunakan teknik Alpha-Cronbach yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,872. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians satu jalur (one way anova).

Dari hasil analisis data, diperoleh F hitung sebesar 4,615 dengan nilai signifikansi sebesar 0,013 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak yang signifikan dilihat dari status pekerjaan ibu. Selanjutnya, hasil perhitungan rerata empiris untuk kelompok ibu yang bekerja di luar rumah sebesar 85,09. Rerata empiris untuk kelompok ibu yang bekerja di dalam rumah sebesar 89,95, dan rerata empiris untuk kelompok ibu yang tidak bekerja sebesar 95,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak yang signifikan antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang tidak bekerja. Akan tetapi, tingkat kelekatan aman anak antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang bekerja di dalam rumah tidak menunjukkan perbedaan. Begitu pula tingkat kelekatan aman anak pada ibu yang bekerja di dalam rumah dan ibu yang tidak bekerja tidak menunjukkan perbedaan.


(10)

ABSTRACT

Nice Maylani Asril (2008). The Difference Level of Child Secure Attachment as Viewed from the Mother’s Job Status. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.

The aim of this research was to find out the differences level of child secure attachment as viewed from the mother’s job status. In this research, operational definition of secure attachment was the emotional tie that covers love and her sensitivity to the child’s needs. Then, operational definition of the mother’s job status was her position in a work field or her activity in work. In this time, the mother’s job status was classified in three types that is, mother who job at home, out home, and house wife. The hypothesis in this research was there is a difference level of child secure attachment developed in a child as viewed from the mother’s job status.

The subjects were 66 mothers who live in Yogyakarta and Solo was classified into three types based on the mother’s job status that is, 22 mothers who work out home, 22 mothers who work at home, 22 house wife. The data was collected by using level of secure attachment scale that arranged by researcher. Scale reliability was tested by Alpha Cronbach technique, that result reliability coefficient 0.872. The data was analyzed by one way anova.

The result of data analyzed was F count amount of 4,615 with significant level was 0.013 (p<0.05). This result showed that there was significant differences level of child secure attachment developed in a child as viewed from the mother’s job status. The empirical mean of mothers who work out home amount of 85,09. The empirical mean of mothers who work at home amount of 89,95 and the empirical mean of house wife amount of 95,14. It’s mean that there was differences level of child secure attachment between mothers who work out home and house wife. But level of child secure attachment between mothers who work out home and mothers who work at home was not different. That also happened between mothers who work at home and house wife.


(11)

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kasih dan karunia-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Semua yang tertuang dalam skripsi ini diperoleh dengan kerja keras dan tidak lain karena peran, bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari beberapa pihak, dan karenanya penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Paulus Edy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.

2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatian, serta banyak membantu selama diskusi dan bimbingan sehingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, perhatian, serta membagi ilmu kepada penulis selama ujian skripsi dan proses revisi.


(13)

4. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S.Ps., M.Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, perhatian, serta membagi ilmu kepada penulis selama ujian skripsi dan proses revisi.

5. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi semangat kepada penulis sejak semester awal berada di fakultas Psikologi.

6. Ibu M.M. Nimas Eki. S. S.Psi., M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Seminar yang telah membantu penulis dalam mengungkapkan ide-ide awal penulisan skripsi.

7. Bapak Y. Heri W. S.Psi., M.Psi dan Ibu Titik Kristiyani S.Psi. yang telah membimbing dan memberi semangat kepada penulis selama penulis berada di kelompok studi RASS.

8. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi. yang telah banyak meluangkan waktu untuk membagi ilmu, pengalaman, dan mendengar keluh kesah penulis selama penulis berada di fakultas Psikologi.

9. Papi dan Mami tersayang, atas cinta dan kasih, tulusnya doa, serta semangat dan motivasi yang mengiringi langkah penulis. Makaci ya Pi – Mi.

10.K’ Iwan, K’ Sepfree, Ical, atas dinamika, kebersamaan, dan pertengkaran2 qta selama ini, tanpa kalian idupQ jadi lebih berwarna.

11.TayangQ Bubu…yg udah nemenin Q, surprise banget buat cinta, kasih, semangat, waktu, n segala sesuatu yang udah dicurahkan untukQ. Smoga


(14)

jagoan khayalan Qta (Arthur, Marisabeth, Marcell, Prudence) bisa jadi kenyataan yah…kapan niy nyusul?

12.Temen2 yang udah ngebantu suksesnya tryout n penelitianQ, Raniy, Mb In, Maya, Mama Maya, Paceh, Devi, Pak De Dul, Ms Unang, Ajeng, Ms Pongky, Fitri, Novi, Mitul, Lutfi, Ajay, Susi, Yetty, Lea, atas kesediaannya bwt nyariin subjek penelitian utk Q. Q cm bisa ngucapin mkc bwt kalian smua smoga kebaikan kalian terbalas.

13.Segenap dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu kepada penulis.

14.Staf dan karyawan sekretariat Fakultas Psikologi: mbak Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji yang udah banyak membantu selama Q belajar di psikologi. Matur nuwun sanget.

15.TayangQ Raniy, untuk segala kegilaan, suka duka, dan persahabatan yang udah terjalin empat taun ini. Mkc bwt waktu yang diberikan bwt menemaniQ nyebarin skala, mkc bwt indah dan racunnya dunia yang telah kau bagi untuk Q. Tay ching kapan niy ikut Q? Smangat yukkk….

16.TayangQ Ndol, untuk segala canda dan tawa, keceriaan, dan cerita yang tlah kau berikan. Mkc bwt prsahabatan yg udah terjalin empat taun ini, mkc bwt warna2 khidupan yg tlah rela kau bagi utk Q. Ayoh tay semangat nyusunnya…jgn kerja truz…

17.TayangQ Astin, untuk kegilaan, keceriaan, canda tawa, dan kebersamaan yang udah terjalin. Mkc bwt prsahabatan yg udah terjalin empat taun ini, mkc bwt warna2 khidupan yg tlah rela kau bagi utk Q. Mkc juga untuk


(15)

semua support dan dukungan di saat aku merasa ‘jatuh’ dalam hidupku. Mkc juga krn dirimu tlah meninggalkan Q terlebih dulu di Psikologi ini. Semangat kerjanya yah… inget gaji pertama makan2 loh.

18.Sahabat Q yang cantik, Uci dan Eli yang telah berbagi waktu untukQ, mendengar segala keluh kesahQ. mkc bwt segalanya.

19.Teman2 Q yang baik, Maya, Metta, Nyunz, Adib, Baka, Paceh, Aang, Vlix, Xna, Ms Uun yg jayus, Tayang Verty, dan Stev, atas seluruh moment yang terjadi dan segala pengalaman yang membuat kita lebih kaya dalam memaknai hidup.

20.Mb2 Q: Mb Nat, Mb Wie, Mb Win, Mb Otic Super Otic mkc yah atas bimbingan, pengalaman, dan smgt yang udah kalian bagi utk Q.

21.Temen2 di Sekar Jepun, mari Qta bersama2 memulai karier menari Qta ☺. Kapan yah mentas bareng lagih?? Jangan pernah ragu bwt belajar nari yah?

22.Every sister n brother in : Wisma Rosari (khususnya anak-anak atas☺ plus anak angkat), cah-cah Psikologi angkatan 2004, Temen2 asisten Grafis, kelp. KKN Keep-uh angkatan XXXIV, atas untaian cerita yang mengisi hari-hariku.

23.Semua temen2 di RASS, mkc bwt segala ilmu n dinamikanya. Ayoh bersama membangun RASS mjdi sprit yg Qta inginkan.

24.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang secara langsung ataupun tidak langsung sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(16)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan rendah hati memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, dan untuk itu, penulis menerima segala kritik maupun saran yang membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan semua orang yang membaca skripsi ini pada khususnya.

Tuhan memberkati.

Yogyakarta, Juni 2008 Penulis.


(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……… ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ……….. 9

D. Manfaat Penelitian ……… 9


(18)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Kelekatan Aman ... 11

1. Pengertian Kelekatan ... 11

2. Fase-fase dalam Kelekatan ... 12

3. Jenis-jenis Kelekatan ... 14

4. Kelekatan Aman……….. 18

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelekatan……… 20

6. Aspek-aspek dari Kelekatan Aman………. 22

B. Status Pekerjaan Ibu ... 23

1. Pengertian Status Pekerjaan Ibu ……...……….. 23

2. Jenis-jenis Status Pekerjaan Ibu ……… 24

3. Konsekuensi dari Status Pekerjaan Ibu …………..………... 25

C. Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu ………... 27

D. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

1. Status Pekerjaan Ibu ... 34

2. Kelekatan Aman... 34

D. Subjek Penelitian... 35


(19)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37

1. Status Pekerjaan Ibu……… ………. 37

2. Skala Tingkat Kelekatan Aman ………... 38

F. Prosedur Pengambilan Data ……… 43

G. Analisis Data ………... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Persiapan Penelitian ... 45

C. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46

1. Uji Validitas ………. 46

2. Uji Daya Diskriminasi Aitem ………. 46

3. Uji Reliabilitas ………. 51

D. Pelaksanaan Penelitian ……….51

E. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Data Penelitian ... 53

a. Data Demografis Subjek ………... 53

b. Kategorisasi Skor Tingkat Kelekatan Aman ………... 55

2. Uji Asumsi Penelitian ... 61

a. Uji Normalitas Sebaran ………. 61

b. Ui Homogenitas Varians ………... 62

3. Uji Hipotesis ……… 63

a. Pengujian Hipotesis Mayor ………... 63

b. Pengujian Hipotesis Minor ……… 64


(20)

F. Pembahasan ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan Penelitian ……….. 72

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 78


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel I Distribusi Aitem Skala Tingkat Kelekatan Aman Sebelum Uji

Coba ……….41 Tabel II Distribusi Aitem Skala Tingkat Kelekatan Aman Setelah Uji

Coba ………. …47 Tabel III Distribusi Aitem Skala Tingkat Kelekatan Aman (Penelitian) ……… 49 Tabel IV Distribusi Aitem Skala Tingkat Kelekatan Aman (Gugur Setelah Penelitian) ……….. 50 Tabel V Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu………….. 53 Tabel VI Data Rentang Usia Ibu dan Rentang Usia Anak ……… 54 Tabel VII Data Jenis Kelamin Anak ……….. 54 Tabel VIII Deskripsi Statistik Data Skala ……… 56 Tabel IX Rangkuman Data Kategori Tingkat Kelekatan Aman………… 57 Tabel X Data Tingkat Kelekatan Aman Dilihat Dari Status Pekerjaan Ibu ……….. 59 Tabel XI Rata-rata Teoritis dan Rata-rata Empiris Skala Tingkat Kelekatan

Aman………61 Tabel XII Hasil Perhitungan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……62

Tabel XIII Hasil Perhitungan Levene Test ……… .. 63 Tabel XIV Hasil Perhitungan Analisis Varian Satu Jalur ……….64 Tabel X Ringkasan Hasil Post Hoc Test ………. 65


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu ………..… 32


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Skala Try Out Kelekatan Aman

Lampiran II Koefisien Reliabilitas Skala Try Out Kelekatan Aman Lampiran III Skala Penelitian Kelekatan Aman

Lampiran IV Koefisien Reliabilitas Skala Penelitian Kelekatan Lampiran V Hasil Uji Normalitas dan Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Penelitian

Lampiran VI Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Penelitian


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat seorang anak dilahirkan, maka ia tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Kehidupannya akan sangat tergantung pada pengasuhan intensif yang diberikan oleh ibu. Selama proses pengasuhan anak, akan terjalin suatu ikatan emosional dalam interaksi antara ibu dan anak. Ikatan emosional yang terjalin antara ibu dan anak tersebut akan memunculkan kelekatan (attachment) di antara mereka.

Kelekatan (attachment) adalah suatu relasi antara anak dengan seorang atau lebih pengasuh yang muncul pada masa bayi dimana relasi tersebut menggambarkan ikatan di antara mereka (Bowlby, 1969; Santrock, 2000). Selanjutnya, kelekatan (attachment) adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara anak dan pengasuhnya atau ibu.

Tahun pertama kehidupan adalah kerangka waktu kunci bagi perkembangan kelekatan (Erikson, 1968; Santrock, 2000). Erik Erikson (dalam Santrock, 2000) menyebutkan bahwa kelekatan terkait dengan tahap pertama perkembangan psikososial yaitu kepercayaan. Suatu rasa percaya memerlukan perasaan akan adanya kenyamanan fisik, sejumlah kecil rasa khawatir, dan pemahaman akan masa depan. Anak yang memiliki rasa percaya pada dunia, membentuk harapan seumur hidup bahwa dunia adalah tempat yang baik dan menyenangkan. Maka dari itu, kelekatan yang diharapkan terbentuk antara anak dengan ibu adalah kelekatan yang aman.


(25)

Erikson meyakini bahwa orang tua yang tanggap, sangat peka dalam memberikan rasa percaya dan aman ini kepada anak.

Perspektif etiologis psikiater Inggris, John Bowlby (Vasta, et al., 1995) juga menekankan pentingnya kelekatan yang aman pada tahun pertama kehidupan dan tanggapnya pengasuh anak akan hal ini. Bowlby yakin ibu dan anaknya secara naluriah membentuk suatu kelekatan. Kelekatan yang aman sejak dini dengan pengasuh juga berkaitan dengan perilaku sosial anak di kemudian hari dalam perkembangannya. Hal ini didukung oleh Warmer, dkk (1994) yang menemukan bahwa anak usia enam tahun yang memiliki kelekatan aman dengan ibunya memiliki kompetensi dalam bermain dan mampu memecahkan konflik yang terjadi dengan teman sebaya.

Ainsworth (dalam Santrock, 2000) menyatakan bahwa kelekatan terbagi menjadi kelekatan yang aman (secure attachment) dan kelekatan yang tidak aman (insecure attachment). Kelekatan yang tidak aman (insecure attachment) dibagi lagi menjadi kelekatan cemas-menghindar dan kelekatan cemas-menolak. Anak dengan kelekatan yang aman menggunakan ibu sebagai suatu landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Kemudian, anak dengan kelekatan cemas-menghindar memperlihatkan ketidakamanan dengan menghindari ibu (misalnya, mengabaikan, menghindari tatapan, dan tidak berupaya mencari kedekatan dengan ibunya). Selanjutnya, pada anak dengan kelekatan cemas-menolak memperlihatkan ketidakamanan dengan menolak ibu (misalnya, bersandar padanya tapi saat bersamaan menendang dan mendorong jauh-jauh ibunya).


(26)

Main & Solomon (1990) menambahkan satu jenis untuk kelekatan yang tidak aman, yaitu disorientasi atau disorganisasi. Anak yang mengalami kelekatan yang disorientasi dan disorganisasi terlihat tidak memiliki strategi yang jelas dalam merespon ibu mereka. Pada suatu waktu, mereka mungkin menolak saat berdekatan dengan ibu mereka, dan waktu selanjutnya mungkin mereka terlihat takut pada ibunya, atau sangat dingin saat ibu mendekati mereka.

Untuk selanjutnya, yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah jenis kelekatan yang aman. Dari penelitian yang dilakukan Belsky, Spritz, & Crnic (1996), ditemukan bahwa ibu yang peka dan selalu bersama anaknya dimana anaknya mengalami kelekatan yang aman dan nyaman lebih mampu memulai percakapan yang mengandung unsur emosional dan relasional dengan anak mereka. Laible & Thompson (2002) menyatakan bahwa; karena emosi berkaitan secara signifikan dengan kelekatan antara ibu dan anak, maka anak merefleksikan pesan yang mengandung emosi dan moral yang disampaikan oleh ibu mereka dalam percakapan antara ibu dan anak setiap hari.

Penelitian yang dilakukan oleh Farrar, Fasig, & Welch-Ross (1997) menunjukkan bahwa ibu dari anak yang mengalami kelekatan yang aman lebih memunculkan emosi yang bermakna positif daripada memunculkan emosi yang bermakna negatif dalam interaksi ibu dan anak. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Matas, Arend, & Sroufe pada tahun 1978 (Santrock, 2000) menunjukkan bahwa anak yang merasakan kelekatan yang aman dengan ibunya sejak masa awal pada masa bayi tidak mengalami


(27)

frustasi dan lebih bahagia pada usia dua tahun dibandingkan dengan anak yang tidak merasakan kelekatan yang aman.

Berdasarkan penjelasan di atas, kenyamanan dan keamanan dalam kelekatan sangat dibutuhkan dan penting dialami oleh anak pada tahun pertama kehidupannya. Namun demikian, masih ada anak yang mengalami ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam kelekatannya dengan ibu.

Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Egeland pada tahun 1989 (Santrock, 2000), diperoleh bahwa sejumlah anak yang mengalami kelekatan yang tidak aman kurang mampu berinteraksi dengan lingkungannya dan memiliki nilai yang kurang bagus pada kelas tiga dibandingkan dengan sejumlah anak yang mengalami kelekatan yang aman. Anak yang mengalami kelekatan yang tidak aman akan menghindari ibu karena mereka tidak percaya pada ibunya, anak juga takut pada orang asing, dan terganggu oleh hal-hal kecil seperti perpisahan sehari-hari, karena anak menganggap tidak ada figur yang dapat dijadikan landasan yang aman dan dipercaya untuk mengeksplorasi lingkungan.

Kelekatan yang dialami oleh anak dipengaruhi oleh kemudahan dan keresponsifan pengasuh atau ibu dalam mengasuh anak, kemampuan anak untuk membuka hubungan dengan pengasuh atau ibu, serta keadaan keluarga dan lingkungan anak (Bowlby, 1977; Santrock, 2000). Dari beberapa faktor tersebut, peneliti akan lebih menyoroti faktor kemudahan dan keresponsifan pengasuh atau ibu dalam mengasuh anak. Hal ini dikarenakan ibu adalah figur yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan anak pada masa awal


(28)

kehidupannya. Selain itu, ibu dalam interaksinya dengan anak mendapatkan kesempatan lebih awal untuk menyampaikan emosi-emosi yang positif kepada anaknya (Farrar, Fasig, & Welch-Ross, 1997).

Keamanan dan ketidakamanan kelekatan yang dialami oleh anak tergantung pada seberapa peka dan tanggap seorang ibu terhadap sinyal yang disampaikan anak. Anak yang merasakan kelekatan yang aman cenderung memiliki ibu yang peka, menerima, dan dapat mengekspresikan afeksi terhadap anak dibandingkan dengan anak yang tidak merasakan kelekatan yang aman (Pederson, dkk, 1989; Santrock, 2000). Kepekaan dan ketanggapan ibu pada sinyal yang disampaikan anak terkait juga dengan kuantitas kebersamaan antara ibu dan anak (Isabella, Belsky, & Von Eye, 1989; Kiser et al., 1986; Isabella & Belsky, 1991).

Kuantitas kebersamaan ibu dan anak yaitu terkait dengan banyaknya waktu yang dihabiskan ibu bersama anaknya. Kuantitas kebersamaan ibu dan anak memiliki hubungan dengan kelekatan antara ibu dan anak (Isabella, Belsky, & Von Eye, 1989; Kiser et al., 1986; Isabella & Belsky, 1991).

Selain kuantitas kebersamaan antara ibu dan anak, kepekaan dan ketanggapan ibu pada sinyal yang disampaikan oleh anak juga terkait dengan kualitas dari respon ibu terhadap kebutuhan-kebutuhan anak mereka yang berupa perhatian, bantuan, dan perlindungan bagi anak mereka (Ainsworth, 1989).

Terkait dengan kuantitas kebersamaan ibu dan anak serta kualitas respon ibu maka dapat dilihat fenomena saat ini dimana banyak ibu yang memiliki


(29)

kesibukan di luar rumah ataupun di dalam rumah, yang mana kesibukannya tersebut merupakan pekerjaan diluar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan apakah ada perbedaan yang ditimbulkan oleh status pekerjaan ibu.

Status pekerjaan ibu yang dimaksud adalah ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja (Surya, 2002). Status pekerjaan ibu ini akan memunculkan adanya perbedaan jumlah jam kerja dan jadwal kerja pada ibu-ibu. Jumlah jam kerja dan jadwal kerja yang berbeda pada ibu-ibu ini akan mempengaruhi waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Adanya perbedaan waktu kebersamaan antara ibu dan anak dapat memunculkan perbedaan tingkat kelekatan aman yang terbentuk pada anak. Hal ini disebabkan karena waktu kebersamaan antara ibu dan anak terkait dengan peluang ibu untuk mengasuh anaknya.

Status pekerjaan ibu juga mengandung masalah konflik peran pada diri ibu. Hal ini dapat terjadi pada ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah. Konflik peran ini muncul karena ibu-ibu pada kedua status pekerjaan tersebut memiliki peran ganda. Peran ganda yang dimaksud adalah peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai wanita yang bekerja. Menurut Shaevits (dalam Rinto, 2004), ibu yang berperan ganda mengakui bahwa secara operasional sulit untuk membagi waktu bagi urusan rumah tangga dan pekerjaannya. Selain itu menurut Ancok (dalam Gunanto, 1997; Rinto, 2004) akan terjadi fenomena kehilangan kontrol pribadi pada ibu karena terlalu sibuk oleh pekerjaannya. Devintha (2006) juga menyatakan bahwa kecemasan


(30)

akan timbul pada ibu yang memiliki peran ganda di masyarakat. Hal ini diakibatkan karena baik lingkungan maupun dirinya sendiri menginginkannya untuk menjadi ibu sekaligus istri yang baik dimana dapat memenuhi semua kebutuhan. Di lain sisi, dia juga ingin agar pekerjaannya berjalan baik-baik saja. Apabila kedua hal tersebut tidak berjalan selaras, maka biasanya akan timbul kecemasan dan juga stres pada diri ibu.

Konflik peran yang dialami ibu tersebut dapat membuat ibu sulit meraih sukses di bidang pekerjaan, keluarga, dan hubungan interpersonal sekaligus. Apalagi jika ibu berasal dari daerah Jawa dimana masih menganut konsep kebudayaan Jawa yang paternalistik, yaitu perempuan dianggap sebagai konco wingking; perempuan adalah seseorang yang ada dibelakang laki-laki, sehingga perempuan didudukkan dalam posisi subordinat di dalam struktur masyarakat, posisi yang lebih rendah daripada laki-laki (Kristiyanti, 2006).

Selain itu, menurut Kusujiarti (dalam Kristiyanti, 2006), peran perempuan yang utama dalam masyarakat Jawa adalah berada di sekitar rumah tangga yaitu sebagai ibu dan istri. Maka dari itu, sebisa mungkin perempuan Jawa tidak tampil dalam sektor publik karena secara normatif istri tidak boleh melebihi suami. Perempuan Jawa memang diijinkan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi seperti berdagang, bertani atau bekerja dalam bidang-bidang yang lain, akan tetapi posisi perempuan seyogyanya tidak melebihi laki-laki.

Kemudian, menurut Handayani dan Novianto (dalam Kristiyanti, 2006) jika wanita Jawa tampil di sektor publik sementara suami masih ada,


(31)

masyarakat akan beranggapan bahwa isteri tersebut merendahkan suami bahkan mempermalukan suami. Pandangan masyarakat tersebut dapat menjadi stresor bagi perempuan Jawa dan dapat membuat perempuan Jawa yang memiliki peran ganda akan mengalami konflik peran pada dirinya sendiri. Hal ini juga akan ikut mempengaruhi kelekatan dirinya dengan anaknya.

Bertolak dari berbagai uraian diatas, penulis ingin meneliti perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu. Penelitian ini dilakukan karena adanya perbedaan pengalaman kelekatan yang dirasakan oleh setiap anak. Sebenarnya, penelitian serupa telah dilakukan oleh Kiser et al. pada tahun 1986 (Isabella, Belsky, & Von Eye, 1989; Isabella & Belsky, 1991) di negara barat. Namun, penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh budaya yang berbeda dengan budaya yang ada di Indonesia. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian yang serupa di daerah Jawa khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.


(32)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi perkembangan ilmu psikologi terutama Psikologi Perkembangan Anak, dan Psikologi Klinis Anak, serta dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi pasangan suami istri yang akan memiliki anak dan pasangan suami istri yang sudah memiliki anak tentang pentingnya kelekatan aman antara ibu dan anak. Untuk memaparkan kepada pasangan suami istri tentang adanya perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi instansi-instansi yang memperkerjakan ibu-ibu agar instansi-instansi tersebut bersedia menyediakan waktu cuti yang cukup bagi ibu-ibu yang baru melahirkan anak mereka dan ibu yang memiliki anak batita (bawah tiga tahun).


(33)

3) Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan bacaan bagi yang membacanya.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelekatan Aman

1. Pengertian Kelekatan

Menurut Harlow & Zimmerman (1959), kelekatan adalah pertalian yang dipenuhi oleh kasih sayang dengan seseorang yang istimewa dalam hidup kita dimana mengarahkan kita untuk merasakan kegembiraan saat kita berhubungan dengan orang tersebut dan akan menjadi menyenangkan bila berada dekat dengannya pada waktu kita mengalami stres.

Kelekatan (attachment) adalah suatu relasi antara anak dengan seorang atau lebih pengasuh yang muncul pada masa bayi dimana relasi tersebut menggambarkan ikatan di antara mereka. Kelekatan (attachment) adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya atau ibu (Bowlby, 1969; Santrock, 2000).

Kemudian, menurut Wenar dan Kerig (2000), kelekatan adalah kepedulian ibu atau pengasuh terhadap bayi dimana kepedulian tersebut mengandung unsur perasaan kasih sayang dan kepekaan terhadap kebutuhan bayi. Selain itu, kelekatan adalah suatu ikatan yang bersifat afeksional pada seseorang yang ditujukan pada orang-orang tertentu atau disebut figur lekat dan berlangsung terus menerus (Ainsworth, dalam Johnson & Medinnus, 1976; Pelawi, 2004).


(35)

Dari beberapa batasan diatas dapat disimpulkan bahwa kelekatan adalah kasih sayang yang berlangsung terus menerus antara anak dengan ibu atau pengasuh dimana ikatan tersebut merupakan variabel yang berkembang sejak masa bayi dan dipengaruhi oleh kepedulian dan kepekaan ibu atau pengasuh pada kebutuhan bayi.

2. Fase-fase dalam Kelekatan

Kelekatan berkembang dalam empat fase (Bowlby, 1969; Vasta, Haith & Miller, 1995), yaitu fase preattachment, fase “attachment-in-the-making”, fase “clear-cut” attachment, dan formation of a reciprocal relationship.

Pada fase preattachment (lahir sampai dengan enam minggu) sinyal yang selalu muncul pada bayi seperti menggenggam, tersenyum, menangis, dan menatap mata orang dewasa, dimana sinyal-sinyal tersebut membantu bayi yang baru lahir menjalin hubungan dengan orang lain. Salah satu dari respon orang dewasa akan mendorong bayi untuk tetap dekat pada orang dewasa tersebut, karena kedekatan menyenangkan bagi mereka. Bayi pada usia ini mengenal bau dan suara ibu mereka, serta mereka juga akan mengenal wajah ibu mereka. Pada fase ini bayi mulai terikat pada ibu mereka.

Pada fase “attachment-in-the-making” (enam minggu sampai dengan 6-8 bulan), respon yang diberikan oleh bayi kepada pengasuh yang mereka kenal berbeda dibandingkan dengan respon yang diberikan oleh


(36)

bayi kepada seseorang yang tidak dikenal. Misalnya, senyum bayi, tawa bayi, dan celoteh bayi lebih bebas disampaikan pada ibu mereka dan ketenangan lebih cepat muncul saat ibu mendekat ke arah mereka. Dalam interaksi bayi dengan orangtua dan pengalaman bebas dari distres, bayi mempelajari bahwa tindakan mereka mempengaruhi perilaku di sekeliling mereka. Bayi saat ini mulai mengembangkan rasa percaya, yaitu pengharapan bahwa pengasuh atau ibu akan merespon sinyal-sinyal yang disampaikan oleh bayi. Bayi juga tidak memprotes jika terpisah dari pengasuh atau ibu mereka.

Pada fase “clear-cut” attachment (6-8 minggu sampai dengan 18 bulan-2 tahun), kelekatan pada pengasuh terlihat sebagai ikatan yang jelas. Bayi menunjukkan kecemasan terpisah, yaitu bayi menjadi terganggu saat orang dewasa yang ia percaya meninggalkannya. Kecemasan terpisah tidak selalu seperti kecemasan pada orang yang tidak dikenal, tapi juga tergantung pada temperamen bayi dan keadaan bayi. Bayi akan menangis dan berusaha mencari ibu saat mereka terpisah dari ibu. Kecemasan ini merupakan indikasi dari formasi kelekatan. Tapi pada banyak budaya, kecemasan ini berkurang saat bayi berusia antara enam sampai 15 bulan. Pada usia ini, bayi memahami dengan jelas bahwa pengasuh atau ibu walaupun jauh tetap memperhatikan lokasi tempat ia berada melalui pandangan sekilas secara periodik. Pada anak yang berusia di atas satu tahun, mereka mulai bisa memprotes kebiasaan orang tua mereka. Selain itu, mereka juga mencoba agar orang tua selalu hadir di samping mereka.


(37)

Mereka menggunakan orang tua sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi lingkungan.

Pada formation of a reciprocal relationship (18 bulan sampai usia selanjutnya), saat anak mengakhiri tahun kedua kehidupannya, anak mengalami pertumbuhan yang cepat dalam memahami beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan dan ketidakberadaan orang tua mereka, mereka juga mampu memprediksi kapan orang tua mereka ada di dekat mereka. Protes yang mereka sampaikan terkait tentang keterpisahan dengan ibu mereka mengalami penurunan. Selain itu, anak mulai membicarakan kepada pengasuh atau ibu tentang kapan saatnya mereka meminta dan mempengaruhi pengasuh atau ibu mereka untuk mencapai tujuan mereka.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelekatan berkembang melalui empat fase yaitu fase preattachment, fase “attachment-in-the-making”, fase “clear-cut” attachment, dan formation of a reciprocal relationship.

3. Jenis-jenis Kelekatan

Dalam suatu kelekatan yang dibangun antara ibu dan anak dibutuhkan rasa aman dan nyaman. Keamanan dan kenyamanan dalam kelekatan membedakan kelekatan menjadi dua jenis kelekatan (Ainsworth, 1979; Main & Solomon, 1990).


(38)

Dua jenis kelekatan menurut Ainsworth (dalam Main & Solomon, 1990) antara lain :

a. Kelekatan aman (secure attachment,) yaitu suatu kelekatan dimana anak menggunakan pengasuh, biasanya ibu sebagai suatu landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Anak dapat bergerak lebih bebas walaupun jauh dari ibunya karena mereka percaya bahwa ibunya walaupun jauh tetap memperhatikan lokasi tempatnya berada melalui pandangan sekilas secara periodik. Selanjutnya, kelekatan aman terjadi apabila ibu peka terhadap kebutuhan anak serta memberikan perhatian dan kasih sayang yang tepat, hangat, dan konsisten kepada anak. Saat terpisah dengan pengasuh atau ibu mungkin anak tidak menangis, tapi jika mereka menangis ini dikarenakan orang tua tidak hadir dan menunjukkan bahwa mereka memilih pengasuh atau ibu dibandingkan perpisahan. Saat ibu mereka kembali, mereka secara aktif melakukan kontak dengan pengasuh atau ibu dan tangisan mereka akan segera berkurang. Jika mengalami distres, mereka lebih mudah merasa nyaman dengan ibu mereka dibandingkan dengan orang asing. Mereka terlihat memiliki tendensi yang sangat rendah untuk melawan saat kontak dengan ibu mereka. b. Kelekatan yang tidak aman (insecure attachment), yaitu kelekatan

yang ditandai ketidakpekaan ibu terhadap kebutuhan dan sinyal yang disampaikan oleh anak. Selain itu, ibu memberikan perhatian dan kasih sayang yang kurang tepat dan tidak konsisten kepada anak.


(39)

Kelekatan yang tidak aman ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1) Kelekatan anak yang mudah cemas dan menghindar (anxious-avoidant) dimana anak memperlihatkan ketidakamanan dengan menghindari ibu (misalnya, mengabaikan, menghindari tatapan, dan tidak berupaya mencari kedekatan dengan ibunya). Anak tidak merespon kehadiran ibu, dan saat ibu pergi mereka selalu tidak berada pada situasi distres. Beberapa anak bahkan terlihat memilih orang asing dan menjadi lebih nyaman dengan orang asing saat mereka mengalami distres. Anak dengan kelekatan yang cemas dan menghindar ini memiliki ibu yang tidak responsif terhadap sinyal-sinyal yang disampaikan anak dan mengontrol perilaku anak.

2) Kelekatan anak mudah cemas dan menolak (anxious-resistant) dimana memperlihatkan ketidakamanan dengan menolak ibu (misalnya, bersandar padanya tapi saat bersamaan menendang dan mendorong jauh-jauh ibunya). Saat ibu mereka pergi, mereka selalu berada pada situasi distres dan saat ibu mereka kembali, mereka memadukan kelekatan pada ibu dengan perasaan marah serta perilaku melawan. Setelah itu, mereka melanjutkan untuk menangis dan melekat setelah digendong oleh ibu namun tetap saja mereka tidak mudah untuk merasa nyaman. Anak tidak menunjukkan pilihan kepada orang asing, namun tetap terlihat marah kepada ibu mereka maupun orang asing. Anak dengan


(40)

kelekatan yang mudah cemas dan menolak memiliki ibu yang tidak responsif terhadap sinyal-sinyal yang disampaikan oleh anak. 3) Kelekatan yang disorientasi atau disorganisasi

(disorientation-disorganization) dimana merupakan bentuk refleks dari ketidakamanan. Saat bersama ibunya, anak menunjukkan kebingungan dan perilaku bertentangan. Mereka mungkin memalingkan muka saat ditinggalkan oleh ibu mereka atau mendekati ibu mereka dengan ekspresi yang datar dan perasaan depresi. Anak menyampaikan disorientasi ini dengan ekspresi wajah yang membingungkan. Anak mengeluarkan sedikit tangisan dan sikap yang kaku setelah anak menunjukkan kebingungan. Anak yang mengalami kelekatan yang disorientasi atau disorganisasi memiliki ibu yang memiliki kontrol yang sangat tinggi pada perilaku anak.

Dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan bahwa ada ada dua jenis kelekatan yaitu kelekatan yang aman (secure attachment) dan kelekatan yang tidak aman (insecure attachment) dimana pada kelekatan yang tidak aman dibagi menjadi tiga jenis yaitu kelekatan anak yang mudah cemas dan menghindar (anxious-avoidant), kelekatan anak mudah cemas dan menolak (anxious-resistant) dan kelekatan yang disorientasi atau disorganisasi (disorientation-disorganization).


(41)

4. Kelekatan Aman

Kelekatan aman (secure attachment), yaitu suatu kelekatan dimana anak menggunakan pengasuh, biasanya ibu, sebagai suatu landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Anak yang mengalami kelekatan aman memiliki ibu yang sensitif terhadap sinyal-sinyal yang disampaikan oleh anak (Ainsworth, 1979). Menurut Ainsworth (dalam Hazan & Shaver, 1987; Pelawi, 2004), ibu yang memiliki kelekatan aman dengan anaknya akan memberikan respon positif pada saat anak-anak membutuhkannya, dengan begitu anak akan mempunyai keyakinan bahwa ibu adalah orang yang dapat dipercaya dan penuh perhatian. Anak juga memandang bahwa dirinya mempunyai arti dan dihargai. Anak dapat bergerak lebih bebas walaupun jauh dari ibunya karena mereka percaya bahwa meskipun ibunya jauh, tetapi ibu tetap memperhatikan lokasi tempat ia berada melalui pandangan sekilas secara periodik.

Saat anak terpisah dengan pengasuh atau ibu mungkin mereka tidak menangis, tapi jika mereka menangis ini dikarenakan orang tua tidak hadir dan menunjukkan bahwa mereka memilih pengasuh atau ibu dibandingkan perpisahan. Saat ibu mereka kembali, mereka secara aktif melakukan kontak dengan pengasuh atau ibu dan tangisan mereka akan segera berkurang. Jika mengalami distres, mereka lebih mudah merasa nyaman dengan ibu mereka dibandingkan dengan orang asing. Mereka terlihat memiliki tendensi yang sangat rendah untuk melawan saat kontak dengan ibu mereka (Ainsworth, 1978). Selanjutnya, menurut Bowlby


(42)

(1973, 1979; Yessy, 2004), anak yang mempunyai kelekatan yang aman ini percaya adanya responsivitas dan kesediaan ibu bagi mereka.

Dari penelitian yang dilakukan Belsky, Spritz, & Crnic (1996), ditemukan bahwa ibu yang peka dan selalu bersama anaknya dimana anaknya mengalami kelekatan yang aman dan nyaman lebih mampu memulai percakapan yang mengandung unsur emosional dan relasional dengan anak mereka.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bowlby (1969), menunjukkan bahwa bayi yang mengalami kelekatan yang aman menumbuhkan rasa efikasi dan agensi; suatu keyakinan bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa anak pra sekolah dengan kelekatan yang aman terlihat memiliki keyakinan diri dan mengurangi ketergantungan dengan guru mereka (Sroufe, 1983). Kemudian, anak di usia enam tahun yang meniliki kelekatan aman dengan ibunya berkompeten dalam bermain dan pemecahan konflik dengan teman sebaya (Warmer et. al, 1994). Selanjutnya, menurut Urban, Carlson, Egeland, dan Sroufe (1991), anak di usia 10 tahun yang mengalami kelekatan aman memiliki ketergantungan yang rendah dengan konselor kemah musim semi.

Dari penelitian-penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki kelekatan yang aman mempunyai karakteristik mengembangkan model mental mengenai orang lain sebagai orang yang bersahabat, bisa dipercaya, responsif dan penuh kasih sayang, serta


(43)

memandang diri sendiri sebagai orang yang berharga. Dengan berkembangnya model mental ini, akan memberikan pengaruh yang positif terhadap bentuk-bentuk hubungan dan kompetensi sosialnya (Kobak & Hazan, 1991; Pelawi, 2004). Dengan adanya penilaian dan harapan yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, maka individu mempunyai kepercayaan diri dan harga diri yang cukup tinggi serta memiliki sifat bersahabat.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelekatan

Bowlby (dalam Love, 2004) menyatakan bahwa kelekatan yang dialami oleh anak dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

a. Kemudahan ibu atau pengasuh dalam mengasuh anak dan keresponsifan ibu pada sinyal yang disampaikan anak.

Keamanan dan ketidakamanan kelekatan yang dialami oleh anak tergantung pada seberapa peka dan tanggap seorang pengasuh terhadap sinyal yang disampaikan anak (Sroufe, 1985; Seifer & Schiller, 1995). Anak yang merasakan kelekatan yang aman cenderung memiliki ibu yang peka, menerima, dan dapat mengekspresikan afeksi terhadap anak dibandingkan dengan bayi yang tidak merasakan kelekatan yang aman. Ibu yang memiliki lebih banyak waktu bersama anaknya akan lebih mudah untuk melakukan interactional synchrony yaitu suatu bentuk dari komunikasi antara ibu dan anak yang dipenuhi dengan kepekaan


(44)

ibu yang menggabungkan bagian-bagian dari emosi yang positif yang disampaikan ibu kepada anak (Isabella & Belsky, 1991).

b. Kemampuan anak untuk membuka hubungan dengan pengasuh atau ibu.

Kelekatan adalah hasil dari hubungan yang dibangun antara dua partner, karakteristik anak mempengaruhi bagaimana hubungan ini menjadi mudah untuk diwujudkan. Anak yang lahir prematur, komplikasi yang terjadi saat kelahiran anak, dan sakit yang diderita anak membuat pengasuhan lebih dilakukan secara hati-hati (Wille, 1991; Berk, 1994). Selain itu temperamen anak yang termasuk dalam difficult temperaments ikut menjadi resiko dalam masalah kelekatan, dimana anak yang bertemperamen difficult lebih mengembangkan kelekatan yang tidak aman (Kagan & Snidman, 1991). Ini disebabkan karena anak yang penuh dengan rasa ketakutan dan mudah marah mungkin mudah untuk bereaksi pada perpisahan dengan pengasuh atau ibu (Vaughn et al., 1989).

c. Keadaan keluarga dan lingkungan anak.

Keadaan keluarga dan lingkungan sosial anak ikut mempengaruhi kelekatan. Orang tua yang mengalami kehilangan pekerjaan, kesulitan keuangan, kelahiran saudara yang baru, orangtua yang bercerai, dan stresor yang lain dapat mengganggu sensitivitas dari pengasuhan orangtua kepada anak sehingga mempengaruhi kelekatan (Minuchin, 1985; Vasta, et al., 1995). Stresor tersebut juga secara langsung


(45)

mempengaruhi perasaan anak terhadap keamanan. Hal ini terjadi saat orang tua menunjukkan pada mereka ekspresi kemarahan ketika orang tua melakukan interaksi dengan orang dewasa. Selain itu, rencana pengasuhan anak yang tidak sesuai juga secara langsung akan mempengaruhi perasaan bayi terhadap keamanan (Thompson & Raikes, 2003).

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya kelekatan yaitu kemudahan ibu atau pengasuh dalam mengasuh anak dan keresponsifan ibu pada sinyal yang disampaikan anak, kemampuan anak untuk membuka hubungan dengan pengasuh atau ibu, serta keadaan keluarga dan lingkungan anak.

6. Aspek-aspek dari Kelekatan Aman

Menurut Mary Ainsworth et al. (1978) dalam Stranger Situation, aspek-aspek dari kelekatan aman adalah sebagai berikut:

a. Ibu sebagai dasar yang aman, yaitu bayi dan anak pada usia awal anak-anak menjadikan ibu sebagai landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya.

b. Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak pada orang dewasa yang tidak dikenal, yaitu bagaimana reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat berkenalan dengan orang dewasa yang tidak mereka kenal.


(46)

c. Kemampuan bayi dan anak pada usia awal anak-anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal, yaitu bagaimana perilaku dan sikap mereka saat orang dewasa yang tidak mereka kenal mengajak mereka untuk berinteraksi.

d. Kecemasan terpisah, yaitu bayi dan anak pada usia awal anak-anak menjadi terganggu saat orang dewasa yang ia percaya meninggalkannya. e. Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat

dipertemukan kembali dengan ibu mereka, yaitu bagaimana reaksi dan keadaan mereka saat ibu mereka kembali dan menghampiri mereka. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada lima aspek yang dapat menjadi aspek dalam kelekatan yaitu ibu sebagai dasar yang aman bagi bayi untuk mengeksplorasi lingkungan, reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak pada orang dewasa yang tidak dikenal, kemampuan bayi dan anak pada usia awal anak-anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal, kecemasan terpisah, dan reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat dipertemukan kembali dengan ibu mereka.

B. Status Pekerjaan Ibu

1. Pengertian Status Pekerjaan Ibu

Status pekerjaan ibu adalah kedudukan ibu dalam unit usaha atau kegiatan dalam melakukan pekerjaan (Aspek Ketenagakerjaan Kota Bandung, 2004).


(47)

2. Jenis-Jenis Status Pekerjaan Ibu

Menurut Aspek Ketenagakerjaan Kota Bandung (2004), jenis-jenis status pekerjaan ibu adalah sebagai berikut:

a. Ibu yang bekerja di luar rumah, adalah ibu yang bekerja pada orang lain atau instansi pemerintah atau swasta yang menerima upah atau gaji baik berupa uang maupun barang.

b. Ibu yang bekerja di dalam rumah, adalah ibu yang mengusahakan usahanya di dalam rumah untuk membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan.

c. Ibu yang mengurus rumah tangga, adalah ibu yang tidak memiliki pekerjaan lain selain mengurus rumah tangganya.

Menurut Surya (2002), status pekerjaan ibu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Ibu yang bekerja di luar rumah adalah ibu yang bekerja pada suatu instansi atau perusahaan di luar rumah yang menerima upah atau gaji. b. Ibu yang bekerja di dalam rumah, adalah ibu yang membuat suatu

lapangan pekerjaan bagi dirinya di dalam rumah untuk membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan bagi keluarga.

c. Ibu yang tidak bekerja, adalah ibu yang tidak memiliki pekerjaan yang mana ia hanya mengabdikan dirinya untuk mengurus pekerjaan rumah tangganya.


(48)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga status dari pekerjaan ibu yaitu, ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja.

3. Konsekuensi dari Status Pekerjaan Ibu

Adanya berbagai jenis status pekerjaan ibu menimbulkan beberapa konsekuensi yang akan dihadapi ibu dalam kehidupannya. Dari survey yang dilakukan oleh peneliti, maka konsekuensi yang dihadapi ibu akan banyak mempengaruhi peluang pengasuhan ibu kepada anaknya. Berikut adalah konsekuensi dari masing-masing status pekerjaan ibu:

a. Ibu yang bekerja di luar rumah

Ibu akan mendapatkan konsekuensi berupa sedikitnya waktu yang dimilikinya untuk berada di rumah karena pekerjaannya. Selain itu, menurut Moonhouse dan William (dalam Gunanto, 1997; Rinto, 2004) mengatakan bahwa bagi ibu yang bekerja di luar akan memunculkan peran baru dalam kehidupannya yaitu peran sebagai pekerja. Munculnya peran baru ini tentu saja akan menimbulkan persepsi ganda terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga dan perannya sebagai pekerja. Shaevits (dalam Rinto, 2004) juga mengatakan bahwa kesibukan ibu yang bekerja di luar rumah ini pada akhirnya akan membuat ibu menjadi sangat mudah mengalami kecemasan dan juga stres yang dikarenakan oleh adanya peraturan-peraturan yang mengikat ibu dalam melaksanakan pekerjaannya. Selain itu,


(49)

munculnya kecemasan dan stres pada ibu ini dikarenakan oleh keinginan ibu untuk menjalankan dengan sempurna kedua peran yang seringkali menuntut porsi yang sama. Kemudian, kecemasan dan stres juga disebabkan karena ibu merasa tidak yakin akan kesanggupan dan prioritas terhadap kedua perannya tersebut serta adanya tekanan dari pendapat lama masyarakat tentang sifat pekerjaannya (Moonhouse & William; Gunanto, 1997; Rinto, 2004).

b. Ibu yang bekerja di dalam rumah

Ibu yang bekerja di dalam rumah juga akan mendapatkan konsekuensi-konsekuensi seperti yang dialami oleh ibu yang bekerja di luar rumah. Namun, tentu saja ada perbedaan terhadap konsekuensi-konsekuensi tersebut yang didasarkan oleh keberadaan waktu ibu yang cenderung lebih banyak di rumah yang dikarenakan ibu bekerja di dalam rumah. Dilihat dari jenis pekerjaan ibu yang merupakan pekerjaan sampingan, maka tidak ada peraturan-peraturan yang mengikat ibu dalam melakukan pekerjaannya (Shaevits; Rinto, 2004). Hal ini dapat membuat ibu merasa yakin akan kesanggupan dan prioritas terhadap peran-peran ibu sendiri (Handayani dan Novianto; Kristiyanti, 2006).

c. Ibu yang tidak bekerja

Ibu yang tidak bekerja tentu saja tidak memiliki pekerjaan selain mengurus rumah tangganya. Oleh karena itu, ibu tidak akan mengalami konsekuensi-konsekuensi yang dialami oleh ibu yang


(50)

bekerja di luar rumah. Menurut Moonhouse dan William (dalam Gunanto, 1997; Rinto, 2004), hal ini disebabkan oleh begitu banyaknya waktu yang tersedia bagi ibu untuk berada di rumah serta tidak adanya kebingungan peran yang dialami oleh ibu rumah tangga. Kemudian, penyebab lainnya yaitu ibu tidak akan merasa tertekan oleh pendapat lama masyarakat tentang sifat pekerjaannya karena pekerjaan ibu mengurus rumah tangga sesuai dengan pendapat lama masyarakat. Ibu juga memiliki keyakinan akan kesanggupan dan prioritas terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga (Handayani dan Novianto; Kristiyanti, 2006).

C. Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu

Keamanan dan ketidakamanan kelekatan yang dialami oleh anak tergantung pada seberapa peka dan tanggap seorang pengasuh atau ibu terhadap sinyal yang disampaikan oleh anak. Maka dari itu, anak yang merasakan kelekatan yang aman cenderung memiliki ibu yang peka, menerima, dan dapat mengekspresikan afeksi terhadap anak dibandingkan dengan anak yang tidak merasakan kelekatan yang aman (Pederson, dkk, 1989; Santrock, 2000).

Kepekaan dan ketanggapan ibu pada sinyal yang disampaikan oleh anak terkait juga dengan kuantitas kebersamaan antara ibu dan anak. Kemudian, kuantitas kebersamaan ibu dan anak ini terkait dengan banyaknya waktu yang


(51)

dihabiskan ibu bersama anaknya (Isabella, Belsky, & Von Eye, 1989; Kiser et al., 1986; Isabella & Belsky, 1991). Dengan kata lain, kuantitas kebersamaan ibu dan anak memiliki hubungan dengan kelekatan antara ibu dan anak (Isabella, Belsky, & Von Eye, 1989; Kiser et al., 1986; Isabella & Belsky, 1991).

Fenomena saat ini, banyak ibu yang memiliki pekerjaan diluar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Fenomena tersebut membuat adanya perbedaan terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh status pekerjaan ibu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa konsekuensi-konsekuensi tersebut akan memunculkan perbedaan peluang ibu dalam mengasuh anaknya. Adanya perbedaan peluang ibu dalam mengasuh anaknya, dapat memunculkan perbedaan tingkat kelekatan aman yang terbentuk pada anak. Perbedaan peluang ibu dalam pengasuhan anak salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya waktu yang dihabiskan ibu untuk bersama dengan anaknya.

Pada status bekerja di luar rumah, dimana jadwal kerja padat dan jumlah jam kerja tinggi, menyebabkan ibu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Menurut Moonhouse dan William (dalam Shaevits, 1991; Gunanto, 1997; Rinto, 2004), bagi ibu yang bekerja di luar rumah akan memunculkan peran baru dalam kehidupannya yaitu peran sebagai pekerja. Munculnya peran baru ini tentu saja akan menimbulkan persepsi ganda terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga dan perannya sebagai pekerja. Selain itu, Shaevits (dalam Rinto, 2004) juga mengatakan bahwa kesibukan


(52)

ibu yang bekerja di luar rumah ini pada akhirnya akan membuat ibu menjadi sangat mudah mengalami kecemasan dan stres. Hal ini dikarenakan oleh peraturan-peraturan yang mengikat ibu dalam melaksanakan pekerjaannya. Kecemasan dan stres yang muncul pada diri ibu dapat disebabkan oleh adanya keinginan ibu untuk menjalankan dengan sempurna kedua perannya yaitu, sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Meskipun ibu memiliki keinginan menjalankan perannya dengan sempurna, namun ibu juga merasa tidak yakin akan kesanggupan dan proritasnya untuk menjalankan kedua peran tersebut. Hal ini dikarenakan adanya tekanan dari pendapat lama masyarakat tentang sifat pekerjaannya (Moonhouse & William; Gunanto, 1997; Rinto, 2004).

Dilihat dari banyaknya waktu yang dihabiskan ibu di luar rumah, akan membuat ibu sering terpisah dengan anaknya sehingga menyebabkan ibu memiliki sedikit waktu untuk bersama dengan anaknya. Hal ini juga akan menyebabkan ibu memiliki peluang yang sedikit untuk memperhatikan anaknya. Selain itu, ibu dapat mengalami kecemasan dan stres sehingga ibu mungkin saja membawa emosi yang negatif dalam interaksi dengan anaknya. Seluruh hal tersebut diduga akan mempengaruhi terbentuknya tingkat kelekatan aman antara ibu dan anak.

Berbeda halnya dengan status bekerja di dalam rumah dimana memiliki jadwal kerja tidak padat dan jumlah jam kerja lebih sedikit. Hal ini menyebabkan ibu memiliki lebih banyak waktu di rumah. Selanjutnya, bagi ibu yang bekerja di dalam rumah akan memunculkan konflik peran karena adanya persepsi ganda terhadap perannya sebagai pekerja dan ibu rumah


(53)

tangga (Moonhouse & William; Gunanto, 1997; Rinto, 2004). Persepi ganda mengenai peran ibu akan cenderung menimbulkan kecemasan dan stres pada ibu (Shaevits; Rinto, 2004). Namun, kecemasan dan stres yang muncul tidak akan setinggi seperti yang terjadi pada ibu yang bekerja di luar rumah. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat pekerjaan ibu yang berupa pekerjaan sampingan di luar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, sehingga ibu tidak mengalami tekanan dari peraturan-peraturan pekerjaan dari instansi dan pendapat lama masyarakat tentang sifat pekerjaannya (Shaevits; Rinto, 2004). Ibu juga akan merasa yakin akan kesanggupan dan prioritas terhadap peran-peran ibu sendiri (Handayani dan Novianto; Kristiyanti, 2006).

Jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar rumah, maka ibu yang bekerja di dalam rumah cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk bersama dengan anaknya. Hal ini menambah peluang ibu untuk memperhatikan anaknya. Selanjutnya, dengan munculnya kecemasan dan stres pada ibu, akan membuat ibu membawa emosi yang cenderung negatif dalam interaksi dengan anaknya. Hal-hal ini diduga akan mempengaruhi terbentuknya tingkat kelekatan aman antara ibu dan anak.

Selanjutnya, pada ibu yang tidak bekerja, dapat dikatakan bahwa ibu tidak memiliki jadwal kerja padat dan jumlah jam kerja tinggi. Hal ini membuat ibu memiliki banyak waktu di rumah. Ibu juga tidak mengalami kebingungan peran seperti yang dialami oleh ibu yang bekerja di luar rumah serta ibu yang bekerja di dalam rumah (Moonhouse & William; Gunanto, 1997; Rinto, 2004). Selanjutnya, ibu tidak akan merasakan tekanan dari


(54)

masyarakat karena ibu terfokus dalam mengurus rumah tangganya. Hal ini sesuai dengan pendapat lama masyarakat yang menginginkan agar ibu tidak bekerja. Selain itu, ibu juga memiliki keyakinan akan kesanggupan dan prioritas terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga (Handayani dan Novianto; Kristiyanti, 2006).

Dengan banyaknya waktu yang dihabiskan ibu bersama dengan anaknya, akan memunculkan peluang yang besar bagi ibu untuk memperhatikan anaknya. Selanjutnya, dengan tidak adanya kebingungan peran yang dialami ibu, memungkinkan ibu untuk tidak mudah mengalami kecemasan dan stres dalam menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga (Shaevits; Rinto, 2004). Hal ini akan membuat ibu memiliki kemungkinan untuk membawa emosi yang positif dalam interaksi dengan anaknya. Hal-hal diatas diduga akan mempengaruhi terbentuknya tingkat kelekatan aman antara ibu dan anak.


(55)

Skema Perbedaan Tingkat Kelekatan Aman Anak Dilihat dari Status Pekerjaan Ibu

Status Pekerjaan Ibu

Ibu yang bekerja di Ibu yang bekerja di Ibu yang tidak

luar rumah dalam rumah bekerja

Konsekuensi Umum:

- Sedikit waktu di

rumah

- Muncul persepsi ganda

terhadap peran

- Sangat mudah muncul

kecemasan dan stres

Konsekuensi Umum:

- Cenderung banyak waktu

di rumah

- Muncul persepsi ganda

terhadap peran

- Cenderung muncul

kecemasan dan stres

Konsekuensi Umum:

- Banyak waktu di

rumah

- Tidak adanya persepsi

ganda terhadap peran

- Tidak mudah muncul

kecemasan dan stres

Peluang Ibu dalam Pengasuhan Anak:

- Sedikit waktu bersama

anak

- Ibu memiliki sedikit

peluang untuk memperhatikan

anaknya

- Kemungkinan

membawa emosi negatif dalam interaksi dengan anak

Peluang Ibu dalam Pengasuhan Anak:

- Cenderung banyak

waktu bersama anak

- Ibu cenderung memiliki

peluang untuk memperhatikan anaknya

- Kemungkinan

membawa emosi yang cenderung negatif dalam interaksi dengan anak

Peluang Ibu dalam Pengasuhan Anak:

- Banyak wakt

bersama anak

- Ibu memiliki banyak

peluang untuk memperhatikan anaknya

- Kemungkinan

membawa emosi positif dalam interaksi dengan anak

u

Tingkat kelekatan aman Tingkat kelekatan aman Tingkat kelekatan aman


(56)

D. Hipotesis

a. Hipotesis Mayor

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis mayor yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu.

b. Hipotesis Minor

Hipotesis minor dalam penelitian ini adalah:

1) Ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang bekerja di dalam rumah.

2) Ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak antara ibu yang bekerja di luar rumah dengan ibu yang tidak bekerja.

3) Ada perbedaan tingkat kelekatan aman anak antara ibu yang bekerja di dalam rumah dengan ibu yang tidak bekerja.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu (Hadi, 1997).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas : Status pekerjaan ibu

2. Variabel tergantung : Kelekatan aman

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Status Pekerjaan Ibu

Status pekerjaan ibu adalah kedudukan ibu di dalam suatu unit bidang usaha atau kegiatan dalam melakukan pekerjaan (Surya, 2002). Status pekerjaan ibu ini terbagi atas tiga status yaitu, ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja. Status pekerjaan ibu dalam penelitian ini diketahui melalui pengisian data identitas yang dilakukan oleh subjek penelitian.

2. Kelekatan Aman

Kelekatan aman adalah suatu ikatan yang bersifat emosional yang disampaikan ibu kepada bayi yang ditunjukkan oleh kepedulian ibu


(58)

terhadap bayi dimana mengandung unsur perasaan kasih sayang ibu dan kepekaan ibu terhadap kebutuhan bayi (Wenar dan Kerig, 2000). Dalam penelitian ini, penentuan tinggi rendahnya tingkat kelekatan aman ini dapat dilihat dari tinggi dan rendahnya skor total yang diperoleh subjek berdasarkan skor skala tingkat kelekatan aman dengan metode skala. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi pula tingkat kelekatan aman yang terbentuk pada anak subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka semakin rendah pula tingkat kelekatan aman yang terbentuk pada anak subjek.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan subjek dalam penelitian ini diperoleh menggunakan teknik sampel purposif yaitu suatu teknik yang dikenakan pada sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya (Winarsunu, 2004).

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 66 orang ibu yang memiliki status bekerja yang berbeda-beda yaitu, 22 orang ibu yang merupakan ibu yang bekerja di luar rumah, 22 orang ibu yang bekerja di dalam rumah, dan 22 orang ibu yang tidak bekerja yang berada di wilayah Yogyakarta dan Solo.


(59)

Subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Ibu-ibu yang sudah menikah dan memiliki anak yang masih berumur batita (bawah tiga tahun).

Alasannya sesuai dengan tujuan dari penelitian yaitu melihat tingkat kelekatan aman yang diberikan ibu kepada anak dimana kelekatan pada anak terbentuk sejak anak lahir hingga anak berusia dua tahun (Bowlby, 1969; Vasta, Haith & Miller, 1995). Selain itu, ibu-ibu yang memiliki anak berusia batita cenderung masih banyak mengingat pengalaman selama mengasuh dan membesarkan anaknya sehingga data masih diingat oleh ibu. Jika ibu memiliki lebih dari satu orang anak, maka kelekatan yang dilihat adalah kelekatan ibu dengan anak yang terakhir dengan alasan data masih dalam ingatan ibu.

2. Ibu tidak mengalami kesulitan dalam proses kelahiran dan anak tidak mengalami masalah kesehatan.

Alasannya yaitu anak yang lahir disertai dengan kesulitan pada proses kelahirannya dan anak yang mengalami masalah kesehatan membuat pengasuhan anak dilakukan secara lebih hati-hati. Oleh karena itu, menyebabkan ibu cenderung memberikan perhatian yang lebih intensif pada anak tersebut (Wille, 1991; Berk, 1994).

3. Ibu tinggal bersama suami.

Pada ibu yang tidak tinggal bersama suami dapat mempengaruhi kelekatan ibu dan anak dengan mengganggu sensitivitas dari pengasuhan ibu kepada anak. Hal ini dikarenakan oleh ketidakberadaan suami dalam memberikan


(60)

semangat dan motivasi kepada ibu pada saat mengasuh anaknya (Wille, 1991; Berk, 1994).

4. Ibu tidak mengalami masalah psikologis dimana ibu tidak mengalami masalah dalam menjalankan aktivitas kesehariannya.

Alasannya yaitu pada ibu yang mengalami masalah psikologis, maka akan mempengaruhi interaksi ibu dengan anak (Wille, 1991; Berk, 1994).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode skala. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data identitas dan skala. Tujuan dari poin-poin dalam data identitas adalah untuk mengetahui status pekerjaan ibu dan memilih subjek sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.

1. Status Pekerjaan Ibu

Uraian status pekerjaan ibu diketahui melalui pengisian data identitas ibu oleh subjek penelitian. Data identitas ibu juga dipakai untuk mengetahui usia ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, keadaan psikologis ibu, dan keberadaan pengasuh. Mengingat data tersebut penting untuk memilih subjek sesuai dengan karakteristik yang sudah ditentukan. Selanjutnya, uraian sejarah kelahiran dan kesehatan anak dipakai untuk mengetahui usia anak, data kesehatan anak (prenatal, partus, dan post partus), dan proses persalinan anak.


(61)

2. Skala Tingkat Kelekatan Aman a. Metode skala

Metode penskalaan pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini dengan memakai metode penskalaan Summated Rating jenis Likert, yaitu metode penskalaan pernyataan yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skala (Gable dalam Azwar, 1999). Kategori yang digunakan untuk menyatakan pernyataan subjek terdiri dari empat jangkar yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, sangat tidak sesuai. b. Penyusunan aitem

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini berupa skala. Aitem-aitem dari skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kelekatan aman dari Strange Situation Procedure (Ainsworth et al., 1978), yang merupakan metode untuk mengukur kualitas dan jenis dari kelekatan antara ibu dan bayi. Metode ini disusun berdasarkan lima aspek dari kelekatan ibu dan bayi. Aspek-aspek tersebut adalah :

1) Ibu sebagai dasar yang aman, yaitu bayi dan anak pada usia awal anak-anak menjadikan ibu sebagai landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya.

2) Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak pada orang dewasa yang tidak dikenal, yaitu bagaimana reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat berkenalan dengan orang dewasa yang tidak mereka kenal.


(62)

3) Kemampuan bayi dan anak pada usia awal anak-anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal, yaitu bagaimana perilaku dan sikap mereka saat orang dewasa yang tidak mereka kenal mengajak mereka untuk berinteraksi.

4) Kecemasan terpisah, yaitu bayi dan anak pada usia awal anak-anak menjadi terganggu saat orang dewasa yang ia percaya meninggalkannya.

5) Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat dipertemukan kembali dengan ibu mereka, yaitu bagaimana reaksi dan keadaan mereka saat ibu mereka kembali dan menghampiri mereka.

Skala tingkat kelekatan aman ini terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, sangat tidak sesuai.

c. Penentuan Skor

Dalam skala tingkat kelekatan aman ini, akan terdapat 60 aitem pernyataan yang terdiri dari 30 pernyataan favorable (positif) dan 30 pernyataan unfavorable (negatif). Penilaian pernyataan dari skala untuk pernyataan favorable (positif) bergerak dari angka 4-1 yaitu nilai 4 (SS=Sangat Sesuai), nilai 3 (S=Sesuai), nilai 2 (TS=Tidak Sesuai), dan nilai 1 (STS=Sangat Tidak Sesuai). Penilaian pernyataan untuk pernyataan unfavorable (negatif) bergerak dari nilai 1-4 yaitu 4


(63)

(STS=Sangat Tidak Sesuai), 3 (TS=Tidak Sesuai), 2 (S=Sesuai), dan 1 (SS=Sangat Sesuai).

Pernyataan-pernyataan yang telah disusun kemudian diseleksi dan dipilih. Pernyataan-pernyataan yang lolos seleksi adalah pernyataan yang memiliki daya beda untuk memisahkan antara subjek yang memiliki anak dengan tingkat kelekatan aman yang tinggi, subjek yang memiliki anak dengan tingkat kelekatan aman yang sedang, dan subjek yang memiliki anak dengan tingkat kelekatan aman yang rendah. Setelah itu, dilakukan analisis aitem dimana aitem yang tidak valid digugurkan dan tidak dipakai sedangkan aitem yang valid dijadikan data penelitian. Distribusi aitem yang belum diuji coba pada skala tingkat kelekatan aman ini dapat dilihat pada tabel 1.


(64)

Tabel I

Distribusi Aitem Skala Tingkat Kelekatan Aman Sebelum Uji Coba

Aspek Dari Kelekatan Ibu dan Bayi

Aitem Nomor Total

Favorable Unfavorable Ibu sebagai dasar yang aman 1,5, 9, 17,

25, 33, 41

13, 21, 29, 37, 45

12

Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat berkenalan dengan orang dewasa yang tidak dikenal

2, 18, 19,49, 50,

53

6, 38, 47, 56, 57,60

12

Kemampuan bayi dan anak pada usia awal anak-anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal

10, 26, 34, 42, 51, 55

14, 22, 30, 46, 52, 58

12

Kecemasan terpisah 7, 15, 31, 36, 39, 54

3, 11, 27, 35, 43, 59

12

Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat dipertemukan kembali dengan ibu mereka

8, 16, 24, 32, 40, 44

4, 12, 20, 23, 28, 48

12

Total 30 30 60

d. Pertanggungjawaban Alat

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari hasil instrumen tersebut dapat


(65)

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu, skala tingkat kelekatan aman ini dikenai prosedur pengukuran validitas dan reliabilitas sebelum skala ini dijadikan sebagai alat ukur dalam penelitian.

1) Uji Validitas Isi

Tujuan uji validitas isi ini adalah apakah aitem dalam skala layak untuk dipakai dan mampu menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan tujuan ukur. Validitas ini menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar, 1999). Hal ini memiliki tujuan agar tes tersebut isinya komprehensif dan hanya memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.

2) Uji Daya Diskriminasi Aitem

Uji daya diskriminasi aitem ini dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment Pearson, yaitu untuk menentukan apakah aitem mampu membedakan atas kelompok yang akan diukur dengan skala (Azwar, 1999). Menurut Azwar (1999), aitem yang dianggap sahih adalah yang memiliki kesahihan (rix) diatas 0,3.

3) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil dari suatu pengukuran (Azwar, 1999). Alat ukur yang memiliki reliabilitas tinggi adalah yang mampu memberikan hasil ukur yang dapat dipercaya atau reliabel (Azwar, 1997). Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi alpha. Koefisien korelasi alpha ini bergerak dari 0


(66)

sampai 1. Dalam uji reliabilitas ini, skala yang diestimasi reliabilitasnya dibelah menjadi dua bagian dan setiap belahan berisi aitem yang sama.

F. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur dari pengambilan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Diawali dengan persiapan alat penelitian oleh peneliti, meliputi pembuatan aitem-aitem dari skala tingkat kelekatan aman. Kemudian, peneliti melakukan uji coba terhadap skala tingkat kelekatan aman pada 45 subjek yang berada di daerah Yogyakarta dan Magelang. Setelah uji coba, peneliti melakukan analisis terhadap data uji coba. Analisis tersebut meliputi uji validitas isi, uji daya diskriminasi aitem, dan uji reliabilitas. Selanjutnya, peneliti menyusun kembali skala tingkat kelekatan aman setelah membuang aitem-aitem yang gugur pada uji coba.

2. Peneliti melakukan pengumpulan data, meliputi penyajian skala tingkat kelekatan aman yang telah direvisi kepada subjek penelitian dimana setiap subjek penelitian diminta untuk mengisi identitas diri dan menjawab skala tingkat kelekatan aman. Pengumpulan data dilakukan secara individual dengan berpegang pada karakteristik subjek penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Peneliti juga melakukan wawancara informal untuk mengetahui karakteristik subjek saat peneliti menyebarkan skala. Melalui penelitian ini, akan dicari sebanyak 66 orang


(67)

subjek penelitian yang berada di wilayah Yogyakarta dan Solo. Kemudian, skala yang sudah diisi oleh subjek penelitian terlebih dahulu digolongkan ke dalam tiga kelompok subjek yaitu ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, dan ibu yang tidak bekerja. 3. Peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis varian satu jalur (one-way anova). Berdasarkan pengolahan data tersebut dapat dilihat dan ditentukan apakah hasil penelitian memenuhi hipotesis penelitian ini.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dikuantifikasikan dan diolah dengan menggunakan analisa varian. Analisa varian yaitu suatu analisis yang digunakan untuk menguji perbedaan antara tiga atau lebih kelompok data (Winarsunu, 2004).

Analisa varian yang digunakan adalah analisa varian satu jalur (one-way anava). Analisa ini dipilih karena hipotesis dalam penelitian ini menguji rerata tiga kelompok dengan satu jalur klasifikasi, yaitu ingin melihat perbedaan tingkat kelekatan aman yang terbentuk apda anak dilihat dari perbedaan status pekerjaan ibu. Status pekerjaan ibu ini dibedakan menjadi tiga, yaitu ibu yang bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di dalam rumah, serta ibu yang tidak bekerja. Adapun alat bantu yang digunakan dalam pengolahan data tersebut adalah program SPSS versi 12.


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian 1) Pelaksanaan Uji Coba

Persiapan dalam penelitian ini meliputi uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat kualitas aitem-aitem dalam skala yang akan digunakan dalam penelitian. Skala tingkat kelekatan aman ini diujicobakan kepada 60 subjek yang terdiri dari 20 orang ibu yang merupakan ibu yang bekerja di luar rumah, 20 orang ibu yang bekerja di dalam rumah, dan 20 orang ibu yang tidak bekerja dimana keseluruhan subjek ini berada di daerah Yogyakarta dan Magelang.

Uji coba ini dilaksanakan dari tanggal 23 Februari 2008 sampai dengan 16 Maret 2008. Berdasarkan 60 skala yang dibagikan, terdapat 10 skala yang tidak kembali dan tiga skala yang tidak dapat diolah. Jadi, jumlah skala yang kembali dan dapat diolah sebanyak 47 skala. Namun, ada dua skala yang tidak diolah dengan pertimbangan keseimbangan jumlah subjek pada masing-masing kelompok status pekerjaan ibu. Maka dari itu, jumlah skala yang diolah sebanyak 45 skala dari 45 Subjek yang terdiri dari 15 orang ibu yang merupakan ibu yang bekerja di luar rumah, 15 orang ibu yang bekerja di dalam rumah, dan 15 orang ibu yang tidak bekerja.


(69)

2. Hasil Uji Coba Alat Ukur a.Uji Validitas Isi

Validitas alat ukur penelitian yang digunakan adalah validitas isi yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur. Adapun validitas isi ini diperoleh melalui analisis rasional dan professional judgement yang dilakukan oleh peneliti dan dosen pembimbing peneliti selama proses bimbingan skripsi.

b. Uji Daya Diskriminasi Aitem

Uji daya diskriminasi aitem ini dilakukan untuk menentukan apakah aitem mampu membedakan atas kelompok yang akan diukur dengan skala (Azwar, 1999). Selain itu, uji daya diskriminasi aitem ini dilakukan untuk melihat dan memilih aitem-aitem yang lolos seleksi dan dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian serta aitem-aitem yang tidak lolos seleksi dan tidak dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian. Uji daya diskriminasi aitem ini diukur dengan teknik korelasi Product Moment Pearson.

Berdasarkan uji daya diskriminasi aitem tersebut, maka ada sebanyak 30 aitem yang gugur dari 60 aitem yang telah diujicobakan. Aitem-aitem yang gugur tersebut memiliki nilai rix diatas 0,25. Nilai rix diatas 0,25 ini dipilih karena banyaknya jumlah aitem yang gugur. Untuk mengetahui aitem-aitem yang gugur dapat dilihat pada tabel II.


(70)

Tabel II

Distribusi AitemSkala Tingkat Kelekatan Aman Setelah Uji Coba

Aspek Dari Kelekatan Ibu Dan Bayi

Aitem Nomor Total

Favorable Unfavorable

Ibu sebagai dasar yang aman 1, 5, 9, 33, 41

13, 37,45 8

Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat berkenalan dengan orang dewasa yang tidak dikenal

2, 18, 19, 49, 50, 53

6, 38, 47,60 9

Kemampuan bayi dan anak pada usia awal anak-anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal

10, 26, 34, 42, 51, 55

14, 22, 52 9

Kecemasan terpisah - - 0

Reaksi serta keadaan bayi dan anak pada usia awal anak-anak saat dipertemukan kembali dengan ibu mereka

8, 24, 32, 40 4, 12, 20, 23, 48

9

Total 21 15 36

Data mengenai hasil analisa aitem secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Oleh karena seluruh aitem pada aspek kecemasan terpisah gugur, maka peneliti memperbaiki aitem-aitem tersebut agar dapat digunakan kembali pada penelitian. Aitem-aitem pada aspek


(1)

Explore

status

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total status N Percent N Percent N Percent

luar rmh 22 100.0% 0 .0% 22 100.0% dlm rmh 22 100.0% 0 .0% 22 100.0% Kelekatan

irt 22 100.0% 0 .0% 22 100.0%

Descriptives

status Statistic Std. Error

Mean 85.09 2.574

Lower Bound 79.74 95% Confidence Interval for Mean Upper Bound 90.44

5% Trimmed Mean 85.43

Median 89.00

Variance 145.801 Std. Deviation 12.075

Minimum 63

Maximum 101

Range 38

Interquartile Range 19

Skewness -.515 .491

luar rmh

Kurtosis -.957 .953

Mean 89.95 2.129

Lower Bound 85.53 95% Confidence Interval for Mean Upper Bound 94.38

5% Trimmed Mean 89.77

Median 89.00

Variance 99.760

Std. Deviation 9.988

Minimum 71

Maximum 112

Range 41

Interquartile Range 14

Skewness .413 .491

dlm rmh

Kurtosis .058 .953

Mean 95.14 2.290

Kelekatan

irt


(2)

Confidence Interval for Mean

Upper Bound

99.90

5% Trimmed Mean 94.92

Median 93.00

Variance 115.361 Std. Deviation 10.741

Minimum 76

Maximum 118

Range 42

Interquartile Range 13

Skewness .652 .491

Kurtosis -.023 .953

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig. Based on Mean 1.178 2 63 .315 Based on Median .797 2 63 .455 Based on Median

and with adjusted df

.797 2 61.827 .455 Kelekatan

Based on trimmed

mean 1.154 2 63 .322

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kelekatan

N 66

Mean 90.06

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 11.562 Absolute .126 Positive .077 Most Extreme

Differences

Negative -.126 Kolmogorov-Smirnov Z 1.026 Asymp. Sig. (2-tailed) .244 a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Oneway

Descriptives

Kelekatan

95% Confidence Interval for Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum luar rmh 22 85.09 12.075 2.574 79.74 90.44 63 101 dlm rmh 22 89.95 9.988 2.129 85.53 94.38 71 112


(3)

irt 22 95.14 10.741 2.290 90.37 99.90 76 118 Total 66 90.06 11.562 1.423 87.22 92.90 63 118

Test of Homogeneity of Variances

Kelekatan Levene

Statistic df1 df2 Sig. 1.178 2 63 .315


(4)

Lampiran VI

Hasil Uji Hipotesis

Data Hasil Penelitian


(5)

ANOVA

Kelekatan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1110.394 2 555.197 4.615 .013 Within Groups 7579.364 63 120.307

Total 8689.758 65

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Kelekatan

(I) status (J) status

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound Tukey HSD luar rmh dlm rmh -4.864 3.307 .312 -12.80 3.07 irt -10.045(*) 3.307 .010 -17.98 -2.11 dlm rmh luar rmh 4.864 3.307 .312 -3.07 12.80 irt -5.182 3.307 .267 -13.12 2.76 irt luar rmh 10.045(*) 3.307 .010 2.11 17.98 dlm rmh 5.182 3.307 .267 -2.76 13.12 Bonferroni luar rmh dlm rmh -4.864 3.307 .439 -13.00 3.27 irt -10.045(*) 3.307 .010 -18.18 -1.91 dlm rmh luar rmh 4.864 3.307 .439 -3.27 13.00 irt -5.182 3.307 .366 -13.32 2.95 irt luar rmh 10.045(*) 3.307 .010 1.91 18.18 dlm rmh 5.182 3.307 .366 -2.95 13.32 * The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets

Kelekatan

Subset for alpha = .05

status N 1 2

luar rmh 22 85.09

dlm rmh 22 89.95 89.95

irt 22 95.14

Tukey HSD(a)

Sig. .312 .267

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 22.000.

Means

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent Kelekatan * status 66 100.0% 0 .0% 66 100.0%


(6)

Report

Kelekatan

status Mean N Std. Deviation luar rmh 85.09 22 12.075 dlm rmh 89.95 22 9.988 irt 95.14 22 10.741 Total 90.06 66 11.562


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT STRESS DOSEN DILIHAT DARI PERBEDAAN GENDER DAN KELOMPOK PEKERJAAN YANG BERBEDA

0 3 101

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA IBU DARI ANAK GANGGUAN CEREBRAL PALSY DENGAN IBU DARI ANAK Perbedaan Tingkat Depresi Antara Ibu Dari Anak Gangguan Cerebral Palsy Dengan Ibu Dari Anak Gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Adhd) Di Yaya

0 1 16

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA IBU DARI ANAK GANGGUAN CEREBRAL PALSY DENGAN IBU DARI ANAK Perbedaan Tingkat Depresi Antara Ibu Dari Anak Gangguan Cerebral Palsy Dengan Ibu Dari Anak Gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Adhd) Di Yaya

0 3 14

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA PRASEKOLAH Hubungan Antara Status Pendidikan Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah Di Tk Pelangi Kelurahan Sangkrah Semanggi Surakarta.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA PRASEKOLAH Hubungan Antara Status Pendidikan Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah Di Tk Pelangi Kelurahan Sangkrah Semanggi Surakarta.

0 2 19

PERBEDAAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU Perbedaan Status Gizi Balita Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan Dan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Di Desa Jenalas Kecamatan Gemolong Kabup

0 0 16

Perbedaan kemandirian belajar pada anak TK ditinjau dari gaya kelekatan.

1 3 216

Perbedaan tingkat kelekatan aman anak dilihat dari status pekerjaan ibu - USD Repository

0 0 131

Perbedaan persepsi ibu terhadap kelekatan aman anak berdasarkan marital role orangtua - USD Repository

0 0 143

PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DITINJAU DARI JENIS TEMPERAMEN ANAK

1 1 135