Strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali.

(1)

STRATEGI KOPING

ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI PENJUDI DI BALI Studi Pada Mahasiswa Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Ketut Yunita Primaturini

ABSTRAK

Maraknya perjudian di Bali tidak terlepas dari tajen, sebuah ritual keagamaan yang lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai sarana untuk berjudi. Pelaku perjudian di Bali didominasi oleh kaum lelaki dan memberikan dampak negatif bagi beberapa pihak, terutama bagi yang sudah berkeluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali dan dampak yang ditimbulkan dari strategi koping tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi deskriptif. Informan dalam penelitian ini adalah tiga wanita dengan karakteristik, yaitu wanita yang telah menikah, istri dan suami dari suku Bali yang beragama Hindu, lahir, besar, dan tinggal di Bali, serta istri dari suami yang gemar berjudi di Bali. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Data dianalisis menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku suami cenderung tidak bertanggung jawab. Para informan mengalami permasalahan relasi dan ekonomi yang menyebabkan stres. Stres ini menimbulkan emosi negatif, beban pikiran, dan keluhan fisik. Informan cenderung menggunakan problem focus coping saat menghadapi permasalahan yang berdampak negatif pada orang lain, kesejahteraan anak, dan keluarga. Apabila berkaitan dengan perasaan yang dimiliki, maka informan cenderung menggunakan emotion focus coping untuk mengurangi tekanan emosi. Pada akhirnya, strategi koping yang digunakan dapat membantu informan untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa negatif.


(2)

Psychology Student Study Yogyakarta Sanata Dharma University

Ketut Yunita Primaturini

ABSTRACT

The high rate of gambling in Bali is highly associated to tajen, a religious rituals that is misused as a gambling tool. The gamblers in Bali are dominated by men. Gambling gives impact to certain sides, for instance if the gambler is a married man. This research was aimed to explore coping strategy from the wife with gambler husband in Bali and the impacts of the coping strategy. The research method was used in this research was qualitative phenomenology descriptive. There are three informants with specific characteristics, which are Hindus married woman with Balinese tribe, born and grown up in Bali, and having a gambler husband with same tribe and religion background. The research data was acquired from semi-structured interview. Data analysis was done by using content qualitative analysis with deductive approach. The result showed that the husband behavior tend to irresponsible. All the informants experience relation and economic problems that lead to stressful feeling. This stressful feeling caused negative emotion, burden, and physical complain. The informants tend to use problem focus coping when they were

confronting problems that had negative impacts to others, their children’ wellbeing, and their family. Meanwhile,

when the problems were associated with informants’ feeling, they tend to use emotion focus coping to decrease their

tension. At the end, the informants’ coping strategy helped them to adjust toward negative event.


(3)

STRATEGI KOPING

ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI PENJUDI DI BALI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Ketut Yunita Primaturini 129114145

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

STRATEGI KOPING

ISTRI YANG

MEMILIKI

SUAMI PENJUDI DI

BALI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ketut Yunita Primaturini

NIM: 12911414s

Telah disetujui oleh :

Pembimbing, Yogyakarta,

hl5

''O*

2011r

t\,

_----rv

nr. ri ipt6-Susana, M. Si.


(5)

SKRIPSI STRATEGI KOPING

ISTRI YANG

MEMILIKI

SUAMI PENJUDI DI

BALI

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Ketut Yunita Prirnaturini

NIM: I29ll4l45

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 9 I anuai 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguj i

Penguji

I

Penguji

II

Penguji

III

Yogyakarta,

06

FEB ZUii

Fakultas Psikolosl

Dhanna

f-s'b

D*tre-\

//oo"ulotmrn\\ ll=._XC:4,

:ie''[kd

iiyo Widiyanto, M.Si.


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Kerjakanlah sesuatu dengan keseluruhan apa yang engkau miliki, niscaya apapun hasilnya engkau tidak akan terlalu menyesalinya,

karena usahamu juga patut untuk dihargai”.

-Bincik, 2016-

Do The Best, All The Best Semangat..!


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

yang telah menyertai jalan dan langkahku

Ibuk,

yang selalu berusaha untukku

Bapak,

yang telah membuatku menjadi anak yang kuat

Kedua Kakakku,

yang telah membantuku menjadi adik yang mandiri

Typolicious,

yang telah memberi warna-wanni perkuliahan dan hatiku

Para Istri yang mengalami permasalahan sesuai topik ini,

kalian semua pendamping yang hebat!

Para pejuang skripsi, semangat!

Dan

Untuk yang selalu bertanya,

udah sampai di Bab Brapa, Kapan Ujian, Udah Lulus Belum?


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang

telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 6 F ebruai 2017

Penulis,

Ketut Yunita Primaturini


(9)

vii

STRATEGI KOPING

ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI PENJUDI DI BALI Studi Pada Mahasiswa Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Ketut Yunita Primaturini

ABSTRAK

Maraknya perjudian di Bali tidak terlepas dari tajen, sebuah ritual keagamaan yang lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai sarana untuk berjudi. Pelaku perjudian di Bali didominasi oleh kaum lelaki dan memberikan dampak negatif bagi beberapa pihak, terutama bagi yang sudah berkeluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali dan dampak yang ditimbulkan dari strategi koping tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi deskriptif. Informan dalam penelitian ini adalah tiga wanita dengan karakteristik, yaitu wanita yang telah menikah, istri dan suami dari suku Bali yang beragama Hindu, lahir, besar, dan tinggal di Bali, serta istri dari suami yang gemar berjudi di Bali. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Data dianalisis menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku suami cenderung tidak bertanggung jawab. Para informan mengalami permasalahan relasi dan ekonomi yang menyebabkan stres. Stres ini menimbulkan emosi negatif, beban pikiran, dan keluhan fisik. Informan cenderung menggunakan problem focus coping saat menghadapi permasalahan yang berdampak negatif pada orang lain, kesejahteraan anak, dan keluarga. Apabila berkaitan dengan perasaan yang dimiliki, maka informan cenderung menggunakan emotion focus coping untuk mengurangi tekanan emosi. Pada akhirnya, strategi koping yang digunakan dapat membantu informan untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa negatif.


(10)

viii

WIFE’S COPING STRATEGY WITH GAMBLER HUSBAND IN BALI

Psychology Student Study Yogyakarta Sanata Dharma University

Ketut Yunita Primaturini

ABSTRACT

The high rate of gambling in Bali is highly associated to tajen, a religious rituals that is misused as a gambling tool. The gamblers in Bali are dominated by men. Gambling gives impact to certain sides, for instance if the gambler is a married man. This research was aimed to explore coping strategy from the wife with gambler husband in Bali and the impacts of the coping strategy. The research method was used in this research was qualitative phenomenology descriptive. There are three informants with specific characteristics, which are Hindus married woman with Balinese tribe, born and grown up in Bali, and having a gambler husband with same tribe and religion background. The research data was acquired from semi-structured interview. Data analysis was done by using content qualitative analysis with deductive approach. The result showed that the husband behavior tend to irresponsible. All the informants experience relation and economic problems that lead to stressful feeling. This stressful feeling caused negative emotion, burden, and physical complain. The informants tend to use problem focus coping when they were confronting problems that had negative impacts to others, their children’ wellbeing, and their family. Meanwhile, when the problems were associated with informants’ feeling, they tend to use emotion focus coping to decrease their tension. At the end, the informants’ coping strategy helped them to adjust toward negative event.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya selama penulisan, pelaksanaan, hingga terselesaikannya penelitian yang berjudul Strategi Koping Istri yang Memiliki Suami Penjudi di Bali. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah didukung dan dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas segala izin, petunjuk, langkah, dan segala hal yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu berproses dan menyusun penelitian ini hingga selesai.

2. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memimpin fakultas tercinta dengan baik. 3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku dosen pembimbing dan salah satu ibu yang aku kagumi sekaligus aku takuti. Terimakasih telah membentukku hingga menjadi orang yang mampu ke luar dari batasku dan menjadikan aku orang yang totalitas baik dalam karya, kepribadian, maupun interaksi sosialku. Terimakasih bu telah peduli, memperjuangkan, dan memberikan hati untuk kami. Terimakasih juga telah membuat kami menjadi orang yang lebih siap untuk menghadapi dan memperjuangkan realita kehidupan. Love you full bu, dosen dan ibu yang ingin membuat anaknya siap dan mandiri.


(13)

xi

5. C. Siswa Widyatmoko, M. Psi., Psi., selaku dosen penguji. Terimakasih pak telah mau memberikan sesuatu yang belum pernah terpikirkan oleh saya dan telah melatih kesabaran saya.

6. P. Henrietta PDADS., M.A., selaku wakaprodi dan dosen penguji. Terimaksih telah menenangkan saya dan mengajarkan saya mengenai sudut pandang lain dalam suatu hal.

7. Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memudahkan saya dalam urusan administrasi akademik. Terimakasih pak. 8. Sr. Th. Dewi I. Gallang, FJC, S. Psi., Psi., M.M., selaku dosen pembimbing akademik saya. Terimakasih suster telah membimbing saya dari semester I-VII. Terimakasih atas segala hati, perhatian, dan masukan yang telah suster berikan kepada saya.

9. Monica Eviandaru Madyaningrum, M. App. Psych., selaku dosen paforit saya. Terimakasih telah memberikan kesan yang begitu berbeda saat awal betemu dan dinamika di kelas. Terimakasih juga telah menginspirasi ketertarikan saya mengenai perilaku dan budaya.

10.Mas Muji dan seluruh staf Lab Psikologi, terimakasih sudah membantu saya dalam segala persiapan hingga pratikum tes, ujian, dan selama menjadi asisten. Terimakasih juga telah membuat suasana Lab yang begitu nyaman dan bersahabat. Semoga peminat menjadi asisten semakin banyak. Salam Glory!! 11.Untuk Pak Gi, yang telah mengajarkan pada peneliti bagaimana bekerja dengan


(14)

xii

Gi dulu udah rela sering bukain kami lift. Terimakasih untuk selalu keramahan pak Gi. Selalu sehat ngih pak.

12.Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman hidup selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

13.Staf Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

14.Para istri yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini dan para orang-orang yang saya wawancarai untuk menunjang penelitian ini. Terimakasih atas kebaikan hati saudara sekalian

15.Wigati, selaku ibu peneliti. Terimakasih buk sudah mau berjuang memberikan segala hal buat Ketut. Semoga Ketut segera bisa membahagiakan ibuk. Astungkara.

16.I Made Cidra, selaku ayah peneliti. Terimakasih pak atas segala kejadian yang telah membuat Ketut menjadi seoang yang kuat. Semoga Ketut bisa menjadi anak yang dapat memberikan perubahan.

17.Ni Wayan Sri Stiawati dan Yuda Sukmana Putra, selaku kedua kakak peneliti. Terimakasih karena telah diam-diam menyayangi dan memperdulikan aku. Aku juga sayang kok walau diam-diam juga.

18.Geng “ciwik-ciwik typolicious”, selaku sumber kekuatan peneliti. Terimakasih kepada Agnes Wijaya, Benedikta Elsa, Nidia Gabriella, Ela Widyaninta, Raysa


(15)

xiii

Bestari, Ghea Kuncahyani, Marius Angga, dan Martha Veronica. Terimakasih karena telah membuat peniliti merasa luar biasa memiliki kakak-kakak seperti kalian, kalian menghadirkan banyak peran dalam hidupku. Seakan kata-kata apapun tidak bisa mewakili peran dan kontribusi kalian dalam hati dan hidupku. Bincik sayang banget sama semua kakak ketemu gedenya. Love you guys! 19.Geng “Cucok Rempong”, yang setia menemani peneliti dari semester I hingga

sekarang. Nata, Nona, Monic, Dhira, Ita, Wilda, Cicik, yang satu kelompok asisten pratikum dan akhirnya tercetus grup ini. Makasih ya udah paling ngertiin aku, sabar sama sikapku, dan selalu menyemangati serta mensupport’ku. Love you full guys, salam gossip!! Yo wisuda bareng cah!

20.Geng “Cabe-cabean” yang sukanya aneh-aneh (Putri, Gung Is, Seprina, Anggi, Mita, Nona, Dhira, Ita, Igan), makasih ya udah ngajakin aku bolang, bikin hp gak sepi, selalu bikin ketawa, makasih udah mau mengerti keadaanku dengan kepribadian yang kayak gini. Love you guys!

21.Untuk teman-teman peneliti yang ada di Bali (Chia, Deep, Risma, Ria, Dewik, Ritra, Neri, dan banyak lagi), makasih ya udah selalu menyemagati peneliti dan memberi warna warni dalam liburan peneliti. Tunggu ya aku feminim!

22.Untuk teman-teman bimbingan bu Susan, terimakasih telah saling mendukung, menyemangati, membuka diri, belajar bersama, dan berjuang atas proses yang terjadi. Terimaksih atas dinamika, cerita, maupun suka duka yang pernah kita lalui. Aku percaya pada akhirnya semua dari kita pasti akan berkembang, berproses, dan mencapai target masing-masing. Tetap kompak, saling


(16)

xiv

mendukung, menjaga, menyemangati, dan berjuang walau dengan cara yang berbeda. Salam semangat!!

23.Untuk teman-teman Psikologi 2012 yang selalu dihati, terimakasih telah menemani perjalananku dari awal Pra AKSI sampai sekarang. Entah apa jadinya aku tanpa angkatan ini. Kompak terus dan sampai ketemu di reunian yaa teman-teman 2012 yang mantab abis. See you on top!!

24.Untuk SKINNER, terimakasih telah memberikan press impression yang luar biasa pada peneliti (Vita, Patrice, Lenny, Lintang, Novia, Kenang, Aryo, Fery, Richard). Terimakasih kepada tutorku (Bella) yang telah menerima dan mengajarkan banyak hal kepada kami. Terimaksih untuk kesabarannya hingga saat ini.

25.Untuk Keluarga AKSI 2012, 2013, dan 2016, terkhusus Keluarga TUTOR, terimakasih sudah menerimaku dan mengasahku hingga aku memiliki keluarga dan kemampuan seperti sekarang ini. Sangat bersyukur bergabung dalam kepanitiaan ini, bukan kepanitiaan namun keluarga yang amat aku cintai. AKSI di HATI pokoknya!! Salam HOKYAAA!!!

26.Untuk keluarga PSYCHOFEST 2014 dan 2015, terkhusus keluarga LO. Makasih udah gayeng bareng, proficiat!!

27.Untuk keluarga LIVE IN 2013-2014, terkhusus keluarga KORLAP dan anak-anakku (Abel, Efan, Yosia, Bela, Clara, David, Iren, Venny, Ola, Pipin, Keket, Arin), makasih ya udah diberi kesempatan untuk menjaga kalian semua, baik-baik selalu yaa. Love you!


(17)

xv

28.Untuk anak-anak AKSI-ku AVOIDANT (Gera, Cyus, Age, Endah, Vina, Paskal, Tia, Nana, Zerli, Karla, Nella), NURTURANCE (Nasya, Sasha, Belinda, Levi, Puspa, Tias, Vinna, Dicky, Aldy, Adit). Makasih yaa telah diberi kesempatan untuk mejadi seorang kakak dan orang yang ingin melindungi kalian. Sukses dan saling menjaga ya! See you when i see you guys. MISS AND

LOVE YOU GUYS!!

29.Keluarga KMHD USD, makasih udah mau nerima aku anak rantauan ini sampai punya banyak temen seiman. Jaya terus KMHD SADHAR!!

30.Penghuni Kos Mentari, yang digawangi EMAK (Ayik, Gung Is, Ovi, Mitha, Gung Mas, Ade, dan yang lainnya), salam ribut rusuh satu kos!!

31.Keluaga Asisten Tes Inventori 2015, dan Tes Grafis 2016. Semangat terus, tegakkan keadilan, jangan takut ngasih nilai!!

32.Teman-teman Perpus siapapun itu yang sering aku jumpai dan memberiku semangat sewaktu spaneng. Semangat terus pokoknya!!

33.Untuk CV. Unison Creative, terimakasih telah memberikan kesempatan untuk belajar, mengasah diri, dan kerasnya dunia kerja. Apapun yang telah terjadi aku tetap mengucapkan terimakasih atas segala pengalaman, canda, tawa, dan hal yang telah terjadi. Itu semua adalah proses untuk menjadi lebih baik.

34.Untuk teman-teman yang telah memberi dukungan dan hadir dalam ujian skripsi saya. Terimakasih guys dukungan, kepercayaan, dan keyakinan yang teman-teman berikan semua. Sukses selalu dan segera menyusul!!


(18)

(19)

xix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ……….ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1) Manfaat Teoritis ... 9

2) Manfaat Praktis ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12


(20)

xx

1) Definisi Strategi Koping ... 13

2) Bentuk Strategi Koping ... 14

3) Aspek Strategi Koping ... 17

4) Hasil Dari Koping ... 20

5) Faktor yang Dapat Memengaruhi Koping ... 23

B. PERJUDIAN ... 28

1) Definisi Perjudian ... 28

2) Perjudian Dalam Konsep Kesehatan Mental ... 30

3) Unsur-unsur Perjudian ... 31

4) Faktor-faktor Perjudian ... 32

5) Dampak Perjudian ... 33

C. FENOMENA PERJUDIAN DI BALI ... 38

1) Perjudian di Bali ... 38

2) Perbedaan Tajen Sebagai Salah Satu Ritual Keagamaan dan Tejen Sebagai Perjudian ... 41

D. ISTRI di BALI ... 42

E. SUAMI PENJUDI di BALI ... 44

F. STRATEGI KOPING ISTRI yang MEMILIKI SUAMI PENJUDI di BALI ... 45

G. PERTANYAAN PENELITIAN ... 50

BAB III METODE PENELITIAN... 51

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 51


(21)

xxi

D. Karakteristik Informan Penelitian ... 53

E. Informan Penelitian ... 54

F. Metode Pengambilan Data ... 56

G. Analisis Data ... 58

H. Kredibilitas Penelitian ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Persiapan Penelitian ... 62

B. Pelaksanaan Penelitian ... 64

C. Gambaran Informan ... 66

D. Hasil Penelitian ... 68

E. Pembahasan ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Kontribusi Penelitian ... 98

C. Keterbatasan Penelitian ... 99

D. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(22)

xxii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Panduan Wawancara ………... 57

Tabel 2 Ringkasan Kegiatan Pengambilan Data Penelitian …………... 65


(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA KESELURUHAN………..…… 109

INFORMED CONSENT INFOMAN I ... 111 SURAT PERSETUJUAN INFORMAN I ... 112 PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN I ... 113 DATA DEMOGRAFI INFORMAN I ... 114 INFORMED CONSENT INFOMAN II ... 115 SURAT PERSETUJUAN INFORMAN II ... 116 PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN II ... 117 DATA DEMOGRAFI INFORMAN II ... 118 INFORMED CONSENT INFOMAN III ... 119 SURAT PERSETUJUAN INFORMAN III ... 120 PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN III ... 121 DATA DEMOGRAFI INFORMAN III ... 122 VERBATIM INFORMAN I ... 122 PENGELOMPOKAN KODE INFORMAN I ... 153 VERBATIM INFORMAN II ... 164 PENGELOMPOKAN KODE INFORMAN II ... 207 VERBATIM INFORMAN III... 223


(24)

xxiv


(25)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia perjudian merupakan aktivitas yang dilarang untuk dilakukan. Undang-undang nomor 7 pasal 1 Tahun 1974 juga menyatakan bahwa aktivitas perjudian bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, Moral Pancasila, dan dapat membahayakan kehidupan masyarakat, Bangsa, dan Negara. Berdasarkan peraturan tersebut, judi merupakan aktivitas yang ilegal untuk dilakukan di Indonesia, namun faktanya aktivitas judi masih saja ditemukan di beberapa daerah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, judi merupakan suatu permainan dengan menggunakan uang atau barang berharga sebagai taruhannya (KBBI, 2008). Menurut Kartono (2007) judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.

Menurut data pada tahun 2014 telah terjadi peningkatan kasus perjudian di Indonesia. Pada Tahun 2011 kasus perjudian tercatat sebanyak 7.984 dengan presentase 10,16% sedangkan pada tahun 2014 kasus perjudian sebanyak 11.079 dengan presentase 13,48%. Data tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan kasus perjudian sebesar 3,32% pada tahun 2014 (“Statistik


(26)

Kriminal”, 2015). Meningkatnya angka perjudian tidak terlepas dari kasus-kasus perjudian yang terjadi di beberapa propinsi setahun belakangan ini. Hampir semua propinsi menyumbangkan angka perjudian untuk Indonesia, tidak terkecuali Propinsi Bali.

Jenis kasus tindak kejahatan yang paling banyak terjadi di Bali adalah pencurian dengan 202 kasus, perjudian dengan 81 kasus, dan penganiayaan

dengan 54 kasus (“Statistik Kriminal Propinsi Bali”, 2014). Berdasarkan data

tersebut dapat diketahui bahwa kasus perjudian menempati peringkat kedua sebagai kasus kriminalitas yang terjadi di Bali. Data tersebut menunjukkan bahwa kasus perjudian cukup sering terjadi di Bali karena menduduki peringkat kedua sebagai kasus kriminalitas yang sering dilaporkan oleh masyarakat.

Maraknya kasus perjudian di Bali tidak terlepas dari kegiatan tajen yang melekat pada masyarakat Bali karena tajen merupakan salah satu permainan rakyat yang diwariskan (Geertz, 1992). Pada mulanya tajen adalah salah satu bagian dari ritual keagamaan. Namun saat ini, tajen sebagai salah satu ritual keagamaan (tabuh rah) telah di dwi-purnakan menjadi tajen sebagai ajang perjudian karena adanya taruhan di dalamnya. Hal ini menyebabkan perjudian di Bali sangat sulit ditertibkan oleh aparat hukum (B. Atmadja, Atmadja, & Ariyani, 2015). Berdasarkan hasil seminar PHDI, tabuh rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangka upacara agama (yajnya) dan penaburan darah dilakukan dengan perang satha, sedangkan tajen sebagai judi adalah tajen yang tidak memenuhi persyaratan tajen sebagai tabuh rah (dalam B. Atmadja, Atmadja, & Ariyani, 2015).


(27)

Ditemukannya perjudian dalam ritual keagamaan Hindu dapat disebabkan dari adanya unsur yang sama dalam aktivitas tersebut, yakni pertarungan sebagai salah satu sarana untuk mengelola diri (ego) atau sifat buruk yang dimiliki. Di dalam tabuh rah apabila seseorang mampu mengelola diri, maka ritual tersebut akan berjalan sesuai dengan ajaran dharma sehingga hasilnya akan mengarah pada kebaikan. Apabila individu atau masyarakat kurang mampu atau gagal mengelola diri, maka ritual tersebut mungkin akan mengarah pada perjudian. Individu yang melakukan perjudian tanpa melakukan pengelolaan diri dengan baik, akan mengarah pada perilaku judi yang destruktif. Perilaku judi yang destruktif adalah perilaku berjudi yang dapat menyebabkan kehancuran atau keburukan. Hal ini didukung dari penyataan Parisada Hindu Dharma Indonesia yang menyatakan bahwa, judi yang dilakukan dalam jumlah yang kecil tidak akan membahayakan, tetapi apabila dilakukan dalam jumlah yang besar, maka akan merusak baik pribadi, kelompok, bahkan bangsa itu sendiri (Oka, 2004).

Dalam permasalahan klinis, seseorang yang tidak mampu mengendalikan diri atau dorongan-dorongan untuk melakukan tindakan berbahaya dapat mengarah pada gangguan kontrol impuls. Individu dengan gangguan kontrol impuls mengalami kegagalan untuk menahan dorongan atau godaan untuk melakukan tindakan yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain. Setelah melakukan tindakan ini, individu cenderung tidak menyesal atau menyalahkan diri dari perbuatan yang telah dilakukannya. Salah satu gangguan yang masuk dalam spektrum gangguan kontrol impuls adalah pathological


(28)

gambling, yakni ditandai dengan perilaku perjudian yang berulang dan

terus-menerus dan cenderung maladaptif (American Psychiatric Association, 2000). Perjudian di Bali sering terjadi saat adanya upacara keagamaan di pura,

balai banjar, dan pekarangan rumah. Misalnya pada saat piodalan (upacara) di

pura, pada saat Hari Raya Galungan, Kuningan, Nyepi, dan upacara Ngaben (Haryanto, 2003; Setia, 2000 & 2006). Jenis-jenis judi yang sering dijumpai pada saat upacara keagamaan adalah tajen, ceki, cap jeki, dadu kocok, domino atau dam, bola adil atau bola-bolaan (Haryanto, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa orang di Bali, peneliti mendapat informasi bahwa jenis judi yang sering terjadi di Bali adalah

tajen (sabung ayam) dan ceki karena merupakan warisan budaya turun

menurun. Perjudian di Bali seperti tajen dan ceki biasanya dilakukan oleh anak muda, orang dewasa, orangtua, dan kakek-kakek, namun cenderung dilakukan oleh para lelaki seperti bapak-bapak yang telah menikah (D, A, G, & Y, komunikasi pribadi, 21 April, 2016). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa upacara keagamaan telah dijadikan sebagai salah satu sarana untuk melakukan perjudian sehingga perjudian di Bali sulit ditertibkan.

Adapun dampak-dampak perjudian di Bali berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang remaja yaitu perjudian membuat ayah menjadi lupa waktu, mudah marah, dan terkadang tidak memberi uang (G, Y, & P, komunikasi pribadi, 21 April 2016). Dampak perjudian berdasarkan wawancara dengan kaum bapak-bapak yakni perjudian memungkinkan terjadi percekcokan dan KDRT pada pasangan, pernjualan tanah, memiliki utang, dan


(29)

anak yang meniru perilaku berjudi (A & N, komunikasi pribadi, 21 April 2016). Sedangkan dampak perjudian berdasarkan wawancara dengan beberapa istri yang memiliki suami penjudi yakni istri merasakan emosi negatif (marah, sedih, kesal, cemas, dan kesepian), terjadi pertengkaran di dalam rumah tangga, hubungan yang kurang harmonis, menumpuknya utang, kesulitan memenuhi kebutuhan dan biaya hidup, penggadaian barang, beban pikiran, tidak fokus saat bekeja, dan berkeinginan untuk bercerai (A, N, & M, komunikasi pribadi, 8 Oktober 2016). Berdasarkan hal tersebut maka dampak perjudian akan dirasakan oleh pelaku dan keluarganya (anak dan istri).

Apabila dilihat dari hasil wawancara, maka istri yang paling dirugikan dan mengalami dampak yang cukup besar dari perjudian. Hal ini didukung dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa istri mengalami beberapa permasalahan dan tekanan psikologis akibat perjudian suami. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian di Australia yang dilakukan oleh Swift, Dickson, James, dan Kippen (2005), penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki pasangan penjudi akan mengalami beberapa masalah. Permasalahan yang muncul yaitu masalah finansial (sulit memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya anak), masalah kesehatan meliputi masalah fisik (mengalami sakit kepala, sakit perut, insomnia), masalah emosional (merasa stres, depresi, tertekan, takut, paranoid), masalah relasi baik dengan pasangan, keluarga, dan teman (merasa kesepian, merasa malu, merasa tertipu, dan hilangnya kepercayaan terhadap pasangan).


(30)

Adapun penelitian skripsi di Indonesia yang dilakukan oleh Wola (2014) tentang pengalaman psikologis istri yang memiliki suami penjudi di kota Tomohon, ditemukan gambaran mengenai pengalaman psikologis istri yang merasa kebahagiaannya di dalam rumah tangga telah direnggut karena suami gemar berjudi. Hal ini menimbulkan respon negatif pada subjek penelitian, seperti keinginan untuk bercerai, pertengkaran, tidak sering tegur sapa, dan munculnya perasaan negatif (kesal, khawatir, marah, sakit hati, sedih, kecewa, kesepian, dan takut), namun pada kenyataannya semua subjek dalam penelitian tersebut mempertahankan pernikahan mereka dengan suami penjudi.

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil wawancara dapat diketahui bahwa istri mengalami beberapa permasalahan dan tekanan seperti masalah ekonomi, kesehatan fisik dan psikologis, masalah relasi, dan bahkan cenderung mengalami stres dan depresi. Adapun akibat dari stres yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya kelelahan fisik maupun mental yang akhirnya memicu berbagai macam keluhan sehingga tanpa disadari beberapa individu menggunakan jenis penyesuaian diri yang kurang tepat dalam menghadapi stresnya. Sebaliknya bila individu mampu menggunakan cara-cara penyesuaian diri yang sehat/baik/sesuai dengan stres yang dihadapi maka individu tersebut tetaplah dapat hidup secara sehat, bahkan tekanan-tekanan tersebut akhirnya akan memunculkan potensi-potensi diri dengan optimal. Penyesuaian diri dalam menghadapi stres dalam konsep kesehatan mental dikenal dengan istilah koping (Siswanto, 2007).


(31)

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Hanoum, 2014), koping adalah proses yang dilakukan individu dalam usaha mengatasi tuntutan-tuntutan dari luar ataupun dari dalam dirinya yang dinilai membebani atau melampaui batas kemampuan yang dimiliki individu. Folkman (dalam Nurhayati, 2006) menjelaskan strategi koping adalah usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap tuntutan internal dan eksternal yang terjadi karena adanya transaksi dengan lingkungan yang penuh stres. Strategi koping dapat dibagi menjadi dua yaitu problem focus coping dan

emotion focus coping. Problem focus coping yaitu usaha individu secara aktif

mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Emotion focus coping, di mana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh situasi yang penuh tekanan (Lazarus & Folkman dalam Hanoum, 2014).

Berdasarkan fenomena yang telah peneliti paparkan, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti strategi koping pada istri karena faktanya istri mengalami beberapa permasalahan dan tekanan akibat perjudian suami. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Swift dkk (2005) dan Wola (2014) bahwa istri mengalami beberapa permasalahan, tekanan, dan dampak negatif akibat perjudian suami. Keadaan serupa juga dialami oleh para istri yang memiliki suami penjudi di Bali. Hal ini didukung dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa, para istri di Bali mengalami permasalahan dan tekanan yang hampir sama dengan penelitian


(32)

tersebut. Permasalahan dan tekanan disebabkan dari masalah relasi, ekonomi, dan emosi negatif akibat perjudian suami.

Penelitian ini penting dilakukan karena selain mengalami dampak negatif istri juga memiliki beberapa peranan sesuai dengan tugas pernikahan. Adapun tugas dan tanggung jawab selain sebagai istri, yaitu istri juga berperan sebagai

partner hidup pasangannya, berperan sebagai partner seks, peranan istri

sebagai pengatur rumah tangga, dan peranan istri sebagai ibu dan penididik (Kartono, 1992). Selain itu, penelitian mengenai strategi koping yang telah dilakukan cenderung kurang memaparkan dampak dari strategi koping yang telah digunakan dan peneliti juga belum menemukan strategi koping yang dikaitkan dengan perjudian sehingga peneliti menjadi tertarik melakukan peneletian mengenai strategi koping istri yang memiliki suami penjudi.

Peneliti akan melakukan penelitian di Bali karena perjudian di Bali tidak bisa digeneralisasikan dengan perjudian yang ada di Indonesia pada umumnya. Perjudian di Bali menjadi khas dikarenakan adanya tajen sebagai tabuh rah, yakni sebuah ritual keagamaan yang lama-kelamaan dijadikan “kedok” sebagai ajang perjudian (Ajie, 2013). Hal ini menyebabkan perjudian di Bali sulit untuk ditertibkan oleh aparat hukum karena masyarakat berdalih aktivitas tersebut merupakan ritual keagamaan dan bukan sebagai ajang perjudian. Adanya perjudian yang sulit ditertibkan dan adanya pandangan lain mengenai ritual keagamaan yang telah dijadikan “kedok” sebagai ajang perjudian membuat peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian tentang perjudian di Bali.


(33)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti jabarkan tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran dan dampak dari strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali, dalam menghadapi segala permasalahan dan tekanan yang ditimbulkan dari perjudian suami.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran dan dampak dari strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali, dalam menghadapi segala permasalahan dan tekanan yang ditimbulkan dari perjudian suami.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan literatur bagi ilmu pengetahuan dibidang psikologi klinis dan psikologi wanita, mengingat penelitian ini membahas mengenai cara seorang wanita dalam menghadapi permasalahan dan tekanan akibat dari perjudian suami. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi ilmu


(34)

mengingat topik yang diangkat berkaitan dengan budaya yang terjadi di suatu daerah tertentu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para istri yang memiliki suami penjudi

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai bentuk dan dampak strategi koping istri dalam menghadapi permasalahan dan tekanan yang ditimbulkan dari perjudian suami. Selain itu, dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana strategi koping yang digunakan memberikan kontribusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.

b. Bagi suami yang suka berjudi

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menyentuh hati para suami penjudi agar lebih memperdulikan istri, anak, dan keberlangsungan keharmonisan keluarganya.

c. Bagi masyarakat (khususnya di Bali)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pandangan masyarakat bahwa perjudian dapat memberikan dampak negatif pada keluarga. Di sisi lain, diharapkan dapat menyadarkan masyarakat agar melaksanakan upacara keagamaan sesuai dengan ajaran agama.

d. Bagi penegak hukum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menuntun para penegak hukum agar selektif dan tegas dalam menindak kasus perjudian, jika memang hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama dan hukum alangkah


(35)

baiknya para penegak hukum mampu bertindak secara tegas, adil, dan berani.


(36)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan memaparkan tinjauan teoritis mengenai strategi koping dan perjudian yang ada di Bali. Pada awalnya penulis akan menjelaskan strategi koping yang meliputi definisi, jenis, bentuk, dan faktor-faktor yang memengaruhi seseorang dalam melakukan strategi koping, serta hasil dari koping. Berikutnya peneliti akan menjelaskan definisi perjudian secara umum, unsur-unsur yang terdapat di dalam perjudian, faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perjudian, dan dampak-dampak perjudian. Selanjutnya peneliti akan menjelaskan fenomena perjudian yang ada di Bali. Tahap berikutnya peneliti akan menjelaskan bagaimana keadaan istri di Bali dan suami penjudi di Bali. Pada bagian akhir peneiti akan menjelaskan celah penelitian dalam penelitian ini dan peneliti akan menjelaskan bagaimana dinamika strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali.

A. Strategi Koping

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengacu pada teori strategi koping yang dikemukana oleh Lazarus dan Foklman (1984). Lazarus dan Folkman membagi strategi koping menjadi dua bentuk yaitu problem focus coping (PFC) dan emotion

focus coping (EFC). Dalam penggelompokan aspek-aspek strategi koping, peneliti

akan mengacu pada pengklasifikasian aspek-aspek strategi koping yang dikemukakan oleh Carver, Scheier, dan Weintraub (1989). Hal ini dikarenakan


(37)

Carver dkk (1989) mengembangkan aspek-aspek strategi koping menjadi lebih konkrit dan spesifik.

1. Definisi Strategi Koping

Menurut Compas dkk (2001), koping merupkan suatu respon dalam menghadapi stres meliputi kehendak atau upaya secara sadar untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang menimbulkan stres. Sedangkan menurut Lazarus dan Folkman (1984), koping adalah proses mengelola tuntutan baik bersifat internal dan ekternal yang melebihi kemampuan individu. Upaya mengelola terdiri dari menguasai, menoleransi, mengurangi, dan meminimalkan tuntutan eksternal dan internal. Proses koping merupakan proses yang dinamis karena adanya serangkaian transaksi antara orang yang memiliki sumber daya dengan lingkungan yang menekan. Dalam prosesnya, individu mencoba untuk mengelola jarak antara tuntutan dengan kemampuan yang dimilikinya (Sarafino & Smith, 2011). Proses koping ini dipengaruhi oleh perkembangan biologis, kognitif, sosial-emosional, dan tingkat perkembangan dari sumber daya yang dimiliki.

Skinner (dalam Compas dkk, 2001) mendefinisikan koping sebagai usaha untuk mengatur perilaku, emosi, dan mengatur kondisi stres psikologis. Koping mengacu pada pengaturan perilaku termasuk mencari informasi, usaha dalam memecahkan masalah, regulasi emosi, menjaga pandangan agar tetap optimis, dan regulasi yang berorientasi pada penghindaran. Berdasarkan uraian di atas, maka koping merupkan upaya untuk mengatur dan mengelola segala tuntutan baik internal maupun ekternal yang menekan dan penuh stres karena melampaui


(38)

kemampuan dari individu serta dalam pengelolaannya meliputi pengelolaan kognisi, perilau, emosi, dan lingkungan.

Konsep strategi koping pada umumnya digunakan untuk menjelaskan hubungan antara stres dengan tingkah laku individu dalam menghadapi berbagai tuntutan yang menekan dari lingkungannya. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi koping merupakan suatu proses mengelola tuntutan, baik yang bersifat eksternal maupun internal yang dinilai melampaui kemampuan seseorang. Lebih jauh, strategi koping adalah usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap tuntutan internal dan eksternal yang terjadi karena adanya transaksi dengan lingkungan yang penuh stres. Oleh karena itu, strategi koping bisa berupa pikiran, perasaan, sikap, maupun perilaku individu dalam usahanya untuk mengatasi, menahan atau menurunkan efek negatif dari situasi yang mengancam (Baron & Byrne dalam Nurhayati, 2006).

2. Bentuk Strategi Koping

Lazarus dan Folkman (1984), membagi strategi koping menjadi dua bentuk, yaitu

a. Problem Focus Coping (PFC)

Problem focus coping (PFC), merupakan usaha secara langsung yang

diarahkan untuk mengurangi atau menghilangkan kondisi stres yang dirasa menekan, mengancam, menantang, dan merugikan. Koping dilakukan dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab dari sumber stres.


(39)

Usaha yang dilakukan oleh individu diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan cara mengambil langkah-langkah untuk mengurangi situasi yang menekan. Maka dengan demikian problem focus coping (PFC) cenderung digunakan apabila individu percaya bahwa tuntutan dari situasi yang menekan dapat diubah dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.

Adapun beberapa aspek-aspek dari problem focus coping (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1999), yaitu

1. Confrontative coping

Usaha secara agresif yang dilakukan oleh individu untuk mengubah situasi dengan adanya keberanian untuk mengambil risiko

2. Seeking social support

Usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh informasi dan mencari dukungan emosional untuk mendapatkan kenyamanan

3. Planful problem solving

Usaha yang dilakukan individu untuk memikirkan rencana berupa tindakan untuk mengubah dan memecahkan masalah dari situasi yang dihadapi

b. Emotion Focused Koping (EFC)

Emotion focused coping (EFC), merupakan usaha yang dilakukan oleh

individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakan dengan tidak menghadapi masalah secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk


(40)

menghadapi atau mengatur tekanan-tekanan emosi yang dirasakan. Bentuk usaha yang dilakukan terdiri dari proses kognitif, meliputi usaha untuk mengurangi tekanan emosi, meminimalkan, menjauhi, menghindari, memberikan perhatian yang selektif pada emosi yang muncul, melakuakan pertimbangan yang positif, dan memperoleh penilaian yang positif dari sitausi yang menekan. Maka emotion focus coping (EFC) tidak berfokus untuk mengubah situasi secara objektif, melainkan berusaha untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan.

Adapun beberapa aspek-aspek dari emotion focus coping (EFC)

(Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1999), yaitu

1. Distancing

Usaha yang dilakukan oleh individu dalam menggambarkan upaya-upaya untuk melepaskan diri dari masalah, situasi yang menekan, atau sumber dari stres.

2. Positive reappraisal

Usaha yang dilakukan oleh individu untuk menemukan makna yang positif terhadap pengalaman dengan berfokus pada perkembangan pribadi.

3. Accepting responsibility

Usaha yang dilakukan oleh individu untuk berusaha mengenali dan menerima peran yang dimiliki dan berusaha bertanggung jawab atas peran tersebut.


(41)

4. Escape/avoidance

Usaha yang dilakukan oleh individu untuk menghindari atau melarikan diri dari sitausi yang dihadapi atau usaha untuk menggambarkan pikiran dan keinginan yang ingin dicapai.

5. Self control

Usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatur perasaan dan tindakan dalam menghadapi sitausi yang menekan.

3. Aspek dari Strategi Koping

Carver dkk (1989), menggembangkan strategi koping yang didasari oleh Lazarus dan Foklman (1984), sehingga didapatkan 13 aspek strategi koping yang spesifik. Terdapat 5 aspek strategi koping yang termasuk dalam

problem focus coping (PFC) dan 8 aspek strategi koping yang termasuk

dalam emotion focus coping (EFC). Aspek-aspek tersebut yaitu: a. Problem focus coping (PFC)

1. Active coping (koping aktif), ditandai dengan mengambil

langkah-langkah aktif untuk mencoba menghilangkan atau menghindari stresor atau untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan dari stresor. Koping aktif termasuk memulai aksi secara langsung sebagai upaya untuk menyelesaikan atau menghadapi masalah.

2. Planning (membuat perencanaan), ditandai dengan adanya usaha

untuk memikirkan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi stresor. Perencanaan melibatkan usaha untuk melakukan tindakan,


(42)

berpikir tentang langkah-langkah yang akan diambil, dan berpikir mengenai cara terbaik untuk menangani permasalahan.

3. Suppression of competing activities (menekan aktivitas persaingan),

ditandai dengan adanya usaha individu untuk mengurangi perhatian pada aktivitas lain sehingga dapat memfokuskan diri pada permasalahan yang sedang dihadapi.

4. Restraint coping (menunggu waktu yang tepat untuk bertindak),

ditandai dengan usaha individu untuk menunggu waktu dan kesempatan yang tepat untuk melakukan tindakan. Individu berusaha untuk menahan diri sehingga tidak tergesa-gesa dalam bertindak.

5. Seeking social support for instrumental reasons (mencari dukungan

sosial untuk alasan instrumental), ditandai dengan usaha individu untuk mencari saran, bantuan, dan informasi dari orang lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

b. Emotion focus Coping (EFC)

1. Seeking social support for emotional reasons (mencari dukungan

sosial untuk alasan emosional), ditandai dengan usaha individu untuk mencari dukungan moral, simpati, dan pemahaman dari orang lain 2. Focusing on and venting of emotions (berfokus pada emosi dan

penyaluran emosi), ditandai dengan usaha individu untuk meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan emosional dan secara bersamaan dapat menyalurkan atau meluapkan perasaan tersebut


(43)

3. Behavioral disengagement (pelepasan secara perilaku), ditandai

dengan adanya usaha individu untuk mengurangi atau menurunkan interaksi dengan stresor dan bahkan menyerah untuk menghadapi situasi yang menekan

4. Mental disengagement (pelepasan secara mental), ditandai dengan

adanya usaha dari individu untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang dialami dengan melakukan aktivitas-aktivitas lain, seperti melamun, tidur, menonton tv, dan lain sebagainya.

5. Positive reinterpretation (melakukan penilaian kembali secara

positif), ditandai dengan adanya usaha individu untuk mengelola emosi yang menekan dan memaknai semua kejadian yang dialami sebagai suatu hal yang positif dan bermanfaat.

6. Denial (penyangkalan), ditandai dengan usaha individu untuk

menolak atau menyangkal kejadian sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi

7. Acceptance (penerimaan), ditandai dengan sikap individu untuk

menerima situasi, kejadian, dan peristiwa yang menekan sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi

8. Turning to religion (berpaling pada agama), ditandai dengan usaha

individu untuk mencari kenyamanan dan rasa aman dengan berpaling pada agama. Biasanya diwujudkan dengan berdoa, meminta bantuan kepada Tuhan, dan adanya sikap pasrah kepada Tuhan.


(44)

4. Hasil dari Koping

Peristiwa stres atau efek kesehatan yang merugikan dapat diimbangi, dikelola, atau bisa diredam dengan menggunakan sumber daya internal yang sukses yaitu koping strategi. Namun, koping dianggap tidak hanya sebagai serangkaian proses yang terjadi sebagai reaksi terhadap masalah yang ditimbulkan oleh stresor tertentu, tetapi juga sebagai upaya yang ditujukan pada pencapaian tujuan tertentu (Cohen & Lazarus dalam Taylor, 1999).

Holahan dan Moos (1990) mempelajari pola koping dan hasil psikologis lebih dari 400 orang dewasa di California selama periode 1 tahun. Meskipun orang sering menggunakan beberapa metode koping dalam menangani stresor, metode problem focus coping dan mencari dukungan sosial yang paling sering dikaitkan dengan penyesuaian yang menguntungkan untuk menghadapi stres. Sebaliknya, emotion focus coping yang melibatkan menghindari perasaan diprediksi kurang dapat melakukan penyesuaian terhadap situasi stres. Studi lain telah menghasilkan temuan yang hampir sama. Pada anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai jenis stres, menggunakan emotion focus coping berupa penghindaran, penolakan, dan angan-angan tertentu cenderung terkait dengan adaptasi yang kurang efektif (Snyder, 2001). Di sisi lain, emotion focus coping, seperti mengidentifikasi dan mengubah pikiran negatif atau irasional, dan belajar keterampilan relaksasi untuk mengontrol gairah merupakan metode yang efektif untuk mengurangi respon dari stres tanpa menghindari realita (Delongis, Meichenbaum dalam Passer & Smith, 2009).


(45)

Meskipun pada umumnya problem focus coping mencoba untuk mengubah situasi yang menekan, namun tidak selalu efektif untuk mengatasi sumber dari stres. Hal ini dikarenakan ada beberapa situasi yang tidak bisa dipengaruhi atau diubah oleh individu. Dalam kasus ini adanya kemungkinan menggunakan problem focus coping lebih menimbulkan dampak yang berbahaya daripada dampak baiknya. Sebaliknya emotion focus coping mungkin sebagai pendekatan lebih efektif yang dapat digunakan karena meskipun individu tidak bisa menguasai atau mengubah situasi, namun individu memiliki kemungkinan untuk mengontrol atau mencegah respon dari emosi yang maladaptif (Auebach dalam Passer & Smith, 2009). Maka

emotion focus coping digunakan saat seseorang benar-benar tidak memiiki

kontrol untuk mengubah situasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Strentz dan Auerbach (dalam Passer & Smith, 2009), mengenai pelatihan karyawan dalam menghadapi pembajakan maskapai, menunjukkan bahwa tidak ada strategi yang efektif dalam segala situasi. Sebaliknya, efektivitas tergantung pada karakteristik situasi, kesesuaian koping, dan keterampilan yang dimiliki. Orang cenderung beradaptasi dengan baik terhadap tekanan kehidupan apabila mereka telah mengusai berbagai teknik koping dan tahu bagaimana dan kapan harus menerapkan teknik tersebut agar hasilnya lebih efektif.

Koping juga dapat dipengaruhi oleh kecenderungan budaya yang dimiliki oleh masing-masing orang di beberapa Negara tertentu. Hal ini dikarenakan budaya dan koping merupakan sesutau hal yang saling


(46)

memengaruhi dalam hubungan timbal balik yang terus berkembang. Adanya perbedaan budaya dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan strategi koping. Secara khusus, strategi problem focus coping yang bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi sumber stres cenderung dilakukan di Negara Eropa karena orang-orang cenderung menganut budaya individualis, sedangkan emotion focus coping cenderung dilakukan di Negara Asia kerena orang-orang cenderung menganut budaya kolektif (Chun, Moos, & Cronkite, 2006).

Orang-orang dengan orientasi kolektif cenderung melakukan koping yang bersifat pasif atau penghindaran karena kecenderungan mereka untuk menilai stres sebagai ancaman, sedangkan orang-orang dengan orientasi lebih individualistis cenderung terlibat dalam koping yang lebih aktif untuk mengatasi masalah karena menilai stres sebagai suatu tantangan. Perbedaan tujuan koping dan motivasi juga akan memengaruhi pilihan strategi koping yang akan dilakukan. Bagi orang-orang yang berorientasi individualistik cenderung menempatkan prioritas yang lebih besar pada pengendalian lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, sedangkan orang-orang dengan orientasi kolektif cenderung menempatkan prioritas yang lebih besar untuk meminimalkan kerugian sehingga upaya koping cenderung diarahkan untuk melindungi hubungan interpersonal dan sumber daya lainnya (Chun, Moos, & Cronkite, 2006).

Adanya perbedaan budaya, situasi, keterampilan, motivasi, dan tujuan dalam melakukan koping maka tidak dapat dikategorikan bentuk


(47)

problem focus coping atau emotion focus coping yang paling baik, tepat,

efektif, atau berkontribusi dalam menyelesaikan atau mengurangi tuntutan yang menekan. Maka secara umum menurut psikolog kesehatan, koping yang berkontribusi mengacu pada beberapa tugas koping, yaitu dapat mengurangi atau menghilangkan stres, toleransi atau menyesuaikan diri dengan peristiwa negatif atau realitas, mempertahankan citra diri yang positif, menjaga keseimbangan emosi, melanjutkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain, meningkatkan kemungkinan pemulihan jika ada yang sakit, menjaga fisiologis, neuroendokrin, dan kekebalan tubuh. Kriteria lain dari koping yang sukses adalah seberapa cepat orang dapat kembali pada kegiatan sebelum ia mengalami setres, (Karatsoreos & McEwen dalam Taylor, 2011). Apabila tugas-tugas tersebut berhasil dilakukan, maka dapat dikatakan orang tersebut telah melakukan koping dengan cukup baik dan sukses.

5. Faktor-faktor Yang Dapat Memengaruhi Strategi Koping

Lazarus dan Folkman (dalam Huffman, Verno, & Vernoy, 2000), membagi beberapa faktor yang dapat memengaruhi koping, yaitu health and

energy, positive beliefs, problem-solving skills, internal locus of control,

social skills, social support, and material resources. Berikut penjelasan dari


(48)

a. Health and Energy (Kesehatan dan Energi)

Semua stresor menyebabkan beberapa perubahan psikologis. Oleh karena itu, kesehatan individu secara signifikan dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan koping. Orang-orang yang kuat dan sehat memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan koping. Billings dan Moos (dalam Nurhayati, 2006), juga menyatakan bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang penting karena dalam usaha mengatasi stres, individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

b. Positive Beliefs (Keyakinan Positif)

Citra diri yang positif dan sikap positif menjadi sumber utama koping. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya harga diri seseorang dapat mengurangi beberapa kecemasan yang disebabkan oleh peristiwa yang menekan (Greenberg et al., 1989). Selain itu, dapat membuat seseorang bertahan dalam menghadapi rintangan yang berat. Menurut Lazarus dan Folkman, harapan dapat berasal dari kepercayaan diri, yang dapat memungkinkan seseorang untuk merancang strategi kopingnya sendiri. Misalnya, kepercayaan pada orang lain, seperti percaya dengan dokter atau Tuhan dirasa dapat memberikan hasil yang positif.

c.Internal Locus of Control

Ketika seseorang memiliki internal locus of control, maka orang tersebut merasa memiliki kendali atas peristiwa dalam hidupnya, sehingga mereka lebih berhasil dalam melakukan koping jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kontrol atas peristiwa dalam hidupnya


(49)

(Strickland, 1978). Penelitian terbaru di China (Hamid & Chan, 1998), dan Belgia (DeBrabander, Hellermans, Boone, & Gertis, 1996) menunjukkan hubungan antara psychological stress dan locus of control. Para peneliti menemukan bahwa pengusaha dan pelajar yang memiliki internal locus yang lebih tinggi memiliki psychological stress yang lebih rendah daripada orang yang memiliki external locus yang tinggi. Orang dengan external

locus of control cenderung merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan

mereka. Misalnya, ketika dihadapkan dengan penyakit parah, orang dengan

internal locus of control lebih mungkin untuk mengumpulkan informasi

tentang penyakit mereka dan tetap pada program pemeliharaan kesehatan jika dibandingkan dengan orang yang memiliki external locus of control (Wallston, Maides, & Wallston, 1976).

d. Social Skills (Ketrampilan Sosial)

Situasi sosial seperti rapat, diskusi kelompok, kencan, pesta, dan sebagainya sering menjadi sumber kesenangan, tetapi juga dapat menjadi sumber stres bagi seseorang. Hanya bertemu dengan seseorang yang baru, dan mencoba untuk menemukan sesuatu untuk dibicarakan bisa sangat menegangkan bagi sebagian orang. Oleh karena itu, orang-orang yang memperoleh keterampilan sosial (tahu perilaku yang sesuai untuk situasi tertentu dan mampu mengekspresikan diri dengan baik) mengalami kecemasan yang lebih rendah dibandingkan orang yang tidak memiliki kemampuan sosial. Keterampilan sosial membantu seseorang tidak hanya untuk berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga mengkomunikasikan


(50)

kebutuhan dan keinginan, meminta bantuan ketika seseorang membutuhkannya, dan mengurangi permusuhan dalam situasi ketegangan.

e.Social Support (Dukungan Sosial)

Dukungan sosial dapat menahan efek dari situasi yang menekan, seperti perceraian, kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis, kehamilan, kehilangan pekerjaan, dan kelebihan beban kerja (Winnubst, Buunk, & Marcelissen, 1988). Ketika seseorang dihadapkan dengan situasi penuh stres, teman-teman dan keluarga dapat membantu dalam memberikan stabilitas untuk mengimbangi perubahan dalam hidup orang tersebut. Orang dengan masalah tertentu, dukungan kelompok bisa sangat membantu seseorang dalam melakukan koping.

f.Material Resources (Sumber Daya Material)

Uang dan hal-hal yang bisa dibeli dengan uang dapat menjadi sumber yang nyata dalam mengatasi stres (Adler et al, 1994; Sobel, 1994). Uang meningkatkan sejumlah pilihan untuk menghilangkan sumber stres atau mengurangi efek stres. Ketika seseorang dihadapkan dengan kesulitan hidup sehari-hari dengan stresor yang kronis, atau dengan bencana besar, orang-orang yang memiliki uang dan memiliki kemampuan untuk menggunakan uang tersebut, ternyata memiliki tingkat stres yang lebih rendah jika dibangdingkan dengan orang yang tidak memiliki uang (Lazarus & Folkman, 1984). Billings dan Moos (dalam Nurhayati, 2006), juga menyatakan bahwa orang dengan status ekonomi yang rendah kurang dapat


(51)

melakukan penilaian dan perencanaan yang matang sehingga cenderung melakukan penghindaran terhadap masalah.

g. Penilaian kognitif, meliputi penilaian individu terhadap masalah sehingga dapat memengaruhi individu dalam pemilihan strategi yang akan digunakan untuk mengatasi masalah. Selain itu, terdapat juga penilaian situasi, meliputi penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga berpengaruh terhadap strategi koping yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap individu akan selalu berusaha menyesuaikan strategi yang akan digunakan dengan situasi yang dihadapinya (Folkman dkk dalam Nurhayati, 2006).

Selain beberapa faktor di atas, masih ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan koping, faktor tersebut meliputi (Billings & Moos dalam Nurhayati, 2006):

a.Usia

Semakin matang usia yang dimiliki maka tahap dan perkembangan seseorang akan memengaruhi pemilihan koping yang digunakan, karena semakin bertambah umur menunjukkan semakin matang seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan semakin baik koping yang digunakan.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat memengaruhi seseorang rentan atau tidaknya terkena stres. Perempuan lebih rentan terkena stres daripada laki-laki, maka


(52)

perempuan lebih dominan untuk melakukan koping karena didukung oleh sumber daya sosial yang dimiliki oleh perempuan.

c. Kesadaran emosional

Dengan menyadari emosi yang muncul maka seseorang dapat menentukan koping yang akan digunakan sesuai dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki

d. Tingkat pendidikan

Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi lebih mungkin mengembangkan koping yang lebih baik karena dapat melakuan proses penilaian dengan lebih realistis dalam menanggapi masalah atau situasi yang menekan.

B.Perjudian

Pada sub bahasan ini, peneliti akan menjelaskan definisi perjudian secara umum, menjelaskan unsur-unsur suatu aktivitas dikatakan perjudian, dan faktor yang memengaruhi orang melakukan perjudian, serta pada bagian akhir akan memaparkan dampak-dampak yang ditimbulkan dari perjudian. Berikut adalah penjelasan dari sub bahasan ini:

1. Definisi Perjudian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhannya. Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi adalah tiap-tiap


(53)

permainan yang mengandung unsur taruhan dan untung-untungan untuk memperoleh kemenangan yang dilakukan oleh orang-orang yang turut bermain ataupun berlomba. Dali Mutiara (dalam Kartono, 2007) menyatakan bahwa permainan judi harus diartikan dengan arti yang luas, juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pertandingan atau segala pertaruhan dalam perlombaan yang diadakan antara dua orang yang ikut mapun tidak ikut dalam pertaruhan maupun perlombaan tersebut. Perjudian dapat dikatakan sebagai adu nasib dalam bentuk permainan yang bersifat untung-untungan dengan berbagai macam taruhan dengan sejumlah uang di dalamnya (Saputra & Syani, 2013).

Perjudian merupakan permainan yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu hal yang bernilai lebih besar dengan melibatkan risiko dan ketidakpastiaan di dalamnya (Ashley & Boehlke, 2012). Suatu hal dikatakan perjudian apabila adanya partisipasi dan kesepakatan secara sukarela antara dua pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran uang atau barang yang bernilai dari suatu peristiwa yang tidak pasti hasilnya (Blaszczynski, Walker, Sagris, Dickerson, 1999). Kartono (2007) mengartikan perjudian merupakan pertaruhan secara sengaja dengan mempertaruhkan sesuatu yang dianggap bernilai dan menyadari adanya risiko, harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjudian merupakan suatu kegiatan berupa pertaruhan dengan melibatkan dua pihak atau


(54)

lebih untuk mempertaruhkan sejumlah uang atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari segala risiko dan harapan untuk menang demi mendapatkan sesuatu yang berlebih pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian yang belum pasti hasilnya.

2. Perjudian Dalam Konsep Kesehatan Mental

Perjudian dalam DSM IV TR masuk dalam spektrum gangguan kontrol impuls yang tidak dapat digolongkan pada kategori lain. Hal penting dari gangguan kontrol impuls adalah kegagalan untuk menahan dorongan atau godaan untuk melakukan tindakan yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain. Individu merasa mengalami peningkatan ketegangan atau gairah sebelum melakukan tindakan dan kemudian mengalami kesenangan, kepuasan, atau perasaan lega pada saat melakukan tindakan tersebut. Setelah melakukan tindakan ini, individu mungkin tidak menyesal atau menyalahkan diri pada perbuatan yang telah dilakukan. Ada beberapa gangguan yang masuk pada spektrum ini yaitu intermittent explosive disorder, kleptomania, pathological

gambling, trichotillomania, impulse-control disorder not otherwise specified

(American Psychiatric Association, 2000).

Gangguan kontrol impuls mencangkup gangguan intermittent explosive, yakni ditandai dengan kegagalan untuk melawan impuls agresif yang mengakibatkan serangan serius pada diri maupun perusakan barang-barang.

Kleptomania, yakni ditandai dengan kegagalan berulang untuk melawan impuls


(55)

pribadi. Pyromania, yakni ditandai dengan pola penggunaan api untuk kesenangan, kepuasan, atau untuk meringankan ketegangan. Pathological

gambling, yakni ditandai dengan perilaku perjudian yang berulang dan

terus-menerus dan cenderung maladaptif. Trichotillomania, yakni ditandai dengan perilaku menarik dan mencabut rambut sehelai demi sehelai secara berulang untuk mendapatkan kesenangan, kepuasan, dan meringankan tegangan yang akhirnya mengakibatkan kehilangan rambut. Impulse-control disorder not

otherwise specified, yakni termasuk dalam gangguan kontrol impuls yang tidak

memenuhi kriteria dari salah satu gangguan kontrol impuls yang spesifik. Gangguan pathological gambling, intermittent explosive, kleptomania,

trichotillomania, impulse-control disorder not otherwise specified masuk dalam

satu spektrum gangguan kontrol impuls karena adanya kesamaan mengenai kegagalan untuk menahan dorongan atau godaan untuk melakukan tindakan yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.

3. Unsur-unsur Perjudian

Ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia, nomor 9, tahun 1984 (dalam Haryanto, 2003), yaitu:

1. Permainan atau perlombaan, yaitu judi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau mencari kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati, namun para pelaku tidak harus terlibat dalam


(56)

permainan karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.

2. Untung-untungan, merupakan usaha untuk memenangkan permainan atau perlombaan berdasarkan unsur spekulatif, kebetulan, untung-untungan. Faktor kemenangan diperoleh karena kebiasan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.

3. Ada taruhan, dalam permainan atau perlombaan terdapat taruhan yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar, baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya, dan bahkan kadang istri pun bisa dijadikan taruhan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.

Dari uraian di atas maka jelas segala perbuatan yang memenuhi ketiga unsur di atas dapat digolongkan sebagai perbuatan judi.

3. Faktor-faktor Perjudian

Adapun beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perjudian (Saputra & Syani, 2013), yaitu

a. Faktor sosial dan ekonomi

Status sosial dan tingkatan ekonomi yang rendah membuat orang-orang tertarik untuk berjudi agar dapat meningkatkan taraf perekonomian dengan waktu yang singkat dan cara yang relatif instan. Selain itu, kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap perilaku tersebut terjadi di dalam kelompok atau komunitas.


(57)

b. Adanya tekanan dari teman-teman, kelompok, lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian. Tekanan kelompok membuat individu merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompok atau apa yang sering terjadi di lingkungan tersebut.

c. Faktor keingintahuan

Faktor belajar atau keingintahuan terhadap hal-hal yang menjadi topik hangat pembicaraan di masyarakat mendorong seseorang untuk melakukan judi. Pelaku beranggapan bahwa siapapun bisa menang termasuk dirinya sehigga muncul rasa penasaran untuk melakukannya berulang kali.

d. Persepsi tentang kemenangan

Peluang dalam meraih kemenangan cenderung dianggap keliru dengan kemungkinan meraih kemenangan. Dalam hal ini, penjudi sering mengaggap bahwa kemenangan atau kebehasilan dalam permainan judi adalah keterampilan yang dimiliki oleh dirinya.

e. Faktor persepsi terhadap keterampilan

Individu menganggap bahwa judi adalah aktivitas menarik dan menyenangkan sehingga memunculkan keinginan untuk memperoleh penghargaan dari lingkungan.

4. Dampak-dampak Perjudian

Menurut Kartono (2007), secara umum perjudian dapat membuat orang menjadi malas, tidak mengenal rasa malu dan jika modalnya habis dia bisa menjadi kalap, lalu sampai hati merampas hak milik orang lain, merampok atau


(58)

mencuri. Harta kekayaan dan semua warisan, bahkan juga anak dan istrinya habis dipertaruhkan di meja judi. Sebaliknya apabila menang berjudi, maka hati menjadi senang sehingga sifatnya sangat royal, boros, tanpa pikir, dan lupa daratan. Berjudi bisa merangsang orang untuk berbuat kriminal, seperti mencuri, merampok, merampas, korupsi, menggelapkan kas Negara, dan melakukan macam-macam tindakan asusila lainnya. Kebiasaan berjudi mengkondisikan mental individu menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi, dan cepat mengambil risiko tanpa pikir panjang.

Masalah judi mengacu pada situasi di mana aktivitas perjudian dapat membahayakan pemain, keluarganya, pasangan, dan mungkin meluas ke masyarakat (Dickerson dalam Swift dkk, 2005). Adapun dampak lain yang ditimbulkan dari tindakan perjudian yaitu:

a. Dampak pada masyarakat

Menurut hasil dari beberapa penelitian, perjudian dapat memicu para pelaku melakukan pelanggaran hukum, seperti penipuan, pencurian, pemalsuan, penggelapan, dan perusakan barang-barang untuk mempertahankan tindakan perjudian (Blaszczynski dkk, 1999; Swift dkk, 2005).

b. Dampak untuk pelaku

Pelaku yang sering melakukan perjudian cenderung sulit untuk mengontrol keadaan emosinya sehingga melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, misalnya berbohong, mencuri, dan bertengkar. Selain itu, perjudian juga dapat mengurangi produktivitas dalam bekerja sehingga


(59)

gagal bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Di sisi lain, jika kalah dari perjudian membuat pelaku menjadi mudah stres dan depresi, seperti mudah melamun, berbicara sendiri, bahkan hingga mabuk-mabukan, sedangkan jika menang dari perjudian akan membuat pelaku menjadi bermalas-malasan dalam bekerja karena beranggapan bahwa uang dapat diperoleh dengan mudah di meja perjudian (Saputra & Syani, 2013). c. Dampak pada keluarga

Berdasarkan penelitian dari Ferland dkk (2008), perjudian dapat membuat relasi di dalam keluarga menjadi tidak baik, seperti kurang memiliki waktu bersama keluarga dan kurang melakukan kegiatan bersama keluarga. Perjudian juga menimbulkan masalah finansial di dalam keluarga, misalnya, menumpuknya utang, meningkatnya pengeluaran, kehilangan pendapatan, hilangnya tabungan, dan aset berharga karena hal-hal tersebut digunakan untuk membayar utang-utang dari perjudian. Hal ini menyebabkan terganggunya hubungan interpersonal karena pelaku sering berbohong, tidak jujur, tidak tulus, tidak bertanggung jawab untuk memberi nafkah, tidak mampu mengontrol emosi sehingga mudah marah dan menimbulkan percekcokan, dan lain sebagainya (Swift dkk, 2005). Hal ini memicu ketegangan-ketegangan dalam rumah tangga, seperti ancaman untuk berpisah dan bercerai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Swift dkk (2005), masalah finansial juga berdampak pada sulitnya memenuhi kebutuhan keluarga, misalnya kebutuhan biaya hidup, pendidikan anak, biaya


(60)

kesehatan, biaya makan sehari-hari, biaya tagihan seperti tagihan listrik dan pajak. Di sisi lain, keluarga juga merasa malu terhadap utang-utang dan permasalahan yang ditimbulkan dari perjudian. Hal ini dapat memicu ketegangan fisik dan emosional keluarga sehingga terjadinya ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga karena terjadinya ketidakseimbangan hak dan kewajiban yang diterima (Nengsih, 2014). d. Dampak pada pasangan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Swift dkk (2005), pasangan dari penjudi mengalami beberapa tegangan-tegangan fisik dan emosi yang ditimbulkan dari perilaku pasangannya. Tegangan-tegangan dapat dipicu dari masalah ekonomi, masalah kesehatan, masalah relasi, dan harapan yang dimiliki oleh pasangan. Masalah ekonomi ditimbulkan karena suami kurang menafkahi pasangannya sehingga menyebabkan pasangannya bekerja. Masalah finansial dapat memicu kesulitan lainnya, seperti kesulitan untuk memenuhi biaya hidup, biaya rumah tangga, biaya anak, dan biaya tagihan sosial dan kesehatan. Istri juga sering berkorban dengan merelakan uang dan menjual aset berharga demi membayar utang-utang yang ditimbulkan dari tindakan perjudian. Selain itu, istri juga kerap merasa cemas karena sering ditelepon dan didatangi oleh orang-orang penagih utang.

Masalah relasi meliputi komunikasi yang buruk dengan pasangan sehingga berpengaruh terhadap buruknya hubungan seksual dan interpersonal. Hal ini dikarenakan pasangan sering berbohong tentang utang


(61)

yang dimiliki. Berbohong juga dapat mengikis kepercayaan dalam hubungan mereka sehingga menyebabkan kemarahan, stres, frustasi, depresi, keinginan untuk merokok, mengkonsumsi alkohol dan bunuh diri, serta keinginan untuk berpisah atau bercerai. Perjudian juga menimbulkan masalah kesehatan, seperti masalah gangguan tidur, insomnia, sakit kepala, migren, gangguan pada perut, dan lain sebagainya. Masalah ini muncul karena tekanan-tekanan finansial dan psikologis yang dialami oleh para istri (Blaszczynski dkk, 1999; Swift dkk, 2005).

Istri cenderung merasa stres, marah, depresi sehingga ingin bunuh diri, merokok, dan mengkonsumsi minuman beralkohol, perasaan takut, malu, was-was terhadap utang dan masa depan keluarga. Istri juga merasakan perasaan bersalah dan tertekan karena tidak dapat mencegah suami untuk berjudi, merasa kesepian karena tidak memiliki teman atau keluarga untuk berbagi, dan merasa menyesal karena menikah dengan penjudi (Swift, 2005). Selain itu, istri mungkin mengalami kekerasan di dalam rumah tangga, misalnya dipukul atau diberi kata-kata kasar sehingga memicu pertengkaran (Suada, 2013).

e. Dampak pada anak

Dampak perjudian pada anak yaitu dapat meningkatkan kenakalan pada anak, seperti berbicara tidak sopan kepada orangtua, suka berkelahi karena kurang mendapatkan perhatian dari orangtua, pemalas karena melihat ayah yang kurang giat bekerja, susah diatur karena kurang mendapat perhatian (Sepria, 2014). Selain itu anak juga mengalami ketidakstabilan


(62)

emosi sehingga menyebabkan perilaku-perilaku yang menyimpang, misalnya mulai mencoba merokok, mencoba minum-minuman beralkohol, menurunnya produktivitas di sekolah, dan bahkan meniru untuk melakukan perjudian (Oei & Gordon, 2007).

C. Fenomena Perjudian di Bali

Dalam sub bahasan ini, peneliti akan memberikan gambaran mengenai keadaan perjudian di Bali, pelaku dari tindakan perjudian, dan kapan saja perjudian tersebut dilakukan. Selain itu sub bahasan ini, juga akan membedakan kapan tajen dikatakan sebagai salah satu ritual keagamaan dan kapan tajen dikatakan sebagai tindakan perjudian. Berikut adalah uraian dari masing-masing bahasan:

1. Perjudian di Bali

Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam budaya dan tradisi yang dimilikinya. Keunikan tersebut menjadi ciri khas pulau ini sehingga tidak salah jika bentuk-bentuk kebudayaan dan tradisi telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bali. Dari sekian banyaknya tradisi yang ada di Bali, tajen merupakan salah satu tradisi yang memiliki keunikan karena sering dijadikan “kedok” untuk melakukan perjudian (Ajie, 2013).

Pada umumnya, perjudian di Bali berbeda dengan perjudian yang ada di

Indonesia karena perjudian di Bali kerap dijadikan “kedok” sebagai salah satu


(63)

menyebut perjudian dengan istilah tajen. Pada mulanya tajen adalah salah satu bagian dari ritual keagamaan (tabuh rah), namun saat ini tajen sebagai salah satu ritual keagamaan telah di dwi-purnakan sehingga menjadi tajen sebagai ajang perjudian. Tabuh rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangka upacara agama (yajnya). Persembahan ayam sebagai ritual tabuh

rah yang berintikan pada pembunuhan ayam agar darahnya menetes ke tanah

sehingga tabuh rah memaknai ayam sebagai tajen. Artinya, orang berdalih daripada ayam dibunuh sendiri agar darahnya menetes maka lebih baik diadu, dilengkapi dengan taji sehingga terjadinya tabuh rah sebagai tajen. Namun,

tabuh rah sebagai tajen tentu kurang bersemangat jika tidak disertai dengan

taruhan atau toh. Apabila demikian, tidak mengherankan jika tabuh rah sebagai

tajen mengalami tumpang tindih makna menjadi tajen sebagai judi (Tim Peneliti

WHP/WHC dalam B. Atmadja, Atmadja, & Ariyani, 2015). Tajen sebagai judi adalah tajen yang tidak memenuhi segala persyaratan tajen sebagai tabuh rah.

Adanya tajen tidak bisa terlepas dari kehidupan orang Bali karena tajen di Bali merupakan salah satu permainan rakyat yang diwariskan (Geertz, 1992).

Tajen di Bali juga mengalami pro dan kontra, ada sebagian orang yang

menyatakan tajen sebagai salah satu ritual keagamaan dan ada juga yang menyatakan tajen sebagai salah satu ajang untuk melakukan perjudian, padahal menurut ajaran Rg. Weda perjudian merupakan tindakan yang tercela. Pro dan kontra ini tidak terlepas dari adanya pandangan lain mengenai tajen yaitu terkait dengan perekonomian rakyat bawah. Apabila adanya tajen maka beberapa pedagang ikut berjualan di sekitar area tajen. Misalnya ada yang berjualan nasi,


(1)

Tidak berdampak pada istri karena istri sudah mampu beradaptasi

Permasa lahan Ekonomi

Mengalami permasalahan perekonomian

Mencari kerja agar bisa menghasilkan uang

Active coping Problem focus coping

Bisa

menghasilkan uang sehingga tidak

ketergantungan dengan suami

Dapat membantu untuk menutupi permasalahan ekonomi karena membuat istri mampu menghasilkan uang sendiri sehingga tidak

bergantung pada suami. Selain itu juga dapat mengurangi setres dan tidak telalu

memikirkan kekalahan suami.

Mulai bekerja Setres berkurang,

dapat,

menghasilkan uang, tidak bergantung pada suami

Dapat menutupi perekonomian Tidak terlalu memikirkan ketika suami kalah

Merasa mampu karena tidak tergantung pada suami


(2)

Istri merasa keberatan dengan kekalahan suami

Diam tidak berbicara Behavioral disengagement

Emotions focus coping

Tidak saling sapa selama seminggu

Marah Tidak membantu membuat istri menerima kekalahan suami sehingga

mengakibatkan terganggunya komunikasi suami-istri Tidak baiknya komunikasi

dapat mumunculkan emosi negatif pada istri

Kalah 3 juta Melampiaskan amarah pada anak untuk menyindir suami

Focusing on and venting of emotions

Anak menjadi setres

Kasian pada anak

Tidak berguna untuk membuat suami menyadari perilakunya

Dapat membantu istri untuk melampiaskan ketegangan emosi namun dapat memunculkan efek negatif pada anak

Mempertaruhkan uang, perhiasan, PBKB motor

Pasrah Behavioral

disengagement

Menghindari pertengkaran

Dapat membantu untuk menghindari pertengkaran Istri tetap merasakan emosi

negatif walau berhasil menghindari pertengkaran Diam

Marah Menangis Focusing on

and venting of emotions Perjudian suami hingga

meminjam uang secara sembunyi-sembunyi

Akan membayarkan jika memiliki uang

Active coping Problem focus coping

Berkurangnya biaya anak dan makan

 Dapat membantu untuk mengurangi utang suami


(3)

 Berdampak negatif pada keberlangsungan biaya anak dan biaya makan

 Suami berjudi setiap hari

Memberitahu setiap hari

Active coping Tidak

didengarkan

Tidak membantu untuk mengubah kebiasaan suami karena suami tetap berjudi sehingga istri mengalami emosi negatif (marah)

Istri mampu membiarkan suami karena istri sudah mampu beradaptasi sehingga mampu terbiasa

Memberi saran Suami pergi

Memberitahu Tidak di

dengarkan Menasehati agar

mengurangi perjudian

Terkadang mendengar namun akan lupa diri dan tetap berjudi jika memegang uang Sudah menasehati

selebihnya terserah suami

Suami tidak berubah Pasrah menjalani Behavioral

disengagement

Emotions focus cping

Suami tidak berubah

Membiarka n suami Bertengkar karena

masalah ekonomi

Mencari kerja Active copinf Problem focus coping

Tenang karena dapat

menghasilkan uang

Dapat membantu menghadapi masalah ekonomi karena membuat istri dapat

menghasilkan uang sehingga perasaan istri menjadi tenang


(4)

Bertengkar karena masalah uang

Mencari kesibukan dengan mencari pekerjaan

Mental

disengagement

Emotions focus coping

Sedikit berkurang Lega Dapat membantu mengurangi intensitas pertengkaran Dapat membantu mengurangi

beban perasaan sehingga merasa lebih lega Bercerita agar tidak

setres memendam perasaan

Seeking social support for emotional reasons

Beban berkurang setelah becerita

Bertengkar karena suami tidak memiliki uang

Bekerja Active coping Problem focus coping

Mendapatkan penghasilan sendiri

Dapat membantu istri untuk mendapatkan uang sehingga perasaan menjadi tenang dan tidak terlalu memikirkan suami

Tidak terlalu memikirkan ketika suami kalah

Lebih tenang Bertengkar karena suami

sering meminjam uang

Terkadang istri atau suami yang

membayar utang

Active coping Berkurangnya

uang dapur

Kecewa dan marah

Dapat membantu untuk membayarkan utang suami Memberikan efek negatif pada

keuangan istri

Aefek negatif pada keuangan menimbulkan perasaan negatif pada istri


(5)

Uang dicuri untuk bermain judi

Menaruhnya di tempat yang tidak terjangkau

Planning Problem

focus coping

Uang tetap diambil

Marah Tidak membantu untuk mengubah dan mencegah suami agar tidak mencuri uang sehingga membuat istri marah karena uang tetap diambil

Menyembunyikan uang dengan menaruhnya diberbagai dompet

Suami tetap berhasil

mengambil uang Menasehati Active coping Suami tidak

berubah Suami sering mengambil

uang istri sehingga terjadi pertengkaran

SMS menanyakan alasan mengambil uang dan

memberitahukan kepentingan uang tersebut

Active coping Terjadinya

pertengkaran adu mulut

Tidak membantu untuk menyadarkan perilaku negatif suami bahkan justru memicu terjadinya petengkaran dan perasaan negatif pada isri Suami diam saat

merasa bersalah Suami

mengeluarkan kata tidak enak

Sakit hati

Suami mengeluarkan kata tidak enak

Sudah menasehati berkali-kali

Active coping Suami tidak

mendengar

Tidak membantu untuk mengubah suami agar mengontrol perkataannya

Mencari kerja Tidak menjadi


(6)

Berpikir positif pada keadaan

Positive reinterpretatio n

Emotions focus coping

Menjadi lebih tenang

Tidak terlalu bedampak pada istri karena istri sudah melalui proses adaptasi dan refleksi sehingga mampu mengelola perasaannya

Belajar mengontrol diri agar tidak sakit hati

Tidak terlalu marah

Perilaku Suami Tidak Bertang gung Jawab

Tidak memikirkan masa depan anak dan keluarga

Mencari kerja agar bisa membiayai anak

Active coping Problem focus coping

Dapat menambah biaya anak, sekolah, dan tidak tergantung dengan gaji suami

Dengan mencari kerja dapat membantu istri dalam memenuhi kebutuhan anak karena tidak tergantung lagi dengan uang suami

Memberikan dampak negatif pada perasaan dan pikiran karena justru membuat istri menjadi setres

Harus pintar mencari cara menghasilkan uang

Planning Setres dan beban