Pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal (mol) dari bonggol pisang (Musa Balbisiana) terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat (Lycopersicon Lycopersicum L. Var. Commune).

(1)

xi

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASU DAN FREKUENSU PEMBERUAN MUKROORGANUSME LOKAL (MOL) DARU BONGGOL PUSANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASUL PRODUKSU TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum Lnvar commune)

Brigita Budi Wuryandari

Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu nendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

ABSTRAK

Setelah pemerintah menjalankan kebijakan revolusi petani mulai beralih menggunakan pupuk kimia. Hal ini berdampak pada sifat fisik dan biologis tanah yang kian menurun. Pembuatan larutan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman tomat.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktorial dengan delapan perlakuan dan satu kontrol dengan sepuluh kali pengulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari: 8%, 16%, 24% dan 32%. Faktor kedua adalah frekuensi pemberian mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari : 1 dan 2 kali penyiraman selama fase vegetatif tanaman tomat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terbaik yaitu pada konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman (perlakuan B2) dengan tinggi batang 116.37 cm, diameter batang 0.4395, jumlah buah 74 dan berat basah buah 6095 gram. Konsentrasi mikroorganime lokal dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat. Frekuensi pemberian mikroorganime dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

Keyword : konsentrasi, frekuensi, mikroorganisme lokal, bonggol pisang, tomat, pertumbuhan, hasil produksi


(2)

xii

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASU DAN FREKUENSU PEMBERUAN MUKROORGANUSME LOKAL (MOL) DARU BONGGOL PUSANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASUL PRODUKSU TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum Lnvar commune)

Brigita Budi Wuryandari

Students of the Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University

Yogyakarta

ABSTRACT

After the government decided to carry out policy about green revolution, the farmers began to used chemical fertilizers. That’s action affected the physical and also biological of soil are decline. Productions of local microorganism is one of many solutions that offered to the farming communities. The farmers are invited to used material resources around them to make local microorganism by themselves as an effort to fixed physical and biological of soil structure . This research was intended to know the effect of difference consentration and frequency application of local microorganism from banana weevil on growth and yield of tomato crop.

This research used method completely randomized design (CRD) with 2 factorial with eight treatment and one control and ten replications. First factor was consentration of local microorganism from banana weevil consisted of: 8%, 16%, 24% and 32%. Second factor was frequency application of local microorganism from banana weevil on vegetative plant consisted of : 1 and 2 times.

The result of the research that consentration of local microorganism and frequency application from banana weviil was 8% consentrations with 2 times on tomato (B2 treatment). Which plant height was 116.37 cm, stem diameter was 0.4395 cm, there are 74 apples and fruits weight was 6095 gram. The optimum consentration of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomato crops. The treatment of frequency application of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomat crops.

Keyword : concentration, frequency, local microorganism, banana weviil, tomato, growth, yield


(3)

i

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var. commune)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Brigita Budi Wuryandari NIM : 111434007

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var. commune)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Brigita Budi Wuryandari NIM : 111434007

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk

Kedua Orangtuaku Tercinta Yusuf Pambudi dan Theresia Nani Kurniawati serta kakak dan adik ku tercinta Florentina Budi Wuryandani dan Leonardo Budi Bagas

Prakoso

Almamaterku Universitas Sanata Dharma dan Rekan Angkatan 2011 Pendidikan Biologi


(8)

v MOTTO

Living Is Making DECISIONS AND Dealing With THE CONSEQUENCE… …… Nobody Said That It Would EASY….But It Would WORTH IT…

(Paulo Coelho “Adultery”)

Even If We Made Mistake and Got Frustrated, We Continue to Struggle… NEVER GIVE UP!... I don’t want to end this way…

I’m Going to Go Past this Imagination! (SPYAIR “Imagination song lyric)


(9)

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTING AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Brigita Budi Wuryandari

NIM : 111434007

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGARUH

PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN

MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk lain, mengubahnya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media untuk kepentingan tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan seharusnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal 28 Agustus 2015

Yang menyatakan


(11)

viii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat, rahmat, perlindungan, penyertaan dan bimbingan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Dan Frekuensi Pemberian Mikroorganisme Lokal (Mol) Dari Bonggol Pisang (Musa Balbisiana) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicon Lycopersicum L. Var Commune)”.

Adapun penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari keterlibatan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai selama proses perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan skripsi.

2. Universitas Sanata Dharma sebagai lembaga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Biologi

3. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc selaku Ketua Program Studi dan dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing serta memberikan saran serta kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Luisa Diana Handoyo, M.Si selaku Wakil Ketua Program Studi yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Romo Dr. P. Wiryono Priyotantama, SJ selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memantau perkembangan yang dilakukan oleh penulis, serta memberikan pinjaman buku – buku tentang ilmu pertanian yang membantu penulis dalam menulis skripsi ini.


(12)

ix

6. Bapak Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. selaku kepala laboran program studi Pendidikan Fisika yang membantu dalam peminjaman alat jangka sorong, serta Bapak Ngadiono selaku laboran program studi Pendidikan Fisika yang membantu dalam penggunaan jangka sorong.

7. Pak Agus selaku laboran yang selalu membantu dalam proses peminjaman alat di laboratorium serta memberikan kepercayaan kepada penulis dalam penggunaannya.

8. Pak Slamet dan Mas Sigit atas sharing ilmunya, sehingga penulis mendapatkan banyak masukan atas penelitian yang dilakukan.

9. Bapak Denny, Heri, Agum dan Ancis yang sudah banyak membantu dalam pembuatan rumah paranet untuk penelitian skripsi yang dilakukan penulis.

10. Kepada rekan seperjuangan Fransiska Fenti Damayanti yang sudah banyak membantu dalam berproses dalam persiapan, pelaksanaan maupun penyelesaian penulisan skripsi ini.

11. Kepada orang - orang terdekat yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan skripsi. Terkhusus kepada Gabriela Septiana dan Fransiska Felbi Helvina Gea, yang selalu ada memberikan semangat, masukan dan inspirasi saat penulis dalam kesulitan. Terima kasih kawan!

12. Teman – teman program studi Pendidikan Biologi, khususnya angkatan 2011 yang telah banyak memberikan bantuan seta dukungan dalam suka maupun duka selama proses penyusunan skripsi ini, Ancis, Bang Jimi, Fenti D, Ricca, Salma, Mita, Reni, Claudia, Helen, Galuh, Ela, Chicka, Nina, Mega, Ervin, Lia. A, Lia, W, Ria, Eka, Fenti A, Vian, Niken serta teman – teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(13)

x

13. Kepada keluarga dirumah yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk tidak putus semangat dan terus berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini

14. Staff Sekretariat JPMIPA, Tata Usaha dan BAA yang membantu dalam melancarkan administrasi sehingga mendukung penyelesaian skripsi ini. 15. Semua pihak yang turut membantu pelaksanaan ini.

Apabila terdapat hal – hal yang kurang berkenan selama pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan para pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 28 Agustus 2015


(14)

xi

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune)

Brigita Budi Wuryandari

Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

ABSTRAK

Setelah pemerintah menjalankan kebijakan revolusi petani mulai beralih menggunakan pupuk kimia. Hal ini berdampak pada sifat fisik dan biologis tanah yang kian menurun. Pembuatan larutan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman tomat.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktorial dengan delapan perlakuan dan satu kontrol dengan sepuluh kali pengulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari: 8%, 16%, 24% dan 32%. Faktor kedua adalah frekuensi pemberian mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari : 1 dan 2 kali penyiraman selama fase vegetatif tanaman tomat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terbaik yaitu pada konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman (perlakuan B2) dengan tinggi batang 116.37 cm, diameter batang 0.4395, jumlah buah 74 dan berat basah buah 6095 gram. Konsentrasi mikroorganime lokal dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat. Frekuensi pemberian mikroorganime dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

Keyword : konsentrasi, frekuensi, mikroorganisme lokal, bonggol pisang, tomat, pertumbuhan, hasil produksi


(15)

xii

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa

balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune)

Brigita Budi Wuryandari

Students of the Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University

Yogyakarta

ABSTRACT

After the government decided to carry out policy about green revolution, the farmers began to used chemical fertilizers. That’s action affected the physical and also biological of soil are decline. Productions of local microorganism is one of many solutions that offered to the farming communities. The farmers are invited to used material resources around them to make local microorganism by themselves as an effort to fixed physical and biological of soil structure . This research was intended to know the effect of difference consentration and frequency application of local microorganism from banana weevil on growth and yield of tomato crop.

This research used method completely randomized design (CRD) with 2 factorial with eight treatment and one control and ten replications. First factor was consentration of local microorganism from banana weevil consisted of: 8%, 16%, 24% and 32%. Second factor was frequency application of local microorganism from banana weevil on vegetative plant consisted of : 1 and 2 times.

The result of the research that consentration of local microorganism and frequency application from banana weviil was 8% consentrations with 2 times on tomato (B2 treatment). Which plant height was 116.37 cm, stem diameter was 0.4395 cm, there are 74 apples and fruits weight was 6095 gram. The optimum consentration of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomato crops. The treatment of frequency application of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomat crops.

Keyword : concentration, frequency, local microorganism, banana weviil, tomato, growth, yield


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Teori Terkait ... 8

1. Mikroorganisme Lokal ... 8

2. Bonggol Pisang ... 10

3. Tanaman Tomat ... 10


(17)

xiv

C. Kerangka Berfikir ... 25

D. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 27

B. Definisi Operasional ... 27

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

D. Alat dan Bahan ... 30

E. Cara Kerja ... 31

F. Metode Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

1. Pertambahan Tinggi ... 36

2. Pertambahan Diameter ... 39

3. Jumlah Buah... 42

4. Berat Basah Buah ... 44

B. Pembahasan ... 46

1. Pengaruh MOL Terhadap Pertumbuhan ... 46

2. Pengaruh MOL Terhadap Hasil Produksi ... 50

BAB V. APLIKASI PENELITIAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Kompetensi Inti ... 56

B. Kompetesi Dasar ... 57

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Berlakang Permasalahan

Indonesia adalah Negara agraris yang berbasis pada sektor pertanian dan mempunyai peran penting dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Dulu petani di Indonesia masih menggunakan cara – cara tradisional untuk mengolah lahan serta melakukan penangan hama pada tanaman. Namun cara – cara tradisional tersebut sudah banyak ditinggalkan oleh para petani karena adanya kebijakan pemerintah pada awal tahun 1970-an yang bernama Kebijakan Revolusi Hijau (green revolution). Memang pada awalnya banyak petani tidak percaya dengan janji yang diberikan pemerintah mengenai kebijakan baru tersebut. Kemudian, setelah pemerintah menjalankan kebijakan revolusi hijau pada beberapa sektor pertanian dan menghasilkan panen yang berlimpah berkali – kali lipat dari yang biasanya petani peroleh dan para petani pun mulai tertarik dan mengikuti kebijakan revolusi hijau yakni dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia.

Pada sekitar 5 tahun pertama hasil panen masih berlimpah dan petani pun mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Faktor inilah yang memacu petani untuk menambahkan dosis dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia. Dampak dari penambahan dosis tersebut adalah membuat struktur tanah kian memadat, sehingga akar tidak dapat melakukan aktivitas secara optimal,


(19)

pertumbuhan tanaman pun tidak maksimal. Hal – hal inilah yang menyebabkan dalam beberapa tahun terakhir hasil panen kian anjlok. Sucahyo (2014) menyatakan bahwa “Petani hanya menanam dan petani selalu ingin mengeksploitasi tanah untuk bisa panen terus. Sehingga rusaknya lahan pertanian di dataran tinggi Dieng yang dulu subur, justru karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan. Petani kini berpikir dengan pola yang terbalik yaitu, rusaknya lahan harus diimbangi dengan pemakaian pupuk kimia diluar ambang batas. Sementara untuk menjamin hasil panen bebas hama, termasuk ulat, pestisida juga digunakan secara tidak bertanggung jawab.” Dari permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan para petani masih rendah untuk menciptakan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Sudah saatnya para petani mengolah pertanian secara tradisional, ditambah lagi sekarang ini sudah muncul kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup sehat dengan memakan makanan organik. Dalam, era globalisasi pasar sayur organik sangat terbuka dan saat ini Australia telah mengambil peluangan ini dengan mengekspor sayuran organik ke pasar Amerika, beberapa Negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Perancis juga beberapa Negara Asia seperti Jepang, Singapura dan Malaysia. Peluang Indonesia menjadi produsen panen organik dunia cukup besar. Disamping memiliki 20% lahan pertanian tropik, serta ketersedian bahan organik cukup banyak. Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai


(20)

program yang saling sinergis untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik terkemuka Indonesia yang beriklim tropis, merupakan modal SDA yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun.

Pembuatan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Sebab, di dalam mikroorganisme lokal ini terkandung jutaan mikroba yang bekerja untuk memperbaiki tanah dan menambahkan unsur hara N, P, K dan Mg, serta membuat unsur – unsur hara ini siap diserap akar tanaman, karena didalam mikroorganisme lokal tersendiri sudah banyak terdapat jutaan mikroba baik seperti : Rhizobium, Azotobacter, Clostridium, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Azospirillum, Aerosomonas, Basillus, Saccaromices, Verticillium, dan masih banyak lagi, dimana mikroba – mikroba ini mampu menambah ketersedian unsur hara dalam tanah dengan cara menguraikan bahan – bahan senyawa kompleks/ anorganik menjadi bahan – bahan yang dapat digunakan oleh tanaman untuk perumbuhannya. Ketersedian unsur hara tersebut erat dengan adanya siklus biogeokimia yang terjadi di alam seperti siklus nitrogen dan siklus phosfat.

Anonim (2012), mengungkapkan bahwa dengan pemakaian mikroorganisme lokal proses pendekomposisian dapat dipercepat. Selain, itu dapat dimanfatkan sebagai pupuk yang menyediakan nutrisi bagi tanaman. Jadi


(21)

bukan hanya lahan kritis yang berhasil direhabilitasi, tetapi juga produksi pertanian mampu ditingkatkan hingga 300 – 400%. Pemakaian mikroorganisme lokal kini sudah meluas hingga di pelosok Nusantara. Tidak kurang dari 42.000 masyarakat telah menerapkan teknologi ini.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji peranan mikroorganisme lokal dalam pertumbuhan tanaman tomat. Sebab, tanaman tomat ini sendiri sudah menjadi salah satu komoditas utama tanaman sayur di Indonesia. Dengan menggunakan mikroorganisme lokal ini diharapkan pertumbuhan tanaman tomat dan hasil produksinya meningkat, tanpa harus menggunakan pupuk berbahan kimia yang dapat merusak struktur tanah. Pada eksperimen yang dilakukan peneliti akan menguji dengan menggunakan empat perbandingan konsentrasi yakni 8%, 16%, 24% dan 32% serta membandingkan pula frekuensi pemberian mikroorganime lokal sebanyak 1x seminggu serta 2x seminggu. Dari perlakuan tersebut peneliti akan mendapatkan konsentrasi dan frekuensi yang optimal untuk pertumbuhan serta hasil produksi tanaman tomat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?


(22)

2. Bagaimanakah pengaruh frekuensi pemberian mikroorganisme lokal (MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?

3. Manakah konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?

4. Manakah frekuensi penyiraman mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?

C. Batasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terarah maka permasalahan dibatasi sebagai berikut :

1. Pertumbuhan tanaman tomat meliputi : tinggi tanaman, diameter batang dan hasil produksi tanaman tomat : berat buah dan jumlah buah.

2. Pemberian konsentrasi yang meliputi : B = 8%, C = 16%, D = 24%, dan E = 32%

3. Frekuensi pemberian mol: B1 = 1 x seminggu, B2 = 2 x seminggu, C1 = 1 x seminggu, C2 = 2 x seminggu, D1 = 1 x seminggu, D2 = 2 x seminggu, E1 = 1 x seminggu, E2 = 2 x seminggu.


(23)

1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

2. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian mikroorganisme lokal (MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

3. Mengetahui konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

4. Mengetahui frekuensi penyiraman mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat Petani

Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai mikroorganime lokal (MOL) dari bonggol pisang yang memiliki kandungan giberelin dan sitokinin sebagai bioaktivator pertumbuhan tanaman tomat.

2. Bagi Peserta Didik

Memberi pembelajaran kepada peserta didik tentang pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan terkait dengan SK dan KD pembelajaran


(24)

Mengetahui dosis konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL dari bonggol pisang yang paling optimal bagi pertumbuhan dan hasil produsksi tanaman tomat


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Terkait

1. Mikroorganisme Lokal

Larutan MOL (Mikroorganisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. (Purwasasmita, 2009)

Untuk melakukan fermentasi dibutuhkan bantuan 3 bahan utama yaitu :

1. Karbohidrat

Bahan ini dibutuhkan mikroorganisme sebagai sumber energi. Bahan ini dapat dipenuhi oleh; air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang, dan gandum.

2. Glukosa

Bahan ini juga merupakan sumber energi. Ia dapat diperoleh dari gula merah, gula pasir, MOLasses, air gula, air kelapa atau air nira.


(26)

3. Sumber Bakteri

Bahan yang bisa dipakai antaranya buah – buahan busuk (papaya, nangka), tomat, sayur, daun busuk, keong mas, rebung, bambu, bonggol pisang, urine hewan, nasi basi, pucuk daun labu, tapai singkong dan buah maja (Anonim, 2012).

Ketiga bahan utama itu kemudian dicampurkan dalam satu wadah tertutup rapat yang prosesnya disebut fermentasi. Setelah 1 – 3 minggu, bahan akan mengeluarkan bau alkohol yang tajam. Itulah tanda proses fermentasi berhasil dan MOL sudah jadi. Aktivitas mikroorganisme pun sudah selesai. (Anonim, 2012).

Larutan MOL mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe) dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman (Syaifudin, dkk, 2010).

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan MOL (Mikroorganisme Lokal) ini antara lain :

a. Waktu pembuatan relatif singkat

b. Murah (bahkan gratis), kerena memanfaatkan bahan – bahan yang kurang dimanfaatkan dan merugikan.

c. Pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur komplek dan mikroba bermanfaat.


(27)

d. Ramah lingkungan

e. Mendukung program pertanian pemerintah

f. Biota tanah terlindungi

g. Memperbaiki kualitas tanah dan hasil panen

h. Produk pertanian aman dikonsumsi (Anonim,2012).

2. Bonggol Pisang

Selain buahnya, ada bagian lain dari tanaman pisang yang sangat jarang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu umbi batang pisang (bonggol pisang) (Anonim, 2012)

3. Tanaman Tomat

a. Deskripsi Tanaman Tomat

Tomat termasuk tanaman sayuran dalam family Solanaceae. Tanaman tomat banyak ditanam di dataran tinggi, dataran sedang, atau dataran rendah. Tanaman tomat banyak ditanam oleh petani adalah tomat kultivular ratna, berlian, precious, 206, kingkong, dan intan.

Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan. Buah tomat mengandung vitamin C dan vitamin A yang dapat mencegah sariawan dan rabun mata. Produksi tomat kurang lebih 2 ton – 13 ton tiap hektar, tergantung pada varietas dan kesuburan tanaman. Pada skala percobaan, tanaman tomat yang diperlihara secara intensif dapat menghasilkan 25 ton tiap


(28)

hektar. Tanaman tomat yang ditanam dalam pot atau kantung plastik yang diisi tanah subur dapat menghasilkan buah sekitar 1 kg – 2 kg.

Kendala utama menanam tomat adalah seranggan hama dan penyakit. Buah tomat sering dimakan ulat buah dan diserang kutu aphis, thrips, tungau, dan nematode. Tanaman tomat juga dapat terkena penyakit virus yang menyebabkan daun menjadi keriting. Banyak varietas tomat yang mudah terserang penyakit busuk pangkal batang dan busuk daun. Kendala tersebut dapat diatasi dengan menam varietas tomat yang tahan (resisten) terhadap hama atau penyakit dan dipelihara secara khusus. Pengendalian hama dan penyakit sebaiknya menggunakan pestisida seminimal mungkin. (Pracaya,1998)

b. Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman tomat diklasifikasikan menurut sistematika sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae


(29)

Sub Genus : Eulycopersicon

Spesies :Lycopersicon lycopersicum L. var commune

c. Morfologi

Tanaman tomat merupakan tanaman semusim (annual) yang berbentuk herba dengan ketinggian 70 cm – 200 cm, tergantung varietasnya. Pada waktu masih rendah tanaman dapat berdiri tegak, tetapi setelah tumbuh tinggi dan keluar cabang – cabang menyebar tanaman tidak dapat menahan beratnya, kemudian tanaman akan roboh dan tumbuh menjalar.

Organ – organ penting tanaman tomat meliputi bagian – bagian sebagai berikut.

1) Akar

Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar ke arah samping tetapi dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat tumbuh baik jika ditanam pada lahan yang gembur dan porous.

2) Batang

Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan di antara bulu- bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas – ruas batang mengalami penebalan, dan pada


(30)

ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Selain itu, batang tanaman tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang banyak dan menyebar secara merata.

3) Daun

Daun tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan membentuk celah – celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun berwarna hijau merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7. Ukuran daun sekitar (15 cm – 30 cm) x (10 cm – 25 cm) dengan panjang tangkai sekitar 3 cm – 6 cm. di antara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang – seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman.

4) Bunga

Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2 cm dan berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian lain dari bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari bunga tomat. Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah dan berjumlah 5 buah. Bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari dan kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunga memiliki 6 buah benang sari dengan kepala putik berwarna sama dengan mahkota bunga,


(31)

yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda.

5) Buah

Buah tomat memiliki bentuk yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat pun juga sangat bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwarna hijau – muda, bila sudah matang warnanya menjadi merah.

Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir dan aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk lendir. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Rasanya juga akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri khas kelezatan buah tomat.

Dalam proses pematangan buah terjadi perubahan warna dari hijau muda sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning. Pada saat matang optimal, warna buah berubah menjadi cerah.

Buah tomat banyak mengandung biji lunak berwarna putih kekuning – kuningan yang tersusun secara berkelompok dan dibatasi oleh daging buah. Biji tomat saling melekat karena adanya lendir pada ruang – ruang tempat biji tersusun. (Cahyono, 2008)


(32)

6) Biji

Biji tomat berukuran kecil, dengan lebar 2 mm – 4 mm dan panjang 3 mm – 5 mm. biji berbentuk seperti ginjal, ringan, berbulu, dan berwarna coklat muda. Setiap gram berisi antara 200 – 500 biji tergantung varietasnya. (Pracaya,1998)

d. Jenis dan Varietas

Dengan mempelajari dan mengetahui sifat – sifat berbagai macam varietas tomat, petani dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan daerah atau lokasi pertanaman dan permintaan pasar, sehingga keuntungan dapat dicapai secara optimal (Pracaya,1998).

Jenis Lycopersicon lycopersicum var commune atau tomat biasa, bentuknya buahnya bulat pipih, lunak bentuknya tidak teratur dan sedikit beralur - alur terutama di dekat tungkainya (Badan Pengendali BIMAS, 1977). Tanamanan Tumbuh Tinggi, ketinggian pohon ini dapat mencapai 160 cm, bahkan bila hidup subur dapat mencapai 2 meter. Pohon tomat dapat tumbuh tinggi karena pertumbuhannya tidak diakhiri dengan pembentukan rangkaian bunga dan umurnya terbatas + 4 bulan kemudian mati (Pracaya,1998).

e. Syarat Tumbuh

Tanaman tomat memerlukan persyaratan tumbuh yang sesuai dengan hidupnya. Faktor – faktor ekologis yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut.


(33)

1) Keadaan Iklim

Tanaman tomat dapat tumbuh baik pada waktu musim kemarau dengan pengairan yang cukup. Kekeringan mengakibatkan banyak bunga gugur, lebih – lebih bila disertai angin kering. Sebaliknya, pada musim hujan pertumbuhannya kurang baik karena kelembapan dan suhu yang tinggi akan menimbulkan banyak penyakit.

Udara yang sangat dingin dan embun beku dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tomat menjadi jelek, bahkan mungkin mati. Pertumbuhan tanaman tomat akan baik bila udara sejuk, suhu pada malam hari antara 10ºC - 20ºC dan pada siang hari antara 18ºC-29ºC. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan banyak buah rusak terkena sengatan matahari. Suhu di bawah 4ºC menyebabkan pertumbuhan terhambat, sedangkan pada suhu 0ºC tanaman tomat tidak dapat hidup (mati).

Tanaman tomat memerlukan sinar matahari cukup. Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non parasit. Intensitas sinar matahari sangat penting dalam pembentukan vitamin C dan karoten dalam buah tomat. Sinar matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi daripada di dataran rendah, karena tanaman menerima sinar matahari lebih banyak dari suhu rendah. (Pracaya,1998)


(34)

Keterkaitan masing – masing faktor tersebut terhadap kehidupan tanaman tomat diuraikan sebagai berikut.

a) Cahaya Matahari

Sinar matahari berperan dalam proses fotosintesis. Selain itu, cahaya matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan, pembungaan, serta pembuahan. Tanaman tomat termasuk kelompok tanaman berhari netral yang memerlukan penyinaran matahari minimal selama delapan jam per hari. Disamping itu, tanaman ini akan tumbuh baik di daerah yang memperoleh intensitas cahaya tinggi, baik di daerah subtropis maupun tropis.

b) Suhu Udara

Suhu udara berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Suhu malam yang rendah dapat menimbulkan rangsangan pembentukan primordia bunga pada tanaman yang berasal dari daerah subtropis. Selama masa pertumbuhannya, tanaman tomat menghendaki suhu udara siang hari 24ºC. kisaran suhu yang ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah tomat adalah 25ºC-28ºC. Perbedaan temperatur siang dan malam yang terlampau tinggi menyebabkan rendahnya pembentukan bunga dan buah sehingga hasil produksi benih tomat pun rendah. Tanaman tomat tidak tahan terhadap suhu di bawah 10ºC dalam waktu lama.


(35)

Pada suhu sekitar 42ºC. proses pembuahan terganggu karena serbuk sari menjadi steril.

c) Curah Hujan

Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup. Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan sedikit. Curah hujan tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tomat berkisar antara 750 – 1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor penghambat dalam penakaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan air dapat dicukupi dari air irigasi (Pitojo, 2005).

2) Keadaan Tanah

Keadaan tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tomat meliputi ketinggian tempat serta sifat – sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.

a) Sifat Fisik Tanah

Pada hakikatnya, tanaman tomat dapat ditanam pada segala jenis tanah, mulai tanah pasir hingga tanah lempung. Namun


(36)

demikian, tanaman ini lebih sesuai hidup pada tanah gembur, berdrainase dan beraerasi baik, serta mengandung banyak humus.

b) Sifat Kimia Tanah

Kisaran pH tanah yang baik bagi tanaman tomat adalah 5.2 – 6 dan pula ada yang menyebutkan 6,0 – 7,0.

c) Sifat Biologi Tanah

Keadaan biologis tanah maupun lingkungan daerah yang akan dipergunakan untuk penanaman tomat berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran benih tomat. Pathogen antagonis yang terdapat didalam tanah, antara lain soil borne disease, dapat menggangu tanaman tomat di lahan sehingga dapat menggagalkan penangkaran benih. Oleh karena itu tanaman solanaceae memiliki beberapa hama maupun penyakit yang sama (Pitojo, 2005).

f. Pemupukan

Tanaman tomat yang sudah hidup sekitar satu minggu setelah ditanam, harus segera dipupuk dengan pupuk buatan. Pemupukan bertujuan merangsang pertumbuhan tanaman. Dosis pupuk urea dan KCL setiap tanaman antara 1 gr – 2 gr. Pemupukan dilakukan di sekeliling tanaman pada jarak + 3 cm dari batang tanaman tomat. Kemudian, pupuk ditutup tanah dan disiram dengan air. Pupuk urea dan KCL tidak boleh mengenai tanaman


(37)

karena dapat melukai tanaman. Perbandingan urea dan KCL 1 : 1. Pemupukan dilakukan ketika tanaman berumur 2 – 3 minggu (Pracaya,1998).

g. Hama dan Penyakit

Jenis – jenis hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman tomat adalah sebagai berikut.

1) Ulat Penggerek Buah

Ulat penggerek buah (Helliothis armigera Hubner) merupakan hama perusak buah dengan cara memakan bagian dalamnya. Ciri – ciri ulat penggerak buah adalah badannya tertutup oleh banyak kutil dan bulu, warna tubuhnya beraneka ragam, ada yang hijau kekuning-kuningan, cokelat tua, cokelat muda, atau hijau kecokelat – cokelatan. Hama ini umumnya menyerang buah tomat yang masih muda. Gejala serangan yang tampak pada buah adalah adanya lubang – lubang, kemudian buah tersebut membusuk karena infeksi sekunder oleh organisme lain.

2) Penyakit layu Fusarium

Penyebab penyakit ini adalah golongan cendawan. Jenis – jenis cendawan yang menginfeksi adalah Fusarium oxysporum. Penyakit ini banyak dijumpai pada pertanaman tomat di dataran tinggi. Gejala yang tampak dari infeksi cendawan ini adalah memucatnya tulang – tulang daun, terutama pada bagian daun – daun sebelah atas. Selanjutnya,


(38)

tangkai – tangkai daun akan merunduk kemudian menjadi layu, dan akhirnya tanaman akan mati.

3) Penyakit Mosaik

Penyebab penyakit mosaik pada tanaman tomat adalah virus marmor tabaci holmes. Gejala yang tampak pada tanaman yang terserang virus marmor tabaci adalah bercak – bercak tak beraturan berwarna hijau muda atau kuning pada daun yang terserang. Selanjutnya, bagian daun yang berwarna hijau muda atau kuning tersebut akan keriput atau berkerut memuntir sehingga daun tampak keriting. Pada infeksi parah, warna daun menjadi cokelat, kering, dan akhirnya mati. Infeksi virus ini juga dapat terjadi melalui alat – alat pertanian, tangan pekerja, atau peternak yang telah terkontaminasi virus.

4) Penyakit Kapang Daun

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fulvia fulva yang menyerang tanaman tomat di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Infeksi cendawan ini menimbulkan bercak berwarna kuning pada sisi atas daun, sedangkan pada sisi bawah daun terdapat lapisan beledu berwarna ungu kehijau – hijauan. Lapisan beledu tersebut sebenarnya adalah merupakan kumpulan konidiofora dan konidium cendawan. Pada serangan yang parah, bercak – bercak yang timbul tersebut akan bersatu


(39)

menjadi bercak besar, kemudian daun mengering dan mati (Cahyono, 2008).

h. Pencegahan dan Pemberantasan Hama

Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit merupakan tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya. Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan serangan hama dan penyakit yang memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan.

Usaha perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit yang perlu dilakukan oleh para petani pertama – tama adalah gejala serangannya, kemudian cara pengendalian dan pemberantasannya. Setiap jenis hama atau penyakit yang menyerang tanaman tomat menimbulkan gejala yang spesifik. Oleh karena itu, gejala serangan hama dan penyakit harus diamati dengan teliti agar jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut diketahui sejak dini sehinga pengendalian dan pemberantasannya efektif. Perlindungan tanaman tomat terhadap serangan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara preventif dan secara kuratif.

Perlindungan tanaman secara preventif adalah tindakan pencegahan sebelum tanaman terinfeksi oleh hama atau penyakit. Tindakan pencegahan ini dapat dilakukan antara lain dengan menanam tanaman tomat yang tahan (resisten) terhadap hama serangan ataupun penyakit, pengolahan tanah secara intensif, menanam tomat sesuai dengan musim tanam, jarak tanaman yang


(40)

tepat dan teratur, pengairan yang baik, pengiliran tanaman, penyemprotan pestisida yang tepat secara berkala.

Pengendalian tanaman secara kuratif adalah pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit dengan pengobatan terhadap tanaman yang telah diserang atau terinfeksi oleh hama atau penyakit tersebut. Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara kuratif dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni cara biologis, cara mekanis, cara kimiawi, atau dengan secara terpadu dari ketiga cara tersebut.

Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara biologis dapat dilakukan dengan cara menyebarkan hewan yang menjadi musuh alaminya (hewan predator) ke areal pertanaman. Pengendalian dan pemberantasan secara mekanis dilakukan dengan cara membunuh langsung hewan yang menjadi hama tanaman dan pemangkasan tanaman yang telah terinfeksi hama atau penyakit, kemudian di musnahkan dengan cara dibenam atau di bakar. Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan – bahan kimiawi, misalnya insektisida (untuk hama dari golongan serangga), nematisida (untuk hama dari golongan cacing), helisida (untuk hama dari golongan siput), fungisida ( untuk penyakit dari golongan cendawan/jamur), bakterisida (untuk penyakit dari golongan bakteri). Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara terpadu dilakukan dengan memadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi (Cahyono, 2008).


(41)

B. Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian – penelitian yang terkait mengenai pengaplikasian Mikroorganisme Lokal yang akan saya lakukan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penelitian mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi Mikrooganisme Lokal (MOL) menggunakan bonggol pisang pernah dilakukan Sari, dkk (2012). Penelitian tersebut menggunakan 6 perlakuan konsentrasi yang berbeda, yaitu 0%, 8%, 16%, 24%, 32%, dan 40% yang di aplikasikan pada tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) untuk melihat pengaruh pada hasil produksi rosella. Hasil penelitian menyatakan bahwa konsentrasi yang optimal untuk hasil produksi rosella adalah sebesar 24%.

2. Penelitian mengenai penggunaan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang sebagai dekomposer sampah organik yang dilakukan oleh Ole (2013). Dari Penelitian ini menyatakan bahwa kualitas MOL yang paling baik terdapat pada MOL yang di fermentasikan selama 7 - 15 hari karena dilihat dari suhu, pH, kadar air, asam humat serta viabilitas mikroorganisme sebanyak 4 – 70 koloni.

3. Dalam Artikel Majalah Trubus Exo, Anonim (2012) menjelaskan tentang pengaplikasian cairan MOL untuk menyiram tanaman padi, hasil dari perlakuan ini berhasil meningkatkan hasil produksi padi dari sebanyak 2 ton menjadi 7 ton saat musim panen.


(42)

C. Kerangka Berfikir

Penggunaan pupuk dan pestisida kimia di Indonesia masih tinggi. Masih banyak petani yang menggunakannya dalam dosis yang diambang batas kewajaran. Hal ini dilakukan petani untuk memperoleh hasil panen yang melimpah sepanjang musim. Namun dampak yang dirasakan para petani beberapa tahun kedepan adalah hasil panen yang kian menurun sebagai akibat dari rusaknya struktur fisik dan biologis tanah. Oleh karena itu sudah saatnya petani mulai kembali ke pola pertanian tradisional dengan memanfaatkan bahan – bahan organik sebagai bahan dasar pembuatan pupuk dan pestisida organik yang sudah jelas akan lebih aman digunakan dan mempertahankan struktur fisik dan biologis tanah. Salah satu bahan dasar yang dapat digunakan adalah bonggol pisang yang masih sangat jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. Bonggol pisang termasuk bahan yang sangat ideal untuk pembuatan mikroorganisme lokal karena mengandung banyak zat – zat ideal untuk membantu pertumbuhan tanaman yakni unsur hara N, P, K yang dihasilkan dari mengikat senyawa anorganik menjadi organik oleh mikroba serta terdapatnya hormon giberelin dan sitokinin untuk membantu mempercepat pertumbuhan dan pembentukan bunga.


(43)

D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Pemberian MOL dari bonggol pisang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat.

2. Pemberian MOL dari bonggol pisang dapat meningkatkan hasil produksi tanaman tomat

3. Dosis konsentrasi yang paling efektif dalam pemberian MOL dari bonggol pisang yang optimal adalah 24% untuk satu tanaman

4. Frekuensi pemberian MOL dari bonggol pisang yang optimal adalah 2 x seminggu.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Dalam penelitian ini menggunakan tiga jenis variable, yaitu :

1. Variabel bebas, meliputi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL dari Bonggol Pisang.

2. Variabel terikat, meliputi pertumbuhan tanaman tomat meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buah dan berat buah.

3. Variabel terkendali, meliputi jumlah air, umur bibit, bonggol pisang batu, tanaman tomat var. commune, pemeliharaan, penyiraman, dan intensitas cahaya.

B.Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan desain RAL (Rancangan Acak Lengkap) 2 Faktorial dengan membandingkan pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL. Dibuat dengan membentuk 8 kelompok dan 1 kontrol dengan masing – masing 10 ulangan yaitu sebagai berikut :

1. Kelompok pertama adalah kontrol (A) tanpa diberi perlakuan.


(45)

2. Kelompok kedua adalah perlakuan B1 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 8% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.

3. Kelompol ketiga adalah perlakuan B2 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 8% dengan frekuensi penyiraman2 x seminggu

4. Kelompok keempat adalah perlakuan C1 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 16% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.

5. Kelompok kelima adalah perlakuan C2 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 16% dengan frekuensi penyiraman 2 x seminggu.

6. Kelompok keenam adalah perlakuan D1 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 24% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.

7. Kelompok ketujuh adalah perlakuan D2 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 24% dengan frekuensi penyiraman 2 x seminggu.

8. Kelompok kedelapan adalah perlakuan E1 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 32% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.

9. Kelompok kesembilan adalah perlakuan E2 yakni konsentrasi pemberian MOL sebanyak 32% dengan frekuensi penyiraman 2 x seminggu.


(46)

Tabel 3.1 Layout Penelitian

A1 B1 d1 e1 D5 d7

e2 A2 b6 D6 c4 c6

d3 e7 D1 B3 c7 D9

C1 D7 b9 D10 B4 d2

D8 b10 c8 e3 A5 B5

B6 e10 B9 d4 E9 A6

A7 B7 d6 C3 d5 E2

e6 A8 B8 b8 b5 A4

c1 e5 b3 C2 d8 C5

E1 c2 c10 A10 B10 B2

E8 e4 c3 D4 C4 C10

E10 b2 D3 b4 C9 e9

E3 D2 A9 C8 b7 E7

A3 e8 C7 E6 d9 c5

b1 C6 E4 c9 E5 d10

Keterangan :

1,2.. 10 : pengulangan A : Perlakuan Kontrol

B : Perlakuan konsentrasi 8% dengan 1 x penyiraman b : Perlakuan konsentrasi 8% dengan 2 x penyiraman C : Perlakuan konsentrasi 16% dengan 1 x penyiraman c : Perlakuan konsentrasi 16% dengan 2 x penyiraman D : Perlakuan konsentrasi 24% dengan 1 x penyiraman d : Perlakuan konsentrasi 24% dengan 2 x penyiraman E : Perlakuan konsentrasi 32% dengan 1 x penyiraman e : Perlakuan konsentrasi 32% dengan 2 x penyiraman


(47)

C.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak 30 April 2015 hingga 22 Juli 2015, berlokasi di Kebun Laboratorium Progam Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Sleman.

D.Alat dan Bahan

Alat Bahan MOL Bahan Media

Tanam Cangkul Bonggol Pisang Batu 10

Kg

Pupuk Kandang Sekop 10 Larutan Gula Merah Pupuk Kompos Golok 10 Litter Air Cucian Beras Tanah Humus Ember Bibit Tomat var. commune Pupuk NPK Drigen

Selang

Botol air mineral ukuran 1 Liter Bambu

Paranet Tali Penumbuk Corong Pisau Talenan

Gelas Ukur 1 Liter Plastisin

Jangka Sorong Meteran Penggaris


(48)

E.Cara Kerja

1. Pembuatan MOL

a. Bonggol Pisang di potong – potong kemudian ditumbuk.

b. Iris gula merah tipis – tipis, kemudian campurkan dalam air cucian beras pertama

c. Masukan semua bahan tadi dalam sebuah wadah ember, kemudian aduk sampai semua bahan tercampur.

d. Tutup dengan rapat dan diberi lakban, tunggu hingga proses fermentasi selesai sekitar 4 minggu

2. Penanaman, perlakuan dan pemeliharaan

Bibit tomat yang berumur 2 minggu dengan tinggi 12 cm di pindahkan kedalam polybag yang berukuran 30 cm x 30 cm. Pemindahan bibit ini harus dilakukan secara hati – hati agar tidak merusak perakarannya, akar tunggangnya harus tetap lurus ke bawah, dan akar serabut merata kesemua arah. Setelah melakukan pemindahan kemudian disiram agar tanaman dapat beradaptasi dengan baik.

Perlakuan dilakukan pada tanaman seminggu setelah tanaman di pindah. Hal ini bertujuan agar tanaman lebih dulu beradaptasi dengan lingkungan baru (aklimatisasi). Perlakuan akan dilakukan secara rutin sesuai dengan ketentuan dimana untuk penyiraman MOL dengan frekuensi 1 x


(49)

seminggu akan dilakukan setiap hari kamis, sedangkan untuk penyiraman MOL dengan frekuensi 2 x seminggu akan dilalukan setiap jeda 3 hari setelah penyiraman.

Pemeliharaan dilakukan dengan pemasangan ajir, pemupukan susulan dan penyiangan. Penyiraman dilakukan secara periodik dengan air sebanyak 2 liter agar tanah tetap lembab dan tanaman akan tumbuh dengan baik. Selanjutnya, pemasangan ajir yang berguna untuk menopang tanaman agar tidak roboh. Ajir ini di buat dari bilah bambu dengan lebar 4 cm dan tinggi 1,5 m. Pemasangan ajir dilakukan dua hari setelah penanaman agar ajir tidak mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Jika tanaman tomat sudah setinggi 15 cm maka batangnya harus diikatkan pada batang agar tumbuh dengan baik. Penyiangan juga dilakukan agar media sekitar tanaman terbebas dari gulma.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data, pengukuran dilakukan setiap 5 hari sekali dengan acuan pengamatan pada tinggi tanamanan, jumlah daun serta diameter batang. Tinggi tanaman diperoleh dengan melakukan pengukuran mulai dari pangkal batang hingga pucuk tertinggi tanaman. Pengukuran dilakukan dengan bantuan penggaris dan apabila tanaman dirasa sudah cukup tinggi makan alat ukur diganti dengan meteran.

Untuk memperoleh data diameter batang tanaman, pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang tanaman dengan bantuan alat jangka


(50)

sorong. Pengumpulan data mengenai jumlah buah serta berat basah buah dapat dilakukan ketika tanaman tomat telah memasuki masa panen. Jumlah buah tomat yang dihasilkan pada tiap tanaman dihitung. Untuk pengumpulan data tinggi tanaman dan diameter batang tanaman tomat dilakukan setiap seminggu sekali yakni pada hari kamis, sedangkan untuk pengumpulan data jumlah buah dan berat basah buah dilakukan ketika ada buah tomat yang sudah berwarna merah masak. Pengumpulan data dilakukan dalam beberapa bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 3.2 Tinggi Tanamanan Tomat

Tanggal :

Ulangan A (Kontrol)

Perlakuan

B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 1

2 3 … dst.

Tabel 3.3 Diameter Batang Tanamanan Tomat

Tanggal :

Ulangan A (Kontrol)

Perlakuan

B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 1

2 3


(51)

… dst.

Tabel 3.4 Jumlah Buah Tanamanan Tomat

Tanggal :

Ulangan A (Kontrol)

Perlakuan

B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 1

2 3 … dst.

Tabel 3.5 Berat Basah Tinggi Tanamanan Tomat

Tanggal :

Ulangan A (Kontrol)

Perlakuan

B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 1

2 3

… dst.

F. Metode Analisis Data

Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA 2 Faktorial dengan menggunakan program SPSS 20. Data yang telah diperoleh


(52)

merupakan data mentah hasil pengamatan yang terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, jumlah buah dan berat basah tanaman tomat. Analisa data menggunakan uji f Anova dua arah ada beberapa cara yaitu melalui perhitungan manual serta menggunakan SPSS versi 20.

Hipotesis

Ho = Perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat

Hi = Perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal memberikan pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat

Berdasarkan hasil output SPSS, untuk menolak atau menerima hipotesis penelitian dengan menggunakan koefisien Sig., dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika nilai Sig. Hitung (probabilitas) < 0,05 maka Ho ditolak (signifikan)

b. Jika nilai Sig. Hitung (probabilitas) > 0,05 maka Ho diterima (tidak signifikan)


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pertambahan Tinggi Tanaman Tomat

Untuk mengetahui laju pertumbuhan yang terjadi pada tanaman tomat, salah satu caranya adalah dengan melakukan pengukuran tinggi tanaman tomat. Pengukuran tinggi tanaman tomat ini dimulai dari pangkal batang hingga pucuk tertinggi batang dengan menggunakan meteran. Berikut adalah grafik pertambahan tinggi tanaman tomat dengan berbagai perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang yang dilakukan selama 8 minggu.

Grafik 4.1 Rerata pertambahan tinggi tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 2 4 6 8 10

Ti n g g i Tan am an (c m ) Minggu ke-A B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 36


(54)

Dari grafik pertambahan tinggi tanaman tomat diatas dapat dilihat bahwa perlakuan B2 (konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman) adalah perlakuan yang mengalami pertambahan tinggi tanaman tertinggi. Perlakuan B2 ini mengalami pertambahan tinggi setinggi 87.5 cm. Pertambahan tinggi tanaman yang sedang adalah pada perlakuan E1 yakni perlakuan dengan konsentrasi MOL 32% dengan 1 kali penyiraman yang mengalami pertambahan tinggi tanaman setinggi sebanyak 54.51 cm. perlakuan yang mengalami pertambahan tinggi tanaman terendah adalah pada perlakuan E2 yang merupakan perlakuan dengan konsentrasi MOL 32% dengan 2 kali penyiraman. Perlakuan E2 ini mengalami pertambahan tinggi sebanyak 40.51 cm.

Berdasarkan hasil uji anova menunjukan bahwa pemberian MOL dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini terlihat dari p value tinggi tanaman (sig.) = 0.000 < 0.05. sedangkan frekuensi pemberian MOL tidak memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value tinggi tanaman (sig.) = 0.405 > 0.05. Hasil interaksi antara konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL menunjukan nilai p value tinggi tanaman (sig.) = 0.000 < 0.05, yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian MOL terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tomat (lampiran 12).


(55)

Hasil analisis dengan Uji Tukey menunjukan bahwa laju pertambahan tinggi tanaman tomat yang diberi perlakuan B2 (8%, 2x) dan C2 (16%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman yang diberi perlakuan D2 (24% ,2x) dan E2 (32%, 2x) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Uji Tukey terhadap Tinggi Tanaman Tomat Perlakuan Rata - rata

A 58.59abc B1 42.8abc B2 116.37e C1 57.71bcd C2 108.62de D1 82.34cde

D2 32.0a

E1 68.83bcd E2 35.09ab

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf tukey α 0.05


(56)

2. Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Tomat

Pengukuran diameter batang tanaman tomat dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal tanaman tomat. Adapun grafik laju pertumbuhan diameter batang tanaman tomat setiap minggunya dapat dilihat pada Grafik 4.2.

Grafik 4.2 Rerata pertumbuhan diameter batang tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tanaman tomat yang mengalami pertumbuhan diameter batang terbesar adalah pada perlakuan B2 yakni perlakuan konsentrasi MOL 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman mengalami pertumbuhan diameter batang sebesar 0.571 cm. Pertumbuhan diameter batang yang sedang adalah pada perlakuan D2 yakni perlakuan konsentrasi MOL 24%

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

0 2 4 6 8 10

D iam e te r B atan g ( cm ) Minggu Ke-A B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2


(57)

dengan frekuensi 2 kali penyiraman mengalami pertumbuhan diameter batang sebesar 0.44 cm pertumbuhan diameter pada C1 (konsentrasi MOL 16% dengan 1 kali penyiraman) mengalami pertumbuhan besar diameter batang terkecil yakni sebesar 0.394 cm. Pada grafik juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter batang pada perlakuan C1 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan terdapat 2 tanaman yang mati akibat serangan hama kutu putih.

Berdasarkan hasil uji anova menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi MOL berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman. Hal ini terlihat dari p value diameter batang (sig.) = 0.000 < 0.05. sedangkan frekuensi pemberian MOL dinyatakan juga memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan diameter batang tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value diameter batang (sig.) = 0.012 < 0.05. Hasil interaksi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL menunjukan nilai p value diameter batang (sig.) = 0.000 < 0.05, yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian MOL terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman tomat (lampiran 13).

Uji Tukey menunjukan bahwa pertumbuhan diameter batang pada perlakuan B2 (8%, 2x) berbeda nyata terhadap semua perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.2.


(58)

Tabel 4.2 Hasil Uji Tukey terhadap Diameter Batang Tanaman Tomat Perlakuan Rata - rata

A 0.181a

B1 0.171a

B2 0.439b

C1 0.169a

C2 0.276a

D1 0.264a

D2 0.186a

E1 0.197a

E2 0.211a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf tukey α 0.05


(59)

3. Jumlah Buah Tanaman Tomat

Perhitungan jumlah buah pada tanaman tomat dilakukan selama bulan awal bulan juni sampai pertengahan bulan juli saat tanaman tomat sudah memasuki umur 3 bulan. Berikut adalah diagram hasil perhitungan jumlah buah tanaman tomat pada grafik 4.3.

Grafik 4.3 Jumlah buah tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.

Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi tomat pada perlakuan B2 yakni perlakuan konsentrasi 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman menghasilkan buah tomat dengan jumlah terbanyak yakni 74 buah dan perlakuan yang paling sedikit menghasilkan buah adalah perlakuan B1 yakni perlakuan konsentrasi MOL 8% dengan frekuensi 1 kali penyiraman menghasilkan buah tomat sebanyak 3 buah. Berdasarkan hasil uji anova

31

3

74

9

38 35

7

4 5

0 10 20 30 40 50 60 70 80


(60)

menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi MOL berpengaruh nyata terhadap jumlah buah tanaman tomat. Hal ini terlihat dari p value jumlah buah (sig.) = 0.000 < 0.05. Frekuensi pemberian MOL dinyatakan memberikan pengaruh nyata pada jumlah buah tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value jumlah buah (sig.) = 0.001 < 0.05. Hasil interaksi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL menunjukan nilai p value jumlah buah (sig.) = 0.000 < 0.05, yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian MOL terhadap jumlah buah tanaman tomat (lampiran 14).

Hasil analisis Uji Tukey menunjukan bahwa jumlah buah tanaman tomat pada perlakuan B2 (8%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman yang diberi perlakuan A (Kontrol), namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B1 (8%, 1x), perlakuan C1 (16%, 1), perlakuan D1 (24%, 1x),perlakuan D2 (16%, 2x), perlakuan E1 (32%, 1x) dan perlakuan E2 (32%, 2x), namun tidak berbeda terhadap pelakuan C2 (16%, 2x) dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Tukey terhadap Jumlah Buah Tanaman Tomat Perlakuan Rata - rata

A 3.1a

B1 0.3a

B2 7.4b

C1 0.9a

C2 3.8ab

D1 3.5a

D2 0.7a

E1 0.4a

E2 0.5a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf tukey α 0.


(61)

4. Berat basah buah Tanaman Tomat

Pengukuran berat basah pada tanaman tomat ini dilakukan ketika tanaman tomat telah mengalami masa pematangan buah. Ketika buah sudah berwarna kemerah-merahan atau merah maka buah sudah bisa dipetik. Pemetikan pada buah tomat dilakukan secara berhati – hati supaya buah tomat tidak mengalami luka yang menyebabkan buah tomat menjadi cepat busuk. Kemudian buah – buah tomat yang sudah dipanen ini ditimbang dengan menggunakan timbangan electric. Berikut adalah diagram hasil perhitungan berat basah buah tanaman tomat pada grafik 4.4.

Grafik 4.4 Berat basah buah tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.

1104 104

6095

445 2800

2460

85 236 133

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000


(62)

Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi tomat pada perlakuan B2 yakni perlakuan konsentrasi 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman menghasilkan buah tomat dengan berat basah terberat yakni 6.095 kg dan perlakuan yang menghasilkan buah tomat paling rendah adalah perlakuan D2 yakni perlakuan konsentrasi 24% dengan frekuensi 2 kali penyiraman yakni menghasilkan buah tomat seberat 85 gram.

Hasil uji anova menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi MOL berpengaruh nyata terhadap berat basah buah tanaman tomat. Hal ini terlihat dari p value berat basah buah (sig.) = 0.000 < 0.05. Pada frekuensi pemberian MOL dinyatakan memberikan pengaruh nyata pada berat basah buah tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value berat basah buah (sig.) = 0.001 < 0.05. Hasil interaksi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL menunjukan nilai p value berat basah buah (sig.) = 0.000 < 0.05, yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian MOL terhadap berat basah buah tanaman tomat (lampiran 15).

Berdasarkan hasil analisis Uji Tukey menunjukan bahwa berat basah buah yang dihasilkan oleh tanaman tomat yang diberi perlakuan B2 (8%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman yang diberi perlakuan C2 (16%, 2x), B1 (85, 1x) dan perlakuan D2 (24%, 2x) dan berat basah buah yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan C2 (16%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman yang diberi perlakuan B1 (85, 1x) dan perlakuan D2 (24%, 2x), dapat dilihat pada tabel 4.4


(63)

Tabel 4.4 Hasil Uji Tukey terhadap Berat Basah Buah Tanaman Tomat Perlakuan Rata - rata

A 1.104abc

B1 10.4a

B2 609.5d

C1 44.5ab

C2 280c

D1 246bc

D2 8.5a

E1 23.6ab

E2 13.3ab

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf tukey α 0.05

B. Pembahasan

1. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat

Berdasarkan analisis statistik dengan uji Anova diketahui bahwa hasil pengujian perbedaan konsentrasi MOL ditolak, yang berarti pemberian MOL dengan perbedaan beberapa konsentrasi pada tanaman tomat memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi dan diameter batangnya, dan hasil pengujian perbedaan frekuensi pemberian MOL tidak memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman tomat, namun memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batangnya. Selain itu, dapat terlihat adanya interaksi antara konsentrasi dan frekuensi yang menyebabkan pengaruh nyata


(64)

pada pertumbuhan tanaman tomat. Hal ini terbukti selama melakukan pengujian pertumbuhan tanaman tomat masing – masing tanaman tomat menunjukan perbedaan laju pertumbuhan tinggi dan diameter batang.

Hasil uji Tukey menunjukan bahwa tanaman tomat yang diberi perlakuan B (8%) dan C (16%) memiliki petumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik terhadap perlakuan D (24%) dan E (32%). Perlakuan B (8%) terdiri dari perlakuan 1 kali penyiraman (B1) dengan rerata 42,8 cm dan perlakuan 2 kali penyiraman (B2) dengan rerata 116.37 cm. Perlakuan C (16%) terdiri dari perlakuan 1 kali penyiraman (C1) dengan rerata 57.71 cm dan perlakuan 2 kali penyiraman (C2) dengan rerata 108.62 cm. Kemudian, hasil uji Tukey pada pertumbuhan diameter batang menunjukan bahwa perlakuan B (8%) memiliki petumbuhan diameter batang tanaman yang lebih baik terhadap perlakuan D (24%) dan E (32%). Perlakuan B (8%) terdiri dari perlakuan 1 kali penyiraman (B1) dengan rerata 0.171 cm dan perlakuan 2 kali penyiraman (B2) dengan rerata 0.439 cm. Perlakuan B2 menghasilkan rata – rata pertumbuhan tanaman yang paling baik. Hal ini bisa terjadi karena faktor pemberian perlakuan pada dosis yang tepat sehingga zat-zat yang terkandung dalam MOL yakni hormon sitokinin dan giberelin yang bekerja dengan baik, karena mendorong pembelahan sel pada fase G1 untuk memasuki fase S dan giberelin dapat memperpendek fase S, sehingga peningkatan jumlah sel menyebabkan pembelahan batang lebih cepat dan tanaman akan tumbuh tinggi dengan cepat (Salisbury, 1995). Diketahui pula bahwa hormon giberelin ini berefek kebalikan dari hormon auksin yang bekerja menghambat pertumbuhan batang, sedangkan giberelin dapat memacu


(65)

pertumbuhan yang tidak lazim (sangat tinggi), dapat dilihat pada grafik 4.1 terlihat bahwa penelitian yang dilakukan pada perlakuan MOL 8% tinggi tomat mencapai tinggi 174.1 cm Sedangkan pada perlakuan D (24%) dan E (32%) memberikan pengaruh yang tidak berbeda. Dapat dilihat bahwa tanaman tidak mengalami pertumbuhan yang baik dan cenderung kerdil dengan tinggi kisaran 44 cm – 69 cm. Hal ini disebabkan karena dosis yang diberikan pada tanaman tidak tepat dan cenderung berlebihan (overdosis), bila tanaman menerima hormon giberelin secara berlebihan maka sebagian besar tanaman akan tumbuh kerdil dan tidak produktif. Begitu pun dengan pertumbuhan diameter batang tanaman tomat dimana faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan diameter batang, dapat diketahui bahwa pertumbuhan diameter batang yang pesat terjadi pada perlakuan B2 yakni perlakuan konsentrasi MOL 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman yang diameter batangnya tumbuh mencapai 0.815 cm sebab dengan dosis yang tepat akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dengan baik. Lain halnya dengan 8 perlakuan lainnya yang mengalami pertumbuhan bahan yang hampir sama yakni sebesar 0.5 cm – 0.7 cm.

Adapun beberapa morfologi batang tanaman tomat yang tidak proposional dimana pada bagian pangkal batang dimeter batangnya tidak begitu lebar, namun semakin pertumbuhan keatas diameter batang menjadi melebar. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan peneliti dalam melakukan pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong. Bagian penjepit jangka sorong yang terbuat dari besi dapat membuat pangkal batang tanaman tomat mengalami luka


(66)

sehingga menyebabkan pertumbuhan diameter batang pada pangkal batang tanaman tomat terhambat.

Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan tanaman yang berbeda – beda adalah adanya faktor lingkungan yakni suhu. Pada bulan mei 2015 suhu di jogja sekitar 21ºC - 30ºC (lampiran 3) , dan merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat, sehingga pada bulan ini tanaman tomat dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan pada bulan juni 2015, suhu di wilayah jogja mencapai 32ºC (lampiran 3). Suhu yang panas ini menyebabkan tanaman tomat mengalami cekaman air, sehingga menyebabkan sel – sel kehilangan air dengan cepat dan ketersedian air tidak mencukupi akan menyebabkan tekanan turgor pada sel penjaga akan menurun dan stomata akan menutup dan menghambat proses fotosintesa (Heddy, 1987). Suhu udara yang tinggi akan meningkatkan laju transpirasi, hal ini dapat menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu dan dapat menurunkan pertumbuhan tanaman termasuk diameter batang (Heddy, 1987).

Suhu yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan hama kutu daun meningkat. Kutu daun ini menyerang daun tanaman tomat dan membuat bentuk daun tanaman tomat menjadi jelek dan melengkung kebawah atau menjadi keriting. Hama kutu putih ini menyebabkan beberapa tanaman tomat pada perlakuan C1 dan E1 dimana tanaman tomatnya menjadi tumbuh kerdil setinggi 50 cm sedangkan tanaman tomat pada perlakuan yang sama dapat mencapai pertumbuhan tinggi 80 cm – 130 cm pada pertumbuhan normalnya.


(67)

Usaha penanggulangan hama kutu putih yang telah dilakukan adalah dengan melakukan penyemprotan pestisida organik dari rendaman tembakau yang disemprotkan pada bagian daun tanaman tomat yang dilakukan setiap 3 hari sekali. Meskipun sudah dilakukan penanggulangan dengan menyemprotkan pestisida, peneliti tetap melakukan kontrol pada setiap sore dengan melakukan penyiraman tanaman pada pagi dan sore hari agar kondisi tanaman tidak kering, sebab kondisi tanaman yang kering akan menyebabkan hama kutu putih menyerang daun tanaman tomat.

2. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang Terhadap Hasil Panen Tanaman Tomat

Berdasarkan analisis statistik dengan uji Anova diketahui bahwa hasil pengujian perbedaan konsentrasi dan frekuensi MOL ditolak, yang berarti pemberian MOL dengan perbedaan beberapa konsentrasi pada tanaman tomat memberikan pengaruh nyata pada hasil produksi tanaman tomat. Selain itu, dapat terlihat adanya interaksi antara konsentrasi dan frekuensi yang menyebabkan pengaruh nyata pada hasil produksi tanaman tomat.

Hasil uji Tukey menunjukan bahwa tanaman tomat yang diberi perlakuan B (8%) menghasilkan jumlah buah tomat yang lebih banyak terhadap perlakuan E (32%). Perlakuan B (8%) terdiri dari perlakuan 1 kali penyiraman (B1) dengan rerata 0.3 dan perlakuan 2 kali penyiraman


(68)

(B2) dengan rerata 7.4.. Kemudian, hasil uji Tukey pada pertumbuhan diameter batang menunjukan bahwa perlakuan B (8%) menghasilkan berat basah buah tomat yang lebih berat terhadap perlakuan C (16%) dan E (32%). Perlakuan B (8%) terdiri dari perlakuan 1 kali penyiraman (B1) dengan rerata 0.104 gram dan perlakuan 2 kali penyiraman (B2) dengan rerata 6.095 gram. Perlakuan B2 menghasilkan rata – rata hasil produksi tanaman yang paling baik. Hal ini bisa terjadi karena Unsur nitrogen pada perlakuan B2 mencukupi untuk tanaman tomat sehingga rerata hasil produksi buah tomat lebih baik. Nitrogen diperlukan untuk pembentukan klorofil yang berguna sebagai proses fotosintesis yang berperan dalam penyusunan karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin yang akan di translokasikan kebagian buah untuk menyuplai cadangan makanan guna meningkatkan perkembangan buah (Lingga, 2002).

Selama masa pembungaan peneliti melihat banyak bunga yang terbentuk pada masing – masing tanaman tomat, banyaknya bunga yang terbentuk ini menunjukan bahwa buah yang nanti akan dihasilkan banyak juga. Menurut Darjanto dan Satifah (1990) jumlah buah yang terbentuk dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya persentase bunga yang mengalami penyerbukan dan pembuahan serta persentase buah muda yang dapat tumbuh terus hingga menjadi buah masak. Namun, selama masa pembungaan ini telah terjadi peristiwa rontok bunga. Rontok bunga adalah suatu kondisi dimana bunga tomat rontok sebelum bakal buah terbentuk. Ketika bunga rontok bahkan hanya menyisakan 1 sampai 2


(69)

bunga saja yang nantinya akan menjadi buah. Peristiwa rontok bunga ini bisa disebabkan karena tingginya suhu udara di lingkungan. Dapat diketahui bahwa sepanjang bulan juni sampai juli suhu lingkungan pada siang hari mencapai 30ºC - 32ºC (lampiran 3), temperatur suhu ini cukup tinggi sehingga bisa menyebabkan bunga tanaman tomat mengalami kerontokan sebab suhu optimal bagi tanaman tomat paling tinggi adalah 29ºC.

Hasil panen tomat yang dihasilkan dari penelitian ini tidak terlalu banyak karena jumlah buah total yang dihasilkan hanya sebanyak 209 buah dari 90 tanaman. Penurunan hasil panen juga disebabkan karena peneliti yang kurang berhati – hati selama masa pengambilan data dan masa perawatan yang menyebabkan banyak cabang produktif yang patah. Cabang produktif ini yang nantinya akan ditumbuhi oleh bunga dan akan menjadi buah nantinya.

Adapun faktor hama kutu putih ini menyebabkan daun bunga menjadi keriting dan melengkung sehingga menyebabakan tanaman tidak dapat melakukan fotosisntesis secara maksimal, sehingga tanaman cenderung kerdil dan menghasilkan buah yang berukuran kecil, begitupun dengan tanaman yang mengalami penyakit mozaik Tomat, dimana daun – daun tanaman ini berukuran kecil dan mengkerut sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis dengan maksimal dan tanaman cenderung tumbuh kerdil dan buah yang dihasilkan berukuran kecil. Sedangkan pada mozaik mentimun, awalnya tanaman tomat ini mengalami pertumbuhan yang baik


(70)

cenderung tumbuh tinggi dan berdaun lebat, namun pada ujung pucuk daun daun – daun tanaman tumbuh menyempit. Hal ini lah yang menyebabkan bunga yang tumbuh pada bagian pucuk daun sedikit dan buah yang dihasilkan pada bunga tersebut berukuran kecil. Bila tanaman tomat tumbuh dengan baik maka dalam satu pohonnya akan bisa menghasilkan total panen buah seberat 1 kg – 2 kg buah (Pracaya, 1998).

Adapun faktor lain yang mempengaruhi hasil produksi tanaman tomat yakni tanaman tomat mengalami kelebihan atau kekurangan unsur nutrisi pokok (NPK). Dalam penelitian ini diduga bahwa tanaman tomat mengalami kekurangan unsur N. Kekurangan unsur N menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan unsur – unsur dalam tanah dan berpengaruh pada hasil produksi tanaman tomat karenanya juga buah tomat yang sudah berbuah mengalami keterlambatan pematangan buah, ketika buah tomat sudah mulai berproduksi dan ukuran buah terus membesar selama bulan bulan juni dan bertahan pada fase buah berwarna hijau yang menandakan bahwa buah belum masak. Bila hal ini tidak ditangani maka buah tomat akan masak dalam jangka waktu yang cukup lama + 1 bulan.

Oleh karena itu, peneliti menambahkan pupuk NPK sebanyak 2 gram/ tanaman untuk merangsang tanaman tomat mempercepat fase pematangan buah, sehingga dalam waktu 1 -2 minggu kedepan buah tanaman tomat sudah bisa dipanen (buah tomat berwarna kemerahan).


(71)

C. Faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Dalam Penelitian Eksperimen

1. Faktor mendukung

a. Rendahnya curah hujan sepanjang bulan mei 2015 – juli 2015 (lampiran 3), sehingga membuat tanaman tomat tidak begitu banyak terkena penyakit yang diakibatkan oleh bakteri maupun virus.

2. Faktor Menghambat

a. Jarak antar tanaman yang terlalu berdekatan, sehingga membuat lonjakan hama kutu putih meningkat dengan penyebaran yang meluas dan cenderung menyerang tanaman tomat yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan tanaman tomat yang tumbuh lebih tinggi. Akan lebih baik jika peneliti selanjutnya mengatur jarak tanaman agar tidak saling berdekatan.

b. Dosis MOL yang sedikit yakni 100 ml/ tanaman kurang mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman sehingga tanaman memerlukan tambahan pupuk NPK untuk merangsang pematangan buah tomat. Akan lebih baik jika peneliti selanjutnya menambah dosis MOL sekitar 200 ml – 250 ml/ tanaman agar kebutuhan nutrisi tanaman dapat terpenuhi.

c. Masa aklimatisasi tanaman dilakukan pada akhir musim hujan dan ternyata intensitas curah hujan sangat tinggi (lampiran 3) sehingga masa aklimatisasi diperpanjang selama 2 minggu. Akan lebih baik bila


(72)

penanaman tanaman tomat dilakukan pada musim kemarau, agar air hujan tidak menurunkan pH tanah menjadi lebih asam yang membuat tanaman tomat tidak dapat tumbuh baik.


(1)

Tests of Normality

FREKUENSI Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. DIAMETER

BATANG

1x .086 40 .200* 2x .105 40 .200* *. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

3. Jumlah buah

Tests of Normality

Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

Jumlah Buah

8% .209 20 .022 16% .327 20 .000 24% .359 20 .000 32% .483 20 .000 a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Frekuensi Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Jumlah

Buah

1x .387 40 .000 2x .285 40 .000 a. Lilliefors Significance Correction

4. Berat basah buah

Tests of Normality

Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

Berat Buah

8% .241 20 .004 16% .316 20 .000 24% .369 20 .000 32% .479 20 .000


(2)

a. Lilliefors Significance Correction Tests of Normality Frekue

nsi

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig. Berat

Buah

1X .374 40 .000 2X .286 40 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Pengujian normalitas pada sampel menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov. Pada hasil tabel data menunjukan p value (sig.) > 0.05 sehingga Ho diterima bahwa data tinggi tanaman dan diameter batang diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Bila hasil tabel data menunjukan p value (sig.) < 0.05 sehingga Ho ditolak bahwa data jumlah buah dan berat basah buah diambil dari populasi yang berdistribusi tidak normal.


(3)

Uji Homogenitas Distribusi Data Tinggi, Diameter Batang, Jumlah Buah, dan Berat Basah Buah Tanaman Tomat

1. Tinggi Tanaman

Levene’s Test Of Equality Variances

F df1 df2 Sig.

1.125 7 72 .107

Tabel diatas menunjukan homogenitas variansi yang dihasilkan dengan nilai levene statistik 1.125 dengan (sig.) = 0.107 > 0.05 pada level probabilitas yang berarti bahwa setiap perlakuan memiliki variansi yang sama (homogen).

2. Diameter Batang

Levene’s Test Of Equality Variances

F df1 df2 Sig.

.432 7 72 .879

Tabel diatas menunjukan homogenitas variansi yang dihasilkan dengan nilai levene statistik 0.432 dengan (sig.) = 0.879 > 0.05 pada level probabilitas yang berarti bahwa setiap perlakuan memiliki variansi yang sama (homogen).

3. Jumlah Buah

Levene’s Test Of Equality Variances

F df1 df2 Sig.

6.246 7 72 .000

Tabel diatas menunjukan homogenitas variansi yang dihasilkan dengan nilai levene statistik 6.246 dengan (sig.) = 0.000 < 0.05 pada level probabilitas yang berarti bahwa setiap perlakuan memiliki variansi yang tidak sama (tidak homogen).


(4)

4. Berat Basah Buah

Levene’s Test Of Equality Variances

F df1 df2 Sig.

7.808 7 72 .000

Tabel diatas menunjukan homogenitas variansi yang dihasilkan dengan nilai levene statistik 7.808 dengan (sig.) = 0.000 < 0.05 pada level probabilitas yang berarti bahwa setiap perlakuan memiliki variansi yang tidak sama (tidak homogen).


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tomat Cherry (Lycopersicum cerasiformaeMill.)

17 70 78

Kristalisasi Likopen Dari Buah Tomat (Lycopersicon esculentum) Menggunakan Antisolvent

11 93 70

Penggunaan Tanaman Jagung Sebagai Perangkap Untuk menekan Populasi Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera; Noctuidae) Pada Tanaman Tomat

1 42 77

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum, Mill) Terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair dan Padat.

11 73 73

Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam dan Waktu Hidrolisis terhadap Produksi Bioetanol dari Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana BBB)

0 14 86

SKRIPSI Efektivitas Mikroorganisme Lokal (Mol) Kulit Pisang Dan Bonggol Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Pada Media Hidroponik.

0 2 14

PENDAHULUAN Efektivitas Mikroorganisme Lokal (Mol) Kulit Pisang Dan Bonggol Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Pada Media Hidroponik.

0 5 5

EFEKTIFITAS MIKROORGANISME LOKAL (MOL) KULIT PISANG DAN BONGGOL PISANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN Efektivitas Mikroorganisme Lokal (Mol) Kulit Pisang Dan Bonggol Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Pada Media Hidroponik.

1 3 11

Pengaruh Konsentrasi Mikroorganisme Lokal (MOL) dari rebung bambu terhadap pertumbuhan tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.).

10 100 148

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculantum Mill)

0 0 11