EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI HEURISTIK POLYA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMK PGRI 1 SENTOLO.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu fokus dari pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan tersebut diperlukan siswa untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum 2013 juga menyebutkan bahwa pembelajaran di sekolah harus dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Kemdikbud, 2013). Sehingga, kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting untuk dicapai.

Kemampuan berfikir kreatif juga merupakan kemampuan yang sangat diinginkan untuk dimiliki lulusan sekolah menengah kejuruan. Sekolah kejuruan merupakan wadah untuk mempersiapkan generasi yang siap terjun dalam dunia kerja. Sedangkan, salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja adalah kemampuan berpikir kreatif. Sejalan dengan hal tersebut, Depdiknas (2006 :74) menyatakan bahwa untuk siswa SMK, khususnya kelompok Sosial, Administrasi Perkantoran dan Akuntasi, standar kompetensi lulusan pembelajaran matematika yang diharapkan adalah siswa dapat menalar secara kritis dan mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah serta mengkomunikasikan ide. Kemampuan berpikir kreatif ini akan berguna untuk menciptakan inovasi-inovasi baru agar dapat


(2)

membantu kemajuan perusahaan atau organisasi maupun dalam menciptakan lapangan kerja.

Kemampuan berpikir kreatif juga dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika dapat merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa karena pada dasarnya matematika dapat melatih logika siswa. Selain itu, matematika juga dapat melatih siswa untuk menganalisis suatu permasalahan. Di dalam pembelajaran matematika siswa dilatih untuk menyelesaikan permasalahan matematika dengan banyak cara tetapi tujuannya sama. Sehingga terdapat juga istilah berpikir kreatif matematis, yaitu berpikir kreatif dalam matematika.

Hal ini sejalan dengan pendapat Krutetskii (Hartono, 2009) yang menyatakan bahwa berpikir kreatif identik dengan keberbakatan matematika dan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah matematika secara bebas, bersifat penemuan, fleksibel, dan lancar, yang berkaitan dengan berpikir kreatif secara umum. Berdasarkan hal tersebut kemampuan berpikir kreatif dalam matematika juga dapat mendukung kemampuan berpikir kreatif secara umum.

Selain itu, Treffinger (2002:6), menyatakan bahwa : "problem solving and creative thinking are closely related. The very definitions of these two activities show logical connections.Creative thinking produces novel outcomes, and problem solving involves producing a new response to a new situation, which is a novel outcome". Dari pendapat tersebut juga terlihat bahwa


(3)

dengan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sehingga kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat dilatih melalui pembelajaran menggunakan persoalan yang menekankan pada strategi dalam mencari penyelesaian masalah.

Kemampuan berpikir kreatif erat kaitannya dengan kemandirian. Orang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif akan lebih bersikap mandiri. menurut Dr. S. C. Utami Munandar (1982:45), “Beberapa ciri kepribadian yang kreatif yang erat hubungannya dengan kemandirian antara lain : bebas dalam berpikir, senang mencari pengalaman baru, dapat memulai sendiri sesuatu (inisiatif), bebas memberikan pendapat, dan tidak mau menerima pendapat begitu saja”.

Kemandirian sangat penting dalam proses kegiatan pembelajaran, karena kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu. Siswa yang mempunyai kemandirian mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual maupun bekerja sama dengan kelompok dan berani mengemukakan gagasan. Sehingga, kemandirian belajar adalah hal yang penting untuk dimiliki seorang siswa.

Polya (1985: xvi-xvii) dalam bukunya How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method mengenalkan 4 langkah dalam pemecahan masalah yang disebut heuristik, yang terdiri dari:


(4)

1. understanding the problem. Pada tahap ini siswa harus melihat apa yang telah diketahui, apa yang belum diketahui, dan operasi apa yang diperbolehkan.

2. devising a plan. Pada tahap ini siswa harus menentukan strategi apa yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah.

3. carrying out the plan. Pada tahap ini, siswa menyelesaikan masalah sesuai rencana, misalnya melakukan perhitungan.

4. looking back. Pada tahap ini siswa melihat kembali proses yang telah ia jalani, mencoba melihat apakah pengalaman tersebut dapat membantu dalam menyelesaikan masalah lain.

Pada tahap memahami masalah atau understanding the problem, masalah harus dibaca sampai dapat dipahami. Pada tahap ini siswa harus dapat menggambarkan secara lengkap apa yang diketahui dan apa yang dinyatakan dalam soal. Setelah siswa membaca dan memahami permasalahan, siswa dapat menerjemahkan informasi yang diketahui termasuk membuat gambar atau diagram untuk membantu siswa membayangkan kondisi dalam permasalahan. Tahap ini diharapkan dapat memunculkan indikator berpikir kreatif fluency.

Pada tahap devising a plan, siswa dituntut kreatif untuk menentukan strategi apa yang harus digunakan. Selain itu, siswa dapat berlatih mencari konsep-konsep atau teori yang menunjang penyelesaian masalah dengan mandiri.

Pada tahap melaksanakan rencana atau carrying out the plan, siswa melakukan perhitungan dengan semua data atau rencana yang telah


(5)

dikumpulkan. Siswa harus dapat membentuk sistematika penyelesaian masalah yang lebih baku, sehingga tahap ini dapat memunculkan indikator berpikir kreatif elaboration.

Kemudian, tahap look back atau memeriksa kembali dapat memunculkan indikator elaboration sekaligus originality. Karena selain siswa harus menelaah kembali dengan teliti setiap langkah penyelesaian yang dilakukan, siswa juga dapat mengeksplorasi kemungkinan jawaban lain yang berbeda.

Strategi heuristik Polya juga memudahkan siswa dalam belajar mandiri. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam strategi ini siswa diajak untuk menyelesaikan suatu masalah. Siswa dapat belajar untuk menganalisis apa yang diketahui, menentukan masalah, menentukan cara penyelesaian, dan mencari penyelesaian sesuai dengan rencana secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arends (2007: 382) bahwa manfaat pembelajaran yang bermula dari suatu masalah diantaranya adalah dapat meningkatkan kemandirian dalam belajar dan keterampilan sosial siswa.

Strategi heuristik Polya memiliki langkah-langkah yang selaras dengan pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik tersebut meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran (Permendikbud nomor 65:2013).

Pendekatan saintifik yang direkomendasikan oleh kurikulum 2013 dapat mendukung tercapainya aspek kreatif melalui tahap-tahap pembelajarannya. Selain itu, tahap mencoba atau mengumpulkan informasi dalam pendekatan


(6)

saintifik juga dapat melatih kemandirian belajar siswa. Hal ini didukung dengan pernyataan dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses bahwa pembelajaran dalam pendekatan Saintifik dapat membuat siswa berpikir kreatif, sistematik, aktif, dan memunculkan sikap serta nilai seperti bertanggung jawab, mandiri, jujur, toleransi dan kerjasama.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa strategi heuristik Polya dan Pendekatan Saintifik dianggap memiliki keunggulan di sisi meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa namun sepanjang pengetahuan peneliti belum banyak digunakan. Berdasarkan hasil observasi, strategi heuristik Polya yang dipadukan dengan pendekatan Saintifik belum diterapkan dalam pembelajaran matematika di SMK PGRI 1 Sentolo. SMK PGRI Sentolo pernah menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajarannya sebelum sekolah tersebut menerapkan kembali KTSP. Sehingga siswa SMK PGRI Sentolo sudah mempunyai pengalaman dalam mengikuti langkah pembelajaran dalam pendekatan saintifik.

Selain itu, SMK PGRI 1 Sentolo juga menduduki peringkat 8 berdasarkan rata-rata nilai UN matematika jenjang SMK dari 35 SMK di Kulon Progo. Dari hal tersebut, terlihat bahwa prestasi belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo dapat dikatakan cukup tinggi. Sehingga cocok jika diberi pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan Pendekatan Saintifik.

Kemudian, berdasarkan hasil observasi pembelajaran di kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Sentolo saat proses pembelajaran materi Matriks, terlihat bahwa kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal tersebut dikarenakan


(7)

pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, dan pembelajaran hanya didominasi kegiatan mencatat serta menyalin. Siswa cenderung berorientasi pada satu jawaban benar dan tidak mengeksplorasi banyak cara penyelesaian. Siswa hanya terpacu pada salah satu contoh penyelesaian saat diberi suatu permasalahan oleh guru. Ketika model permasalahan diganti, hanya beberapa siswa saja yang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar, sedangkan siswa yang lain masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Pada saat pengumpulan tugas, terdapat beberapa siswa yang belum mengerjakan dan tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Selain itu, pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran, terlihat siswa tidak mudah dalam memahami materi. Hal itu disebabkan karena mereka belum mempelajari terlebih dahulu materi pembelajaran di rumah.

Cara kedua untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar adalah dengan melakukan prapenelitian dengan memberikan soal kemampuan berpikir kreatif matematis pada materi relasi dan fungsi serta angket kemandirian belajar di kelas XI AK 1. Hasil tes kemampuan berpikir kreatif pada pra penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif pada Prapenelitian

No Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Rata-rata

1. Fluency 45,54

2. Originality 33,93

3. Elaboration 65,29


(8)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kreatif adalah 47,92 dari skor maksimal 100. Saat prapenelitian juga teramati terdapat siswa yang bertanya dengan temannya, dan bekerja sama dalam menyelesaikan soal. Sedangkan, hasil angket kemandirian belajar yang disusun oleh Erni Arnitasari (2015) menunjukkan 67,9% siswa mencapai kategori Cukup, 32,1% siswa mencapai kategori Baik, dan 0% mencapai kategori Sangat Baik. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa di lapangan masih belum maksimal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Matematika Melalui Strategi Heuristik Polya dengan Pendekatan Saintifik ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMK PGRI 1 Sentolo”.


(9)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah di SMK PGRI 1 Sentolo sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika masih dilaksanakan dengan metode ceramah dan didominasi dengan kegiatan mencatat serta menyalin. 2. Siswa tidak terbiasa mengeksplorasi banyak cara penyelesaian. 3. Siswa terbiasa berorientasi dengan satu jawaban benar.

4. Beberapa siswa terlambat mengumpulkan tugas. 5. Beberapa siswa menyontek saat di beri tugas individu.

6. Beberapa siswa tidak mempelajari materi pembelajaran sebelumnya di rumah.

7. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada pembelajaran matematika belum maksimal.

8. Kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika belum maksimal.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada efektivitas pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.


(10)

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo?

2. Apakah pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo. 2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika melalui

strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.


(11)

F. Manfaat Penelitian 1. Untuk Guru

Sebagai alternatif pembelajaran matematika yang efektif ditinjau dari pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa.

2. Untuk Siswa

Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo dalam pembelajaran matematika.

3. Untuk Peneliti

Menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam pembelajaran matematika.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berasal dari kata dasar belajar. Richard E Mayer (2002:3) menyatakan bahwa : “Learning is defined as a relatively permanent change in someone’s knowledge based on the person’s experience.” Dari sinilah dapat diartikan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan seseorang berdasarkan pengalamannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Driscoll (dalam Slavin, Robert E, 2006:134) yang menyatakan bahwa : “Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience.” Sedangkan menurut Sugihartono dkk (2007: 74) belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Berdasarkan beberapa pengertian belajar menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan yang dihasilkan dari proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman akibat adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pembelajaran melibatkan interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran adalah proses interaksi antarSiswa, antara Siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada


(13)

Menurut Sugihartono dkk (2007: 73), pembelajaran sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Gulo (Sugihartono dkk, 2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.

Pengertian dari pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari definisi matematika itu sendiri. Nelson (2002: 14) mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang tidak terbatas pada angka saja, tetapi keahlian dalam menggunakan prosedur untuk memahami dan mengaplikasikannya.

Selanjutnya, Smith (dalam Julie dan Doughlas, 2009:200) beropini bahwa matematika adalah bahasa spesial yang melaluinya kita dapat mengkomunikasikan ide yang pada pokoknya mengenai ruang; matematik merupakan bahasa visual. Selain itu, Pamela Cowan (2006:29) mengemukakan bahwa :

Mathematics is the central tenet of all things scientific. Without mathematics, how would we have measured distance and time, navigated across the oceans, explained planetary motion, created some of the great wonders of the world, which are still visited today due to their sheer size and architectural beauty?

Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan dengan sumber lainnya serta lingkungannya dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar siswa memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan matematis yang bertujuan mempersiapkan siswa menghadapi permasalahannya di kehidupan sehari-hari.


(14)

2. Pembelajaran Matematika di SMK

Matematika merupakan ilmu dasar yang perlu diajarkan pada setiap jenjang sekolah, termasuk jenjang sekolah menengah kejuruan. Mata pelajaran matematika di SMK termasuk dalam kelompok mata pelajaran program adaptif. Program adaptif merupakan kelompok mata pelajaran yang berfungsi untuk membentuk siswa sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 2) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika menyatakan bahwa pelajaran Matematika SMK bertujuan agar para siswa SMK dapat:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,


(15)

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah,

f. Menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide. Di samping itu memberi kemampuan untuk menerapkan matematika pada setiap program keahlian.

Pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan formal tentu memiliki tujuan yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, fungsi dari mata pelajaran matematika bagi siswa SMK/MAK yaitu membentuk kompetensi program keahlian. Adanya pembelajaran matematika diharapkan dapat membantu siswa dalam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari dan mengembangkan diri di bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.

3. Efektivitas Pembelajaran Matematika

Pengertian efektifitas secara umum adalah sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Watkins (2002:4) yang


(16)

menyebutkan bahwa : “Although the term “effective” has been widely used, it only makes sense when context and goals are specified.” Efektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suwarjono, 2009: 16).

Watkins (2002:5) juga menyebutkan beberapa outcome yang diharapkan dalam pembelajaran yang efektif, antara lain:

a. more connected knowledge b. wider range of strategies

c. greater complexity of understanding

d. enhanced action appropriate to goals and context e. increased engagement and self-direction

f. more reflective approach

g. more positive emotions and affiliation to learning h. more developed vision of future self as a learner i. greater facility in learning with others

j. more sense of participation in a knowledge community Beberapa hal tersebut dapat diartikan sebagai berikut. a. Pengetahuan yang lebih terhubung

b. Strategi dengan jangkauan yang lebih luas/lebar c. Pengertian atau pemahaman yang lebih kompleks

d. Peningkatan tindakan yang cocok untuk tujuan dan konteks e. Komitmen dan arahan diri yang meningkat

f. Pendekatan yang leih reflektif

g. Emosi yang lebih positif dan kerja sama dalam belajar

h. Pandangan yang lebih berkembang tentang masa depan diri sebagai seorang pembelajar

i. Fasilitas yang lebih baik dalam belajar dengan orang lain

j. Daya partisipasi yang lebih tinggi dalam komunitas pengetahuan Sejalan dengan itu, Nightingale dan O'neil (Killen, 2009:4) juga mengungkapkan karakteristik pembelajaran yang efektif, yaitu:

a. Siswa mampu menerapkan pengetahuan dan memecahkan masalah. b. Siswa mampu mengomunikasikan pegetahuannya kepada orang lain.


(17)

c. Siswa mampu memahami hubungan dari pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

d. Siswa mampu mempertahankan pengetahuan yang dimiliki dalam waktu yang lama.

e. Siswa mampu menemukan atau mengontruksi pengetahuan sendiri. f. Siswa memiliki keinginan terus belajar.

Selanjutnya Muijs dan Reynolds (2005:338) menyatakan pembelajaran matematika yang efektif melibatkan pembelajaran untuk tujuan memahami, menggunakan problem solving, dan bermakna.

Dari uraian di atas, apabila dikaitkan dengan pembelajaran matematika, dapat dikatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu pembelajaran matematika dapat dilihat dari bagaimana efek yang ada setelah dilaksanakan pembelajaran. Pembelajaran matematika efektif apabila tujuan pembelajaran matematika yang melibatkan aktivitas siswa dapat tercapai. Misalnya, efektivitas pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa.

Pada penelitian ini, pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis apabila nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest dan persentase nilai siswa yang mencapai nilai minimal 75 lebih dari 75%. Sedangkan apabila ditinjau dari kemandirian belajar, pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal dan persentase skor angket siswa yang mencapai kategori minimal Baik lebih dari 75%.


(18)

4. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik tersebut meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran (Permendikbud nomor 65:2013). Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 pendekatan Saintifik memiliki tujuan meningkatkan high order thinking pada siswa, menyelesaikan masalah secara sistematis, mengomunikasikan ide, dan mengembangkan karakter siswa.

Muhammad Hosnan (2014: 36) menyatakan, dalam penerapannya, pendekatan Saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa, dimana siswa dibiasakan memberikan penilaian secara objektif terhadap objek tersebut.

b. Pembelajaran berdasarkan masalah faktual dan melibatkan konteks kehidupan anak sebagai sumber belajar.

c. Melibatkan proses kognitif, keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

d. Melatih kemampuan komunikasi dan karakter siswa.

e. Memverifikasi kebenarannya dalam arti dikofirmasi, direvisi, dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda.

f. Pembelajaran mengangkat hal yang masuk akal.

Kazilek dan Pearson (2009) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagai berikut.

a. Pengamatan, kegiatan melihat, mendengar, menyentuh. b. Mengajukan pertanyaan, seperti mengapa atau bagaimana.

c. Hipotesis, tebakan tentang apa yang menyebabkan sesuatu terjadi. d. Prediksi, apa yang Anda pikir akan terjadi jika.

e. Pengujian, ini adalah di mana Anda bisa bereksperimen dan menjadi kreatif.

f. Kesimpulan, memutuskan bagaimana hasil tes Anda berhubungan dengan prediksi Anda.

g. Berkomunikasi, berbagi hasil pekerjaan sehingga orang lain dapat belajar dari pekerjaan Anda.


(19)

Sejalan dengan hal di atas, Francis Bacon (dalam Putra Sitiatava Rizema, 2013) mengemukakan langkah-langkah saintifik yang meliputi:

a. Mengidentifikasi masalah (dari fakta yang ditemukan di lingkungan). b. Mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang

ditemukan.

c. Memilah data yang sesuai dengan permasalahan.

d. Merumuskan hipotesis (dugaan ilmiah yang menjelaskan data dan permasalahan yang ada, sehingga dapat menentukan langkah penyelesaian masalah lebih lanjut).

e. Menguji keakuratan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya supaya bisa menentukan tindakan terhadap hipotesis tersebut (mengkonfirmasi, memodifikasi, ataupun menolak hipotesis).

Sedangkan, Permendikbud nomor 103 tahun 2014 menyebutkan bahwa Pendekatan saintifik meliputi lima kegiatan, yakni mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.

Kelima langkah tersebut dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

a. Mengamati (observing)

Pada tahap ini siswa mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat. Menurut Hosnan (2014:39), Dalam kegiatan ini, aktivitas belajar siswa dapat berupa melihat, mengamai, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat).

b. Menanya (questioning)

Pada tahap menanya (questioning), yang dilakukan oleh siswa

adalah membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi

tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin


(20)

siswa dapat berupamengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan).

c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting)

Saat mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), siswa

mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru

bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku

teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara,

dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan. Sejalan dengan

rumusan Hosnan (2014:39) dalam kegiatan ini, aktivitas belajar siswa adalah menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan,

menentukan sumber data (benda dokumen, buku, eksperimen), dan

mengumpulkan data.

d. Menalar/Mengasosiasi (associating)

Pada tahap menalar/mangasosiasi (associating), siswa mengolah

informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk

membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan

fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola,

dan menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan (communicating)

Pada tahap, mengkomunikasikan (communicating), siswa menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses,


(21)

menyampaikan hasil konseptualitasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan gambar atau media lainnya (Hosnan (2014:39)).

Dari beberapa kajian di atas dapat maka dalam penelitian ini langkah-langkah pendekatan saintifik meliputi beberapa kegiatan, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.

5. Strategi Heuristik Polya

Tujuan penting dalam pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Namun, banyak sekali interpretasi dalam meningkatkan kemampuan berpikir tersebut. Salah satunya adalah dalam hal menjadi pemecah masalah yang efektif.

Menurut Polya (1985:82) siswa harus diminta untuk memecahkan masalah dan mengamati masalah lainnya, lalu memecahkannya pula, dengan menekankan pada proses pemecahan masalah dari pada hasil akhirnya. Polya (1985:182), dalam buku kecilnya How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method mengenalkan 4 langkah dalam pemecahan masalah yang disebut heuristik, yang terdiri dari:

a. understanding the problem. b. devising a plan.

c. carrying out the plan. d. looking back.


(22)

Beberapa hal tersebut dapat diartikan sebagai memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Adapun penjabaran dari keempat langkah yang diajukan Polya dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Memahami masalah

Menurut Polya, memahami suatu pertanyaan sangatlah penting untuk dilakukan sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Siswa harus memahami masalah yang dihadapinya terlebih dahulu sebelum memecahkannya.

Pertama, siswa harus memahami kalimat verbal dari masalah yang diberikan. Guru dapat menguji siswa dalam hal ini, misalnya dengan meminta siswa untuk mengulang kalimat masalah. Kemudian siswa harus dapat mengungkapkan hal-hal apa saja yang diketahui dalam soal, data apa saja yang disediakan dalam soal, hal apa yang dipermasalahkan, hal apa yang belum diketahui, dan syarat-syarat yang berlaku dalam soal.

Dalam hal mengungkapkan hal-hal apa saja yang diketahui dalam soal, siswa harus dapat memilih notasi, simbol, atau tanda yang cocok untuk merepresentasikan objek yang diketahui. Menurut Polya (1985:33) memahami masalah dibagu dalam 2 tahap, yaitu getting acquainted dan working for better understanding.


(23)

Pada tahap getting acquainted atau berkenalan, siswa mengetahui bahwa dalam memecahkan masalah dimulai dari kalimat atau pernyataan dalam soal. Dilanjutkan dengan memvisualisasi masalah secara jelas dan tajam. Kemudian, siswa harus memahami soal dan menanamkan tujuan soal dalam pikiran. Pemahaman ini akan berguna dalam mengumpulkan data yang diketahui dalam soal.

Tahap working for better understanding dimulai dari kalimat atau pernyataan soal. Dilanjutkan dengan memisahkan hal penting dalam soal. Jika masalah merupakan masalah yang harus dibuktikan, maka hal yang penting adalah kesimpulan dan hipotesis. Jika masalahnya merupakan masalah untuk ditemukan, maka hal yang penting adalah yang belum atau tidak diketahui, data soal, dan syarat yang berlaku dalam soal. Kemudian memilih objek mana yang akan berguna dalam porses selanjutnya.

b. Merencanakan penyelesaian

Tahap setelah memahami masalah adalah merencanakan penyelesaian. Tahap ini adalah tahap untuk menentukan strategi apa yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah. Menurut Polya, menentukan rencana penyelesaian, menyusun ide untuk memecahkan masalah tidaklah mudah untuk dilakukan. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya, perilaku mental yang baik, tingkat konsentrasi pada tujuan masalah, dan keberuntungan.


(24)

Pada tahap ini, siswa harus menemukan konsep apa yang dapat menunjang pemecahan masalah dan rumus apa yang dapat digunakan. Pada langkah in, siswa membutuhkan sebuah kreaativitas. Hal ini didasarkan bahwa pada langkah ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang dapat dan seharusnya dikerjakan.

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Pada tahap ini, siswa melakukan perhitungan-pehitungan yang diperlukan untuk melaksanakan rencana pemecahan masalah.

d. Melakukan pengecekan kembali

Pada tahap ini, dilihat kembali proses yang telah dilakukan dalam pemecahan masalah. Dapat diamati apakah proses serupa dapat diaplikasikan dalam masalah yang lain. Hasil dari pemecahan masalah juga harus diamati. Hasil tersebut juga dapat berguna dalam pemecahan masalah yang lain.

Sejalan dengan hal di atas, Muijs dan Reinold (2005:119) juga mengemukakan bahwa salah satu pendekatan untuk menyelesaikan masalah adalah pendekatan heuristik. Dalam strategi penyelesaian masalah heuristik, terdapat 4 langkah :

a. memahami dan menggambarkan masalah

Pada tahap ini, pemecah masalah harus menemukan atau memahami arti dari masalah yang ada. Tahap ini bertujuan untuk menemukan informasi relevan dalam suatu masalah dan


(25)

menguraikan/memisahkan apa saja yang relevan untuk proses pemecahan masalah dan yang tidak.

Salah satu cara untuk membantu siswa di tahap ini adalah dengan membiarkan mereka melihat beberapa macam worked examples yang berbeda.

b. merencanakan pemecahan masalah

Setelah masalah dapat dipahami, bagian berikutnya adalah mendesain rencana untuk memecahkan masalah. Salah satu strategi terbaik yang dapat dilakukan adalah memecah masalah ke dalam beberapa langkah yang lebih kecil dan menemukan cata untuk mengerjakan beberaapa langkah berbeda tersebut.

Setelah itu, siswa juga harus dapat memilih algoritma paling efektif untuk memecahkan masalah yang ada. Guru dapat membantu siswa dengan meminta mereka untuk menjelaskan langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah.

c. mengeksekusi rencana penyelesaian masalah

Langkah ketiga ini adalah langkah untuk menemukan solusi sebenarnya dari sebuah masalah. Dalam langkah ini, algoritma yang dipilih dijalankan untuk memperoleh solusi permasalahan.

d. mengevaluasi hasil penyelesaian masalah

Tahap terakhir adalah memeriksa solusi yang diperoleh. Memeriksa solusi adalah dengan melihat apakah hasil yang diperoleh masuk akal atau tidak.


(26)

Dalam bukunya, Musser, Trimpe, dan Maurer (2007:45) juga memaparkan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam tahap penyelesaian masalah heuristik Polya, yakni:

a. Memahami masalah

1) Apakah anda jelas mengenai apa yang harus ditemukan? 2) Apakah anda memahami terminologi yang digunakan di

dalam masalah?

3) Apakah anda memiliki informasi yang cukup? 4) Apakah terdapat informasi yang relevan?

5) Apakah terdapat batasan atau kondisi khusus yang perlu diperhatikan?

b. Menyusun rencana

1) Bagaimana seharusnya masalah dipecahkan?

2) Apakah masalah mirip dengan masalah lain yang telah terpecahkan?

3) Strategi apakah yang akan anda gunakan untuk menyelesaikan masalah?

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Mengaplikasikan strategi atau rencana tindakan yang terpilih pada tahap 2 sampai menemukan solusi atau memutuskan untuk menggunakan strategi lain.


(27)

d. Melihat kembali

1) Apakah solusi anda tepat?

2) Apakah anda melihat cara lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah?

3) Apakah hasil penyelesaian anda dapat digunakan untuk masalah yang lain?

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi heuristik Polya adalah strategi penyelesaian masalah yang meliputi tahap memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali.

6. Pembelajaran Matematika Melalui Strategi Heuristik Polya dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik menekankan pada suatu pembelajaran matematika yang diawali dengan suatu permasalahan matematika, yang diselesaikan menggunakan stategi heuristik Polya sehingga pada akhir pembelajaran siswa mampu memahami suatu konsep matematika tertentu.

Berdasarkan teori-teori yang mengenai langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan langkah strategi heuristik Polya, dalam penelitian ini langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dapat dirumuskan sebagai berikut:


(28)

a. Mengamati masalah.

Siswa mengamati masalah yang ada. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menemukan informasi relevan dalam suatu masalah. Siswa harus menemukan:

1) apa saja pertanyaannya, dapatkah pertanyaannya disederhanakan, 2) apa saja data yang dipunyai soal/masalah, pilih data-data yang

relevan,

3) hubungan-hubungan apa dari data-data yang ada.

b. Menanya hal yang penting untuk penyusunan rencana penyelesaian masalah.

1) Bagaimana seharusnya masalah dipecahkan?

2) Apakah masalah mirip dengan masalah lain yang telah terpecahkan?

3) Strategi apakah yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah?

c. Mengumpulkan informasi yang berguna untuk penyelesaian masalah. 1) Siswa menentukan dan mencatat informasi relevan dari suatu

masalah

2) Siswa mendaftar strategi yang mungkin digunakan

d. Mengasosiasi/menalar dalam penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil penyelesaian.


(29)

2) Siswa menyelesaikan permasalahan menggunakan algoritma penyelesaian yang terpilih.

3) Siswa memeriksa penyelesaian/jawaban (mengetes atau mengujicoba jawaban) apakah jawaban yang diperolah masuk akal,

4) Siswa memeriksa pekerjaan, adakah yang perhitungan atau analisis yang salah,

5) Siswa memeriksa pekerjaan, adakah yang kurang lengkap atau kurang jelas.

e. Mengkomunikasikan hasil penyelesaian masalah.

1) Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah.

7. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Beberapa ahli telah mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis. Salah satunya Gontran Ervynck (Tall, David, 2002:47) yang menyebutkan bahwa:

“Mathematical creativity is the ability to solve problems and/or to develop thinking in structures, taking account of the peculiar logico-deductive nature of the discipline, and of the fitness of the generated concepts to integrate into the core of what is important in mathematics.”

Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa kemampuan kreatif matematika merupakan kemampuan yang berguna untuk memecahkan masalah dan atau untuk mengembangkan struktur berpikir,


(30)

mengembangkan pola berpikir logis, dan membuat kesimpulan konsep yang terintegrasi pada inti matematika itu sendiri.

Treffinger (2002:6), menekankan bahwa :

"problem solving and creative thinking are closely related. The very definitions of these two activities show logical connections. Creative thinking produces novel outcomes, and problem solving involves producing a new response to a new situation, which is a novel outcome".

Dari pendapat tersebut juga terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa juga mempunyai hubungan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Ruggiero dan Vincent (1984:92-93) menyebutkan terdapat beberapa tahap proses kreativitas, yaitu:

a. Mengidentifikasi masalah : tujuannya untuk menemukan hal paling membantu dalam masalah, salah satu yang akan mengantarkan pada solusi terbaik. Dalam tahap ini, kita dituntut untuk melihat dan mengungkapkan masalah yang ada dalam beberapa cara yang berbeda semampu kita, dan jika mungkin, pilih salah satu yang terbaik. Banyak masalah tidak terpecahkan karena pemecah masalah hanya melihat masalah dari satu sudut pandang.

b. Menginvestigasi masalah : tujuan dari tahap ini adalah untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah secara efektif


(31)

c. Membuat solusi : dalam tahap ini pemecah masalah dituntut untuk membuat beberapa solusi yang mungkin lalu memilih solusi terbaik

Tanner (1992: 23) menyebutkan beberapa karakteristik pemikir kreatif, sebagai berikut.

a. Pemikir kreatif memiliki ketidakpuasan tinggi. Mereka tidak puas dengan hal-hal yang telah ada.

b. Pemikir kreatif mencari solusi alternatif untuk masalah atau peluang. Mereka tidak terpaku pada ide pertama untuk memecahkan masalah tetapi selalu meluangkan waktu untuk mencari alternatif.

c. Pemikir kreatif memiliki pikiran yang siap. Mereka waspada terhadap hal-hal di sekitar mereka yang dapat memicu ide untuk memenuhi kebutuhan.

d. Pemikir kreatif berpikir positif. Mereka beranggapan hasil yang negatif memiliki hikmah tersamar.

e. Pemikir kreatif bekerja keras untuk hal tertentu. Mereka semua memiliki minat intens tentang apa yang mereka lakukan dan bekerja keras untuk hal itu.

Sedangkan, Treffinger (2002:11) menggeneralisasi karekteristik berpikir kreatif menjadi 4 indikator, yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian), elaboration (elaborasi). Keempat indikator tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.


(32)

a. Fluency (kelancaran) adalah kemampuan untuk membuat atau menciptakan banyak ide untuk menjawab permasalahan. Kelancaran dibangun di atas premis bahwa kuantitas generasi ide dapat merangsang produksi ide-ide yang akan berguna; kuantitas akan menciptakan kualitas.

b. Flexibility (keluwesan) adalah kemampuan untuk berganti arah dari satu jaan berpikir ke sudut pandang yang lain. Keluwesan membutuhkan keterbukaan untuk menilai ide-ide atau pengalaman dalam situasi atau cara yang bervariasi untuk menemukan kemungkinan lain yang menjanjikan.

c. Originality (keaslian) adalah kemampuan untuk menghasilkan ide baru dan unik. Dengan kata lain, ide tidak sering ditemukan secara statistik.

d. Elaboration (elaborasi) adalah kemampuan untuk menambahkan detil dan memperluas ide atau gagasan. Elaborasi adalah membuat ide lebih kaya, lebih menarik dan komplit.

Sejalan dengan Trefingger, Polette (2012:64) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tipe berpikir produktif yang dapat dijadikan indikator pikiran yang kreatif, yaitu:

a. Fluency (Kelancaran)

Kelancaran adalah proses brainstorming atau datang dengan banyak tanggapan. Tujuannya adalah kuantitas, bukan kualitas, sehingga tidak ada respon akan ditolak.


(33)

b. Originality (Keaslian)

Menanggapi suatu informasi atau masalah dengan cara baru dan menciptakan produk baru atau solusi baru untuk masalah mendorong orisinalitas.

c. Elaboration (Elaborasi)

Elaborasi berarti menambah produk untuk meningkatkan atau membuatnya lebih lengkap.

Dalam penelitian ini aspek dan indikator berpikir kreatif matematis yang digunakan adalah (1) fluency: menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah, (2) originality: penyampaian solusi dengan cara baru/unik (berbeda dengan jawaban yang lain), (3) elaboration: menguraikan secara runtut langkah penyelesaian masalah.

8. Kemandirian Belajar Siswa

Menurut Hiemstra (1994) beberapa hal yang menggambarkan belajar mandiri adalah sebagai berikut:

a. Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan.

b. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.

c. Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain.

d. Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransferkan hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain.

e. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.


(34)

f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.

g. Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan programprogram inovatif lainnya.

Sejalan dengan pendapat Hiemstra, Zimmerman (dalam Marini, 2014) belajar mandiri adalah proses dimana siswa merencanakan, memonitor dan mengatur pembelajaran mereka sendiri. Hal ini mengacu pada pikiran, perasaan dan tindakan yang direncanakan dan disesuaikan untuk meningkatkan motivasi dan belajar. Ini melibatkan tiga fase utama: perencanaan, kinerja, dan evaluasi diri. Perencanaan meliputi proses, pengetahuan awal dan keyakinan awal yang mempengaruhi belajar dari subjek, serta saat di mana siswa menetapkan tujuan dan menguraikan rencana strategis untuk mencapai mereka. Kinerja ini terkait dengan apa yang terjadi selama pembelajaran. Ini melibatkan proses yang merangsang pelaksanaan tugas, dengan penekanan pada perhatian dan self-monitoring. Proses ini membantu siswa untuk lebih fokus pada kegiatan dan meningkatkan prestasi mereka. Terakhir, evaluasi diri terkait dengan tindakan yang terjadi setelah selesainya tugas, memberikan siswa kesempatan untuk meninjau arah diambil dan pilihan yang dibuat.

Menurut Brookfield (1986: 41), kemandirian belajar diantaranya adalah analitis, mandiri secara sosial, dapat mengarahkan diri, individualis, dan memiliki rasa identitas yang kuat.


(35)

Menurut Hamzah B. Uno (2008: 77), kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri dianggap mampu bekerja sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Selain itu, kemandirian juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin seseorang.

Menurut Paulinna Panen (2000: 5-10) siswa yang mampu belajar mandiri adalah siswa yang dapat mengontrol dirinya sendiri, dan mempunyai motivasi belajar yang tinggi, serta yakin akan dirinya mempunyai orientasi atau wawasan yang luas dan luwes.

Knowles (1975:18) dalam Scott (2006:2) memberikan definisi tentang belajar mandiri yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti belajar mandiri adalah proses dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mengenali kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya untuk belajar, memilih dan melaksanakan strategi pembelajaran yang tepat, dan evaluasi hasil belajar.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah perilaku siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain, dalam hal ini adalah siswa tersebut mampu melakukan belajar sendiri, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas


(36)

belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.

Dalam penelitian ini, beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kemandirian belajar siswa adalah tidak tergantung pada orang lain, memiliki inisiatif, mampu mengontrol diri, dan mempunyai sikap tanggung jawab.

B.Penelitian yang Relevan

Skripsi Nita Dewi Rahmawati yang berjudul “Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Heuristik Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIIIC SMP Negeri 6 Yogyakarta” menunjukkan bahwa penerapan strategi heuristik Polya pada pembelajaran matematika dengan langkah-langkah: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis dari 77,34% (kategori: sedang) pada siklus I meningkat menjadi 89,52%% (kategori: tinggi) pada siklus II. Berikut rincian peningkatan persentase aspek kemampuan berpikir kritis: memberikan penjelasan sederhana (dari 97,18% menjadi 98,16%), membangun keterampilan dasar (dari 72,04% menjadi 83,41%), mengatur strategi dan taktik (dari 72,10% menjadi 88,87%), dan menyimpulkan (dari 73,66% menjadi 88,71%).


(37)

Penelitian yang dilakukan oleh Atni Widya Iriani dalam skripsinya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa Kelas VI SD Negeri Cepagan 01 Batang Melalui Problem Based Learning” menunjukkan pembelajaran dengan Problem Based Learning dapat meningkatkan kemandirian belajar dan penguasaan konsep siswa Kemandirian belajar siswa meningkat, terlihat dari aspek-aspek kemandirian yang diamati pada angket, yaitu kemampuan merancang belajar sendiri siswa meningkat dari 68,90% menjadi 76,92%, inisiatif siswa meningkat dari 76,98% menjadi 67,07%, kepercayaan diri siswa meningkat dari 65,50% menjadi 78,35%, motivasi siswa meningkat dari 70,12% menjadi 78,20%, tanggung jawab siswa meningkat dari 73,05% menjadi 82,93%, dan semua aspek kemandirian berada dalam kriteria baik. Adanya peningkatan penguasaan konsep matematika siswa, hal ini terlihat dari rata-rata skor tes siswa dari 53,74 menjadi 62,07 pada siklus II.

Penelitian yang dilakukan oleh I. Kurniasari, Dwijanto, dan E. Soedjoko, dalam jurnalnya yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Polya Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas-VII” memperoleh hasil yakni rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih dari 75, siswa kelas eksperimen yang mencapai ketuntasan individual memiliki presentase lebih dari 75%, kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen lebih baik dari kemampuan berpikir kreatif kelas kontrol, dan siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran yang diberikan pada kelas eksperimen. Simpulan yang diperoleh yakni model pembelajaran


(38)

MMP dengan langkah pemecahan masalah Polya efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nova Fahradina, Bansu I. Ansari, dan Saiman dalam jurnal yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok” menghasilkan kesimpulan bahwa peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaraan dengan model investigasi kelompok lebih baik daripada kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan level siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Ali Yazdanpanah Nozari dan Hasan Siamian dalam jurnal yang berjudul “The Effects of Problem-Solving Teaching on Creative Thinking among District 2 High School Students in Sari City” menghasilkan kesimpulan bahwa penerapan metode problem solving meningkatkan kreativitas dan komponen-komponennya (fluidity, expansion, originality and flexibility) dalam pembelajaran.

Dengan demikian, beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut mendukung perlunya dilakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.


(39)

C.Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Pentingnya

kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian

belajar siswa

Masalah diSMK PGRI 1 Sentolo Berdasarkan Hasil Observasi:

Kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa belum berkembang secara maksimal.

Solusi : Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan

pendekatan saintifik Mengamati masalah Menanya hal yang penting untuk penyusunan rencana

penyelesaian masalah. Mengumpulkan informasi yang

berguna untuk penyelesaian masalah.

Mengasosiasi/menalar dalam penyelesaian masalah dan

memeriksa kembali hasil penyelesaian. Mengkomunikasikan hasil penyelesaian masalah. Ke mampua n be rpikir kr ea ti f ma tema ti s Ke mandir ian Bela ja r Si swa


(40)

D.Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo.

2. Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasy experiment). Desain dari penelitian ini adalah One-Group Pretest Posttest Design. Perlakuan pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Sedangkan respon yang diamati adalah kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa.

Gambar 3.1 Desain Penelitian B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK PGRI 1 Sentolo yang beralamat di Jl. Wates 18, Sentolo, Kulon Progo 55664. Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Adapun surat keterangan izin penelitian dapat dilihat pada lampiran H.2..

C.Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK PGRI 1 Sentolo pada tahun pelajaran 2015/2016, yang terbagi dalam 3 kelas.

Pretest

Angket Awal

strategi heuristik Polya

dengan pendekatan

saintifik

Posttest

Angket Akhir


(42)

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini diperoleh secara acak, yaitu dengan cara mengambil satu dari tiga kelas yang ada di SMK PGRI 1 Sentolo. Dari hasil pemilihan, kelas X AK dijadikan sebagai sampel penelitian.

D.Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran yang digunakan meliputi pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman variabel penelitian, penelitian ini memberi batasan definisi operasional sebagai berikut:

1. Keefektifan pembelajaran matematika adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pembelajaran matematika dengan strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa apabila: (a) nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest; dan (b) sebanyak lebih dari 75% siswa mencapai nilai posttest minimal 75.


(43)

apabila: (a) rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal; dan (b) banyak siswa yang mencapai skor angket kategori Baik lebih dari 75%.

2. Pembelajaran matematika dengan strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Guru membuka pelajaran dengan salam dan doa.

b. Guru mempersiapkan siswa untuk memulai pelajaran dan membuat suasana kelas menjadi kondusif.

c. Siswa diberi apersepsi untuk mengingatkan materi yang diperlukan saat pembelajaran.

d. Siswa diberi motivasi terkait aplikasi materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang pernah mereka alami.

e. Siswa diberi informasi tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai. f. Siswa mengamati masalah yang disajikan oleh guru.

g. Siswa diberi kesempatan untuk memberi pertanyaan dari masalah yang disajikan.

h. Pembentukan kelompok berdasarkan tempat duduk siswa.

i. Siswa mendikusikan LKS yang diberikan oleh guru secara berkelompok.

j. Siswa mengumpulkan informasi terkait materi yang sedang dipelajari. k. Siswa menalar materi yang sedang dipelajari bersama teman


(44)

l. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas sedangkan kelompok yang lain memperhatikan dan menyampaikan komentarnya.

m. Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan

n. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya apabila masih ada materi yang belum dipahami.

o. Siswa diberi pekerjaan rumah untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

p. Siswa diberi informasi tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

q. Guru menutup pelajaran dengan berdoa dan salam.

3. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan siswa dalam: a. menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah (fluency). b. menyampaikan solusi dengan cara baru/unik (originality).

c. menguraikan secara runtut langkah penyelesaian masalah (elaboration). 4. Kemandirian belajar siswa merupakan sikap siswa yang memiliki indikator

sebagai berikut.

a. Tidak tergantung pada orang lain. b. Memiliki Inisiatif.

c. Mampu mengontrol diri. d. Memiliki tanggung jawab.


(45)

F. Penyusunan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LKS (Lmbar Kerja Siswa) untuk materi relasi dan fungsi. RPP dan LKS tersebut disusun oleh peneliti dengan memperhatikan pendapat dosen pembimbing dan guru. Adapun RPP dan LKS yang digunakan dapat dilihat pada lampiran C dan D.

Adapun tahap yang dilakukan dalam menyusun RPP pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memilih Kompetensi Dasar yang akan dikembangkan. 2. Merumuskan Indikator dan tujuan yang akan dicapai.

3. Menyusun draf RPP untuk empat kali pertemuan yang sesuai dengan langkah-langkah pendekatan saintifik.

4. Mengkonsultasikan draf RPP dengan dosen pembimbing.

5. Merevisi RPP yang telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam menyusun LKS adalah sebagi berikut.

1. Mengumpulkan berbagai bahan dan sumber belajar.

2. Merancang kegiatan pembelajaran melalui strategi heuristik Polya. G.Instrumen Penelitian

1. Bentuk Instrumen

a. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Tes kemampuan berpikir kreatif matematis digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tes berupa soal uraian


(46)

yang terdiri dari 4 soal yang dikerjakan selama 2 × 40 menit. Soal tes disusun berdasarkan kisi-kisi yang sesuai dengan materi relasi dan fungsi linier serta memuat indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. Kisi-kisi soal kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada Lampiran 1.1 dan Pedoman penskoran dapat dilihat pada Lampiran 1.2.

b. Angket Kemandirian Siswa

Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar siswa diukur menggunakan skala Likert dengan 5 alternatif jawaban selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Angket tediri dari 12 butir pernyataan positif dan 12 butir pernyataan negatif. Angket diberikan kepada siswa sebanyak 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran melalui heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Kisi-kisi angket kemandirian belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 1.7. Lembar angket kemandirian belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 1.8. Angket yang diberikan dengan penskoran yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Penskoran Butir Angket Pilihan

Sifat Selalu Sering

Kadang

-kadang Jarang

Tidak Pernah

Positif 5 4 3 2 1


(47)

2. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas

Uji validitas ini bertujuan untuk melihat apakah instrumen tersebut mampu mengukur apa yang inginkan. Validitas yang digunakan dalam menguji validitas instrumen penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Untuk mendapatkan validitas isi, maka instrumen dikonsultasikan kepada para ahli untuk diperiksa dan dievaluasi apakah butir-butir tersebut telah mewakili apa yang diukur. Dalam penelitian ini, ahli yang dimaksud adalah tiga orang dosen ahli pendidikan matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Adapun hasil validasi instrumen terlampir pada lampiran G.1, G.2 dan G.3. Sedangkan Surat Keterangan Validasi dapat dilihat pada lampiran H.1. b. Reliabilitas

Untuk menghitung reliabilitas instrumen perangkat tes digunakan rumus sesuai dengan tes uraian yaitu rumus Alpha-cronbbach sebagai berikut (Reynolds, C.R., Livingston, R.B., & Willson, 2010:103):

� � � � � � = ( − )[ −∑ �� ]

Keterangan:

= Banyak soal

∑ �� = Jumlah varians skor seluruh soal menurut skor tertentu

� = Varians skor seluruh soal menurut skor perorangan Untuk mempermudah dalam perhitungan, uji reliabilitas juga dapat diperoleh dari bantuan program SPSS Statistics menggunakan


(48)

reliability analysis. Hasil uji reliabilitas instrumen tes berpikir kreatif menggunakan SPSS yaitu sebesar 0,521. Jika dibandingkan dengan ��= , , koefisien reliabilitas , > �� yang berarti instrumen tes kemampuan berpikir kreatif dapat dikatakan reliabel sebagai alat pengumpul data dalam penelitian. Sedangkan reliabilitas instrumen kemandirian belajar menggunakan SPSS yaitu 0,793. Jika dibandingkan dengan �� = , , koefisien reliabilitas , >

�� yang berarti instrumen angket kemandirian belajar dapat dikatakan reliabel sebagai alat pengumpul data dalam penelitian.

H.Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Observasi

Data penelitian diperoleh salah satunya dari observasi keterlaksanaan pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi terkait keterlaksanaan pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Observasi yang dilakukan adalah pengamatan langsung pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Observer yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1 orang. Hasil observasi dari observer dapat dilihat pada lampiran E .

2. Metode Angket

Angket diberikan kepada siswa sebanyak 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran melalui heuristik Polya dengan pendekatan saintifik.


(49)

3. Tes

Tes dilakukan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif. Tes tertulis dilaksanakan 2 kali, yaitu yaitu sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) penerapan pembelajaran melalui heuristik Polya dengan pendekatan saintifik.

I. Teknik Analisis Data 1. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah hasil pretest dan posttest kemampuan berpikir kreatif matematis dan hasil angket kemandirian belajar siswa di awal dan di akhir pelaksanaan penelitian.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah one-sample kolmogorov-smirnov test yang terdapat dalam program SPSS Statistics.

Hipotesis: � : populasi darimana data diambil berdistribusi normal.

� : populasi darimana data diambil berdistribusi tidak normal.


(50)

3. Uji hipotesis

Uji Hipotesis bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yaitu apakah pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari :

a. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan 2 uji hipotesis yaitu:

1) menguji apakah nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest,

2) menguji apakah persentase nilai posttest yang mencapai nilai lebih dari sama dengan 75, lebih dari 75%.

Perumusan hipotesis yang digunakan secara statistik bisa dinyatakan sebagai berikut:

1) � : � ≤ � (nilai rata-rata posttest tidak lebih dari nilai rata-rata pretest)

� : � > � � (nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest)

Taraf signifikansi (�) adalah sebesar , . Statistik uji yang digunakan adalah:

= ̅

√ ⁄


(51)

Keterangan :

̅

= rata-rata , dimana = selisih skor pretest dan posttets pada masing-masing siswa. s = simpangan baku

n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika ℎ� > �, − , yaitu ℎ� � > , .

2) � : ≤ (banyak siswa yang mencapai nilai lebih atau samadengan 75 kurang dari atau samadengan 75%)

� : > (banyak siswa yang mencapai nilai lebih dari samadengan 75 lebih dari 75%)

Taraf signifikansi (�) adalah sebesar , . Statistik uji yang digunakan adalah:

� =� − √

Keterangan :

x = banyaknya siswa yang mempunyai nilai lebih dari dan samadengan 75.

= ukuran sampel


(52)

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika �ℎ� > �, yaitu

�ℎ� � > , .

b. Kemandirian Belajar Siswa

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan 2 uji hipotesis yaitu:

1) menguji apakah nilai rata skor angket awal lebih dari nilai rata-rata skor angket akhir,

2) menguji apakah persentase skor angket akhir yang mencapai kategori minimal Baik lebih dari 75%.

Perumusan hipotesis yang digunakan secara statistik bisa dinyatakan sebagai berikut:

1) � : � ≤ � (rata-rata skor angket akhir tidak lebih dari rata-rata skor angket awal)

� : � � > � � (rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal)

Taraf signifikansi (�) adalah sebesar , . Statistik uji yang digunakan adalah:

= ̅

√ ⁄


(53)

Keterangan :

̅

= rata-rata , dimana = selisih skor akhir dan awal pada masing-masing siswa.

s = simpangan baku n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika ℎ� > �, − , yaitu ℎ� � > , .

2) � : ≤ (banyak siswa yang mencapai kategori minimal Baik kurang dari atau samadengan 75%)

� : > (banyak siswa yang kategori mencapai minimal Baik lebih dari 75%)

Taraf signifikansi (�) adalah sebesar , . Statistik uji yang digunakan adalah:

� =� − √

Keterangan :

x = banyaknya siswa yang mencapai kategori minimal Baik = ukuran sampel

= 75%


(54)

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika �ℎ� > �, yaitu

�ℎ� � > , .

Untuk melihat klasifikasi kemandirian setiap siswa, dilakukan perhitungan jumlah skor yang diperoleh setiap siswa pada angket akhir. Eko Putra Widyoko (2009: 238) membandingkan rata-rata jumlah skor dengan kriteria seperti yang terlihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Klasifikasi Skor Kemandirian Belajar

Rumus Rata-rata

Skor

Klasifikasi

� > �̅ + , ×� � � > Sangat Baik

�̅ + , ×� � < � ≤ �̅ + , ×� � < � ≤ Baik

�̅ − , ×� � < � ≤ �̅ + , ×� � < � ≤ Cukup

�̅ − , ×� � < � ≤ �̅ − , ×� � < � ≤ Kurang

� < �̅ − , ×� � � ≤ Sangat Kurang

Keterangan:

� = Skor empiris

�̅� = (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data

a. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Kemampuan berpikir kreatif matematis diukur menggunakan instrumen berupa soal tes berbentuk uraian yang terdiri dari 4 nomor. Tes kemampuan berpikir kreatif matematis diberikan kepada siswa sebanyak 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah penerapan strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Tabel 4.1 berikut ini menyajikan statistik pada pretest dan posttest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas X AK 1 yang dihitung dari data penelitian pada lampiran B4 dan B5. Rentang nilai yang mungkin diperoleh siswa adalah dari 0 sampai dengan 100. Sebagai contoh hasil pekerjaan siswa pada tes kemampuan berpikir kreatif matematis dapat dilihat pada lampiran B.8.

Tabel 4.1 Statistik Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Pretest Posttest

Jumlah Siswa 26 26

Rata-rata 38,94 76,54

Modus 0,00 75,00

Simpangan Baku 16,24 6,06

Jangkauan 58,34 29,17

Nilai Tertinggi 66,67 91,67

Nilai Terendah 8,33 62,50

Nilai minimal yang mungkin 0,00 0,00


(56)

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata posttest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa lebih besar dari nilai rata-rata pretest. Apabila dilihat lebih lanjut, peningkatan tersebut juga terjadi pada setiap aspek kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada setiap indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. Hasil pretest dan posttest yang disajikan ke dalam setiap indikator selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B4 dan B5. Berikut ini tabel rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis yang disajikan ke dalam setiap aspek.

Tabel 4.2 Rata-rata Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

No Aspek Berpikir Kreatif Matematis Pretest Posttest

1. Fluency 43,27 76,44

2. Originality 18,27 75,48

3. Elaboration 55,29 78,37

Dari tabel 4.2 terlihat bahwa rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis setiap aspek mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata nilai tertinggi pada aspek-aspek kemampuan originality yaitu 57,21.

Berikut ini disajikan tabel ketuntasan yang dicapai oleh masing-masing siswa pada nilai posttest.


(57)

Tabel 4.3 Ketuntasan Nilai Posttest No.

Presensi Nilai Ketuntasan 1 75,00 Tuntas

2 79,17 Tuntas 3 75,00 Tuntas 4 66,67 Belum Tuntas 5 75,00 Tuntas 6 75,00 Tuntas 7 66,67 Belum Tuntas 8 79,17 Tuntas 9 79,17 Tuntas 10 83,33 Tuntas 11 83,33 Tuntas 12 62,50 Belum Tuntas 13 75,00 Tuntas 14 75,00 Tuntas 15 75,00 Tuntas 16 79,17 Tuntas 17 83,33 Tuntas 18 75,00 Tuntas 19 91,67 Tuntas 20 75,00 Tuntas 21 75,00 Tuntas 22 79,17 Tuntas 23 83,33 Tuntas 24 75,00 Tuntas 25 79,17 Tuntas 26 79,17 Tuntas

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa 3 dari 26 siswa atau 11,53% siswa belum tuntas pada posttest kemampuan berpikir kreatif matematis. Dengan kata lain, 88,47% siswa tuntas dalam posttest kemampuan berpikir kreatif matematis. Sehingga, tampak bahwa lebih dari 75% siswa telah mencapai nilai ketuntasan minimal 75 pada posttest setelah mengikuti pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Persentase ketuntasan yang diperoleh siswa disajikan dalam Tabel. 4.4.


(58)

Tabel 4.4 Persentase Ketuntasan Nilai Posttest

Ketuntasan Persentase Jumlah Siswa

Belum Tuntas (� < ) 11,53% 3

Tuntas (� ) 88,46% 23

b. Kemandirian Belajar Siswa

Kemandirian belajar siswa diukur menggunakan skala Likert dengan 5 alternatif jawaban selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Angket tediri dari 12 butir pernyataan positif dan 12 butir pernyataan negatif. Angket diberikan kepada siswa sebanyak 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran melalui heuristik Polya dengan pendekatan saintifik. Tabel 4.5 berikut ini menyajikan statistik untuk data angket awal dan akhir kemandirian belajar siswa kelas X AK 1 yang dihitung dari data penelitian pada lampiran B.6 dan B.7.

Tabel 4.5 Data Statistik Kemandirian Belajar Siswa

Angket Awal Angket Akhir

Jumlah Siswa 26 26

Rata-rata skor 2,98 3,38

Standar Deviasi 0,38 0,33

Skor Terkecil 2,25 2,54

Skor Terbesar 3,79 3,92

Skor minimal yang mungkin 1 1

Skor maksimal yang mungkin 5 5

Terlihat bahwa rata-rata skor kemandirian belajar siswa mengalami peningkatan. Demikian juga dengan skor terkecil dan skor terbesarnya. Standar deviasi skor angket akhir lebih kecil daripada standar deviasi skor angket awal.


(59)

Peningkatan skor angket kemandirian belajar terjadi pula pada setiap indikator kemandirian belajar. Adapun hasil angket kemandirian belajar dapat dilihat pada lampiran B.6 dan B.7. Berikut ini disajikan beberapa tabel yang dapat digunakan untuk mengkaji skor setiap butir pernyataan yang mengalami peningkatan ditinjau dari rata-rata skor yang diperoleh pada setiap butir tersebut.

Tabel 4.6 Rata-rata Skor Kemandirian Belajar untuk Indikator Tidak Tergantung dengan Orang Lain

No Pernyataan

Rata-rata Skor Angket

Awal

Angket Akhir 1. Saya belajar tanpa disuruh orang lain. 2,8 3,3 5. Saya berharap mendapatkan teman satu

kelompok yang pintar sehingga tidak perlu mengerjakan tugas kelompok.

3,4 3,7 13. Saya mengatur jadwal belajar saya

sendiri. 3,3 3,5

17. Saya menyontek pekerjaan rumah milik

teman. 3,3 3,3

21. Saya belajar jika disuruh oleh orang tua/

guru. 2,9 3,5

23. Saya mengerjakan ujian sesuai dengan

kemampuan sendiri. 3,5 4,4

Rata-rata Total 3,2 3,6

Terlihat bahwa rata-rata total skor kemandirian belajar untuk indikator tidak tergantung dengan orang lain mengalami peningkatan, yaitu sebesar 0,4. Butir 23 mengalami peningkatan tertinggi, yaitu sebesar 0,9. Namun terdapat satu butir yang tidak mengalami peningkatan, yaitu butir 17.


(60)

Tabel 4.7 Rata-rata Skor Kemandirian Belajar untuk Indikator Memiliki Inisiatif

No Pernyataan

Rata-rata Skor Angket

Awal

Angket Akhir 2. Saya belajar tidak hanya dari buku tetapi

juga media lain, misalnya internet. 3 3,2 6. Saya takut menanyakan hal yang tidak

saya pahami kepada guru diluar jam pelajaran.

3,2 3,5 12. Saya menunggu guru menerangkan

materi tertentu baru mau mempelajarinya.

2,6 3

14. Saat ada latihan soal, saya langsung

mengerjakannya 3 3,5

20. Saya mempelajari materi terlebih dahulu di rumah sebelum materi tersebut

disampaikan di kelas

2,5 3

22. Saya hanya mempelajari buku yang

diwajibkan guru. 2,9 3,4

Rata-rata Total 2,8 3,3

Berdasarkan Tabel 4.7, rata-rata total skor kemandirian belajar untuk indikator memiliki inisiatif mengalami peningkatan, yaitu sebesar 0,5. Rata-rata skor untuk setiap butir pernyataan mengalami peningkatan.

Tabel 4.8 Rata-rata Skor Kemandirian Belajar untuk Indikator Mampu Mengontrol Diri

No Pernyataan

Rata-rata Skor Angket

Awal

Angket Akhir 3. Saya meluangkan waktu khusus untuk

belajar.

2,7 3,2 7. Saya hanya belajar jika ada ulangan/ujian. 2,8 3,3 9. Saya lupa belajar ketika banyak kegiatan. 2,6 3,1 11. Saya tetap meluangkan waktu untuk

belajar meskipun sedang banyak kegiatan.


(61)

No Pernyataan Rata-rata Skor Angket Awal Angket Akhir saya kurang baik

19. Saya tidak belajar matematika secara rutin

2,6 3,2

Rata-rata Total 2,8 3,3

Dari Tabel 4.8 tampak bahwa rata-rata skor pada indikator mampu mengontrol diri mengalami peningkatan, yaitu 0,5. Selain itu, semua skor butir pernyataan mengalami meningkatan. Sedangkan, peningkatan skor tertinggi terjadi pada pernyataan nomor 19 yaitu 0,6.

Tabel 4.9 Rata-rata Skor Kemandirian Belajar untuk Indikator Tanggung Jawab

No Pernyataan

Rata-rata Skor Angket

Awal

Angket Akhir 4. Saya berusaha menyelesaikan soal

matematika yang sulit meskipun harus dicoba berkali-kali.

2,8 3,1

8. Saat tugas kelompok, saya memilih diam dan menunggu teman lain mengerjakan.

3,5 3,8 10. Saya tidak sungguh-sungguh dalam

mengikuti pembelajaran matematika.

3,2 3,3 16. Saya berpartisipasi dalam mengerjakan

tugas kelompok.

3,2 3,3 18. Saya mengumpulkan tugas yang diberikan

tepat waktu.

2,8 3,3 24. Saya terlambat mengumpulkan tugas. 2,8 3,2

Rata-rata Total 3,1 3,4

Dari Tabel 4.9 tampak bahwa rata-rata skor untuk indikator tanggung jawab juga mengalami peningkatan, yaitu 0,3. Skor pada setiap


(62)

butir pernyataan juga mengalami peningkatan. Peningkatan skor tertinggi terjadi pada butir pernyataan nomor 18, yaitu 0,5.

Tabel 4.10 Klasifikasi jumlah skor angket awal dan angket akhir No.

Presensi Siswa

Angket Awal Angket Akhir

Rata-rata

Skor Klasifikasi

Rata-rata

Skor Klasifikasi

1 3,13 Baik 3,58 Baik

2 3,33 Baik 3,38 Baik

3 3,08 Baik 3,21 Baik

4 2,75 Cukup 3,63 Baik

5 3,38 Baik 3,50 Baik

6 3,17 Baik 3,46 Baik

7 2,83 Cukup 3,33 Baik

8 3,25 Baik 3,54 Baik

9 2,88 Cukup 3,29 Baik

10 3,58 Baik 3,79 Baik

11 3,25 Baik 3,38 Baik

12 2,54 Cukup 3,63 Baik

13 3,25 Baik 3,92 Baik

14 2,92 Cukup 3,54 Baik

15 2,42 Cukup 3,46 Baik

16 2,96 Cukup 3,33 Baik

17 2,83 Cukup 3,08 Baik

18 2,29 Cukup 3,17 Baik

19 3,79 Baik 3,83 Baik

20 2,88 Cukup 2,92 Cukup

21 2,92 Baik 3,04 Baik

22 3,00 Cukup 3,29 Baik

23 3,46 Baik 3,92 Baik

24 2,63 Cukup 3,04 Baik

25 2,25 Cukup 2,54 Cukup

26 2,83 Cukup 3,04 Baik

Rata-rata


(63)

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah skor pada angket akhir lebih besar dari rata-rata skor pada angket awal. Rata-rata skor angket awal termasuk pada kategori Cukup, sedangkan pada angket akhir termasuk pada kategori Baik. Untuk mengetahui lebih lanjut, persentase siswa yang mencapai klasifikasi baik pada angket akhir ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.11 Persentase Klasifikasi Angket Akhir Kemandirian Belajar

Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase

Baik ( < � ) 24 92,31 %

Cukup ( < � ) 2 7,69 %

Berdasarkan Tabel 4.11, tampak bahwa siswa yang mencapai kategori Baik sebesar 92,31 %. Hal tersebut berarti 24 dari 26 siswa mencapai klasifikasi Baik pada angket akhir kemandirian belajar. Sedangkan terdapat 2 siswa atau sebanyak 7,69 % siswa yang belum mencapai klasifikasi Baik dalam angket kemandirian belajar.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diuji berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas terhadap nilai pretest berpikir kreatif matematis, nilai posttest berpikir kreatif matematis, skor angket awal kemandirian belajar, dan skor angket akhir kemandirian belajar.


(64)

Plot sebaran keempat data daapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 berikut ini.


(65)

Gambar 4.3 Q-Q Plot Skor Angket Awal Kemandirian Belajar


(66)

Dari Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 di atas, tampak bahwa nilai pretest kemampuan berpikir kreatif matematis, posttest kemampuan berpikir kreatif matematis, angket awal kemandirian belajar, dan angket akhir kemandiriaan belajar siswa cenderung tersebar mendekati garis diagonal, sehingga dapat diduga bahwa data yang diuji berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji normalitas menggunakan SPSS Statistics yang disajikan pada Tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas

Hal Yang Diuji

Uji Normalitas (Kolmogrof-Smirnov)

Kesimpulan Nilai

Signifikansi � Interpretasi Nilai pretest berpikir

kreatif matematis. 0,885 0,05 �0 diterima Normal Nilai posttest berpikir

kreatif matematis. 0,385 0,05 �0diterima Normal Skor angket awal

kemandirian belajar. 0,880 0,05 �0diterima Normal Skor angket akhir

kemandirian belajar. 0,980 0,05 �0 diterima Normal

Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa nilai pretest berpikir kreatif matematis, nilai posttest berpikir kreatif matematis, skor angket awal kemandirian belajar, dan angket akhir kemandirian belajar memiliki nilai signifikansi > �, dengan � = 0,05. Hal tersebut menunjukan bahwa keempat data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan Q-Q Plots seperti Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 dan hasil uji normalitas, maka dapat disimpulkan keempat data berasal dari populasi


(67)

3. Uji Hipotesis

Penelitian ini terdiri dari satu faktor dan dua respon, siswa kelas X AK 1 sebagai sampel penelitian yang diambil secara acak dari 3 kelas X SMK PGRI 1 Sentolo. Faktornya yaitu pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik, sedangkan responnya yaitu berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar.

Uji hipotesis yang pertama dilakukan terhadap nilai berpikir kreatif matematis dengan kriteria efektif apabila: (a) nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest; dan (b) persentase nilai siswa yang mencapai lebih dari samadengan 75, lebih dari 75%. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F. Dari uji hipotesis diperoleh bahwa:

(a) �ℎ� = , > , , maka �0: � � ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest.

(b) �ℎ� = , > , ; maka �0: � �0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya banyak siswa yang mencapai nilai lebih dari samadengan 75 lebih dari 75%.

Berdasarkan kedua hasil uji hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kemudian, uji hipotesis kedua dilakukan terhadap skor kemandirian siswa dengan kriteria efektif apabila: (a) rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal; dan (b) persentase siswa yang memperoleh


(1)

LAMPIRAN H

Surat Keterangan Validasi Surat Izin Penelitian SK Pembimbing Skripsi


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

1 30 205

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CORE DITINJAU DARI KEMANDIRIAN SISWA

12 128 489

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN MODEL 4K DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VII

9 49 262

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN TTW DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED MELALUI HANDS ON ACTIVITY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

1 36 307

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH BELAJAR IPS TERPADU MELALUI Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Belajar Ips Terpadu Melalui Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Bas

0 2 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH BELAJAR IPS TERPADU MELALUI Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Belajar Ips Terpadu Melalui Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Bas

0 2 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN SAINTIFIK Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Siswa Kelas VIII

0 2 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MTS NEGERI 2 MEDAN MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED.

0 2 44

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KLATEN.

1 12 176

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS TEORI KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII.

0 0 64