EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN ANGKLUNG DENGAN MEDIA PENANDAAN WARNA (COLOUR SIGNING) BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD NEGERI BULAKAN 1 SUKOHARJO.

(1)

 

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD NEGERI BULAKAN 1 SUKOHARJO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

THOMAS DIANASA 10208241030

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

Skripsi yang berjudul Efektivitas Pembelajaran Angklung dengan Media Penandaan Warna (Colour Signing) bagi Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Pembimbing I,

Dr.

kオョ LセZzZZM

M

.Pd

NIP.

セUPWQT@

199101 2 002

ii

Yogyakarta, 30 Agustus 2016 Pembimbing II,

Dra. M. G. Widyastuti, M.Sn NIP. 19600703 198812 2 001


(3)

(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Thomas Dianasa

NIM : 10208241030

Program Studi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta

menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang

pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain,

kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti

kaidah etika penulisan karya ilimiah yang lazim.

Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka sepenuhnya

menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 20 September 2016 Penulis,

Thomas Dianasa NIM.10208241030


(5)

v   

MOTTO

“Ora et labora”


(6)

vi   

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus Sang

Juruselamat yang sudah menjawab doa saya dengan mengijinkan saya untuk

menyelesaikan tugas akhir ini. Tulisan ini saya persembahkan untuk kedua orang

tua saya yang terkasih yaitu bapak Thomas Sukamsi dan ibu Yanik

Pramudyaningsih yang senantiasa memberikan dukungan baik berupa dana,

upaya, dan doa kepada saya sehingga saya sanggup menyelesaikan tugas akhir ini.

Kepada teman-teman saya yang saya kasihi Vivi Ervina dan Tyas Kartiko yang

telah banyak memberikan masukan kepada saya dalam mengerjakan tugas akhir

serta teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu demi satu

yang telah membantu serta mendukung saya sehingga saya dapat menyelesaikan


(7)

(8)

viii   

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 8

1. Efektivitas ... 8

2. Konsep Belajar dan Pembelajaran ... 10

3. Pembelajaran Musik ... 11

4. Angklung ... 13

5. Media Pembelajaran ... 15

6. Media Penandaan Warna (Colour Signing) ... 21


(9)

ix   

8. Pendidikan Inklusif ... 25

B. Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Berpikir ... 27

D. Pengajuan Hipotesis ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29

B. Variabel Penelitian ... 31

C. Populasi Penelitian ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 37

G. Teknik Analisis Data ... 39

H. Uji Hipotesis ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Instrumen ... 41

B. Hasil Penelitian ... 43

C. Pembahasan ... 53

BAB V. HASIL A. Kesimpulan ... 57

B. Implikasi ... 58

C. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA...60


(10)

x   

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Instrumen Tes Praktik ... 35

Tabel 2. Rubrik Penilaian Tes Praktik ... 36

Tabel 3. Hasil Uji Inter-rater Reliability ... 41 

  Tabel 4. Hasil Uji Rumus Korelasi Product Momment... 42 

  Tabel 5. Hasil Hasil Uji Reliabilitas ... 43

Tabel 6. Rata-rata skor Total Hasil Pre-test sebelum Treatment ... 45

Tabel 7. Distribusi Frekuensi dan Statistik Rata-rata Skor Total Pre-test sebelum Treatment ... 45

Tabel 8. Kategori Predikat Nilai Pre-test Siswa ... 46

Tabel 9. Rata-rata skor Total Post-test setelah Treatment ... 47

Tabel 10.Distribusi Frekuensi Rata-rata Skor Total Post-test setelah Treatment ... 47

Tabel 11.Statistik Deskripsi Rata-rata Skor Total Post-test setelah Treatment 47 Tabel 12. Kategori Nilai Rata-rata Skor Total Post-test setelah Treatment ... 48

Tabel 13 Hasil Tes Normalitas ... 49

Tabel 14.Hasil Tes Homogenitas ... 50

Tabel 15.Data Skor Sampel Sebelum dan Setelah Treatment ... 51

Tabel 16.Hasil Penghitungan Uji Beda (T-test) ... 58                            


(11)

xi   

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Angklung Melodi ... 15

Gambar 2. Angklung Accompagnement ... 15   

Gambar 3. Penerapan Media Colour Signing ... 23   

Gambar 4. Penerapan Media Colour Signing ... 23   


(12)

xii   

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Instrumen Penelitian ... 62

2. Skor Sampel Saat Uji Instrumen ... 66

3. Hasil Uji Reliabilitas Inter-rater ... 72

4. Hasil Validitas Instrumen ... 74

5. Hasil Reliabilitas Instrumen ... 76

6. Jadwal Penelitian ... 78

7. Skor Populasi saat Pre-test Beserta Distribusi Frekuensi dan Statistik ... 80

8. Skor Populasi saat Post-test Beserta Distribusi Frekuensi dan Statistik .... 86

9. Hasil Uji Beda Sampel Berpasangan (Paired T-test) ... 92

10.Daftar Hadir Siswa (Uji Instrumen, Pre-test, Treatment, Post-test) ... 94

11.Partitur Lagu ‘Ibu Kita Kartini’ ... 98

12.Dokumentasi ... 101

13.Surat Ijin Penelitian (Fakultas, BAPPEDA) ... 103

14.Surat Keterangan Penelitian ... 106


(13)

xiii   

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN ANGKLUNG DENGAN MEDIA PENANDAAN WARNA (COLOUR SIGNING) BAGI SISWA

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD NEGERI BULAKAN 1 SUKOHARJO

Oleh : Thomas Dianasa NIM. 10208241030

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pembelajaran musik angklung siswa berkebutuhan khusus antara pembelajaran angklung yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan media penandaan warna (colour signing) pada mata pelajaran Seni Budaya dan Kesenian di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya media yang berfungsi sebagai penunjang pembelajaran angklung untuk siswa berkebutuhan khusus.

Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental dengan menggunakan desain penelitian one group pretest-posttest design. Data dalam penelitian ini adalah seluruh populasi siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Bulakan 1. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja peserta didik yaitu tes praktik. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi yaitu rubrik penilaian. Uji validitas instrumen penelitian menggunakan validitas konstruksi (construct validity). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelititan ini adalah analisis deskriptif dan analisis komparatif dengan uji beda (t-test).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan positif dan signifikan antara hasil pembelajaran yang menggunakan media colour signing dengan yang tidak menggunakan media colour signing dalam proses pembelajaran musik angklung pada mata pelajaran Seni Budaya dan Kesenian. Hal ini dibuktikan dengan perolehan rata-rata skor post-test sebesar 15,18 dan rata-rata skor pre-test sebesar 12,82 serta selisih kedua rata-rata skor populasi sebesar 2,36. Hasil paired sample t-test menggunakan SPSS 16.0 menghasilkan t hitung sebesar 9,690 dan t tabel sebesar 2,228 dengan signifikansi 0,006 < 0,05. T hitung lebih besar dari t tabel (9,690 > 2,228) oleh karena itu hipotesis yang berbunyi “terdapat perbedaan positif dan signifikan antara hasil pembelajaran musik angklung yang menggunakan media colour signing dengan hasil pembelajaran musik angklung yang tidak menggunakan media colour signing” tidak ditolak, maka media tersebut dikatakan efektif.

Kata Kunci : efektivitas, pembelajaran, angklung, media, colour, signing, siswa, khusus


(14)

1   

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan sebuah proses belajar manusia terhadap suatu fenomena yang terjadi di sekitarnya. Dalam aspek pendidikan sepanjang hayat dijelaskan bahwa proses pendidikan berlangsung sejak manusia dilahirkan sampai dengan manusia mati. Pentingnya proses pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah sehingga terciptalah sekolah-sekolah yang mampu memberikan pembelajaran secara intensif. Sudrajat (2010) mengungkapkan bahwa menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pemerintah menyadari bahwa pendidikan menjadi faktor utama yang mampu mengantarkan sebuah negara menuju kemajuan. Untuk mewujudkannya maka akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan harus terbuka seluas-luasnya tanpa mendapatkan diskriminasi, termasuk bagi mereka, anak penyandang disabilitas atau ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik yang berbeda dengan anak pada umumnya.


(15)

Menurut hasil wawancara dengan bu Maesaroh, salah satu guru yang menangani anak berkebutuhan khusus, kategori anak berkebutuhan khusus adalah: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan. Sekolah Luar Biasa menjadi ruang belajar yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus. Namun, sejak tahun 2003 pemerintah berhasil merintis peluang bagi anak berkebutuhan khusus supaya dapat belajar di sekolah regular bersama anak-anak normal lainnya. Rintisan tersebut berupa sistem pendidikan inklusi atau sekolah inklusi.

Sekolah inklusi merupakan sekolah yang menampung anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam satu lingkungan sekolah. Berbeda dengan SLB, sekolah inklusi bertujuan untuk merangkul semua siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi dalam satu sistem sekolah dan mencoba menemukan dan mengembangkan potensi siswa yang majemuk tersebut. Selain itu, sekolah inklusi juga memiliki kurikulum individual yang dirancang khusus untuk mengembangkan potensi anak sesuai dengan bakat yang dimilikinya tanpa mengabaikan kurikulum nasional. Mata pelajaran yang diajarkan dalam sekolah inklusi sama dengan mata pelajaran yang diadakan di sekolah regular pada umumnya. Kesenian sebagai salah satu bidang ilmu yang mempelajari tentang unsur keindahan juga dimasukkan dalam materi pembelajaran di sekolah inklusi. Ranah kesenian mencakup seni rupa, seni kerajinan, seni gerak (tari), dan seni suara (musik).


(16)

Seni musik merupakan kajian ilmu yang berhubungan dengan nada, melodi, irama, dan harmoni. Seni musik bersifat unik karena mencakup tiga aspek penting dalam pendidikan, meliputi: ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Musik sendiri merupakan sarana ekspresi diri yang muncul dari proses olah rasa yang dialami setiap orang dari sebuah pengalaman seni. Pengajaran musik di sekolah terutama sekolah dasar merupakan salah satu komponen pengajaran yang ikut ambil bagian dalam mendukung perkembangan pribadi siswa. Pembelajaran seni musik di tingkat sekolah dasar masuk kedalam ranah mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Seni musik yang termasuk dalam ruang lingkup mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan mencakup kemampuan menguasai olah vocal, kemampuan bermain alat musik, dan kemampuan mengapresiasi karya musik. Dalam kajian ini kemampuan bermain alat musik disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya dan fasilitas masing – masing sekolah.

SD Negeri Bulakan 1 merupakan salah satu sekolah inklusi tingkat dasar yang tercatat pada data BP-DIKSUS Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah yang terletak di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil observasi, sekolah ini memiliki tujuh ruang kelas yang terdiri dari enam kelas regular yang diisi oleh siswa regular dan satu kelas khusus yang diisi oleh siswa berkebutuhan khusus. Terdapat perbedaan yang tampak pada pembagian kelas regular dengan kelas berkebutuhan khusus, yaitu siswa regular mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI menempati enam ruang kelas regular masing-masing, sedangkan siswa berkebutuhan khusus baik kelas I, II, hingga kelas VI dikumpulkan dalam satu kelas berkebutuhan khusus. Kelas berkebutuhan khusus terdiri dari 11 siswa.


(17)

Ibu Maesaroh merupakan satu-satunya guru pembimbing yang khusus menangani siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Bulakan 1. Beliau menggunakan kurikulum individual yang dibuat khusus untuk merancang program pembelajaran di kelas berkebutuhan khusus. Karena beliau merupakan satu-satunya guru yang sanggup menangani siswa berkebutuhan khusus, maka beliau dituntut untuk mengajar semua bidang mata pelajaran termasuk mata pelajaran Seni Budaya dan Kesenian (SBK). SD Negeri Bulakan 1 memiliki beberapa macam alat-alat musik yang dapat menjadi media dalam pembelajaran Seni Budaya dan Kesenian. Salah satu alat musik yang disediakan oleh pihak sekolah adalah angklung.

Pada observasi awal yang dilakukan di kelas, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran SBK terutama pada saat siswa diajarkan cara memainkan angklung. Kemampuan berkonsentrasi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain terhadap pembelajaran sangatlah berbeda. Sebagian siswa yang menderita tuna grahita hanya mampu menangkap pelajaran selama kurang lebih 5 sampai 10 menit. Kendala lain yang muncul dari siswa hiperaktif yang terlihat kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini diindikasikan dari sulitnya siswa hiperaktif dalam berkonsentrasi, tidak fokus saat menerima materi pembelajaran, dan cepat bosan terhadap kegiatan yang dilakukan secara berulang, bahkan terdapat seorang siswa di kelas tersebut yang mengalami gangguan pendengaran atau tuna rungu.

Menurut Ibu Maesaroh, kelas berkebutuhan khusus kekurangan tenaga pengajar. Beliau menambahkan bahwa idealnya proses pembelajaran untuk siswa


(18)

berkebutuhan khusus adalah empat siswa ditangani oleh satu orang guru, sedangkan di kelas tersebut ibu Maesaroh harus menangani 12 siswa sekaligus sehingga proses pembelajaran berlangsung kurang efektif. Selama ini Ibu Maesaroh menggunakan metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning), jadi sebagian siswa yang sudah bisa memainkan angklung dapat membantu siswa lainnya. Kurangnya media pembelajaran yang tepat juga menjadi penyebab lambannya proses pembelajaran angklung, hal ini ditunjukkan dari banyaknya jumlah pertemuan yang diperlukan untuk mengajarkan siswa memainkan sebuah lagu menggunakan angklung. Oleh karena itu penggunaan waktu dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi kurang efisien.

Melihat berbagai uraian tersebut, terdapat bermacam-macam hal yang mampu dibenahi sehingga menjadikan lebih baik dari sebelumnya. Salah satu permasalahan yang menjadi sorotan adalah keterbatasan media pembelajaran pada kegiatan pembelajaran angklung. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih alternatif judul “Efektivitas pembelajaran angklung dengan media penandaan warna (colour signing) bagi siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo”. Selanjutnya akan dilakukan eksperimen dengan menggunakan Pre-Experimental Design sebagai desain eksperimen dengan bentuk One-Group Pre-test Post-Pre-test yang kemudian akan dianalisa menggunakan kaidah statistika.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang, masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :


(19)

2. Kurangnya media yang mampu membuat siswa lebih tertarik dan antusias dalam pembelajaran angklung.

C. PEMBATASAN MASALAH

Mengingat terbatasnya sumber daya yang diperlukan untuk meneliti beberapa masalah tersebut dan agar penelitian lebih maksimal serta hasil yang diperoleh lebih mendalam, maka fokus penelitian dibatasi pada efektifitas pembelajaran angklung dengan media penandaan warna (colour signing) bagi siswa berkebutuhan khusus.

D. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan hasil pembelajaran musik angklung siswa berkebutuhan khusus antara pembelajaran angklung yang menggunakan media penandaan warna (colour signing) dengan pembelajaran angklung yang tidak menggunakan media penandaan warna (colour signing)?”

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan hasil pembelajaran musik angklung siswa berkebutuhan khusus antara pembelajaran angklung yang menggunakan media penandaan warna (colour signing) dengan yang tidak.


(20)

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis :

a. Untuk mengetahui apa yang disebut dengan penandaan warna (colour signing) dan penerapannya dalam pembelajaran angklung bagi anak berkebutuhan khusus.

b. Diharapkan dapat memberi sumbangan referensi bagi penelitian selanjutnya

2. Secara praktis :

a. Bagi penulis dan Guru di SD Negeri Bulakan 1 :

1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang efektivitas pembelajaran angklung dengan media penandaan warna (colour signing) bagi siswa berkebutuhan khusus,

2) Memberi acuan untuk menggunakan media yang tepat bagi pembelajaran musik anak berkebutuhan khusus yang berkaitan dengan kemampuan memainkan alat musik tertentu,

3) Menambah efisiensi waktu pelaksanaan pembelajaran musik angklung. b. Bagi siswa :

1) Menambah antusias siswa dalam proses pembelajaran musik terutama musik tradisional, yaitu angklung,

2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan dalam mempelajari musik angklung agar lebih efisien.

c. Bagi sekolah, penelitian ini dapat dijadikan acuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran.


(21)

8   

KAJIAN TEORI

A. DESKRIPSI TEORI

1. Efektivitas

Dalam memaknai efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda, sesuai sudut pandang dan kepentingan masing – masing pihak. Mulyasa (2012) memaknai efektivitas sebagai sebuah kondisi adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mewujudkan tujuan operasional. Mulyasa (2012) menambahkan, masalah efektivitas biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Rai (2008: 24) beranggapan, “keefektifan mengacu pada hubungan antara output dengan tujuan yang ditetapkan, yang berarti suatu organisasi, program, atau kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dihasilkan memenuhi tujuan yang ditetapkan.” Berdasarkan pendapat Mulyasa dan Rai tersebut mampu ditarik benang merah, yaitu efektivitas adalah perbandingan hasil pencapaian (output) suatu organisasi, program, atau kegiatan terhadap tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Efektivitas bersangkutan dengan sesuai atau tidaknya sebuah kegiatan, demikian pula dalam pelaksanaan sebuah program pembelajaran dapat dinilai efektivitasnya (Dune 1996). Dune (1996) juga memiliki anggapan bahwa


(22)

keefektifan pembelajaran memiliki dua karakteristik. Karakteristik yang pertama ialah memudahkan murid belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, atau suatu prestasi belajar yang diinginkan. Kedua, bahwa keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai seperti guru, pengawas tutor, atau murid sendiri. Karakteristik kedua tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Dunne (1996), menjelaskan pentingnya peran guru dalam keefektifan sebuah kegiatan pembelajaran.

Menurut Uno & Nurdin (2011: 173-174) “suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila kegiatan pembelajaran tersebut dapat membangkitkan proses belajar. Penentuan pembelajaran dapat dikatakan efektif atau tidak yaitu terletak pada hasilnya.” Parwoto (2007: 25) menuturkan “pembelajaran dikatakan efektif jika di dalamnya terdapat program yang memfokuskan kepentingan siswa berkebutuhan khusus”. Pendapat lain tentang pembelajaran efektif diungkapkan oleh Miarso (1993) dalam Uno & Nurdin (2011: 173) yaitu :

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan terfokus pada peserta didik melalui penggunaan prosedur yang tepat. Definisi ini mengandung arti bahwa pembelajaran yang efektif terdapat dua hal penting, yaitu terjadinya belajar pada peserta didik dan apa yang dilakukan oleh pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya.

Dari beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran efektif tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang bermanfaat dan terfokus pada peserta didik yang hasilnya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Dalam hal ini peran pendidik sangatlah besar dalam mengadakan kegiatan pembelajaran yang efektif terkhusus pembelajaran musik angklung pada siswa berkebutuhan khusus.


(23)

2. Konsep Belajar dan Pembelajaran

a. Hakikat Belajar

“Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya” (Arsyad, 2002: 1). Dari uraian Arsyad tersebut dijelaskan bahwa belajar merupakan proses yang dialami semua orang akibat adanya interaksi orang tersebut dengan lingkungannya. Proses tersebut terjadi dimana saja orang tersebut berada dan kapan saja. Rumusan tersebut juga menyimpulkan bahwa proses belajar terjadi selama orang tersebut hidup atau selama dia sanggup menerima informasi dalam hidupnya.

Santrock dan Yussen (1994) dalam Sugihartono, dkk (2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative permanen karena adanya pengalaman. Winkel (1996: 36) menyatakan bahwa “belajar merupakan suatu aktifitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap perubahan itu bersifat positif.”

Dari berbagai pendapat tersebut dapat diartikan bahwa belajar merupakan sebuah aktifitas psikis atau mental seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan. Demikian juga dengan berlatih angklung yang berkaitan dengan aspek perubahan dilihat dari segi keterampilan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan positif. Dalam pembelajaran angklung artinya perubahan dari tidak bisa menjadi bisa. Apabila dikaitkan dengan pendapat yang disampaikan Arsyad maka perubahan tersebut terjadi karena interaksi antara orang tersebut dengan lingkungan tempat belajar.


(24)

b. Hakikat Pembelajaran

Menurut Sudjana (2000) dalam Sugihartono, dkk (2007: 80) “pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.” Sedangkan Sanaky (2009: 9) berpendapat bahwa “pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu.” Gulo (2004) dalam Sugihartono, dkk (2007) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang diupayakan oleh pendidik selaku sumber pesan kepada peserta didik selaku penerima pesan melalui saluran atau media tertentu untuk menciptakan sistem lingkungan yang mampu mengoptimalkan kegiatan belajar. Jadi pembelajaran diselenggarakan oleh pendidik. Pendidik dituntut untuk mampu mengoptimalkan proses belajar peserta didik melalui kegiatan yang disebut pembelajaran. Kaitannya dengan penelitian ini adalah pembelajaran angklung juga merupakan kegiatan yang diupayakan oleh pendidik kepada peserta didik melalui media colour signing agar kegiatan belajar lebih optimal.

3. Pembelajaran Musik

Menurut Sudarsono dkk (1982 : 5) “musik adalah seni yang berlatar belakang waktu yang mampu mengekspresikan nuansa kehidupan seperti kegembiraan, kesedihan, kemesraan, dan sebagainya. Didalamnya tersimpan ...”. Menurut Jamalus (1998: 1) ;


(25)

Musik merupakan suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur - unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan.

Pendidikan musik merupakan salah satu aspek dari pendidikan kesenian yang merupakan sarana untuk membantu anak didik membentuk pribadinya melalui penanaman dan peresapan rasa indah / peka dalam usaha membentuk atau menemukan diri pribadinya sehingga menjadi manusia berbudi pekerti luhur yang kreatif / estetis sebagai salah satu aspek penting dalam totalitas pembinaan anak didik (Wiramihardja: 2010). Menurut Safrina (1998: 3) “pendidikan musik adalah pendidikan untuk memberi kesempatan mengembangkan rasa keindahan kepada anak dan menghayati bunyi ungkapan musik itu sendiri.”

Menurut Jamalus (1998 : 3) “pengajaran musik adalah pengajaran tentang bunyi. Apapun yang dibahas dalam suatu pengajaran musik haruslah bertolak dari bunyi itu sendiri.” Dalam tahapan pengajaran seni musik selalu terdapat bagian – bagian dari semua unsur musik, karena setiap lagu yang digunakan pada umumnya terbentuk dari semua unsur musik yang esensial sebagai satu kesatuan (Safrina: 1998).

Berdasarkan paparan pendapat dari tokoh – tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran musik adalah pembelajaran tentang aspek pendidikan kesenian yang berhubungan dengan bunyi dan unsur – unsur musik. Pembelajaran musik ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan sarana pada peserta didik untuk membentuk pribadinya melalui peresapan rasa indah yang terdapat dalam karya musik. Pembelajaran angklung masuk dalam ruang lingkup


(26)

pembelajaran musik. Angklung merupakan salah satu alat musik yang termasuk dalam musik kesenian khas daerah.

4. Angklung

Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang berasal dari Jawa Barat. Menurut Ubun (1994) secara etimologi angklung berasal dari kata ‘angka’ (nada) dan ‘lung’ (patah/hilang). Oleh karena itu bunyi atau nada yang dihasilkan angklung terdengar patah-patah. Angklung termasuk dalam kategori idiophone. Menurut Sach, Mahillon dan Horbostel dalam Banoe (2006: 61) “idiophone adalah jenis alat musik yang sumber bunyinya berasal dari sentuhan atas badan alat musik itu sendiri.”

Pada awalnya angklung menghasilkan nada pentatonik (slendro), namun pada perkembangannya Daeng Soetigna seorang guru di Kuningan Jawa Barat berhasil mengembangkan angklung dari skala nada pentatonik (slendro) ke skala nada diatonik kromatik pada tahun 1938, (Wiramihardja: 2010). Menurut Wiramihardja (2010: 10-11) Daeng menilai bahwa angklung sangatlah tepat dijadikan sebagai alat pendidikan, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain :

a) Pertama, ditinjau dari segi harga, angklung terbilang “murah” sehingga tidak akan trlalu menjadi beban, bila sekolah berminat memilikinya. Lain halnya dengan alat musik diatonic lain sepert gitar, biola apalagi piano yang pada waktu itu (tahun 30-an) merupakan produk impian yang sudah pasti harganya pun diatas harga alat musik angklung. Dengan demikian hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang memilikinya.

b) Kedua, alat musik angklung dapat dimainkan dengan mudah oleh setiap anak / pemain, dalam artian tidak memerlukan manipulasi tangan dan jari yang sulit (fingering), berbeda dengan alat musik lainnya, cukup dengan memegang dan menggoyangkannya maka angklung akan


(27)

berbunyi. Deng demikian angklung dapat dimainkan oleh anak mulai dari usia 5 tahun dan orang yang usianya 80 tahun

c) Ketiga, musik ini dapat dimainkan secara massal sehingga anak-anak di dalam kelas dapat ikut berperan serta, tidak ada pembatasan jumlah pemain sepanjang alatnya tersedia yang penting adalah pengaturan dan pengorganisasiannya.

d) Keempat, di dalam permainan musik angklung ini pun terkandung unsur mendidik antara lain : disiplin, tanggung jawab, kerja sama / gorong royong, tahu tugas dan kewajiban, solidarits, demokrasi, konsentrasi, dan etos kerja.

e) Kelima adalah menarik karena ternyata musik angklung ini tlah berhasil menarik minat dan rasa kagum tidak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa, karena dari alat musik yang sederhana dapat memainkan lagu-lagu.

Dari keterangan di atas oleh Pak Daeng ke “5 (lima) M” tersebut dijadikan Motto Angklung Padaeng, yaitu: Mudah, Murah, Massal, Mendidik, Menarik. Angklung Padaeng adalah angklung yang dikembangkan oleh Daeng Soetigna, agar mudah dikenali maka disebut angklung Padaeng yang berasal dari kata ‘pak’ dan ‘daeng’. Angklung Padaeng terdiri atas dua kelompok besar yaitu angklung melodi dan angklung pengiring (Wiramihardja: 2010). Berikut adalah penjelasannya:

a) Angklung Melodi, angklung ini memiliki dua atau tiga tabung yang menghasilkan nada yang berbeda, nada-nada tersebut antara satu dengan yang lain memiliki interval satu oktaf.

Gambar 1. Angklung Melodi


(28)

b) Angklung Accompagnement (pengiring) terbagi menjadi dua jenis, yaitu angklung accompagnement akor dasar dan angklung accompagnement dominan septim.

Gambar 2. Angklung Accompagnement

(dokumen Thomas, 2015)

Angklung Accompagnement dominan septim baik major maupun minor memiliki empat tabung yang menghasilkan nada yang berbeda. Masing-masing nada yang dihasilkan oleh empat tabung tersebut merupakan tonika, tertz, kwint, dan septim sehingga apabila dibunyikan akan menghasilkan akor Major dominan septim atau akor minor dominan septim dari salah satu akor. Sebagai contoh sebuah angklung C7 terdiri atas empat tabung yang menghasilkan nada c, g, e, dan bes. Angklung Accompagnement akor dasar hanya terdiri atas tiga tabung. Ketiga tabung tersebut menghasilkan nada tonika, tertz, dan kwint dari suatu akor baik akor Major maupun minor. Sebagai contoh angklung pengiring Am memiliki tiga tabung yang masing – masing menghasilkan nada a, c, dan e.

5. Media Pembelajaran

Sebuah pembelajaran mata pelajaran di sekolah tidak lepas dari peran media pembelajaran. Media merupakan alat bantu yang biasa digunakan oleh


(29)

pendidik untuk menunjang suatu kegiatan pembelajaran. Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2002: 4) bahwa “hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu komunikasi yang disebut media komunikasi.” Bovee dalam Sanaky (2009: 3) menjelaskan bahwa “media adalah sebuah alat yang berfungsi menyampaikan pesan. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar.” Sanaky (2009: 3) menyimpulkan bahwa “media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi menyampaikan pesan pembelajaran.” Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ’perantara’, atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002). Menurut Gerlach & Ely dalam Arsyad (2002: 3),

Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran yang berfungsi sebagai perantara atau alat untuk menyampaikan pesan pembelajaran guna menunjang berlangsungnya proses pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran ini diharapkan mampu memaksimalkan daya serap peserta didik terhadap pelajaran yang diterima. Oleh karena colour signing juga merupakan alat bantu dan memiliki fungsi sebagai perantara atau menyampaikan pesan pembelajaran maka colour signing laik untuk disebut media pembelajaran.

a. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran

Seiring berkembangnya zaman, para ahli telah melakukan berbagai usaha untuk mengelompokkan jenis-jenis media pembelajaran. Pengelompokan jenis


(30)

dan karakteristik media pembelajaran tersebut berdasarkan aspek fisik, ada pula yang mengelompokkannya berdasarkan aspek panca indera, dan lain sebagainya.

Sanaky (2009: 40) memaparkan jenis dan karakteristik media pembelajaran, sebagai berikut :

1) Media pembelajaran dilihat dari sisi aspek bentuk fisik, dengan membagi jenis dan karakteristiknya, meliputi:

a) media elektronik, seperti televisi, film, radio, slide, video, VCD, DVD, LCD, komputer, internet, dan lain – lain.

b) media non-elektronik, seperti buku, handout, modul, diktat, media, grafis, dan alat peraga.

2) Media pembelajaran dilihat dari aspek panca indera dengan membagi menjadi tiga yaitu :

a) media audio (dengar)

b) media visual (melihat), termasuk media grafis c) media audio-visual (dengar – melihat)

3) Media pembelajaran dilihat dari aspek alat dan bahan yang digunakan, yaitu :

a) alat perangkat keras (hardware) sebagai sarana yang menampilkan pesan, dan

b) perangkat lunak (software), sebagai pesan atau informasi.

Melihat dari paparan Sanaky tersebut maka media pembelajaran colour signing termasuk dalam media non-elektronik bila dilihat dari aspek bentuk fisik, termasuk dalam kategori media visual bila dilihat dari aspek panca indra, dan merupakan alat perangkat keras bila dilihat dari aspek adalat dan bahan yang digunakan.

b. Tujuan Penggunaan media pembelajaran

Penggunaan suatu media pembelajaran tidak lepas dari tujuan penggunaan media pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaran tercapai. Berikut ini adalah tujuan penggunan media pembelajaran menurut Sanaky (2009: 4), yaitu :


(31)

1) mempermudah proses pembelajaran di kelas, 2) meningkatkan efisiensi proses pembelajaran,

3) menjaga relevansi antara materi pembelajaran dengan tujuan belajar, dan 4) membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran

Hamalik (1986) sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2002: 15) mengemukakan bahwa:

Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh – pengaruh psikologis terhadap siswa.

Berdasarkan kutipan tokoh – tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan penggunaan media pembelajaran adalah untuk mengoptimalkan setiap proses yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Demikian pula media colour signing yang pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.

c. Fungsi Media Pembelajaran

Sebagai sebuah alat bantu proses pembelajaran tentunya media memiliki beragam fungsi. Levied dan Lentz dalam Sanaky (2009: 6) mengemukakan “...empat fungsi media pengajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris.” Pengertian fungsi media visual menurut Levied dan Lentz dalam Sanaky (2009: 6-7) adalah sebagai sebagai berikut :

1) Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

2) Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau


(32)

lambing visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

3) Fungsi kognitif media visual dapat terlihat dari temuan – temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Sanaky (2009: 6) mengungkapkan fungsi media pembelajaran yaitu untuk merangsang pembelajaran dengan :

1) menghadirkan obyek sebenarnya,

2) membuat duplikasi dari obyek yang sebenarnya, 3) membuat konsep abstrak ke konsep konkret, 4) memberi kesamaan persepsi,

5) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak, 6) menyajikan informasi secara konsisten, dan

7) memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Suwardi (2007), sebagaimana dikutip oleh Riskiandini (2015: 24) membagi fungsi media pembelajaran menjadi dua, yaitu :

1) Media sebagai sumber belajar

Media sebagai sumber belajar maksudnya media yang digunakan oleh guru dapat berfungsi sebagai tempat dimana bahan pembelajaran itu berbeda. Wujud media sebagai sumber belajar dapat berupa manusia, benda, peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperoleh bahan pembelajarannya.

2) Media sebagai alat bantu

Media pembelajaran sebagai alat bantu maksudnya media mempunyai fungsi untuk membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan media pembelajaran, guru dapat menyampaikan materi lebih menarik. Dengan bantuan media pembelajaran, peserta didik akan lebih mudah memahami materi yang dipelajari.

Arsyad (2002: 15) berpendapat bahwa “fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.” Melalui berbagai penjelasan tentang fungsi media pembelajaran menurut beberapa tokoh tersebut


(33)

kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran adalah sebagai sarana untuk merangsang minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Sebagaimana media colour signing yang dirancang untuk merangsang minat siswa melalui warna, hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaran yang dirancang sebelumnya dapat tercapai.

d. Manfaat Media Pembelajaran

Selain memiliki tujuan dan fungsi penggunaan media pembelajaran juga memiliki manfaat. Yang dimaksud dengan manfaat yang dibahas kali ini adalah dampak yang diterima oleh pelaku pembelajaran baik siswa maupun guru. Manfaat media pembelajaran terbagi dalam dua sisi, yaitu dilihat dari sisi pengajar dan dari sisi pembelajar seperti diungkapkan oleh Sanaky (2009) yaitu memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan, menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik, memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik, memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran, membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi pembelajaran, membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar, dan meningkatkan kualitas pengajaran. Sedangkan manfaat media pembelajaran bagi pembelajar, yaitu meningkatkan motivasi belajar pembelajar, memberikan dan meningkatkan variasi belajar, memberikan struktur materi pembelajaran dan memudahkan pembelajar untuk belajar, memberikan inti informasi, pokok – pokok, secara sistematik sehingga memudahkan pembelajar untuk belajar, merangsang pembelajar untuk berpikir dan beranalisis, menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan, dan


(34)

pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis yang disajikan pengajar lewat media pembelajaran.

Sudjana & Rivai dalam Arsyad (2002: 25) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar,

2) Bahan pengajaran akan lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata – mata komunikasi verbal melalui penuturan kata – kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain – lain. Apabila melihat uraian tersebut media colour signing memiliki manfaat bagi pengajar maupun bagi pembelajar. Singkatnya media memiliki manfaat untuk mempermudah pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan bagi pembelajar adalah untuk menarik perhatian siswa dan agar bahan ajar lebih mudah dipahami.

6. Media Penandaan Warna (Colour Signing)

Colour berasal dari bahasa Inggris yang berarti “warna”, sedangkan signing berasal dari kata sign yang berarti “tanda”. Yang dimaksud dengan colour signing adalah penandaan warna. Colour Signing merupakan istilah yang merujuk pada penggunaan warna sebagai sarana penyampaian pesan. Menurut Sanaky (2009: 4),


(35)

Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran.

Berdasarkan pengertian tersebut maka coloursigning dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

Sebagaimana telah diungkapkan oleh Sanaky tentang karakteristik dan jenis media pembelajaran sebelumnya maka dilihat dari aspek bentuk fisik colour signing merupakan media pembelajaran yang termasuk media non-elektronik dan elektronik. Hal ini dikarenakan penggunaan media tersebut dapat ditayangkan lewat komputer, video, dan perangkat elektronik lainnya atau juga dapat ditampilkan dalam bentuk benda, misalnya seperti bendera warna – warni, kertas warna – warni, dan lain – lain. Namun yang digunakan oleh peneliti dalam penilitian yang telah dilakukan adalah media colour signing yang berupa media non-elektronik. Penggunaan media colour signing pada penelitian ini dengan menggunakan partitur lagu berwarna dan angklung yang ditempeli stiker warna.

Berdasarkan ciri aspek panca indera, colour signing merupakan media yang tergolong dalam media visual. Sedangkan dilihat dari ciri alat dan bahan yang digunakan maka media colour signing masuk dalam kategori alat perangkat keras. Media colour signing dalam penelitian ini diterapkan dalam pembuatan partitur. Partitur yang pada umumnya digunakan sebagai media pembelajaran musik adalah not angka dan not balok, namun partitur yang digunakan dalam pembelajaran kali ini adalah partitur dengan penggunaan warna. Not-not yang digunakan ditambahi dengan tanda warna dengan asumsi siswa lebih tertarik dan


(36)

lebih mudah dalam memainkan dan berlatih musik angklung (lihat lampiran 11 halaman 100). Berikut ini adalah gambar media colour signing yang digunakan dalam penelitian ini,

Gambar 3. Penerapan media colour signing (Dokumen Thomas, 2016)

Gambar 4. Penerapan media colour signing

(Dokumen Thomas, 2016)

7. Anak Berkebutuhan Khusus

Terdapat beberapa definisi anak berkebutuhan khusus menurut beberapa tokoh. Iswari (2007) menjelaskan, istilah anak dengan kebutuhan khusus ditujukan pada segolongan anak yang memiliki kelainan atau perbedaan sedemikian rupa dari anak rata-rata normal dalam segi fisik, mental, emosi, sosial, atau gabungan dari ciri-ciri itu dan menyebabkan mereka mengalami hambatan


(37)

untuk mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Anak yang memiliki kelainan tetapi tidak memiliki hambatan dalam mencapai perkembangannya maka tidak termasuk anak berkebutuhan khusus, sebab mereka masih dapat mengikuti pendidikan umum dan dapat berkembang secara normal tanpa hambatan serius. Dengan demikian istilah anak dengan kebutuhan khusus ditujukan pada anak yang membutuhkan program pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhannya.

Lynch (1994), sebagaimana dikutip oleh Budiyanto (2005: 8) menyatakan bahwa :

anak berkebutuhan khusus adalah semua anak yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosi atau kombinasi dari gangguan-gangguan tersebut sehingga mereka membutuhkan pendidikan secara khusus dengan guru dan sistim/lembaga khusus baik secara permanen maupun secara temporal. Rudiyati (2013) berpendapat bahwa pada dasarnya anak berkelainan/berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang mengalami penyimpangan intelektual, phisik, sosial atau emosional secara menyolok dari apa yang dianggap sebagai pertumbuhan dan perkembangan normal, tentu saja yang bersangkutan tidak dapat menerima manfaat maksimal dari program sekolah umum dan memerlukan kelas khusus atau tambahan pengajaran dan berbagai layanan.

Iswari (2007: 44) menambahkan bahwa pengertian anak dengan kebutuhan khusus mencakup “...anak-anak yang memiliki kelebihan atau keunggulan dari anak-anak normal (jenius, gifted dan talented) dan anak-anak yang memiliki kekurangan dari anak-anak normal.” Depdiknas (2013) sebagaimana dikutip oleh


(38)

Iswari (2007: 47) mengklasifikasikan anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk keperluan pembelajaran sebagai berikut :

a. Tunagrahita (mental retardation) b. Kesulian belajar (learning disabilities)

c Gangguan perilaku atau gangguan emosional (behavior disorders) d. Gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorders) e. Kerusakan pendengaran (hearing impairments)

f. Kerusakan penglihatan (visual impairments)

g. Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan (physical and other health impairments)

h. Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicap) i. Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat (gifted and talented) Dari berbagai uraian tokoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kelainan dari anak normal dan memerlukan pendidikan khusus agar perkembangannya optimal.

8. Pendidikan Inklusif

Ainscow (2008) dalam Carrington (2012: 5) berpendapat: “inclusive education is a response to global concerns that all children and young people have the right to access and complete a free compulsory education that is ‘responsive’ to their needs and ‘relevant’ to their lives” Dengan demikian anak berkebutuhan khusus sudah memiliki hak untuk mengenyam jenjang pendidikan yang laik melalui pendidikan inklusi sesuai dengan asas global sebagaimana diungkapkan Ainscow. Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2002) sebagaimana dikutip oleh Budiyanto (2005: 17-18) :

Pendidikan inklusif adalah model pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak sebayanya di sekolah umum, dan pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif.


(39)

Sementara O’Neil, (1994/1995) mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai sistem layanan PLB yang mempersyaratkan agar semua ALB dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Budiyanto, 2005: 19). Rudiyati (2013: 316) berpendapat bahwa :

Sekolah inklusif pada hakikatnya adalah sekolah yang mengakomodasi semua anak tanpa menghiraukan kondisi phisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik, etnik, budaya atau kondisi lain mereka. Dalam hal ini termasuk anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus.

Jika dipakai pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif menuntut semua anak berkebutuhan khusus berhak untuk mendapatkan lingkungan pendidikan yang sama dengan teman sebayanya yaitu pada sekolah regular di sekitarnya.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

Sebagai materi pendukung penelitian ini, berikut terdapat hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan. Referensi yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Alviana Riskiandini pada tahun 2015, dengan judul “Keefektifan Media Midi dalam Pembelajaran Ansambel Musik di SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015”. Simpulan dari penelitian Alviana yaitu terdapat perbedaan positif dan signifikan antara hasil belajar peserta didik yang menggunakan media MIDI dengan peserta didik yang tidak menggunakan media MIDI dalam proses pembelajaran ansambel musik kelas IX SMP Negeri 8 Yogyakarta.

Referensi kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Andrianus Satya Putra pada tahun 2014, dengan judul “Keefektifan Penggunaan Media


(40)

Audio-Visual dalam Pembelajaran Musik Mancanegara di SMP Negeri 1 Prambanan Sleman”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa media audio-visual efektif digunakan dalam pembelajaran musik mancanegara di SMP Negeri 1 Prambanan. Referensi yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Imam Wahyudi pada tahun 2012, dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Recorder Sopran dengan Media Iringan MIDI di SMP Negeri 1 Wonosari”. Simpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan media iringan MIDI dengan hasil belajara siswa yang tidak dalam pembelajaran recorder sopran, sehingga penggunaan media MIDI dinyatakan efektif dalam pembelajaran recorder sopran tersebut. Kaitannya antara ketiga penelitian tersebut adalah sama-sama menggunakan metode eksperimen.

C. KERANGKA BERPIKIR

Pembelajaran musik angklung merupakan sebuah kegiatan yang bersifat praktis. Pembelajaran memainkan sebuah lagu dengan angklung perlu melibatkan lebih dari satu siswa karena angklung adalah alat musik yang dimainkan secara bersama – sama. Untuk mengorganisir SBK (Siswa Berkebutuhan Khusus) yang notabene memiliki kelemahan dalam menangkap pembelajaran yang diakibatkan oleh keterbatasan fisik atau mentalnya maka diperlukan sebuah media atau alat bantu.

Media Colour Signing merupakan media yang digunakan dalam penelitian ini. Media ini menggunakan warna sebagai alat dalam membantu guru untuk mengkondisikan siswa khususnya SBK yang notabene memiliki keterbatasan dalam menangkap informasi pembelajaran. Reden dalam Parwoto (2007)


(41)

mengatakan bahwa salah satu kompetensi khusus guru pendidikan khusus adalah mampu menggunakan sarana dan media pendidikan khusus. Jadi penggunaan media colour signing ini dimaksudkan untuk diuji keefektifannya dalam pembelajaran angklung siswa berkebutuhan khusus.

Dalam pembelajaran musik angklung tanpa menggunakan media colour signing guru mengalami banyak hambatan dalam memusatkan perhatian siswa. Hal ini mengakibatkan pembelajaran musik angklung menjadi kurang efektif. Dengan demikian, terdapat dugaan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pembelajaran musik angklung siswa berkebutuhan khusus yang menggunakan media colour signing dengan yang tidak.

D. PENGAJUAN HIPOTESIS

Menurut Sugiyono (2013: 59) “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian masalah yang didasarkan atas teori yang relevan”. Cresswell (2009: 346) menuturkan bahwa “hipotesis menghubungkan beberapa variabel atau membandingkan kelompok – kelompok dalam variabel sehingga kesimpulan sampel bisa ditarik menjadi kesimpulan populasi.” Berdasarkan pengertian hipotesis tersebut, kesimpulan sementara akan ditolak atau tidak ditolak dengan adanya serangkaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ;

Terdapat perbedaan positif dan signifikan antara hasil pembelajaran siswa berkebutuhan khusus yang menggunakan media colour signing dengan hasil pembelajaran siswa berkebutuhan khusus yang tidak menggunakan media colour signing dalam proses pembelajaran musik angklung. .


(42)

29   

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2013: 23), berpendapat bahwa :

Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Sebagaimana disampaikan oleh Sugiyono (2013: 158)

Metode eksperimen merupakan salah satu metode kuantitatif, digunakan terutama apabila peneliti ingin melakukan percobaan untuk mencari pengaruh variabel independen/treatment/perlakuan tertentu terhadap variabel dependen/hasil/output.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan Pre-Experimental Design dengan bentuk eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Menurut Suwanda (2011: 2), “desain eksperimen merupakan perancangan percobaan disertai pembahasan analisis statistika yang akan digunakan”.

Menurut Sugiyono (2013) pada bentuk penelitian One-Group Pre-test – Post-test yaitu melakukan pre-test sebelum diberi perlakuan (treatment). Setelah diketahui hasil pre-test maka siswa yang menjadi objek penelitian diberikan treatment atau perlakuan. Dalam hal ini treatment yang dimaksud adalah pelatihan menggunakan media colour signing. Pengukuran kembali dilakukan untuk memperoleh hasil yang disebut post-test. Dari penjelasan yang telah diuraikan,


(43)

dapat digambarkan Pre-Experimental Design dengan One Group Pretest-Posttest Design sebagai berikut :

Keterangan :

O1 : nilai pretest (sebelum diberi treatment penggunaan media colour signing)

O2 : nilai posttest (setelah diberi treatment penggunaan media colour signing)

X : Perlakuan/treatment

Perbedaan hasil pembelajaran angklung siswa dengan media colour signing adalah (O1-O2)

Alasan penggunaan One-Group Pretest-Posttest Design pada penelitian ini adalah dikarenakan populasi siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Bulakan 1 jumlahnya terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk membaginya menjadi dua kelompok dan menggunakan sebagian kelompok sebagai variabel kontrol. Masih terdapat variabel luar yang ikut mempengaruhi terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen (Sugiyono, 2013: 161). Alasan lain adalah karena di lapangan peneliti kurang mengetahui latar belakang anak berkebutuhan khusus secara mendalam, misalnya suasana hati, emosi, tingkah laku, dan pola pikir anak berkebutuhan khusus sehingga terdapat beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi siswa terhadap hasil penelitian.


(44)

B. VARIABEL PENELITIAN

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Media colour signing berperan sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran angklung berperan sebagai variabel terikat. Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas yaitu penggunaan media colour signing.

Media colour signing adalah sebutan untuk alat bantu pembelajaran yang bersifat visual. Ciri khusus dari media ini adalah penggunaan warna sebagai sarana menyampaikan pesan kepada siswa yang merupakan subyek penerima pesan. Colour Signing berperan sebagai variabel bebas yang berfungsi mempengaruhi atau memberikan stimulus terhadap variabel lain. Bisa juga disebut sebagai variabel independen.

2. Variabel terikat yaitu hasil pembelajaran musik angklung

Hasil pembelajaran musik angklung adalah hasil tes praktik dari pembelajaran musik angklung. Hasil pembelajaran musik angklung berfungsi sebagai variabel terikat atau variabel dependen, artinya variabel yang memberikan reaksi/respon apabila dihubungkan dengan variabel bebas/independen. Paradigma penelitian digambarkan dalam skema berikut :

Keterangan :

X : Media colour signing


(45)

Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa X sebagai variabel bebas berperan untuk memberikan dampak atau pengaruh terhadap variabel terikat yaitu Y.

C. POPULASI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena subjeknya adalah keseluruhan siswa berkebutuhan khusus. Menurut Arikunto (2002: 108) bahwa “apabila seseorang ingin seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”, menurut Sugiyono (2013:62) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Dalam penelitian ini populasi penelitiannya adalah seluruh siswa berkebutuhan khusus kelas inklusi di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo. Mereka berjumlah 11 orang yaitu 6 anak termasuk dalam kategori kesulitan belajar (learning disorder), 3 anak termasuk dalam kategori gangguan perilaku (behavior disorder), 1 anak dengan gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorder), dan 1 anak tergolong gangguan pendengaran (hearing impairments). Perlu diketahui bahwa tidak terdapat siswa berkebutuhan khusus yang tergolong dalam kategori gangguan penglihatan (visual impairments) sehingga semua siswa dianggap mampu menerima media penandaan warna (colour signing) sebagai media visual.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja peserta didik yaitu praktik memainkan lagu menggunakan angklung.


(46)

Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama untuk mengukur kemampuan awal siswa (pre-test) dalam memainkan alat musik angklung tanpa diberi treatment (perlakuan) terlebih dahulu, yang kedua untuk mengukur kemampuan siswa dalam memainkan angklung setelah siswa diberikan perlakuan (treatment).

Lagu yang digunakan dalam tes awal dan tes akhir adalah “Ibu Kita Kartini”. Data pre-test dan post-test tentang hasil belajar musik angklung akan didapat pada peserta didik kelas kebutuhan khusus yang mengikuti mata pelajaran Seni Budaya dan Kesenian di SD Negeri Bulakan 1 Tahun ajaran 2015/2016. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis menggunakan metode perhitungan statistik atau kuantitatif, data yang dibutuhkan adalah berupa skor atau nilai. Analisis data kuantitatif menggunakan bantuan aplikasi SPSS 16.0 for windows.

1. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2013: 73) berpendapat bahwa “Instrumen merupakan alat untuk mengukur, mengobservasi, atau dokumentasi yang dapat menghasilkan data kuantitatif”. Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi yang berupa rubrik penilaian. Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes praktik dalam bermain angklung secara kelompok setelah mengikuti proses pembelajaran. Syarat instrumen penelitian yang harus dipenuhi ada dua hal, yakni tingkat validitas dan reliabelitas, sehingga diperoleh instrumen yang valid dan reliabel. “Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel” (Sugiyono, 2010: 172). Berikut adalah instrumen tes praktik beserta rubrik penilaiannya.


(47)

Tabel 1. Instrumen Tes Praktik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Posisi dan Cara Memegang Angklung No. Ururt Nama Siswa

Aspek Penilaian Jumlah Skor Teknik Pembawaan K et epa ta n R itm is Cara Membunyikan Angklung K ekom pa ka n Si k ap


(48)

Tabel 2. Rubrik Penilaian Tes Praktik

No Indikator

Penilaian Skor Penjabaran

4 Ketetapan ritmis yang tepat dalam memainkan

notasi dalam partitur ≥81%

3 Ketetapan ritmis yang tepat dalam memainkan

notasi dalam partitur ≥61% - 80%

2 Ketetapan ritmis yang tepat dalam memainkan

notasi dalam partitur ≥41% - 60%

1 Ketetapan ritmis yang tepat dalam memainkan

notasi dalam partitur ≤40%

4 Posisi memegang angklung yang tepat ≥81%

3 Posisi memgang angklung yang tepat ≥61% -

80%

2 Posisi memegang angklung yang tepat ≥41% -

60%

1 Posisi memegang angklung yang tepat ≤40%

4

Cara membunyikan angklung yang tepat dalam memainkan nada sesuai dengan partitur

≥81% 3

Cara membunyikan angklung yang tepat dalam memainkan nada sesuai dengan partitur

≥61% - 80%

2

Cara membunyikan angklung yang tepat dalam memainkan nada sesuai dengan partitur

≥41% - 60%

1

Cara membunyikan angklung yang tepat dalam memainkan nada sesuai dengan partitur

≤40%

4 Kekompakan saat memainkan lagu secara

bersama-sama ≥81%

3 Kekompakan saat memainkan lagu secara

bersama-sama ≥61% - 80%

2 Kekompakan saat memainkan lagu secara

bersama-sama ≥41% - 60%

1 Kekompakan saat memainkan lagu secara

bersama-sama ≥40%

4 Sikap dalam bermain angklung secara

bersama-sama ≥81%

3 Sikap dalam bermain angklung secara

bersama-sama ≥61% - 80%

2 Sikap dalam bermain angklung secara

bersama-sama ≥41% - 60%

1 Sikap dalam bermain angklung secara

bersama-sama ≥40%

3. Cara Membunyikan Angklung 4. Kekompakan 5. Sikap 1. Ketepatan Ritmis 2. Posisi Memegang Angklung


(49)

2. Validitas Instrumen

Arikunto (2002: 211) memiliki pendapat bahwa “sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.” Untuk menguji validitas dalam penelitian ini digunakan validitas isi (content validity) dan validitas konstruksi (construct validity). Penelitian ini menggunakan validitas konstruksi. Validitas Konstruksi (construct validity) merupakan validitas yang mempertanyakan apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen itu telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan (Nurgiantoro: 2004). Pengujian validitas konstruksi terhadap instrumen penelitian ini dilakukan terhadap responden diluar sampel penelitian. Oleh sebab itu peneliti mengambil sampel siswa kelas IV SD Negeri Bulakan 1 untuk dijadikan responden dalam pengujian instrumen tersebut. Dari 34 siswa di kelas IV terdapat 2 siswa yang tidak hadir pada pengujian instrumen tersebut. Pengujian instrumen ini menggunakan 2 rater atau dua orang penilai dalam proses penilaian terhadap siswa. Menurut Arikunto (2010) Perhitungan konsistensi antara kedua rater dilakukan dengan rumus cohen-kappa sebagai berikut,

Keterangan:

KK = Koefisien kesepakatan pengamatan Po = Proporsi Frekuensi kesepakatan


(50)

3. Reliabilitas Instrumen

“Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula” (Siregar, 2012: 173). Adapun penghitungan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha-Cronbach sebagaimana terlihat pada rumus berikut (Nurgiantoro, 2004: 350),

Keterangan

r : koefisien reliabilitas k : jumlah butir pertanyaan (soal)

i

2

: varian butir pertanyaan (soal)

2

: varian skor tes

E. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo yang beralamat di Tegal Sari Rt.01 Rw.01, Bulakan, Sukoharjo. Kelas yang akan digunakan adalah kelas kebutuhan khusus. Waktu penelitian berkisar pada bulan Februari hingga Maret 2016.

F. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Bulakan 1 dengan prosedur sebagai berikut,

1. Tahap Pra Eksperimen

Pada tahap ini peneliti melangsungkan kegiatan pembelajaran musik angklung kepada siswa kelas Inklusi dengan waktu yang telah ditentukan untuk


(51)

melatih siswa memainkan angklung selama bersama-sama. Proses latihan dilakukan tanpa menggunakan media colour signing atau yang dalam eksperimen ini berfungsi sebagai treatment. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui keterampilan bermusik angklung siswa sebelum diberikan treatment apakah berbeda secara signifikan atau tidak. Materi yang digunakan dalam pelatihan awal ini adalah materi yang sama yang nantinya digunakan dalam pre-test dan post-test yaitu lagu “Ibu Kita Kartini”.

2. Tahap Eksperimen

Tahap ini adalah langkah utama dalam penelitian yang dilakukan. Pada tahap ini peneliti melakukan test awal yaitu pre-test. Pre-test dilakukan dengan cara memberikan tes keterampilan bermain angklung setelah dilatih tanpa menggunakan media colour signing. Setelah diperoleh nilai pre-test kemudian peneliti memberikan treatment kepada siswa dengan memberikan latihan kepada siswa namun dibantu dengan menggunakan media colour signing selama waktu yang telah ditentukan. Kegiatan ini melibatkan media pembelajaran, guru, peserta didik, dan peneliti. Peneliti sebagai pelaku manipulasi dibantu oleh guru dalam proses pembelajaran serta menggunakan materi yang sama yaitu lagu ‘Ibu Kita Kartini’.

3. Tahap Akhir Eksperimen

Pada tahap ini peneliti melakukan tes akhir (post-test) untuk mengetahui perbedaan hasil belajar memainkan alat musik angklung terhadap materi lagu “Ibu Kita Kartini” antara sebelum menggunakan media colour signing dan sesudah menggunakan media colour signing.


(52)

G. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t ( t-test). Uji-t memiliki beberapa tipe, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t sampel berpasangan (paired t-test). Berikut adalah pengertian sampel berpasangan menurut Sarwono (2015: 143),

Sampel berpasangan mempunyai arti bahwa kita menggunakan sampel yang sama, tetapi pengujian dilakukan terhadap sampel tersebut dua kali dalam waktu yang berbeda atau dengan menggunakan interval waktu tertentu. Pengujian dilakukan dengan memberi suatu perlakuan khusus (treatment) terhadap sampel tersebut. Pengujian pertama dilakukan sebelum ada perlakuan dan pengujian kedua dilakukan setelah terjadi pemberian perlakuan terhadap sampel tersebut.

Kegunaan utama uji-t sampel berpasangan (paired t-test) adalah untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu kelompok. Syarat uji-t sampel berpasangan adalah data diambil dari satu sampel, pengujian dilakukan dua kali dalam rentan waktu yang berbeda menggunakan interval waktu tertentu, dan data harus berdistribusi normal (Sarwono: 2015).

H. UJI HIPOTESIS

Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan uji beda atau uji-t ( t-test). Uji-t yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t sampel berpasangan (paired t-test) dengan rumus sebagai berikut,


(53)

Dengan keterangan bahwa Merupakan perbedaan atau selisih rata-rata hitung dua data (Nurgiantoro, 2004: 182). Uji hipotesis dilakukan berdasarkan rata-rata nilai post-test dan pre-test. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ha : Rata-rata skor populasi sebelum dan sesudah treatment tidak sama.

H0 : Rata-rata skor populasi sebelum dan sesudah treatment sama.

Maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah : Ha tidak ditolak dan Ho ditolak µ1≠ µ2


(54)

41   

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL UJI INSTRUMEN

1. Validitas Instrumen

Pengujian instrumen ini menggunakan 2 rater atau dua orang penilai dalam proses penilaian terhadap siswa (skor uji instrumen terdapat pada lampiran 2). Perhitungan konsistensi antara kedua rater ini dilakukan dengan rumus cohen-kappa sebagai berikut (Arikunto, 2010: 251),

Keterangan:

KK = Koefisien kesepakatan pengamatan Po = Proporsi frekuensi kesepakatan

Pe = Kemungkinan sepakat (chance agreement)

Perhitungan inter-rater dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS 16 for windows. Hasil perhitungan uji inter-rater reliability yang diperoleh dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Inter-rater Reliability


(55)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai intraclass correlation coefficient dengan reliabilitas antar rater (rater xx) rata-rata kesepakatan antar anter adalah sebesar 0,875, sedangkan untuk satu orang rater konsistensinya adalah 0,773. Setelah uji coba instrumen tersebut data uji coba instrumen dapat dihitung dengan rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut (Hartono, 2008: 53).

Tabel 4. Hasil Uji Rumus Korelasi Product Momment

Nilai rtabel untuk taraf signifikansi 5% dengan sampel 32 orang adalah 0,349 (Hartono, 2008: 219). Ketentuannya adalah derajat kebebasan atau df (degree of freedom) = n – 2. n adalah jumlah sampel yaitu 32 => (32) - 2 kemudian diperoleh df = 30. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh kriteria yang digunakan valid karena nilai r hitung > 0,349.

2. Reliabilitas Instrumen

Penghitungan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha-Cronbach dengan bantuan SPSS 16.0 for windows. Setelah proses analisis


(56)

program tersebut maka diperoleh nilai Alpha sebesar 0,627, sedangkan r kritis pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n) = 32, diperoleh sebesar 0,349 (Hartono, 2008: 219). Dengan hasil tersebut dapat diketahui nilai Alpha-Cronbach sebagai 0,627 > 0,349. Maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian tersebut reliabel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas

B. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa skor keterampilan bermain angklung. Data tersebut diambil dari hasil tes unjuk kerja peserta didik oleh siswa berkebutuhan khusus yang berjumlah 11 orang yang terdapat dalam kelas inklusi. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan data sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini diambil dari keseluruhan populasi siswa di kelas inklusi yang beranggotakan siswa berkebutuhan khusus. Sampel tidak dibagi menjadi dua kelompok seperti halnya penelitian eksperimen lain yang membagi sampel menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Treatment atau perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini berupa latihan keterampilan bermain angklung selama 3 pertemuan sebagai


(57)

kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan media colour signing dalam pembelajaran musik angklung di kelas tersebut.

Dalam proses pengambilan data dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa tes praktik untuk peserta didik dalam bentuk uji keterampilan memainkan lagu “Ibu Kita Kartini” menggunakan angklung. Data penelitian diperoleh dari data pre-test dan post-test dari populasi siswa kelas inklusi. Berikut merupakan data skor pre-test dan post-test dari populasi siswa di kelas inklusi.

a. Data Skor Pre-test

Sebagaimana dijelaskan di dalam bab sebelumnya bahwa dalam kegiatan ini dilakukan pre-test pada populasi sampel siswa kelas inklusi sebelum diberikan treatment. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam bermain musik angklung tanpa bantuan media colour signing. Lagu yang digunakan dalam kegiatan ini adalah lagu “Ibu Kita Kartini”. Kegiatan pre-test pada populasi sampel diikuti oleh seluruh siswa yang berjumlah 11 orang. Skor pre-test pada populasi sampel beserta distribusi frekuensi dan statistik sebelum diberikan perlakuan(treatment) dapat dilihat pada lampiran nomor 7.

Data pretest dari kedua rater tersebut dicari rata-rata skor total antara rater 1 dan rater 2. Rata-rata skor total pretest inilah yang selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata skor total posttest setelah treatment diberikan. Berikut adalah tabel rata-rata skor total pretest populasi siswa sebelum dilakukan treatment.


(58)

Tabel 6. Rata-rata skor total hasil pre-test sebelum treatment

Dari tabel tersebut juga dapat dihitung perolehan distribusi frekuensi dan statistik deskripsi data pre-test sebelum dilakukan treatment sebagai berikut.

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan statistik rata-rata skor total pre-test sebelum treatment

Penghitungan statistik tersebut diperoleh dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Dari penghitungan tersebut diketahui bahwa data pre-test sebelum dilakukan treatment diperoleh rata-rata skor (mean) senilai 12,82, nilai tengah (median) senilai 13, skor yang paling sering muncul (modus/mode) senilai


(59)

13, standar deviasi sebesar 1,250, skor terendah (minimum) senilai 11, skor tertinggi (maximum) senilai 15, dan total skor (sum) sebanyak 141.

Langkah selanjutnya yaitu membuat kategori predikat nilai yang dapat dilihat pada tabel berikut,

Tabel 8. Kategori predikat nilai pretest siswa

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang memiliki nilai dengan kategori kurang maupun sangat kurang. Walaupun terdapat 7 orang siswa yang memiliki nilai dengan kategori baik namun masih terdapat 4 orang siswa dengan kategori nilai cukup.

b. Data skor post-test

Kegiatan post-test pada populasi sampel diikuti oleh seluruh siswa yang berjumlah 11 orang. Pengambilan nilai post-test ini dilakukan setelah populasi diberikan treatment yaitu pelatihan musik angklung menggunakan media colour signing. Skor post-test dapat dilihat pada lampiran nomor 8 beserta dengan distribusi frekuensi data statistik. Sama dengan tabel pre-test yaitu skor dari masing-masing butir soal dikelompokkan menjadi empat, yaitu 1, 2, 3, dan 4. Skor 1 berarti mendapatkan nilai 25, skor 2 mendapatkan nilai 50, skor 3 mendapatkan nilai 75 dan skor 4 mendapatkan nilai 100. Sedangkan data skor post-test oleh rater 2 dapat dilihat pada lampiran nomor 8 beserta distribusi frekuensi data statistik.

nilai kategori Kuantitas

1 sampai dengan 4 sangat kurang 0

4 sampai dengan 8 kurang 0

9 sampai dengan 12 cukup 4

13 sampai dengan 16 baik 7


(60)

Data post-test dari kedua rater tersebut dicari rata-rata skor total antara rater 1 dan rater 2. Rata-rata skor total post-test ini kemudian dibandingkan dengan rata-rata skor total pre-test sebelum treatment diberikan. Berikut adalah tabel rata-rata skor total post-test populasi siswa setelah dilakukan treatment.

Tabel 9. Rata-rata skor total post-test setelah treatment

Dari data post-test setelah proses treatment tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah skor sudah terlihat. Hanya terdapat satu siswa yang memperoleh skor total 13 dan yang lain sudah melebihi angka 13. Dari data tabel tersebut juga dapat dihitung perolehan distribusi frekuensi, predikat nilai dan statistik deskripsi sebagai berikut.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Rata-rata skor total post-test setelah treatment


(61)

Tabel 12. Kategori nilai rata-rata skor total post-test setelah treatment

Tabel tersebut menunjukkan adanya peningkatan nilai siswa yang semula 4 siswa memiliki nilai dengan predikat cukup menjadi baik. Keseluruhan populasi siswa berkebutuhan khusus memiliki nilai dengan predikat baik, tidak ada siswa yang memiliki nilai dengan predikat sangat kurang, kurang, ataupun cukup. Walaupun masih belum ada siswa yang memiliki nilai dengan predikat sangat baik namun tabel tersebut telah menunjukkan adanya peningkatan nilai pembelajaran musik angklung.

Penghitungan distribusi frekuensi data dan statistik deskripsi dari data diperoleh dari hasil olahan data menggunakan SPSS 16.0 for windows. Dari penghitungan tersebut dapat diketahui bahwa skor populasi mengalami peningkatan setelah dilaksanakan treatment terhadap populasi jika dibandingkan dengan skor populasi saat sebelum dilakukan treatment. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata skor (mean) yang semula 12,6 pada pre-test menjadi 15,1818 pada post-test (lihat tabel 19). Skor tengah (median) yang diperoleh sebesar 15, skor yang sering muncul (modus/mode) sebesar 16, skor terendah (min) sebesar 13, skor tertinggi (max) sebesar 16, dan standar deviasi sebesar 0,98165. Jumlah skor (sum) meningkat yaitu sebesar 167 jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 141.


(62)

2. Normalitas

Langkah ini bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Proses pengujian kali ini menggunakan bantuan aplikasi SPSS 16.0 for windows. Data dapat dikatakan berdistribusi normal dengan ketentuan jika nilai signifikansi (p) > 0,05, sedangkan data dikatakan tidak berdistribusi normal bila nilai signifikansi (p) < 0,05. Berikut adalah tabel hasil penghitungan normalitas.

Tabel 13. Hasil Tes Normalitas

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa skor populasi sebelum treatment memiliki nilai signifikansi (p) > 0,05 yaitu sebesar 0,200 pada kolom Kolmogorov-Smirnova dan sebesar 0,498 pada kolom Shapiro-Wilk. Sedangkan skor populasi setelah treatment memiliki nilai signifikansi (p) > 0,05 yaitu sebesar 0,059 pada kolom Kolmogorov-Smirnova dan sebesar 0,110 pada kolom Shapiro-Wilk. Keduanya memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05. Berdasarkan output hasil olahan data tersebut dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

3. Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui sama atau tidaknya varian dari kedua data. Dalam penelitian ini menggunakan uji homogenitas berdasarkan teori Lavene’s test, ketentuan data bersifat homogen adalah jika nilai signifikansi


(63)

> 0,05, begitu pula sebaliknya data dikatakan tidak bersifat homogen jika nilai signifikansi < 0,05. Penghitungan uji homogen tersebut dibantu menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for wondows, dan berikut adalah hasil output dari proses penghitungan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Tabel 14. Hasil Tes Homogenitas

Berdasarkan hasil olahan aplikasi tersebut diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,463. Dengan ketentuan 0,463 > 0,05, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kedua sampel data bersifat homogen.

4. Uji Hipotesis

Proses penguj ian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji beda atau uji-t (t-test) yaitu dengan membandingkan rata-rata skor (mean) dari data skor populasi antara sebelum dilakukan treatment dengan data skor populasi setelah dilakukan treatment. Jenis uji-t yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired t-test (uji-t sampel berpasangan). Proses uji-t dibantu menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows. Berikut merupakan data skor populasi dari sebelum dan sesudah treatment.


(64)

Tabel 15. Data skor total sampel sebelum dan setelah treatment

Data tersebut kemudian diolah dengan bantuan aplikasi SPSS 16.00 for windows. Berikut merupakan tabel hasil paired t-test menggunakan SPSS 16.00 for windows.

Tabel 16. Hasil Penghitungan Uji Beda (T-Test)

Selanjutnya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut,

a. Rumusan hipotesis

H1 : Rata-rata skor populasi sebelum dan sesudah treatment tidak sama b. Menentukan t hitung (to)


(65)

c. Menetukan t tabel

Penghitungan nilai t tabel dengan ketentuan sebagai berikut 1) Nilai α = 0,05

2) N = 11

3) Derajat kebebasan atau degree of freedom (df) = (n-1) = (11-1) = 10 Dengan ketentuan tersebut diperoleh t tabel sebesar 2,228

d. Pengambilan keputusan

Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis tidak ditolak. Diperoleh dari tabel kedua bahwa nilai signifikansi sebesar 0,006. Karena thitung >

ttabel (9,690 > 2,228) maka Ho ditolak dan H1 tidak ditolak, maka hipotesis yang

diajukan tidak ditolak. Artinya skor pembelajaran musik angklung sebelum dan sesudah dilaksanakan treatment tidak sama, bahkan menunjukkan perbedaan positif. Berdasarkan tabel kedua dapat dilihat bahwa kondisi sebelum dan sesudah dilakukan treatment berkorelasi sebesar 0,763. Artinya, hubungan dua kondisi kuat. Signifikansi 0,006 < 0,05 maka dari itu Ho ditolak sedangkan H1 tidak

ditolak.

Pada tabel pertama angka perbedaan rata-rata (mean difference) diperoleh sebesar 2,364, hal ini dikarenakan mean sesudah treatment lebih tinggi dari mean sebelum treatment sehingga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan yaitu dari rata-rata mean sebelum treatment sebesar 12,82 dan rata-rata mean setelah treatment sebesar 15,18. Dengan kata lain perbedaan skor hasil pembelajaran musik angklung sebelum dan setelah menggunakan media colour signing dinyatakan signifikan.


(66)

C. Pembahasan

Peneleitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Angklung Dengan Media Penandaan Warna (Colour Signing) Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo” ini telah dilaksanakan di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo. Data dalam penelitian ini berasal dari populasi siswa berkebutuhan khusus yang berada di SD Negeri Bulakan 1 Sukoharjo yang merupakan Sekolah Inklusi. Siswa berkebutuhan khusus tersebut ditempatkan secara terpisah yaitu di kelas Inklusi. Siswa berkebutuhan khusus tersebut merupakan gabungan dari siswa kelas I sampai dengan kelas VI yang menyandang status sebagai siswa berkebutuhan khusus (special needs) yang berjumlah 11 orang, yang terdiri atas 2 siswa kelas I, 1 siswa kelas II, 3 siswa kelas III, 3 siswa kelas V, dan 2 siswa kelas VI.

Kondisi awal kemampuan bermain musik angklung dalam penelitian ini diketahui dengan melakukan tes awal (pre-test) berupa tes keterampilan memainkan musik angklung. Dalam tes ini lagu “Ibu Kita Kartini” digunakan sebagai materi ajar untuk bermain musik angklung. Hal-hal yang dinilai dalam tes tersebut mencakup ketetapan ritmis, posisi dan cara memegang angklung, cara membunyikan angklung, kekompakkan, dan sikap. Saat kegiatan ini berlangsung terlihat siswa belum sepenuhnya mampu memainkan angklung. Indikasinya adalah beberapa siswa masih belum dapat memainkan angklung sesuai ritmis lagu yang dibawakan, posisi memegang angklung belum benar bahkan beberapa siswa memegang angklung secara terbalik. Ada pula siswa yang sama sekali tidak tertarik untuk belajar angklung dan meletakkan angklungnya di meja. Meskipun


(67)

terdapat sebagian siswa yang sudah dapat memainkan angklung dengan ritmis yang tepat namun kurang kompak dengan siswa yang lain. Hal tersebut berakibat pada rendahnya nilai siswa (data skor pre-test dapat dilihat pada lampiran nomor 2). Setelah tes awal dilakukan selanjutnya siswa diberikan treatment atau perlakuan, yaitu dengan memberikan latihan pembelajaran musik angklung menggunakan media penandaan warna atau colour signing. Jadi dalam penelitian ini skor pre-test berfungsi sebagai kontrol.

Setelah itu dilakukan tes keterampilan untuk yang kedua kalinya ( post-test). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, seluruh siswa menunjukkan adanya peningkatan skor kemampuan bermain musik angklung setelah diberikan perlakuan yaitu pelatihan musik angklung menggunakan media penandaan warna (colour signing). Hal ini ditunjukkan dari skor total pre-test sebesar 141 meningkat pada post-test menjadi 167. Skor total baik pre-test maupun post-test tersebut merupakan hasil dari penjumlahan antara skor masing-masing butir kriteria penilaian dalam instrumen penelitian yaitu ‘ketetapan ritmis’, ‘posisi dan cara memegang angklung’, ‘cara membunyikan angklung’, ‘kekompakan’, dan ‘sikap’. Terdapat dua skor pre-test dan post-test karena proses pengambilan nilai dilakukan oleh dua orang (2 rater), oleh karena itu selanjutnya dicari rata-rata skor total baik data skor total pre-test maupun data skor total post-test. Jadi angka 141 merupakan nilai pembelajaran angklung siswa berkebutuhan khusus sebelum diadakannya treatment yang secara keseluruhan mencakup nilai dari kriteria penilaian ketetapan ritmis, posisi dan cara memegang angklung, cara membunyikan angklung, kekompakan, dan sikap yang dinilai oleh dua orang


(68)

penilai dan diambil nilai rata-ratanya. Demikian pula dengan skor total post-test 167. Selain itu juga terdapat peningkatan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,36 dari yang semula pada pre-test senilai 12,82 meningkat menjadi 15,18 pada post-test. Nilai rata-rata (mean) diperoleh dari rata-rata skor total yang merupakan hasil dari penilaian dua orang rater baik pada pre-test maupun pada post-test.

Apabila membandingkan antara tabel 12 dengan tabel 20 maka keduanya menunjukkan adanya peningkatan nilai siswa yang semula empat siswa memiliki nilai dengan predikat nilai ‘cukup’ ‘menjadi baik’, keseluruhan populasi siswa berkebutuhan khusus memiliki nilai dengan predikat baik, tidak ada siswa yang memiliki nilai dengan predikat sangat kurang, kurang, ataupun cukup. Walaupun masih belum ada siswa yang memiliki nilai dengan predikat sangat baik, namun tabel tersebut telah menunjukkan adanya peningkatan nilai pembelajaran musik angklung.

Setelah dilakukan uji beda (t-test) dengan bantuan SPSS 16.0 for windows, diperoleh nilai t hitung (to) sebesar 9,690 dan signifikansi sebesar 0,006 dengan t

tabel sebesar 2,228 dan signifikansi 0,006 < 0,05, serta nilai t hitung > t tabel (9,690

> 2,228) maka dari itu dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan tidak ditolak. Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pre-test dengan skor post-test. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa yang berlatih musik angklung dengan media penandaan warna (colour signing) dengan siswa yang tanpa menggunakan media penandaan warna (colour signing). Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan media penandaan


(69)

warna (colour signing) dinyatakan efektif untuk pembelajaran musik angklung siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Bulakan 1.


(1)

115   


(2)

116   


(3)

117   


(4)

118   


(5)

119   


(6)

120