HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN RASA INGIN TAHU DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SD BAGI SISWA KELAS V SE-GUGUS SENDANGADI MLATI SLEMAN YOGYAKARTA.

(1)

i

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN RASA INGIN TAHU DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SD BAGI SISWA

KELAS V SE-GUGUS SENDANGADI MLATI SLEMAN YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Elysa Rohmawati NIM 13108241065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN RASA INGIN TAHU DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SD BAGI SISWA

KELAS V SE-GUGUS SENDANGADI MLATI SLEMAN YOGYAKARTA

Oleh: Elysa Rohmawati NIM 13108241065

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dan rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS kelas V SD se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain ex-post facto. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta yang berjumlah 165 siswa dan sampel yang berjumlah 117 siswa yang ditentukan dengan rumus Slovin. Pengambilan sampel menggunakan probability sampling dan random sampling. Data dikumpulkan dengan instrumen penelitian, yang terdiri dari skala psikologi yang berjumlah 41 item untuk mengumpulkan data motivasi belajar dan rasa ingin tahu, dan 24 soal tes untuk mengumpulkan data prestasi belajar IPS. Instrumen ini diujicobakan pada 27 siswa. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan teknik expert judgement, sedangkan untuk mengetahui daya beda item menggunakan korelasi product moment Pearson. Reliabilitas instrumen diketahui dengan Alpha Cronbach. Uji prasyarat analisis yang dilakukan adalah uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji korelasi parsial, uji korelasi ganda, dan analisis regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar IPS dengan sumbangan sebesar 15,63%; 2) ada hubungan yang signifikan antara rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS dengan sumbangan sebesar 6,87%; 3) ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan rasa ingin tahu secara bersama-sama dengan prestasi belajar IPS siswa dengan sumbangan sebesar 22,5%.


(3)

iii

THE CORRELATION OF LEARNING MOTIVATION AND CURIOSITY WITH LEARNING ACHIEVEMENTS OF SOCIAL STUDIES TO 5TH

GRADE STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL IN CLUSTER SENDANGADI MLATI SLEMAN

YOGYAKARTA

By:

Elysa Rohmawati NIM 13108241065

ABSTRACT

This research aimed to determine the correlation of learning motivation and curiosity with learning achievements of Social Studies to 5th grade students of Elementary School in Cluster Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

This research uses a quantitative approach with ex-post facto design. The population in this research was the 5th grade students of elementary school in Cluster Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta which number of student are 165 and number of sample are 117. They are determined by the Slovin formula. Sampling technique used is probability sampling dan random sampling. The data was collected by research instrument, which consist of 41 items psychology scale to collected learning motivation and curiosity data, and 24 questions to collected learning achievements of Social Studies data. The instrument was tested on 27 students. The validity test of the instrument was expert judgment techniques, while to determine the strength of items was product moment Pearson correlation. Instrument reliability was known by Alpha Cronbach. The prerequisite analysis tests are normality test, linearity test, and multicolinearity test. Data analysis techniques used are partial correlation test, multiple correlation test, and multiple regression analysis.

The results showed that: 1) learning motivation had significant correlation with learning achievements of Social Studies indicated by 15,63% of contribution value; 2) curiosity had significant correlation with learning achievements of Social Studies indicated by 6,87% of contribution value; 3) learning motivation and curiosity together had significant correlation with learning achievements of Social Studies indicated by 22,5% of contribution value.


(4)

(5)

(6)

(7)

vii MOTTO

“Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir”


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT dan dengan mengucap puji syukur atas nikmat dan rahmat-Nya, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua, Ibu Suwarti Hs. dan Bapak Supjanto tercinta yang tidak henti-hentinya mendoakan, mendukung, memotivasi, memberi perhatian dan selalu memberikan kasih sayang dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini. 2. Almamater Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan,


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Hubungan Motivasi Belajar dan Rasa Ingin Tahu dengan Prestasi Belajar IPS SD bagi Siswa Kelas V

se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta” dapat disusun sesuai dengan

harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Mujinem, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Agung Hastomo, M.Pd., selaku Validator instrumen penelitian Tugas Akhir Skripsi yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian Tugas Akhir Skripsi dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Ibu Mujinem, M.Hum., Bapak Dr. Anwar Senen, M.Pd., dan Bapak Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si., selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I. selaku Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) dan Ketua Program Studi PSD beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

6. Keluarga Besar Sekolah Dasar se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar IPS SD ... 15

1. Pengertian Belajar ... 15

2. Pengertian Prestasi Belajar ... 16

3. Pengertian Pembelajaran IPS di SD ... 22

4. Tujuan Pembelajaran IPS di SD ... 25

5. Ruang Lingkup IPS SD ... 27

6. Prestasi Belajar IPS SD ... 29

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar IPS .. 31

B. Motivasi Belajar ... 33

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 33

2. Macam-macam Motivasi Belajar ... 35

3. Indikator Motivasi Belajar ... 37

4. Fungsi Motivasi Belajar ... 38

5. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar ... 40

C. Rasa Ingin Tahu (Curiosity) ... 42

1. Pengertian Rasa Ingin Tahu ... 42

2. Indikator Rasa Ingin Tahu ... 45


(12)

xii

Halaman

D. Hubungan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar IPS ... 48

E. Hubungan Rasa Ingin Tahu dengan Prestasi Belajar IPS ... 50

F. Hubungan Motivasi Belajar dan Rasa Ingin Tahu dengan Prestasi Belajar IPS ... 53

G. Penelitian yang Relevan ... 54

H. Kerangka Pikir ... 56

I. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 61

B. Desain/Rancangan Penelitian ... 61

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 62

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 63

1. Populasi Penelitian ... 63

2. Sampel Penelitian ... 65

E. Variabel Penelitian ... 68

F. Definisi Operasional Variabel ... 68

G. Teknik Pengumpulan Data ... 70

1. Tes ... 70

2. Skala Psikologi ... 71

H. Instrumen Penelitian... 72

1. Tes Prestasi Belajar IPS ... 72

2. Skala Motivasi Belajar ... 74

3. Skala Rasa Ingin Tahu ... 76

I. Uji Coba Instrumen ... 77

1. Uji Validitas Instrumen ... 77

a. Uji Validitas Instrumen Tes ... 77

b. Uji Validitas Instrumen Skala Psikologi ... 81

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 86

J. Teknik Analisis Data ... 87

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 88

2. Uji Prasyarat Analisis ... 88

a. Uji Normalitas ... 88

b. Uji Linearitas ... 89

c. Uji Multikolinearitas ... 90

3. Uji Hipotesis... 90

a. Uji Korelasi Parsial ... 90

b. Uji Korelasi Ganda ... 92

c. Uji Regresi Ganda ... 94


(13)

xiii

Halaman BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian ... 97

a. Variabel Prestasi Belajar IPS ... 97

b. Variabel Motivasi Belajar Siswa ... 102

c. Variabel Rasa Ingin Tahu Siswa ... 106

B. Analisis Data ... 110

1. Uji Prasyarat Analisis ... 110

a. Uji Normalitas ... 110

b. Uji Linearitas ... 111

c. Uji Multikolinearitas ... 113

2. Pengujian Hipotesis ... 114

a. Uji Korelasi Parsial ... 114

b. Uji Korelasi Ganda ... 115

c. Analisis Regresi Ganda ... 116

d. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ... 117

C. Pembahasan ... 118

1. Pembahasan Hipotesis Pertama... 118

2. Pembahasan Hipotesis Kedua ... 120

3. Pembahasan Hipotesis Ketiga ... 122

D. Keterbatasan Penelitian ... 123

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 125

B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 132


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Rata-rata Nilai Ujian Tengah Semester Gasal

Siswa Kelas V SD se-Gugus Sendangadi Tahun

Ajaran 2016/2017 ... 6

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP Mata Pelajaran IPS ... 28

Tabel 3. Keterkaitan Nilai dan Indikator Rasa Ingin Tahu untuk Sekolah Dasar ... 46

Tabel 4. Jumlah Siswa Kelas V SD se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta ... 64

Tabel 5. Perhitungan Sampel dalam Perwakilan Tiap Sekolah... 67

Tabel 6. Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar IPS... 73

Tabel 7. Penyekoran Pernyataan Favorable ... 74

Tabel 8. Penyekoran Pernyataan Unfavorable ... 74

Tabel 9. Kisi-kisi Skala Motivasi Belajar Siswa ... 75

Tabel 10. Kisi-kisi Skala Rasa Ingin Tahu Siswa ... 76

Tabel 11. Penyekoran Pernyataan Favorable... 76

Tabel 12. Penyekoran Pernyataan Unfavorable ... 77

Tabel 13. Distribusi Butir Layak dan Gugur Tes Prestasi Belajar IPS ... 80

Tabel 14. Distribusi Butir Layak dan Gugur Skala Motivasi Belajar ... 84

Tabel 15. Distribusi Butir Layak dan Gugur Skala Rasa Ingin Tahu... 85

Tabel 16. Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 87

Tabel 17. Skor Indikator Prestasi Belajar IPS ... 98

Tabel 18. Deskripsi Data Ukuran Kecenderungan Pemusatan serta Ukuran Keragaman/Variabilitas Prestasi Belajar IPS ... 100

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar IPS... 101

Tabel 20. Skor Indikator Motivasi Belajar Siswa ... 102

Tabel 21. Deskripsi Data Ukuran Kecenderungan Pemusatan serta Ukuran Keragaman/Variabilitas Motivasi Belajar ... 104

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa ... 105

Tabel 23. Skor Indikator Rasa Ingin Tahu Siswa ... 106 Tabel 24. Deskripsi Data Ukuran Kecenderungan Pemusatan serta


(15)

xv

Halaman

Ukuran Keragaman/Variabilitas Rasa Ingin Tahu ... 108

Tabel 25. Distribusi Frekuensi Rasa Ingin Tahu Siswa ... 109

Tabel 26. Hasil Uji Normalitas... 110

Tabel 27. Ringkasan Perbandingan Normalitas ... 111

Tabel 28. Hasil Uji Linearitas Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar IPS ... 112

Tabel 29. Hasil Uji Linearitas Rasa Ingin Tahu dengan Prestasi Belajar IPS ... 112

Tabel 30. Ringkasan Hasil Uji Linearitas ... 113

Tabel 31. Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas ... 114

Tabel 32. Rangkuman Hasil Uji Koefisien Determinasi Parsial (r2) ... 114

Tabel 33. Hasil Persamaan Regresi Ganda ... 116 Tabel 34. Ringkasan Hasil Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif 118


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 58

Gambar 2. Histogram Skor Indikator Prestasi Belajar IPS ... 99

Gambar 3. Histogram Prestasi Belajar IPS ... 101

Gambar 4. Histogram Skor Indikator Motivasi Belajar ... 103

Gambar 5. Histogram Motivasi Belajar ... 105

Gambar 6. Histogram Skor Indikator Motivasi Belajar ... 107


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Instrumen Uji Coba Penelitian ... 133

Lampiran 2. Data Hasil Uji Coba Penelitian ... 151

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas ... 155

Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas ... 158

Lampiran 5. Instrumen Penelitian ... 159

Lampiran 6. Contoh Hasil Isian Instrumen Penelitian ... 171

Lampiran 7. Data Hasil Penelitian ... 178

Lampiran 8. Teknik Analisis Data ... 193

Lampiran 9. Surat Permohonan Validasi Instrumen TAS ... 204

Lampiran 10. Surat Pernyataan Validasi Instrumen TAS ... 205

Lampiran 11. Surat Keterangan Uji Coba Instrumen Penelitian ... 207

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian ... 208

Lampiran 13. Surat Keterangan Penelitian ... 209


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan berkaitan dengan kualitas siswa karena titik pusat dalam pembelajaran adalah siswa. Siswa diharapkan dapat menimba ilmu dan wawasan yang sebanyak-banyaknya dengan belajar. Belajar merupakan usaha mengubah tingkah laku, perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri (Sardiman, 2007: 21). Seseorang akan berhasil dalam belajar apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.

Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan pendidikan di sekolah. Sanjaya (2005: 87) mengatakan bahwa pembelajaran berlangsung dengan adanya dua kegiatan, yakni belajar yang dilakukan oleh siswa dan guru yang mengajar agar tujuan siswa yang sedang belajar tersebut dapat tercapai. Oleh karena itu, pendidikan di sekolah dasar harus dilaksanakan dengan baik. Salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan di sekolah dasar adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan mata pelajaran dengan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Dengan demikian arah mata pelajaran IPS ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa di masa yang akan


(19)

2

datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat (Sapriya, 2009: 194). Melalui pembelajaran IPS diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menyiapkan siswa untuk menjalani kehidupan ketika mereka telah terjun di masyarakat.

Kenyataan di lapangan masih banyak yang beranggapan bahwa mata pelajaran IPS kurang memiliki manfaat yang besar bagi siswa dibandingkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika yang mengkaji bidang pengembangan dalam sains dan teknologi (Susanto, 2014: 138). Tentu anggapan tersebut kurang tepat, karena disadari bahwa mata pelajaran IPS dikembangkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang nilai dan sikap, pengetahuan, serta kecakapan dasar siswa yang berpijak pada kehidupan nyata khususnya, kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.

Metode yang sering digunakan dalam mata pelajaran IPS adalah ceramah dan tanya jawab. Hal ini diperkuat oleh pendapat Susanto (2014: 155) yang mengatakan bahwa masih banyak guru yang melakukan pembelajaran dalam mata pelajaran IPS ini dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penggunaan metode ini merupakan salah satu cara untuk mempengaruhi motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS. Namun perlu diperhatikan juga mengenai waktu penggunaan dan pengemasan metode ceramah dan tanya jawab, karena apabila metode tersebut terlalu sering digunakan dan tanpa adanya pengemasan yang menarik justru bisa menurunkan motivasi belajar siswa. Kecenderungan menggunakan metode tersebut justru membuat siswa lebih bersikap apatis, baik


(20)

3

terhadap mata pelajaran IPS maupun gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya ingat sehingga ada kesan siswa disamakan dengan robot yang harus menuruti keinginan dan perintah guru (Sapriya, 2009: 184). Belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan siswa sehingga segala potensi yang dimilikinya dapat berkembang. Banks (Susanto, 2014: 141) menekankan begitu pentingnya mata pelajaran IPS diterapkan di sekolah dasar. Sehingga guru memiliki peran penting dalam mengembangkan potensi siswa melalui pembelajaran IPS yang disajikan semenarik mungkin.

Dilihat dari segi karakteristiknya, anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang senang bermain, bergerak, bekerja kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung (Desmita, 2012: 35). Berbagai keunikan perilaku siswa lainnya juga dapat dijumpai dalam pembelajaran di sekolah. Misalnya ada siswa yang sangat aktif, rajin mencatat, rajin mengerjakan tugas, sering bertanya dan sebagainya. Selain itu, ada juga siswa yang sangat pasif, tidak mengumpulkan tugas, membolos, diam saat ditanya oleh guru, dan nilai yang selalu rendah. Namun, perilaku yang cenderung kurang baik tersebut tidak selayaknya dialami oleh siswa karena dapat mempengaruhi keberhasilan siswa di dalam pembelajaran terutama pada mata pelajaran IPS.

Keberhasilan dalam belajar yang dicapai siswa pada mata pelajaran IPS dapat dilihat dari nilai prestasi belajar IPS mereka di sekolah. Asumsi tersebut selaras dengan pendapat Tohirin (2006: 151) yang mengatakan bahwa prestasi


(21)

4

belajar adalah apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Pencapaian yang diperoleh siswa tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu. Penilaian prestasi belajar siswa dapat diperoleh melalui tes, baik tes uraian maupun tes objektif. Dari hasil tes tersebut maka akan dilihat pencapaian prestasi belajar IPS siswa.

Berdasarkan observasi serta wawancara dengan guru dan siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 8-14 November 2016 dapat diperoleh informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang ada. Permasalahan-permasalahan-permasalahan tersebut, yaitu motivasi belajar siswa yang kurang terhadap mata pelajaran IPS, kurangnya variasi mengajar dari guru, rasa ingin tahu siswa yang kurang terhadap pembelajaran IPS, guru menggunakan sumber belajar terbatas pada buku, dan prestasi belajar IPS siswa kelas V belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan sekolah dan menempati posisi terendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.

Motivasi belajar siswa yang kurang terhadap mata pelajaran IPS. Hal itu dapat dibuktikan dengan: (1) siswa tidak menyukai mata pelajaran IPS, (2) siswa menganggap IPS sebagai mata pelajaran yang sulit, (3) siswa kurang berminat terhadap materi yang menuntutnya untuk menghafal, (4) siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, (5) siswa perlu mendapatkan dorongan dari guru agar mau tampil di depan kelas, (6) siswa terlihat pasif ketika guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada saat pembelajaran IPS berlangsung, (7) siswa bermain dengan teman serta asyik dengan aktivitasnya sendiri ketika


(22)

5

pembelajaran berlangsung, (8) siswa lebih antusias untuk bekerja secara kelompok karena siswa yang malas mengerjakan tugas bisa mengandalkan tugasnya kepada para siswa yang rajin.

Kurangnya variasi mengajar dari guru. Hal itu dibuktikan dengan: (1) guru menggunakan sumber belajar terbatas pada buku, (2) guru lebih sering menggunakan metode ceramah saat pembelajaran, (3) pembelajaran terpusat pada guru, (4) guru kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran, dan (5) guru kurang menggunakan alat peraga atau media pembelajaran.

Rasa ingin tahu siswa yang kurang terhadap pembelajaran IPS. Hal itu dibuktikan dengan: (1) siswa cenderung menerima materi pelajaran dari guru tanpa adanya kegiatan bertanya mengenai hal-hal yang belum mereka pahami, (2) siswa cenderung mengikuti perintah guru tanpa bertanya dalam pembelajaran, dan (3) siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran.

Guru menggunakan sumber belajar terbatas pada buku. Hal ini dibuktikan dengan: (1) dalam penyampaian materi, guru cenderung terpusat pada satu buku saja, yaitu buku paket, (2) guru kurang menggunakan alat peraga atau media pembelajaran, (3) guru kurang memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, dan (4) guru kurang memanfaatkan teknologi yang ada, seperti internet untuk media pembelajaran.

Prestasi belajar IPS siswa kelas V belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah dan menempati posisi terendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Hal itu dibuktikan dengan data nilai Ujian Tengah Semester


(23)

6

(UTS) gasal di SD se-Gugus Sendangadi. Kondisi ini dapat dilihat dari rata-rata nilai UTS gasal tahun ajaran 2016/2017 yang disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Data Rata-rata Nilai Ujian Tengah Semester Gasal Siswa Kelas V SD se-Gugus Sendangadi Tahun Ajaran 2016/2017

No. Nama Sekolah

Rata-rata Nilai

IPS IPA Matematika Bahasa Indonesia

1. SD N Sendangadi 1 50,70 65 71,50 73

2. SD N Sendangadi 2 66 70 70 71

3. SD N Mlati 1 65 80 78,75 75

4. SD N Mlati 2 58 60 70 75

5. SD N Ngemplak Nganti

58,82 65 70,25 70

6. SD N Jatisari 62,85 70 65,75 70

7. SD Kanisius Duwet 65 75 78 73

Jumlah 426,37 485 504,25 507

Rata-rata 60,91 69,28 72,03 72,42

(Sumber: SD se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata nilai ujian tengah semester mata pelajaran IPS siswa kelas V di SD se-gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta menempati posisi terendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain.

Berdasarkan deskripsi di atas, diketahui bahwa terdapat sejumlah masalah yang terjadi di SD se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Melihat luasnya permasalahan tersebut, ruang lingkup penelitian dibatasi pada prestasi belajar IPS yang diperoleh oleh siswa kelas V SD se-Gugus Sendangadi belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah dan menempati posisi terendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.

Prestasi belajar merupakan indikator keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini senada dengan pendapat Sardiman (2003: 49) yang mengemukakan bahwa


(24)

7

prestasi belajar yang baik merupakan hal yang paling didambakan oleh setiap siswa yang sedang belajar, prestasi belajar dapat dijadikan indikator keberhasilan seseorang dalam kegiatan belajar. Prestasi belajar siswa menunjukkan seberapa tinggi tingkat penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran, terutama pada mata pelajaran IPS. Artinya, apabila prestasi belajar siswa rendah maka siswa dikatakan belum menguasai bahan pelajaran. Apabila siswa belum berhasil menguasai bahan pelajaran, maka perlu adanya usaha untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Jika hal tersebut tidak diperhatikan, maka prestasi belajar siswa yang selalu rendah akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pendidikan.

Prestasi belajar digunakan sebagai evaluasi guru dalam mengajar di kelas. Prestasi belajar siswa diukur melalui prosedur penilaian. Menurut Sudjana (2005: 111), rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Oleh karena itu, prestasi belajar siswa dapat digunakan sebagai evaluasi bagi guru untuk memperbaiki pembelajaran sehingga dapat dilakukan pembelajaran yang lebih baik untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. Apabila prestasi belajar siswa rendah, maka pembelajaran dapat dikatakan belum berhasil sehingga perlu diketahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dengan demikian, dapat dilakukan upaya perbaikan sehingga prestasi belajar IPS dapat optimal dan kinerja guru juga dapat lebih baik lagi.

Prestasi belajar digunakan sebagai laporan kemajuan belajar bagi orang tua siswa. Orang tua sangat mengharapkan jika anaknya mendapatkan prestasi


(25)

8

yang tinggi, yang artinya anak berhasil menguasai bahan pelajaran dengan baik. Untuk memenuhi harapan masyarakat tersebut hendaknya sekolah melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pembelajaran sehingga siswa mendapatkan prestasi yang optimal. Upaya perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar siswa tersebut. Apabila permasalahan tersebut tidak segera ditindaklanjuti maka akan berdampak pada ketidakberhasilan sekolah dalam memenuhi harapan masyarakat.

Prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program (Syah, 2005: 141). Dengan demikian, tujuan yang direncanakan dapat dikatakan telah tercapai apabila para siswa sudah mampu menunjukkan prestasi belajar yang optimal. Namun tingkat pencapaian prestasi belajar IPS siswa kelas V SD se-Gugus Sendangadi tergolong dalam prestasi belajar yang rendah. Prestasi belajar yang rendah menunjukkan bahwa tujuan belajar yang direncanakan dalam pembelajaran belum tercapai.

Uraian di atas merupakan alasan prestasi belajar IPS siswa penting untuk diteliti. Prestasi belajar berkaitan dengan pencapaian belajar siswa selama pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu menumbuhkan dorongan dalam diri siswa untuk belajar lebih giat agar prestasi belajar yang baik dapat diraih sehingga tujuan yang telah direncanakan dalam pembelajaran dapat tercapai.

Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Dalyono (2009: 55) ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti: kesehatan, inteligensi, bakat, minat, motivasi, dan cara belajar) dan faktor eksternal (faktor yang berasal


(26)

9

dari luar diri siswa, seperti: lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar). Sedangkan menurut Suryabrata (2006: 233-238), faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah sebagai berikut.

1. Faktor fisiologis, meliputi keadaan tonus jasmani dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi-fungsi-fungsi pancaindera.

2. Faktor psikologis, meliputi adanya rasa ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas; adanya sifat yang kreatif pada manusia dan keinginan untuk selalu maju; adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dalam orang tua, guru, dan teman-teman; adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan; adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.

Motivasi sebagai salah satu faktor internal yang berperan penting dalam keberhasilan belajar siswa untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Asumsi ini sejalan dengan pendapat Hamalik (2003: 161) yang mengatakan bahwa belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil. Tanpa adanya motivasi belajar dalam diri siswa tidak mungkin siswa tersebut akan mendapatkan hasil yang optimal. Motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar IPS. Keterkaitan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar dikemukakan oleh Dalyono yang menyatakan bahwa kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar (Djamarah, 2011).

Guru harus mampu menumbuhkan motivasi belajar pada diri siswa. Motivasi berperan dalam menumbuhkan gairah dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai banyak energi untuk mengikuti pembelajaran. Tanpa adanya motivasi, pembelajaran akan sulit untuk berhasil. Pendapat tersebut diperkuat oleh Paul Suparno (Sardiman, 2007: 38)


(27)

10

yang mengatakan bahwa hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa selain motivasi belajar adalah adanya rasa ingin tahu siswa. Rasa ingin tahu merupakan modal awal bagi siswa dalam pembelajaran. Adanya rasa ingin tahu akan mendorong siswa untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Menurut Nasoetion (Hadi & Permata, 2010: 3), rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui.

Rasa ingin tahu siswa perlu ditumbuhkan dalam pembelajaran. Dengan adanya rasa ingin tahu tersebut, siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran. Gaffar (Kesuma, et al., 2011: 7) mengatakan bahwa apabila rasa ingin tahu siswa tidak ditumbuhkan atau tidak dikembangkan, maka akan berdampak pada siswa ke depannya. Siswa akan cenderung pasif dalam menerima pelajaran, tidak berani mengemukakan pendapat, dan akhirnya siswa hanya belajar di sekolah. Sebaliknya, jika rasa ingin tahu siswa ditumbuhkan dan dikembangkan, maka siswa akan menjadi pribadi yang kritis, berani mengemukakan pendapat, belajar dari berbagai sumber, dan akan berusaha mencari tahu sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, adanya rasa ingin tahu akan mendorong siswa untuk melakukan perbuatan belajar dalam usaha pencapaian prestasi belajar yang baik (Suryabrata, 2012: 236).

Maka dari itu, pembelajaran yang didukung oleh siswa yang memiliki motivasi belajar dan rasa ingin tahu dapat berperan untuk mempengaruhi tingkat


(28)

11

pencapaian prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPS sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Begitu pun sebaliknya, jika siswa tidak memiliki motivasi belajar dan rasa ingin tahu, maka prestasi belajar IPS yang baik tidak akan tercapai dan tujuan pembelajaran yang direncanakan pun tidak tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, diharapkan seorang guru mampu menumbuhkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu dalam diri siswa sehingga prestasi belajar yang optimal pun dapat diraih. Dari hal tersebut, maka akan ditemukan hubungan antara motivasi belajar dan rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS SD. Akan tetapi, sejauh mana hubungan antara motivasi belajar dan rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS belum dapat diketahui. Maka dari itu, permasalahan ini perlu diangkat melalui penelitian yang berjudul “Hubungan Motivasi Belajar dan Rasa Ingin Tahu dengan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial SD bagi Siswa Kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, sebagai berikut.

1. Prestasi belajar IPS yang dicapai oleh siswa kelas V SD se-gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta belum mencapai KKM yang ditentukan oleh sekolah.

2. Prestasi belajar IPS yang dicapai oleh siswa kelas V SD se-gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta menempati posisi terendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.


(29)

12 4. Kurangnya variasi mengajar dari guru.

5. Rasa ingin tahu siswa yang kurang terhadap pembelajaran IPS. 6. Guru menggunakan sumber belajar terbatas pada buku.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti bermaksud membatasi permasalahan yang ada. Penelitian ini membatasi pada masalah yang berkaitan dengan hubungan motivasi belajar dan rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan rasa ingin tahu secara bersama-sama dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(30)

13

1. Mengetahui hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

2. Mengetahui hubungan antara rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

3. Mengetahui hubungan antara motivasi belajar dan rasa ingin tahu secara bersama-sama dengan prestasi belajar IPS SD bagi siswa kelas V se-Gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Siswa

Dengan adanya penelitian ini maka dapat dijadikan sebagai masukan agar siswa mampu mengikuti pembelajaran dengan optimal sehingga prestasi belajar pun akan meningkat.

2. Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan motivasi belajar dan rasa ingin tahu dengan prestasi belajar IPS siswa.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar IPS siswa dapat dilakukan dengan menumbuhkan dan menanamkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu pada diri siswa.

3. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini memberi tambahan wawasan bagi peneliti mengenai hubungan motivasi belajar dan rasa ingin tahu siswa dengan prestasi belajar siswa.


(31)

14

b. Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.

c. Peneliti dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam proses perkuliahan dan dipraktekkan di lapangan.

4. Bagi Pembaca


(32)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar IPS SD

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Sedangkan menurut Djamarah (2002: 13), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar yang sesungguhnya adalah apabila siswa mengalami sendiri dan dalam mengalami itu siswa mempergunakan panca inderanya.

Sardiman (2007: 20) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat Witherington, 1952 (Sukmadinata, 2004: 155) yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

Geoch (Sardiman, 2007: 20) mengungkapkan bahwa “learning is a change in performance as a result of practice”. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui praktik maupun latihan-latihan. Hal ini senada dengan pendapat


(33)

16

Hamalik (2003: 20) yang mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku pada siswa, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan atau aspek kognitif, tetapi juga berkaitan dengan aspek afektif dan psikomotor.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Pengertian prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi merupakan apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar (Tohirin, 2006: 151).

Dimyati & Mudjiono (2010: 4-5) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah suatu pencapaian tujuan pengajaran yang ditunjukan dengan peningkatan kemampuan mental siswa. Prestasi belajar ini sebagai dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar. Syah (2005: 141), mengemukakan bahwa prestasi adalah tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam


(34)

17

sebuah program. Prestasi merupakan kemampuan nyata siswa sebagai hasil dari melakukan atau usaha kegiatan belajar dan dapat diukur hasilnya.

Sukmadinata (2005: 102) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial/kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh siswa dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Suryabrata (2006: 297), mengartikan prestasi belajar sebagai nilai yang merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu. Sedangkan Djamarah (2011: 19) menjelaskan prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.

Tohirin (2006: 151) mengemukakan bahwa pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa, merujuk kepada aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, ketiga aspek di atas menjadi indikator prestasi belajar. Artinya, prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun, dalam penelitian ini hanya mengukur aspek kognitif siswa. Anderson & Krathwohl (2015: 99-133) mengemukakan kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif, sebagai berikut.

a. Mengingat (C1)

Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang (Anderson & Krathwohl, 2015: 99). Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau


(35)

18

metakognitif, serta kombinasi dari beberapa pengetahuan ini. Proses-proses kognitif dalam kategori mengingat, meliputi:

1) mengenali atau mengidentifikasi, yaitu menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut, misalnya mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia,

2) mengingat kembali atau mengambil, yaitu mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dalam memori jangka panjang, misalnya mengingat kembali tanggal peristiiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.

b. Memahami (C2)

Proses memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru (Anderson & Krathwohl, 2015: 100). Proses-proses kognitif dalam kategori memahami, meliputi:

1) menafsirkan, atau memiliki nama lain mengklarifikasi, memparafrasakan, merepresentasi, dan menerjemahkan, merupakan mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain, misalnya memparafrasakan ucapan dan dokumen penting,

2) mencontohkan, atau mengilustrasikan, atau memberi contoh, yaitu menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip, misalnya memberi contoh tentang aliran-aliran seni lukis,


(36)

19

3) mengklasifikasikan, atau mengategorikan, atau mengelompokkan, yaitu menentukan sesuatu dalam satu kategori, misalnya mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telah diteliti atau dijelaskan,

4) merangkum, atau mengabstraksi, atau menggeneralisasi, yaitu mengabstraksikan tema umum atau poin-poin pokok, misalnya menulis ringkasan pendek tentang peristiwa-peristiwa yang ditayangkan di televisi, 5) menyimpulkan, atau menyarikan, atau mengekstrapolasi, atau

menginterpolasi, atau memprediksi, yaitu membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima, misalnya dalam belajar bahasa asing, menyimpulkan tata bahasa berdasarkan contoh-contohnya,

6) membandingkan, atau mengontraskan, atau memetakan, atau mencocokkan, yaitu menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya, misalnya membandingkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan keadaan sekarang,

7) menjelaskan atau membuat model, yaitu membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem, misalnya menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa-peristiwa penting pada abad ke-18 di Indonesia.

c. Mengaplikasikan (C3)

Proses mengaplikasikan adalah menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu (Anderson & Krathwohl, 2015: 101). Proses-proses kognitif dalam kategori mengaplikasikan, meliputi:


(37)

20

1) mengeksekusi atau melaksanakan, yaitu menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier, misalnya membagi satu bilangan dengan bilangan lain, kedua bilangan ini terdiri dari beberapa digit,

2) mengimplementasikan atau menggunakan, yaitu menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier, misalnya menggunakan hukum Newton kedua pada konteks yang tepat.

d. Menganalisis (C4)

Proses menganalisis adalah memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian-bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan (Anderson & Krathwohl, 2015: 101). Proses-proses kognitif dalam kategori menganalisis, meliputi:

1) membedakan, atau menyendirikan, atau memilah, atau memfokuskan, atau memilih, yaitu membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting, misalnya membedakan antara bilangan yang relevan dan bilangan yang tidak relevan dalam soal cerita matematika,

2) mengorganisasikan, atau menemukan koherensi, atau memadukan, atau membuat garis besar, atau mendeskripsikan peran, atau menstrukturkan, yaitu menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur, misalnya menyusun bukti-bukti dalam cerita sejarah jadi bukti-bukti yang mendukung dan menentang suatu penjelasan historis,


(38)

21

3) mengatribusikan atau mendekonstruksi, yaitu menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud di balik materi pelajaran, misalnya menunjukkan sudut pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan politik si penulis. e. Mengevaluasi (C5)

Proses mengevaluasi adalah mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar (Anderson & Krathwohl, 2015: 102). Proses-proses kognitif dalam kategori mengevaluasi, meliputi:

1) memeriksa, atau mengoordinasi, atau mendeteksi, atau memonitor, atau menguji, yaitu menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk; menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki konsistensi internal; menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktikkan, misalnya memeriksa apakah kesimpulan-kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data-data amatan atau tidak,

2) mengkritik atau menilai, yaitu menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal; menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi eksternal; menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah, misalnya menentukan satu metode terbaik dari dua metode untuk menyelesaikan suatu masalah.

f. Mencipta (C6)

Proses mencipta adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal (Anderson & Krathwohl, 2015: 102). Proses-proses kognitif dalam kategori mencipta, meliputi:


(39)

22

1) merumuskan atau membuat hipotesis, yaitu membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria, misalnya membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatu fenomenon,

2) merencanakan atau mendesain, yaitu merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas, misalnya merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarah tertentu,

3) memproduksi atau mengkonstruksi, yaitu menciptakan suatu produk, misalnya membuat habitat untuk spesies tertentu demi suatu tujuan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dalam penelitian ini merujuk pendapat Suryabrata (2006: 297) yang mengatakan bahwa prestasi belajar sebagai nilai yang merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu. Dengan demikian, prestasi belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah ranah kognitif siswa.

3. Pengertian Pembelajaran IPS di SD

IPS adalah “the social studies that part of the elementary and high school curriculum which has the primary responsibility for helping studies to develop the knowledge, skill, attitude, and values needed to participate in the civic life of their local communities the nation and the world” (Banks, 1985 dalam Susanto, 2014: 140). Pendapat tersebut mengatakan bahwa IPS merupakan bagian dari kurikulum di sekolah dasar dan menengah yang bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang


(40)

23

dibutuhkan dalam rangka berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat, negara, dan bahkan dunia.

Hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya (Susanto, 2014: 138). Lingkungan masyarakat akan menjadi tempat siswa tumbuh dan berkembang sebagai salah satu bagian dari masyarakat, serta akan banyak masalah yang dihadapi. Pendidikan sosial akan mendorong siswa terhadap kepekaan sosial.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat dasar dan menengah (Susanto, 2014: 137). Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP (Akbar & Sriwiyana, 2010: 77) dijelaskan pengertian IPS sebagai berikut.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan


(41)

24

bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Pada jenjang SD, mata pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integrated). Hal ini berarti materi pelajaran disusun dan dikembangkan tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata siswa sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, dan kebiasaaan bersikap dan berperilakunya (Sapriya, 2009: 194). Sifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran tersebut bertujuan agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi siswa sehingga pengorganisasian materi/bahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik, dan kebutuhan siswa.

Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Mulyono (Hidayati & Senen, 2007: 2) memberi batasan bahwa IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, seperti Sejarah, Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan sebagainya. Hal ini senada dengan pengertian IPS yang tercantum dalam KTSP SD, yaitu IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah (Depdiknas, 2006).

Pembelajaran IPS yang dilaksanakan pada jenjang sekolah dasar, yaitu dari kelas rendah sampai kelas tinggi dilaksanakan melalui pembelajaran terpadu


(42)

25

atau disebut dengan tematik. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan berbagai aspek atau cabang-cabang ilmu sosial (Trianto, 2010: 171). Pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan intelektual atau kognitif anak pada tingkatan operasional konkret.

Lebih lanjut Djahiri (Susanto, 2014: 150) menekankan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah sebagai berikut.

a. Tingkat perkembangan usia dan belajar siswa. b. Pengalaman belajar dan lingkungan budaya siswa.

c. Kondisi kehidupan masyarakat sekitar masa kini dan kelak yang diharapkan.

d. Proyeksi harapan pembangunan nasional atau daerah yang tentunya mampu dijangkau dan diperankan siswa kiini dan kelak di kemudian hari.

e. Isi dan pesan nilai moral budaya bangsa, Pancasila dan agama yang dianut yang diakui bangsa dan negara Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran IPS di SD berlandaskan KTSP serta menganut pendekatan terpadu (integrated) yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah serta dalam melakukan proses pembelajaran guru memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran IPS di SD agar dapat memudahkan siswa dalam mempelajari IPS sehingga dapat berguna di kehidupan bermasyarakat kelak.

4. Tujuan Pembelajaran IPS di SD

Mutakin, 1998 (Susanto, 2014: 145) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut.

a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.


(43)

26

b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Dalam kaitannya dengan KTSP, pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada tujuan pembelajaran IPS, yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut (Akbar & Sriwiyana, 2010: 78).

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar menurut Munir, 1997 (Susanto, 2014: 151) adalah sebagai berikut.

a. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan kelak di masyarakat.

b. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

c. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan bidang keilmuan serta bidang keahlian. d. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif,

dan keterampilan keilmuan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.


(44)

27

e. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dann keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS di SD adalah untuk membekali siswa serta mencetak generasi yang berkualitas dan kaya akan pengetahuan serta kecakapan, sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisis, serta melakukan tindakan untuk memecahkan permasalahan sosial yang dihadapi baik permasalahan yang datang dari diri sendiri, masyarakat, maupun dalam ruang lingkup kebangsaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 5. Ruang Lingkup IPS SD

Ruang lingkup materi pelajaran IPS di sekolah dasar yang tercantum dalam kurikulum, menurut Depdiknas, 2006 (Susanto, 2015: 160), sebagai berikut.

a. Manusia, tempat, dan lingkungan; b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan; c. Sistem sosial dan budaya; dan

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Hidayati (2002: 18) mengemukakan bahwa materi IPS diambil dari penyederhanaan dan pengadaptasian bagian pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial, yang terdiri dari:

a. fakta, konsep, generalisasi dan teori,


(45)

28

c. keterampilan-keterampilan intelektual yang diperlukan dalam metodologi penyelidikan ilmu-ilmu sosial.

Materi IPS diambil dari konsep-konsep ilmu sosial yang disederhanakan sesuai dengan tingkat kematangan perkembangan siswa. Cakupan materi IPS di kelas V semester II SD se-gugus Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta menurut KTSP dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP Mata Pelajaran IPS

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 2.1Mendeskripsikan

perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

Perjuangan para pejuang para masa penjajahan Belanda dan Jepang

2.2Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

Masa persiapan kemerdekaan

2.3Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

Peristiwa sekitar proklamasi

2.4Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan

kemerdekaan

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan


(46)

29

kemerdekaan Indonesia, dengan Kompetensi Dasar 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan pada materi peristiwa sekitar proklamasi.

6. Prestasi Belajar IPS SD

Prestasi belajar IPS adalah nilai yang diperoleh siswa pada ranah kognitif mata pelajaran IPS dan merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes secara tertulis pada Kompetensi Dasar 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan pada materi peristiwa sekitar proklamasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar IPS adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes tertulis pada materi peristiwa sekitar proklamasi untuk mengukur kemampuan kognitif siswa. Kemampuan kognitif yang diukur pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut. a. Mengingat (C1)

Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang (Anderson & Krathwohl, 2015: 99). Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini, meliputi:

1) mengenali atau mengidentifikasi, yaitu menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut, misalnya mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting sekitar proklamasi, 2) mengingat kembali atau mengambil, yaitu mengambil pengetahuan yang

dibutuhkan dalam memori jangka panjang, misalnya mengingat kembali tokoh-tokoh yang terlibat pertemuan di Dallat, Vietnam.


(47)

30 b. Memahami (C2)

Proses memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru (Anderson & Krathwohl, 2015: 100). Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini, meliputi:

1) menafsirkan, atau memiliki nama lain mengklarifikasi, memparafrasakan, merepresentasi, dan menerjemahkan, merupakan mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain, misalnya memparafrasakan ucapan dan dokumen penting,

2) mencontohkan, atau mengilustrasikan, atau memberi contoh, yaitu menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip, misalnya memberi contoh usaha Jepang dalam merebut hati bangsa Indonesia,

3) mengklasifikasikan, atau mengategorikan, atau mengelompokkan, yaitu menentukan sesuatu dalam satu kategori, misalnya mengelompokkan nama-nama pahlawan berdasarkan organisasi yang menaunginya,

4) merangkum, atau mengabstraksi, atau menggeneralisasi, yaitu mengabstraksikan tema umum atau poin-poin pokok, misalnya merangkum suatu runtutan kejadian selama masa proklamasi,

5) menyimpulkan, atau menyarikan, atau mengekstrapolasi, atau menginterpolasi, atau memprediksi, yaitu membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima, misalnya menyimpulkan sebab-akibat suatu kejadian selama masa proklamasi,


(48)

31

6) menjelaskan atau membuat model, yaitu membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem, misalnya menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa-peristiwa penting sekitar proklamasi dan menjelaskan peranan tokoh yang terlibat dalam peristiwa sekitar proklamasi.

c. Mengaplikasikan (C3)

Proses mengaplikasikan adalah menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu (Anderson & Krathwohl, 2015: 101). Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini, meliputi:

1) mengimplementasikan atau menggunakan, yaitu menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier, misalnya mengimplementasikan nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar IPS SD

Keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar IPS yang optimal merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor dari dalam siswa (internal) maupun faktor dari luar diri siswa (eksternal). Dalyono (2009: 55-60) mengemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian prestasi belajar, sebagai berikut.

1) Faktor internal, meliputi kesehatan, inteligensi dan bakat, minat dan motivasi, cara belajar.

2) Faktor eksternal, meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Lebih lanjut Suryabrata (2006: 233-238) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:


(49)

32

1) faktor-faktor yang berasal dari luar siswa, yaitu:

a) faktor nonsosial, meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis-menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan alat-alat pelajaran),

b) faktor sosial, yaitu faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir,

2) faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yaitu:

a) faktor fisiologis, meliputi keadaan tonus jasmani dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi-fungsi-fungsi pancaindera,

b) faktor psikologis, meliputi adanya rasa ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas; adanya sifat yang kreatif pada manusia dan keinginan untuk selalu maju; adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dalam orang tua, guru, dan teman-teman; adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan; adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.

Uraian di atas diperkuat oleh pendapat Slameto (2003: 54-71) yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:

1) faktor intern, meliputi:

a) faktor jasmaniah, terdiri atas faktor kesehatan dan cacat tubuh,

b) faktor psikologis, terdiri atas intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan,

c) faktor kelelahan,

2) faktor ekstern, meliputi :

a) faktor keluarga, terdiri atas cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan,

b) faktor sekolah, terdiri atas metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah,

c) faktor masyarakat, terdiri atas kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Pendapat di atas senada dengan Susanto (2014: 12) yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar yang dicapai oleh siswa, adalah sebagai berikut.


(50)

33

1) Faktor internal, meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2) Faktor eksternal, meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar IPS ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti jasmani dan psikologis siswa. Sedangkan faktor eskternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti lingkungan dan sosial budaya. Namun, penelitian ini membatasi pada faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, yaitu motivasi belajar dan rasa ingin tahu. Sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar IPS yang dicapai siswa ditentukan oleh motivasi belajar dan rasa ingin tahu siswa. Oleh karena itu agar prestasi belajar yang baik dapat dicapai maka siswa dan guru harus memberikan perhatian yang lebih kepada motivasi belajar dan rasa ingin tahu siswa.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai “daya penggerak yang telah menjadi aktif”. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2007: 73). Hal ini senada dengan pendapat Suryabrata (2011: 70) yang menjelaskan bahwa motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.


(51)

34

Pendapat ini senada dengan Purwanto (2007: 73) yang mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk menggerakan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu. Pendapat ini diperkuat oleh Dalyono (2009: 57) yang mengatakan bahwa motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan.

Eysenck, et al. (Slameto, 2003: 170) merumuskan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia. Pendapat ini diperkuat oleh Santrock (2010: 510) yang menjelaskan bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.

Mc. Donald (Hamalik, 2011: 106) merumuskan bahwa “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Hal ini berarti motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: (a) motivasi diawali dengan adanya perubahan energi pada seseorang; (b) motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling, afeksi seseorang; (c) motivasi dirangsang karena adanya tujuan yang hendak dicapai.

Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar


(52)

35

dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2007: 75). Hal ini senada dengan Sukmadinata (2004: 61), motivasi merupakan kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dalam penelitian ini merujuk pendapat Sardiman (2007: 75) yang mengatakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

2. Macam-macam Motivasi Belajar

Djamarah (2002: 115) mengemukakan dua macam motivasi belajar, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi Instrinsik

Sardiman (2007: 89) menjelaskan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Seorang siswa yang memiliki motivasi instrinsik pasti akan rajin dalam belajar, karena tidak memerlukan dorongan dari luar. Siswa melakukan belajar karena ingin mencapai tujuan untuk mendapatkan pengetahuan, nilai dan keterampilan.


(53)

36

Dalam proses belajar, seorang siswa yang memiliki motivasi instrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan di masa mendatang. Dengan demikian siswa tersebut akan selalu bersemangat untuk belajar.

Sardiman (2007: 90) mengatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiiki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Oleh karena itu siswa yang benar-benar ingin mencapai tujuan tersebut maka harus belajar, karena tanpa pengetahuan maka tujuan belajar tidak akan tercapai. Jadi, dorongan itu muncul dari dalam dirinya sendiri yang bersumber dari kebutuhan untuk menjadi orang yang terdidik. b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2007: 90-91). Sebagai contoh siswa akan belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi di dalam aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar.

Pendapat di atas senada dengan Hamalik (2011: 112) yang mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti: angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan, yang bersifat negatif ialah sarkasme, ejekan, dan hukuman. Jadi, faktor-faktor luar tersebut berpengaruh positif dalam merangsang siswa untuk giat belajar.


(54)

37 3. Indikator Motivasi Belajar

Motivasi belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui ada tidaknya motivasi belajar pada diri siswa, harus diketahui terlebih dahulu indikator motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Menurut Sardiman (2007: 83), indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut.

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).

c. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). d. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang

dewasa (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak criminal, amoral, dan sebagainya).

e. Lebih senang bekerja mandiri.

f. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

g. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). h. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

i. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Apabila seseorang memiliki indikator motivasi belajar seperti di atas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat (Sardiman, 2007: 84). Hal-hal itu semua harus benar-benar dipahami oleh guru dan diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian dalam interaksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Uno (2013: 23) yang mengatakan bahwa indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut.

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapanan cita-cita masa depan.


(55)

38 d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Berdasarkan dua pendapat ahli di atas, maka indikator motivasi belajar yang digunakan peneliti mengacu pada pendapat Sardiman. Indikator ini merupakan tolak ukur yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui apakah motivasi belajar sudah benar-benar tumbuh di dalam diri siswa, sehingga akan diketahui hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar IPS yang dicapai siswa.

4. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi merupakan alat yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi diperlukan siswa untuk bersemangat dalam belajar. Prestasi belajar pun akan optimal apabila motivasi telah tertanam dalam diri siswa. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran yang diberikan oleh guru. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa.

Sehubungan dengan hal tersebut, Sardiman (2007: 85) mengemukakan tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan,

b. menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya,

c. menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan


(56)

39

menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.

Pendapat di atas senada dengan Hamalik (2011: 108) yang menjelaskan tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan, misalnya belajar,

b. motivasi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan,

c. motivasi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Kedua pendapat ahli di atas diperkuat Djamarah (2002: 123) yang mengemukakan bahwa motivasi memiliki tiga fungsi, yaitu: (1) motivasi sebagai pendorong perbuatan, (2) motivasi sebagai penggerak perbuatan, dan (3) motivasi sebagai pengarah perbuatan.

Sukmadinata (2004: 62) menyebutkan dua fungsi motivasi, yaitu: (1) mengarahkan atau directional function dan (2) mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activating and energizing function. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berfungsi untuk mendekatkan atau menjauhkan siswa dari tujuan yang hendak dicapai. Apabila sesuatu tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh siswa, maka motivasi berfungsi untuk mendekatkan, dan apabila tujuan tidak diinginkan oleh siswa, maka motivasi berfungsi untuk menjauhkan siswa dari tujuan.

Motivasi berfungsi pula untuk mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan. Suatu kegiatan yang tidak bermotif, akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak membawa hasil. Sebaliknya, apabila motivasinya besar dalam melakukan sesuatu kegiatan, maka akan


(57)

40

dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah, dan penuh semangat, sehingga kemungkinan berhasil lebih besar. Di samping itu, motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi (Sardiman, 2007: 85).

Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan mengarahkan siswa dalam usaha pencapaian prestasi belajar yang optimal. Motivasi memiliki fungsi penting di dalam belajar. Siswa akan melakukan sesuatu karena adanya motivasi di dalam dirinya. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari oleh adanya motivasi yang baik dalam belajar, maka siswa akan melahirkan prestasi yang baik.

5. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar

Kenyataan di lapangan masih banyak siswa yang tidak termotivasi untuk belajar dan tidak terlibat secara aktif di dalam pembelajaran. Guru harus melakukan perbaikan guna menumbuhkan gairah belajar pada siswa. Menurut Decco & Grawford, 1974 (Djamarah, 2002: 135) ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar siswa, yaitu (1) guru harus dapat menggairahkan siswa; (2) memberikan harapan yang realistis; (3) memberikan intensif; dan (4) mengarahkan perilaku siswa ke arah yang menunjang tercapainya tujuan pengajaran.

Gage & Berliner, 1979 (Slameto, 2003: 176-179) menyarankan sejumlah cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sebagai berikut.

a. Pergunakan pujian verbal ketika siswa melakukan tingkah laku yang diinginkan atau mendekati tingkah laku yang diinginkan merupakan pembangkit motivasi yang besar.


(58)

41

b. Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana, yaitu untuk memberikan informasi kepada siswa dan untuk menilai penguasaan dan kemajuan siswa.

c. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk mengadakan eksplorasi.

d. Untuk tetap mendapatkan perhatian, sekali-kali guru dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, misalnya meminta siswa menyusun soal-soal tes, menceritakan problem guru dan belajar, dan sebagainya.

e. Merangsang hasrat siswa dengan jalan memberikan pada siswa sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha untuk belajar dengan baik.

f. Agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran, guru hendaknya menggunakan materi-materi yang kontekstual sebagai contoh.

g. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa agar siswa lebih terlibat dalam belajar.

h. Minta kepada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya.

i. Pergunakan simulasi dan permainan dalam proses pembelajaran. j. Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan.

k. Perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap siswa dari keterlibatannya dalam belajar.

l. Guru perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah, karena hal ini memiliki pengaruh yang besar pada diri siswa. m. Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa.

Seseorang akan dapat mempengaruhi motivasi orang lain apabila ia memiliki suatu bentuk kekuasaan sosial (French & Raven dalam Slameto, 2003: 179).

Sukmadinata (2004: 70-72) mengemukakan beberapa usaha yang perlu dilakukan oleh guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru, diantaranya:

a. menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan,

b. memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa,

c. memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan siswa dan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan berpartisipasi,

d. memberikan sasaran dan kegiatan-kegiatan antara, seperti ujian mingguan, ujian bulanan, ujian semester dan lain-lain,

e. berikan kesempatan kepada siswa untuk sukses, f. berikanlah kemudahan dan bantuan dalam belajar,


(59)

42

g. berikanlah pujian, ganjaran atau hadiah, h. penghargaan terhadap pribadi anak.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peran penting dalam menumbuhkan serta meningkatkan motivasi belajar dalam diri siswa. Guru harus melakukan perbaikan guna menumbuhkan gairah belajar pada siswa. Hal ini dikarenakan siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila ia memiliki motivasi belajar di dalam dirinya dan siswa telah menyadari betapa pentingnya manfaat belajar bagi kehidupannya di masa mendatang. Dengan demikian, tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pun dapat tercapai serta dapat membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang optimal.

C. Rasa Ingin Tahu (Curiosity) 1. Pengertian Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui (Nasoetion dalam Hadi & Permata, 2013: 3). Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir aktif, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatan melalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga


(60)

43

menimbulkan suatu fenomena, yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati.

Sulistyowati (2012: 74) menyatakan bahwa rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Binson (2009) memberikan definisi curiosity sebagai kecenderungan untuk bertanya, menyelidiki dan mencari setelah mendapatkan pengetahuan. Kecenderungan untuk bertanya, menyelidiki, dan mencari merupakan suatu kerangka berpikir mengenai sikap ingin tahu yang lebih mendalam mengenai sesuatu. Dalam Kemendiknas (2010: 10), rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Samani & Harianto (2011: 119) menyatakan bahwa rasa ingin tahu merupakan keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi. Sedangkan Raka (2011: 38) menyebutkan bahwa rasa ingin tahu adalah minat mencari kebaruan, keterbukaan, terhadap pengalaman baru, menaruh perhatian pada hal-hal atau pengalaman baru, melihat berbagai hal atau topik sebagai hal-hal menarik, menjelajah dan berusaha menemukan sesuatu.

Mustari (2011: 103) berpendapat bahwa kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Istilah itu juga digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu, karena emosi itu mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru. Rasa ingin tahu yang kuat


(61)

44

merupakan motivasi kaum ilmuan. Sifatnya yang bersifat heran dan kagum, rasa ingin tahu telah membuat manusia ingin menjadi ahli dalam suatu bidang pengetahuan. Manusia itu seringkali bersifat ingin tahu, namun tetap saja ada yang terlewati dari perhatian mereka.

Litman & Spielberger (2003) menyatakan bahwa rasa ingin tahu dapat secara luas didefinisikan sebagai keinginan untuk memperoleh informasi baru dan pengetahuan pengalaman indrawi baru yang memotivasi perilaku eksplorasi. Rasa ingin tahu mendorong anak-anak untuk mengeksplorasi dan belajar baik fisik maupun perkembangan sosial emosional dan intelektual mereka.

Jirout & Klahr (2011) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah sesuatu yang dapat digunakan guru untuk menumbuhkan, meningkatkan, dan menggunakannya untuk memotivasi anak-anak untuk belajar. Rasa ingin tahu merupakan ambang ketidakpastian yang diinginkan dalam mengarahkan ke perilaku eksplorasi.

Rasa ingin tahu adalah dorongan dari dalam untuk perkembangan anak-anak dan terungkap melalui interaksi sosial (Engel, 2011). Maka dari itu, rasa ingin tahu siswa harus dibudidayakan di sekolah, meskipun hal itu jarang ditemui di kelas. Piaget (Engel, 2011) menjelaskan bahwa rasa ingin tahu adalah dorongan untuk menjelaskan hal yang tidak terduga. Sementara Kagan (Engel, 2011), menggambarkan rasa ingin tahu sebagai kebutuhan untuk mengatasi ketidakpastian. Meskipun berbeda dalam penekanan, baik Kagan dan Piaget menyoroti gagasan bahwa perkembangan anak didorong oleh upaya mereka untuk memahami dalam mengetahui sesuatu.


(1)

(2)

(3)

216 Lampiran 14. Dokumentasi

Gambar 1. Penelitian di SD N Sendangadi 1


(4)

217

Gambar 3. Penelitian di SD N Mlati 1


(5)

218

Gambar 5. Penelitian di SD N Ngemplak Nganti


(6)

219


Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa Kelas V SD Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bekasi

0 5 91

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 085115 SIBOLGA.

0 2 25

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN SIKAP SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD Se-GUGUS II DEPOK SLEMAN.

0 0 131

HUBUNGAN MINAT BACA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD SE GUGUS III SEYEGAN SLEMAN TAHUN AJARAN 2014/ 2015.

0 0 128

HUBUNGAN MINAT BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD SE-GUGUS WONOKERTO TURI SLEMAN TAHUN AJARAN 2014/2015.

1 1 109

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MATERI TOKOH-TOKOH KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI SENDANGADI 1 MLATI SLEMAN.

0 4 191

HUBUNGAN INTENSITAS PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS III SD NEGERI SE-GUGUS 3 KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN.

0 0 178

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 2 KECAMATAN PENGASIH.

0 1 178

HUBUnGAn AnTARA MOTIVASI BeRPReSTASI SISWA dAn POlA ASUH ORAnG TUA denGAn PReSTASI BelAJAR IlMU PenGeTAHUAn SOSIAl kelAS III Sd neGeRI Se-GUGUS 3 keCAMATAn PRAMBAnAn

0 0 5

UPAYA MENINGKATKAN SIKAP RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) TIPE PERCONTOHAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI MARGASANA - repository perpustakaan

0 0 15