Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) pada tikus terinduksi streptozotosin.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dalam penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan Wistar yang terinduksi streptosozin. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 16 ekor tikus jantan Wistar, umur 1,5-2 bulan, dan berat 120-160 g. Kelompok I merupakan kontrol basal yang diberikan akuades dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Kelompok II merupakan kontrol pankreotoksik streptozotosin dosis 40 mg/kgBB secara intraperitonial yang diinduksi pada hari ke-1 dan hari ke-2 hingga hari ke-7 diberikan akuades. Kelompok III merupakan kontrol negatif CMC Na dengan konsentrasi 0,5% secara per oral diberikan dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Kelompok IV merupakan kelompok perlakuan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB yang diberikan 3 hari sebelum diinduksi streptozotosin dan pemberian ekstrak dilanjutkan hingga hari ke-7secara per oral, serta pada hari ke-1 diinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB secara intraperitonial. Hasil dilihat berdasarkan kadar glukosa darah pada hari 0, 4, dan 7, serta histologis pankreas pada hari ke-14. Kadar glukosa darah yang diperoleh di analisis menggunakan mean ± SD. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB tidak memiliki pengaruh penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan Wistar terinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB.
Kata kunci: daun Artocarpus altilis (Park) Fosberg, ekstrak etanol, streptozotosin, kadar glukosa darah, histologi pankreas.
(2)
ABSTRACT
The aim of study research were prove the decrease levels of blood glucose effect of ethanol extract Artocarpus altilis (Park.) Fosberg in male Wistar induced streptozotocin. The research was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. This research use 16 male Wistar rats, attain the age 1.5-2 month, and 120-10 gram weight. Group I is the basal control was given aquadest on 1st days until 7th days . Group II is the streptozotocin pancreotoxin control dose 40 mg/kgBB intraperitonial induce on first day and 2nd days until 7th days given aquadest. Group III is negative control CMC Na with 0.5% concentration orraly from 2nd days until 7th days. Group IV is a treatment group for ethanolic extract of Artocarpus altilis (Park.) Fosberg leaves with dose 50 mg/kgBB given 3 days prior to induced streptozotocin and extract continue until 7th days orally, as well as on the first day induced streptozotocin 40 mg/kgBB intraperitoneal. For pancreotoxic control group, animals were given streptozotocin at the first day. Results based on blood glucose levels seen on days 0, 4, and 7, as well as histological pancreas on day 14. Blood glucose levels were obtained in the analysis using mean ± SD. Based on the data that obtained, the ethanol extract of Artocarpus altilis (Park.) Fosberg seed at dose of 50 mg/kgBB does not have effect decreased levels of blood glucose in Wistar male rats induced by streptozotocin 40 mg/kgBB.
Keywords : Artocarpus altilis (Park.) Fosberg leaves, ethanol extract, streptozotocin, blood glucose levels, histology of pancreas.
(3)
i
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) PADA TIKUS TERINDUKSI
STREPTOZOTOSIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anggun Amalia Margita (108114029)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Allah SWT sebagai ungkapan syukur dan pujianku
Papa & Mama tersayang
Kakak-kakakku & Adikku
(7)
(8)
(9)
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg.) pada Tikus Terinduksi Streptozotosin”. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian ini dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang
telah bersedia membimbing, mengoreksi, memberi dukungan, dan saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini.
3. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing
kedua yang telah bersedia membimbing, mengoreksi, memberi dukungan, dan saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt, selaku Dosen Penguji yang
bersedia memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D., selaku Dosen Penguji yang
(10)
viii
6. Ibu Phebe Hendra M.Si., Apt., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah mendampingi dan mendukung penulis selama menekuni studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penggunaan fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini.
8. Laboran Pak Parjiman, Pak Heru, Paka Kayat, Pak Wagiran, Pak Parlan,
Pak Kunto, Mas Bimo, dan Pak Mus yang telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.
9. Seluruh staff karyawan dan pengajar Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
10.Bapak drh. Sugiyono, M. Sc., selaku Dosen Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan saran dan membantu dalam melakukan penelitian.
11.Niang Ratna, Kakak-kakakku Evie Christanti Oktarina dan Anggara Eka
Nugraha, serta adikku Orchida Vidia Nadira, atas semangat, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalani masa perkuliahan.
12.Chatarina Serafina Ika Wijayanti, Therezita Sahita Laksmi, dan Inggrid
Roswita Tokan, yang telah berjuang bersama penulis dalam penyusunan skripsi ini yang merupakan syarat penulis untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi.
(11)
ix
13.Puspita Sari Dewi sebagai sahabat yang telah memberikan dukungan,
saran dan bantuan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
14.Teman-teman tercinta Ella Puspitasari, Kak Dolorosa Lintang Suminar,
Catharina, dan Tirzayana atas persahabatan, kebersamaan dan suka duka yang dijalani selama ini.
15.Teman-teman FST A angkatan 2010 dan semua teman farmasi USD
khusunya angkatan 2010.
16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang
telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini berlangsung. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi acuan-acuan untuk penelitian selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 20 November 2014
(12)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
(13)
xi
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 6
A. Uraian Tanaman Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 6
1. Habitat dan morfologi ... 6
2. Klasifikasi ... 7
3. Kandungan ... 7
4. Nama daerah... 7
5. Manfaat ... 8
B. Ekstraksi ... 8
C. Pankreas ... 9
1. Eksokrin ... 10
2. Endokrin ... 12
D. Jenis Kerusakan Pankreas ... 13
1. Pankreatitis akut ... 13
2. Pankreatitis kronis ... 13
3. Infusiensi pankreas ... 14
4. Karsinoma pankreas ... 14
5. Diabetes melitus ... 15
E. Diabetes Melitus ... 15
1. Definisi ... 15
2. Klasifikasi ... 16
3. Diagnosis ... 18
F. Insulin ... 18
(14)
xii
1. Metode enzimatik ... 19
2. Metode kondensasi dengan gugus amina ... 20
3. Metode oksidasi-reduksi ... 20
H. Streptozotosin ... 20
I. Landasan Teori ... 23
J. Hipotesis ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 25
1. Variabel utama ... 25
2. Variabel pengacau ... 25
3. Definisi operasional ... 26
C. Bahan Penelitian ... 27
1. Bahan utama ... 27
2. Bahan kimia ... 27
D. Alat dan Instrumen Penelitian ... 29
E. Tata Cara Penelitian ... 30
1. Determinasi tanaman sukun ... 30
2. Pengumpulan bahan ... 30
3. Pembuatan simplisia ... 30
4. Pembuatan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 31
5. Penetapan kadar air serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 31
(15)
xiii
7. Pembuatan suspensi CMC Na 0,5% ... 32
8. Pembuatan dapar Na sitrat 50 mM pH 4,5 ... 32
9. Penetapan dosis streptozotosin ... 33
10. Induksi hiperglikemia pada tikus ... 33
11. Pengukuran kadar glukosa darah ... 33
12. Desain dan perlakuan penelitian ... 34
13. Pengumpulan sampel ... 35
14. Pembuatan slide histologi pankreas ... 35
F. Analisis Hasil ... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Hasil Determinasi Serbuk Daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 40
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg... 40
C. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg 41 D. Penentuan Dosis Pankreotoksik Streptozotosin ... 42
E. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg .... 43
1. Kadar glukosa darah ... 43
2. Berat badan ... 48
F. Pemeriksaan Histologis Pankreas ... 49
1. Gambaran histologis kelompok kontrol basal ... 50
2. Gambaran histologis kelompok kontrol negatif CMC Na 0,5% ... 51
3. Gambaran histologis kelompok kontrol pankreotoksik streptozotosin 40 mg/kgBB ... 52
(16)
xiv
4. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak etanol Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB ... 54
G. Rangkuman Pembahasan... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN ... 64
(17)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria Penegakan untuk penderita diabetes melitus ... 18
Tabel II. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP ... 27
Tabel III. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa ... 33
Tabel IV. Peningkatan rata-rata KGD (mg/dl) tikus jantan galur Wistar
pada hari ke-0, 4, dan 7. ... 45
Tabel V. Berat badan tikus jantan Wistar (mg/dl) pada kelompok
perlakuan hari ke- 0, 4, 7, kontrol basal, kontrol CMC, dan kontrol pankreotoksik 50 mg/kgBB (n=4) ... 48
Tabel VI. Persentase kerusakan sel Islet Langerhans pankreas tikus
pada keempat kelompok dengan pengecatan Hematoksili Eosin ... 50
Tabel VII. Hasil penetapan kadar air serbuk daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg ... 69
Tabel VIII. Hasil bobot pengeringan ekstrak etanol daun Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg ... 69
Tabel IX. Hasil rendemen ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg ... 70
Tabel X. Data penimbangan berat badan tikus pada kelompok basal,
kontrol negatif, kontrol pankreotoksik, dan kontrol perlakuan EEAA ... 71
Tabel XI. Data pengukuran kadar glukosa darah tikus pada kelompok
basal, kontrol negatif, kontrol pankreotoksik, dan kontrol perlakuan EEAA ... 72
(18)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi pankreas ... 10
Gambar 2. Foto mikroskopik eksokrin pankreas ... 11
Gambar 3. Foto mikroskopik endokrin pankreas. ... 12
Gambar 4. Struktur streptozotosin ... 20
Gambar 5. Skema Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 39
Gambar 6. Kurva waktu vs rata-rata KGD tikus jantan Wistar (mg/dl) pada pemberian ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50 mg/dl ... 46
Gambar 7. Kurva waktu vs rata-rata berat badan tikus pada kelompok kontrol basal, kontrol negatif, kontrol pankreotoksik, dan perlakuan EEAA ... 48
Gambar 8. Foto mikroskopik organ pankreas tikus kelompok kontrol basal perbesaran 400x ... 50
Gambar 9. Foto mikroskopik organ pankreas tikus kelompok kontrol negatif CMC Na 0,5% perbesaran 400x ... 51
Gambar 10. Foto mikroskopik organ pankreas tikus kelompok kontrol pankreotoksik streptozotosin 40 mg/kgBB perbesaran 400x ... 53
Gambar 11. Foto mikroskopik organ pankreas tikus kelompok kontrol pankreotoksik streptozotosin 40 mg/kgBB perbesaran 400x ... 54
(19)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat pengesahan Medical and Health Researc Ethics
Committe (MHREC) ... 65
Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 66
Lampiran 3. Daun Artocapus alitilis (Park.) Fosberg ... 67
Lampiran 4. Foto serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 67
Lampiran 5. Foto ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 68
Lampiran 6. Foto suspensi ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dalam CMC-Na 1% ... 68
Lampiran 7. Nekropsi Tikus ... 68
Lampiran 8. Penetapan kadar air serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 69
Lampiran 9. Bobot pengeringan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 69
Lampiran 10. Hasil rendemen ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg ... 70
Lampiran 11. Data penimbangan berat badan tikus jantan Wistar ... 71
Lampiran 12. Data pengukuran kadar glukosa darah tikus jantan Wistar ... 72
Lampiran 13. Hasil pembacaan histopatologi organ pankreas tikus ... 73
(20)
xviii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh ekstrak
etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dalam penurunan kadar glukosa
darah pada tikus jantan Wistar yang terinduksi streptosozin.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 16 ekor tikus jantan Wistar, umur 1,5-2 bulan, dan berat 120-160 g. Kelompok I merupakan kontrol basal yang diberikan akuades dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Kelompok II merupakan kontrol pankreotoksik streptozotosin dosis 40 mg/kgBB secara intraperitonial yang diinduksi pada hari ke-1 dan hari ke-2 hingga hari ke-7 diberikan akuades. Kelompok III merupakan kontrol negatif CMC Na dengan konsentrasi 0,5% secara per oral diberikan dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Kelompok IV merupakan
kelompok perlakuan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis
50 mg/kgBB yang diberikan 3 hari sebelum diinduksi streptozotosin dan pemberian ekstrak dilanjutkan hingga hari 7 secara per oral, serta pada hari ke-1 diinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB secara intraperitonial. Hasil dilihat berdasarkan kadar glukosa darah pada hari 0, 4, dan 7, serta histologis pankreas pada hari ke-14. Kadar glukosa darah yang diperoleh di analisis menggunakan mean ± SD.
Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak etanol daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB tidak memiliki pengaruh penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan Wistar terinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB.
Kata kunci: daun Artocarpus altilis (Park) Fosberg, ekstrak etanol, streptozotosin, kadar glukosa darah, histologi pankreas.
(21)
xix
ABSTRACT
The aim of study research were prove the decrease levels of blood
glucose effect of ethanol extract Artocarpus altilis (Park.) Fosberg in male Wistar
induced streptozotocin.
The research was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. This research use 16 male Wistar rats, attain the age 1.5-2 month, and 120-10 gram weight. Group I is the basal control was given
aquadest on 1st days until 7th days . Group II is the streptozotocin pancreotoxin
control dose 40 mg/kgBB intraperitonial induce on first day and 2nd days until 7th
days given aquadest. Group III is negative control CMC Na with 0.5%
concentration orraly from 2nd days until 7th days. Group IV is a treatment group
for ethanolic extract of Artocarpus altilis (Park.) Fosberg leaves with dose 50
mg/kgBB given 3 days prior to induced streptozotocin and extract continue until
7th days orally, as well as on the first day induced streptozotocin 40 mg/kgBB
intraperitoneal. For pancreotoxic control group, animals were given streptozotocin at the first day. Results based on blood glucose levels seen on days 0, 4, and 7, as well as histological pancreas on day 14. Blood glucose levels were obtained in the analysis using mean ± SD.
Based on the data that obtained, the ethanol extract of Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg seed at dose of 50 mg/kgBB does not have effect decreased levels of blood glucose in Wistar male rats induced by streptozotocin 40 mg/kgBB.
Keywords : Artocarpus altilis (Park.) Fosberg leaves, ethanol extract, streptozotocin, blood glucose levels, histology of pancreas.
(22)
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi akibat cacat pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya yang disertai dengan penurunan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemi kronik diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association, 2007; Craig, Hattersley, and Donaghue, 2009).
Diabetes melitus terdiri dari beberapa tipe, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabtes gestasional, dan diabetes tipe lainnya. Diabetes melitus tipe 1 biasa
disebut dengan insulin-dependent diabetes ini disebabkan destruksi sel beta (sel )
penghasil insulin pada pulau Langerhans pankreas. Diabetes melitus tipe 2 biasa
disebut non-insulin dependent terjadi karena kesalahan dalam produksi insulin,
resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitivitas sel terhadap insulin yang melibatkan reseptor di membran (Holt & Hanley, 2007).
Organ tubuh yang menghasilkan insulin adalah pankreas. Apabila lebih
dari 70% sel pankreas mengalami kerusakan maka akan menimbulkan
disfungsi yang menyebabkan diabetes melitus (McPhee and William, 2007). Kerusakan sel pankreas dapat disebabkan oleh karena faktor genetik, infeksi oleh kuman, faktor nutrisi, zat diabetogenik, pembentukan spesies oksigen reaktif induksi dari senyawa kimia seperti aloxan dan streptozotosin (Szkudelski, 2001).
(23)
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di dunia khususnya di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wild, Roglic, Green, Sicree, and King (2004) diperoleh bahwa prevalensi diabetes untuk semua kelompok umur di seluruh dunia diperkirakan 2,8% pada tahun 2000 dan 4,4% pada 2030. Perkiraan terakhir menunjukkan ada 171 juta orang di dunia dengan diabetes pada tahun 2000 dan diproyeksikan meningkat
menjadi 366 juta pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri diperkirakan bahwa pada
tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus mencapai 21,3 juta orang.
Dengan semakin meningkatnya prevalensi penderita diabetes dan minat masyarakat pada penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional semakin meluas. Berbagai macam ramuan obat dari alam yang sudah digunakan oleh nenek moyang kita sejak dulu kala kini mendapat perhatian besar. Penelitian dan pengujian terhadap sejumlah tumbuhan yang berkhasiat untuk pengobatan banyak dilakukan oleh para ahli. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan alam sebagai obat tradisonal umumnya tidak menimbulkan efek samping yang berarti seperti yang sering terjadi pada pengobatan kimiawi. Selain itu, obat tradisional mudah diperoleh, harga murah, dan dapat di tanam sendiri sebagai Tanaman Obat Keluarga (TOGA) (Latief, 2012).
Salah satu tanaman yang digunakan secara empiris adalah daun sukun (Artocarpus altilis). Berdasarkan penelitian Marianne, Yoandani, and Rosnani (2011) ekstrak etanol daun sukun memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, antrakuinon, dan steroid/triterpenoid. Selain itu, penelitian Lukacinova
(24)
and J. Mojzis (2008) menunjukkan bahwa senyawa flavonoid merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antidiabetes. Salah satu turunan flavonoid yang terkandung dalam daun sukun adalah kuersetin dan artoindonesianin (Ramadhani, 2009). Kuersetin memiliki efek perlindungan pada pankreas yang diinduksi streptozotosin dengan mengurangi stress okasidatif dengan menghambat peroksida lipid dan secara tidak langsung meningkatkan produksi antioksidan endogen (Adewole, 2007; Coskun, 2005).
Dari uraian diatas, penelitian ini dilakukan menggunakan ekstrak
etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg karena etanol termasuk ke dalam
pelarut polar, sehingga dapat menarik senyawa golongan flavonoid (kuersetin) yang merupakan salah satu senyawa polar yang berperan dalam memproteksi organ pankreas (Marianne, dkk, 2011).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
dosis 50 mg/kgBB memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus yang terinduksi streptozotosin ?
b. Apakah pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
dosis 50 mg/kgBB memiliki pengaruh memperbaiki gambaran histologis pankreas pada tikus yang terinduksi streptozotosin ?
(25)
2. Keaslian penelitian
1) Telah dilakukan pengujian daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.yang
dilakukan oleh Ermin, dkk (1991) yang melaporkan bahwa daun sukun
efektif mengobati penyakit seperti liver, hepatitis, pembesaran limpa,
jantung, ginjal, tekanan darah tinggi dan kencing manis karena
mengandung fenol, kuersetin dan champorol.
2) Menurut Nublah (2011) dengan pembebanan glukosa monohidrat dosis
tunggal sebelum diberikan ekstrak air dan ekstrak etil asetat daun sukun dapat menurunkan kadar glukosa darah meskipun belum sebanding dengan glibenklamid.
3) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustina (2012) membuktikan
bahwa ekstrak etanol dan etil asetat berupa flavonoid daun sukun dapat
menghambat enzim α-glukosidase, sehingga berpotensi sebagai
antidiabetes.
Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang pencegahan hiperglikemi pada
ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) yang
terinduksi streptozotosin pada tikus jantan galur wistar belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmu khususnya ilmu kefarmasian mengenai pengaruh pemberian ekstrak
etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. dan dampaknya terhadap
(26)
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh penggunaan tanaman Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg. sebagai tanaman alternatif pencegahan diabetes melitus.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh penurunan
kadar glukosa darah pada pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg pada dosis 50 mg/kgBB pada tikus terinduksi streptozotosin.
2. Tujuan khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk :
a. Mengetahui pengaruh penurunan kadar glukosa darah pada pemberian
ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50
mg/kgBB berdasarkan pengukuran kadar glukosa darah pada tikus terinduksi streptozotosin.
b. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB berdasarkan gambaran histologi pankreas pada tikus terinduksi streptozotosin.
(27)
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. 1. Habitat dan morfologi
Tumbuhan sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) memiliki tinggi
rata-rata 12-15 meter. Tumbuhan sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun di daerah tropis basah dan beriklim penghujan. Tanaman sukun memiliki batang yang besar, bergetah dan bercabang banyak. Daun tanaman sukun kaku, tebal, dan memiliki bentuk oval sampai lonjong. Ukuran daun sukun bervariasi, satu pohon memiliki ukuran daun dengan panjang 20-60 cm, lebar 20-40 cm, dan panjang tangkai daun 3-7 cm. Pada bagian ujung daun meruncing, bagian pangkalnya membulat, dan tepi daun berlekuk meyirip. Permukaan daun bagian atas licin, warnanya hijau mengkilap, sedangkan bagian permukaan bawah daun kasar, berbulu dan berwarna kusam. Posisi daun menyebar menghadap ke atas dengan jarak antar daun bervariasi antar 2-10 cm. Bunga tanaman sukun berkelamin tunggal tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang berwarna kuning, dan bunga betina berbentuk bulat bertangakai pendek. Buah sukun terbentu dari keseluruhan jambak bunga. Buah sukun berbentuk bulat dan sedikit membujur. Biji buah sukun berbentuk ginjal dan berwarna hitam dengan panjang 3-5 cm. tanaman sukun memiliki akar tunggang yang dalam dan akar samping yang dangkal (Pitojo, 1992).
(28)
2. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg (Pitojo, 1992).
3. Kandungan
Tanaman sukun mengandung beberapa senyawa kimia seperti alkaloid, flavon dan flavanon (Raman, Sudhahar, and Anandarajagopal, 2012), tanin, fenolik, glikosida, saponin, steroid, terpenoid dan antraquinon (Sidsesha, Nataraju., dan Bannikuppe, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Syah, Achmad, Bakhriar, Hakim, Juliawaty, dan Latip (2006) ditemukan dua turunan senyawa geranil dari dihidrokalkon dan flavanon,
yaitu 2-geranil-2’,4’,3’, 4’-tetrahidroksihidro-kalkon dan 8-geranil-4’,
5,7-trihidroksi flavanon. Serta senyawa rutin dan kuersetin (Pham, An, Mai and Le, 2011).
4. Nama daerah
Dari berbagai negara, yaitu breadfruit (English), arbre à pain(French),
árboldel pan (Spanish), Brotfruchtbaum (German), rimas (Philippines), kulur/kuro (Malaysia), kapiak (New Guinea), uto/kulu(Fiji),
(29)
bia/nimbalu(Solomon Islands), beta (Vanuatu), ulu (Hawaii, Samoa), uru
(Tahiti and SocietyIslands), kuru (Cook Islands), mei/mai (Micronesia, Tonga,
Marquesas), lemai(Mariana Islands) and mos (Kosrae) (Ragone, 1997). Nama
daerah dari sukun adalah Sakon (Aceh), Hatopul (Batak), Bakara (Makasar),
Suku (Nias), Sukun (Sunda), Sukun (Jawa), Suun (Ambon) (Heyne, 1987).
5. Manfaat
Pada masyarakat Indonesia umumnya, sukun biasa digunakan sebagai obat tradisional yang dapat mengobati berbagai penyakit seperti sirosis hati, hipertensi, dan diabetes melitus (Mustafa, 1998). Secara tradisional air rebusan daun sukun dilaporkan dapat mengobati penyakit kulit, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan penyakit asma, hepar, dan juga ginjal (Syah, et al., 2006).
B. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1986). Ekstraksi dengan menggunkan metode maserasi merupakan cara ekstraksi (penyarian) sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil diaduk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang dapat digunakan dalam proses maserasi, yaitu air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Dalam maserasi cairan penyari akan menembus
(30)
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif menjadi larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel menyebabkan larutan yang terpekat didesak keluar (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1986).
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunkan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).
C. Pankreas
Pankreas memiliki berat sekitar 60 gram, panjang sekitar 12-15 cm, berwarna abu-abu, dan berada di regio epigastrik dan hipokondriak rongga abdomen. Pankreas terdiri atas bagian kepala yang luas yang berada di lengkungan duodenum, badan berada di belakang lambung, dan ekor yang sempit berada di depan ginjal kiri dan menyentuh lompa (Nurachmah dan Rida, 2010).
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki fungsi endokrin yang menghasilkan hormon-hormon (insulin, glukagon, dan somatostatin) dan eksokrin yang menghasilkan enzim-enzim pankreas (amilase, peptidase, dan lipase) (lihat gambar 1). Pankreas eksokrin mengandung banyak asinus yang mengeluarkan
getah pankreas ke dalam duodenum melalui ductus pankreaticus. Sedangkan,
pankreas endokrin terdiri atas banyak pulau Langerhans (McPhee and William, 2007).
(31)
Gambar 1. Anatomi pankreas (Kearns , Merrigan , Schork, 2003).
1. Eksokrin
Pankreas eksokrin terdiri atas kelompok-kelompok asinus. Sel asinus merupakan sel epitel yang berbentuk piramid, dengan granula zymogen yang terletak di central. Setiap asinus pankreas terdiri atas beberapa sel asinus yang mengelilingi lumen (McPhee dan William, 2007).
Dalam sel asinus terdapat granula zymogen yang mengandung enzim pencernaan. Jumlah granula zymogen di dalam sel bervariasi, lebih banyak sewaktu puasa dan berkurang setelah makan. Getah pankreas merupakan kombinasi dari sel asinar dan sekresi sel duktus. Sifat getah pankreas ini basa yang berperan penting dalam menetralkan asam lambung yang memasuki duodenum bersama makanan dari lambung (McPhee dan William, 2007).
(32)
Pada gambar 2 merupakan gambar mikroskopik eksokrin pankreas. Dari gambar terlihat empat bagian penyusun dari eksokrin, yaitu acinar cells, centroacinar cells, intercalated duct, dan blood vessel. Centroacinar cells tersambung dengan intercalated ducts yang terletak di
luar acinar cells. Struktur dari acinar cells dan centroacinar cells
menyerupai balon kecil (asinus) menuju intercalated duct. Intercalated
duct merupakan saluran yang pendek dan mengalir ke saluran pengumpul
intralobula (intralobular collecting duct).
Gambar 2. Foto mikroskopik eksokrin pankreas (Michael, Kaye, Gordon, Pawlina, and Wojciech, 2002)
Enzim pankreas dapat mencerna sebagian zat makanan. Proenzim yang terkandung dalam butiran zymogen pankreas, yaitu :
a. Endopeptidase proteolitik (tripsinogen, chymotrypsonogen) dan
eksopeptidase proteolitik (procarboxypeptidase, proaminopeptidase)
mencerna protein dengan membelah ikatan peptida internal
(endopeptidases) atau dengan membelah asam amino dari karboksil atau amino akhir peptide.
(33)
b. Enzim amilolitik (alfa-amilase) mencerna karbohidrat dengan membelah hubungan glikosidik polimer glukosa.
c. Lipase mencerna lemak dengan membelah ikatan ester trigliserida,
menghasilkan asam lemak bebas,
d. Enzim nucleolytik (deoxyribonuclease dan ribonuklease) mencerna asam
nukleat, memproduksi mononucleotides (Michael, et al.,2002)
2. Endokrin
Pulau Langerhans adalah mikroorgan endokrin multihormon dari pankreas, menempati 20% volume pankreas. membentuk 1-2% berat pankreas. Pada manusia ada 1-2 juta pulau Langerhans. Pulau Langerhans banyak di dalam kauda dibandingkan korpus dan kaput (Ganong,1995).
Gambar 3. Foto mikroskopik endokrin pankreas (Michael, et al.,2002) Pada gambar diatas (gambar 3) merupakan gambar mikroskopik dari endokrin pankreas yang terdiri dari Pulau Langerhans yang berbentuk bulat dengan berbagai ukuran yang dikelilingi oleh sel asinus eksokrin. Pulau Langerhans biasanya lebih besar dari asinus dan terlihat lebih padat seperti
(34)
Kelenjar pankreas yang tersebar berada dalam kelompok sel-sel khusus yang disebut pulau pankreas (Langerhans). Pulau ini tidak memiliki duktus (saluran) sehingga hormon berdifusi secara langsung ke dalam darah. Ada tiga jenis pulau Langerhans, yaitu sel yang menyekresi glukagon, sel yang menyekresi insulin, dan sel yang mensekresi somatostatin. Kelenjar pankreas mensekresi hormon insulin dan glukagon, yang pada dasarnya berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah (Nurachmah dan Rida, 2010).
D. Jenis Kerusakan Pankreas
1. Pankreatitis akut
Pankreatitis akut adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat peradangan akut dan autodigesti destruktif pankreas dan jaringan didekat pankreas. Pankreatitisi akut dapat disebabkan oleh trauma, metabolik, infeksi, herediter, racun dan toksin, obat, vaskular, mekanis, idiopatik, dan dua penyakit tersering yang berkaitan dengan pankreatitis akut adalah penyalahgunaan alkohol dan penyakit saluran empedu (McPhee and William, 2007).
2. Pankreatitis kronik
Pankreatitis kronik adalah penyakit kambuhan yang menimbulkan nyeri abdomen hebat, insufisiensi pankreas eksokrin dan endokrin, kelainan duktus yang parah, dan klasifikasi pankreas. Pankreatitis kronik disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, obstruksi duktus (mis, batu empedu), pankreas divisum, tropis (manutrisi, toksin), hiperkalsemia (mis, hiperparatiroidisme),
(35)
hiperlipidemia, obat, trauma, autoimun, herediter, fibrosis kistik (mukovidosis), dan idiopatik (McPhee and William, 2007).
3. Infusiensi pankreas
Infusiensi eksokrin pankreas adalah sindrom maldigesti akibat kelainan yang mengganggu efektivitas aktivitas enzim pankreas. Karena lipase pankreas sangat penting untuk mencerna lemak, ketiadaan enzim ini menyebabkan stearotea (terbentuknya tinja berlemak, berjumlah besar, dan berwarna terang). Penyebab maldigesti pada infusiensi pankreas aksokrin
mencakup pankreatitis kronik, fibrosis kistik, kanker pankreas,
gastrektomiparsial atau total, dan reseksi pankreas (McPhee and William, 2007).
4. Karsinoma pankreas
Secara mikroskopis, 90% kanker pankreas adalah adenokarsinoma; sisanya adalah karsinoma adenoskuamosa, anaplastik, atau sel asinus. Kanker pankreas cenderung menyebar ke jaringan sekitar, yang menginvasi organ-organ tetangga di sepanjang fasia perineural, dan menimbulkan nyeri hebat, dan melalui limfe dan aliran darah, yang menimbulkan metstatis ke kelenjar limfe regional, hati dan tempat-tempat jauh lainnya. Kausa penyakit ini tidak diketahui. Sebagian besar kasus kanker pankreas bersifat sporadik; sejumlah kecil (3%) terjadi pada pasien dengan predisposisi herediter. Penyakit ini 6 kali lebih sering pada wanita pengidap diabetes ketimbang dibandingan yang bukan pengidap diabetes (tetapi tidak dibandingkan dengan pengidap
(36)
diabetes pria) dan 2,5-5 kali lebih sering pada perokok (McPhee and William, 2007).
5. Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah akibat dari kekurangan insulin, baik absolut maupuan relatif (Cahyono, 2008).
E. Diabetes Melitus 1. Definisi
Diabetes Mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi. Diabetes terjadi karena cacat pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes dapat menyebabkan komplikasi kronis yang mengakibatkan kerusakan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Scobie, 2007).
Diabetes adalah suatu penyakit tunggal dimana merupakan kelompok sindrom heterogen yang ditandai dengan poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak minum) dan polifagi (banyak makan) (Lanywati, 2006) yang disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia dengan kriteria
diagnostik mencakup glukosa plasma puasa 126 mg/dL, gejala diabetes
plus glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL, atau kadar glukosa plasma 200 mg/dL setelah pemberian 75 g glukosa per oral (uji toleransi glukosa) (McPhee and William, 2007). Pada tikus kadar glukosa normal, yaitu 50-135 mg/dL (Delaney, 2008).
(37)
2. Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM))
ditandai dengan kerusakan sel yang menyebabkan kerusakan insulin absolut yang biasanya terjadi pada anak-anak (Scobie, 2007).
Pada diabetes tipe 1 kerusakan sel disebabkan karena adanya destruksi imunologis yang selektif terhadap sel pulau Langehans yang diperantai oleh limfosit T. Limfosit T supresor CD8 diduga sebagai sel
utama yang bertanggung jawab dalam kerusakan sel . Destruksi
autoimun sel merupakan suatu proses yang diperkirakan diperantarai oleh sitokin (McPhee and William, 2007). Gangguan autoimun yang terkait dengan diabetes tipe 1, yaitu penyakit Celiac, Addison, hipotiroidisme, dan anemia pernisiosa (Watkins, 2003).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM)) disebabkan oleh gangguan sekresi insulin karena fungsi sel yang abnormal. Ada beberapa penyebab dari gangguan sekresi insulin dalam DM tipe 2 dengan beberapa kelainan yang telah terbukti mengganggu keseimbangan antar neogenesis dan apoptosis. Studi klinis pada manusia dan hewan membuktikan tentang konsep glukotoksisitas, dimana ketinggian kadar glukosa plasma dengan berkurangnya sel dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin. Selain itu, lipotoksisitas
(38)
juga dapat menyebabkan gangguan pada sel . Pasien dengan DM tipe 2
menunjukkan respon berkuranganya incretin glucagon-like peptide
(GLP)-1 dalam merespon glukosa oral, sementara administrasi GLP-1
meningkatkan respon sekresi insulin postprandial dan dapat
mengembalikan glikemia mendekati normal (Scobie, 2007).
Komplikasi yang dapat timbul akibat diabetes melitus, yaitu gangguan pembuluh darah besar (makroangiopati), atherosklerosis, infark miokardium, diabetes retinopati, diabetes neuropati, dan diabetes nefropati (Price and Loraine, 1997)
c.Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa pada saat kehamilan yang dapat disebabkan oleh diabtes tipe 1 atau tipe 2. Penurunan toleransi glukosa terjadi selama kehamilan normal, terutama diketahui pada trisemester ketiga. Kriteria untuk mendiagnosis toleransi glukosa abnormal pada kehamilan belum disepakati di seluruh dunia (Scobie, 2007).
d. Diabetes melitus lain-lain
Diabetes mellitus jenis lainnya, kejadiannya dikaitkan dengan
adanya kelainan genetic, yaitu Maturity Onset Diabetes of Youth
(MODY) yang dikarakteristikan oleh adanya gangguan sekresi insulin yang sedikit atau bahkan tanpas disertai resistensi insulin. Pasien yang mengalami MODY akan mengalami hiperglikemia pada usia dini (Triplitt, Reasner, and Isley, 2008).
(39)
3. Diagnosis
Diagnosis klinis umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM. Tabel I menunjukkan kriteria untuk menyatakan seseorang menderita diabetes melitus. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis.
Tabel I. Kriteria Penegakan Diagnosis untuk Penderita Diabetes Melitus Glukosa Plasma
Puasa
Glukosa Plasma 2 Jam Setelah Makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Pra-diabetes 100 – 125 mg/dL -
IFG atau IGT - 140 – mg/dL
Diabetes ≥ 126 mg/dL > 200 mg/dL
(DirJen, 2005).
F. Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung 50 asam amino yang merupakan hormon yang disekresi oleh pankreas yang memiliki fungsi utama untuk menurunkan kadar nutrien darah, glukosa, asam amino dan asam lemak (Nurachman dan Rida, 2010).
Insulin menimbulkan efek dengan bekerja pada otot, hati , dan jaringan lemak. Sekresi insulin dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu peningkatan glukosa plasma, peningkatan asam amino plasma, peningkatan GIP (glucose-dependent insulinotropic peptide), peningkatan aktivitas parasimpatik,
(40)
penurunan aktivitas simpatik, dan penurunan plasma epineprin (Stanfield, 2011).
Pada saat kadar glukosa plasma meningkat akibat dari glukosa diangkut ke dalam aliran darah dari saluran pencernaan menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi insulin oleh beta sel pankreas (Stanfield, 2011). Pengangkutan glukosa dalam aliran darah dilaksanakan oleh suatu transporter glukosa yang disebut GLUT. Ada enam bentuk GLUT, yaitu GLUT-1, GLUT-2, GLUT-3, GLUT-4, GLUT-5, dan GLUT-6. GLUT-1 berfungsi untuk memindahkan glukosa menembus sawar darah otak, GLUT-2 berfungsi untuk memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui pembawa kontrasporter, GLUT-3 berfungsi untuk pengangkut utama glukosa ke dalam neuron, dan GLUT-4 bertanggun jawab atas sebegian besar penyerapan glukosa pada mayoritas sel tubuh . GLUT-4 bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin (Sherwood, 2009).
G. Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah 1. Metode enzimatik
Prinsip dari metode ini adalah enzim glukosa oksidase (GOD) akan
mengoksidasi glukosa oleh udara (O2) menjadi asam glukonat dan hidrogen
peroksida. Hidrogen peroksida akan bereaksi dengan 4-amino-antipirin dan fenol yang dikatalis oleh enzim peroksidase membentuk senyawa kuinonimin berwarna merah.
(41)
Reaksi yang terjadi :
Glukosa + O2 + 2 H2O GOD asam glukonat + H2O2
2 H2O2 + 2,4-dikloro phenol + 4-aminoantipirin PAP quinonimine + 4H2O
(Anonim, 2012).
2. Metode kondensasi dengan gugus amina
Prinsip dari metode ini adalah aldose akan dikondensasikan dengan orto-toloidin dalam suasana asam dan setelah dipanaskan akan menghasilkan larutan yang berwarna hijau (Widowati, Dzulkarnain, dan
Sa’roni, 1997).
3. Metode oksidasi - reduksi
Penetuan kadar glukosa darah pada metode ini dilakukan dengan cara dioksidasi menggunakan oksidan ferrisianida. Oksida ini direduksi menjadi ferrosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan, kemudian kelebihan ferri ditritasi secara iodometri (Widowati, Dzulkarnain, dan Sa’roni, 1997).
H. Streptozotosin
Gambar 4. Struktur streptozotosin (Lenzen, 2008).
Sterptozotosin (STZ) ( Gambar 4) adalah suatu senyawa
(42)
menyebabkan kerusakan sel pankreas, sehingga terjadi hiperglikemi (Lenzen, 2008). Streptozotosin berbentuk bubuk, berwarna kuning pucat yang dapat digunakan untuk menginduksi diabetes tipe 1 maupun diabetes tipe 2 pada hewan uji (Etuk, 2005).
Dosis sterptozotosin yang biasa digunkan dalam menginduksi diabetes mellitus tipe 1 yaitu 40-60 mg/kgBB (intravena) dan lebih dari 40 mg/kgBB (intraperitonial). Pemberian streptozosin secara berulang dapat menginduksi diabetes mellitus tipe 1 yang diperantai sistem imun. Pada diabetes tipe 2 streptozotosin dapat diinduksi dengan dosis 100 mg/kgBB intravena atau intraperitoneal pada tikus yang berumur 2 hari kelahiran (Nugroho, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti, Mulyani, Laksmindra dan Sismindari (2001) pemberian streptozotosin sebesar 40 mg/kgBB dengan dosis tunggal pada
tikus Sprague Dawley memberikan respon yang stabil dan penurunan insulin yang
lebih cepat dibandingkan dengan dosis 60 mg/kgBB.
Streptozotosin masuk ke dalam sel pankreas melalui transporter
glukosa (GLUT2) dan menyebabkan alkilasi DNA melalui gugus nitrosourea
yang mengakibatkan kerusakan sel pankreas. Peningkatan ATP
dephosphorylation setelah penginduksian streptozotosin mengakibatkan terbentuknya substrat untuk xanthine oxidase sehingga pembentukan radikal superoksida. Akibatnya, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil juga dihasilkan. Selain itu, streptozotosin membebaskan sejumlah oksida nitrat yang menghambat aktivitas akonitase dan berpartisipasi dalam kerusakan DNA. Sebagai hasil dari tindakan streptozotocin, sel mengalami nekrosis (Szkudelski, 2001). Pada
(43)
penelitian yang dilakukan oleh Pathak, Helge, Vladmir and Daan (2008) streptozotosin secara selektif akan menghambat aktivitas enzim O-G1cNAse yang bersama-sama dengan O-G1cNAc transferase bertanggung jawab dalam perpindahan O-G1cNAc dari protein. Akibaranya terjadi O-glikosilasi protein
intraseluler dengan adanya N-methylnitroso mengakibatkan sel mengalami
apoptosis, sehingga memberi efek toksik pada sel pankreas yang mengakibatkan regulasi kadar produksi insulin menurun dan regulasi kadar glukosa darah menjadi terganggu.
Degradasi sel yang terjadi akan terlihat 2-4 hari setelah pemberian streptzotosin akibat adanya pembengkakan pada pankreas dapat dilihat dari
terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (Akbarzadeh, et al., 2007).
Pemberian streptozotosin untuk menginduksi diabetes melitus lebih efektif dibandingkan dengan aloksan (Etuk, 2005).
(44)
I. Landasan Teori
Pankreas merupakan bagian dari sistem pencernaan yang bertugas membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam usus, dan juga organ endokrin yang bertugas membuat dan mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol metabolisme energi dan penyimpanan seluruh tubuh (Longnecker, 2014).
Kerusakan pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat cacat sekresi insulin dan peningkatan resistensi seluler terhadap insulin (Anonim,2009)
Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg) merupakan tumbuhan tropik
yang memilki kandungan saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilkolin, tanin, riboflavin, fenol dan kuersetin. Daun sukun dapat mengobati beberapa penyakit seperti liver, hepatitis, ginjal, hipertensi, dan salah satunya diabetes melitus.
Menurut Chandrika, et al., 2006 dengan dosis 50 mg/kgBB pada pemberian
ekstrak air panas daun Artocarpus heterophyllus dapat memberikan efek
antihiperglikemik pada tikus.
Pankreas dapat dirusak dengan peninduksian senyawa tertentu, seperti aloksan dan streptozotosin. Streptozotosin merupakan salah satu senyawa yang secara selektif merusak sel sehingga menyebabkan terganggunya sekresi insulin yang mengakibatkan glukosa dalam tubuh semakin meningkat sehingga menimbulkan hiperglikemi (Szkudelski, 2001). Berdasarkan penelitian yang telah
(45)
dilakukan ekstrak etanol daun sukun mengandung flavanoid yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, dimana antioksidan merupakan suatu senyawa yang
dapat mengikat radikal bebas sehingga kerusakan sel-sel pankreas dapat
dihambat dan juga mampu meregenerasi sel-sel pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi, serta dapat memperbaiki sensitifitas reseptor insulin sehingga hiperglikemi dapat dicegah (Marianne, dkk, 2011).
J. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. dosis 50 mg/kgBB
memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan Wistar yang terinduksi streptozotosin.
2. Ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. dosis 50 mg/kgBB
memiliki pengaruh terhadap gambaran histologi pankreas pada tikus jantan Wistar yang terinduksi streptozotosin.
(46)
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan pada
hewan uji ( dosis ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg).
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu :
1. Kadar glukosa darah tikus jantan Wistar.
2. Hasil histologis pankreas tikus jantan Wistar.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin, galur, berat badan, umur dari hewan uji, jumlah asupan makanan, dan waktu pencuplikan darah. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan Wistar dengan berat badan 120-160 g dan umur 1,5-2 bulan, jalur pemberian streptozotosin secara
(47)
intraperitonial, ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. secara per oral.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini adalah keadaan patologis dari hewan uji yang digunakan,
stabilitas streptozotosin, dan kondisi tanah.
3. Definisi operasional
a. Daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. adalah daun segar berwarna hijau,
tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda (diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang) yang diperoleh pada bulan November 2013 dari Desa Sewon, Bantul, Yogyakarta.
b. Ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. adalah sediaan
pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. menggunakan metode ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan selama 7 hari.
c. Berat badan tikus adalah ukuran badan tikus dalam sisi berat yang
ditimbang menggunakan timbangan. Ukuran ini yang dipakai untuk menilai keadaan gizi pada tikus. Perhitungan yang diperoleh dapat dijadikan penanda dari kondisi hipoglikemik pada tikus.
d. Kadar glukosa darah tikus adalah banyaknya glukosa di dalam darah tikus.
Pengukuran kadar glukosa darah tikus menggunakan metode GOD-PAP. Dimana tikus dikatakan hiperglikemia apabila kadar glukosa darah 11,1 mmol/L (200mg/dL).
(48)
e. Gambaran hitologis pankreas adalah gambaran keadaan dari struktur jaringan organ pankreas secara detail dengan menggunakan mikroskop. Gambaran histologis pankreas akan mengalami perubahan apabila terinduksi streptozotosin.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan Wistar, dengan umur 6-8
minggu, berat badan 120-160 g yang diperoleh Laboratorium Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
yang diperoleh dari desa Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Senyawa penginduksi (kontrol positif pankreotoksik) berupa
streptozotosin (STZ) merk Nacalai dari BIOZATIC yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi FMIPA Unversitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
b. Etanol 96 % sebagai pelarut dalam ekstraksi daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg. yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.
c. Pereaksi untuk pengukuran glukosa darah yang digunakan adalah enzim
(49)
Tabel II. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP Reagen
Phosphat buffer pH 7,5 250 mmol/l
Phenol 5 mmol/l
4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l
Glukosa oksidase (GOD) ≥ 10 kU/l
Phenol Amino Antipirin Peroksidase (PAP) ≤ 1 kU/l
Glukosa standar 100 mg/dl (5,5 mmol/dl)
d. Aquadest sebagai pelarut CMC Na 0,5%, Na sitrat, dan asam sitrat
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Buffer sitrat yang terdiri dari Na sitrat dan asam sitrat sebagai pelarut
streptozotosin diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Na CMC 0,5% sebagai pelarut glibenklamid dan ekstrak etanol Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg. diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
g. Eter sebagai pembius hewan uji sebelum di nekropsi yang diperoleh dari
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
h. Formalin 10% sebagai pengawet organ pankreas yang diperoleh dari
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
i. Alkohol absolut 80%, dan 95% sebagai cairan dehidran yang diperoleh
dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
(50)
j. Xylol sebagai clearing agent dan pewarnaan H&E yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
k. Parafin sebagai bahan impregnasi yang diperoleh dari Laboratorium
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
l. Harris-Hematoxyline sebagai pewarna dalam pewarnaan H&E yang
diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
m. Acid Alkohol sebagai larutan untuk pewarnaan H&E yang diperoleh dari
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
n. Eosin sebagai larutan untuk pewarnaan H&E yang diperoleh dari
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
D. Alat dan Instrument Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mesin penyerbuk (Retsch), oven (Memmert), ayakan dengan nomor mesh 40,
timbangan analitik (OHAUSS), maserator, waterbath, hot plate, evaporator
(BUCHI), aluminium foil, moisture balance (HG5 Hologen Moisture Analyzer),
seperangkat alat gelas berupa Erlenmeyer, beaker gelas, gelas ukur, labu ukur, cawan porselin, pengaduk (Pyrex Iwaki Glass), spuit injeksi, spuit injeksi oral,
(51)
efendorf, mikrovitalab (Microlab 200, Merck), micro haematocrit tubes, vortex
(Genie Wilten), timbangan tikus (OHAUSS), mortir dan stamper, stopwatch,
tabung reaksi, embedding casette, pisau skalpel No 22-24, balok kayu, mikrotom,
coverglass, inkubator, tabung film, silet, tissue embedding console, bunsen, cetakan pagoda, balok kayu (ukuran 3 cm x 1 cm x 1 cm), mikrotom, panangas,
gelas obyek, gelas penutup, staining jar, corong gelas, lap, stop watch, kotak
preparat dan mikroskop, magnetic stirer, kertas saring, akuades dalam botol
semprot, styrofoam, jarum, mikrotip, label, keranjang preparat dan refrigerator.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman sukun
Determinasi daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) mengikuti
Bihrmann’s Caudiciforms dan Taxonomy, serta dilakukan di Laboratorium
Sistematika Tumbuhan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. diperoleh dari desa Sewon,
Bantul, Yogyakarta. Daun yang diambil adalah daun segar berwarna hijau, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda (diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang).
3. Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. yang telah
dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan pada sinar matahari, untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya, daun dikeringkan
(52)
menggunakan mesin penyerbuk di LPPT Universitas Gadjah Mada. Kemudian serbuk diayak menggunakan ayakan dengan nomor 40 mesh.
4. Pembuatan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg
Pembuatan ekstrak etanol daun sukun dilakukan dengan cara menyari
simplisia daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. dengan derajat kehalusan 40
mesh. Serbuk seberat 100 g direndam dengan 75 ml pelarut etanol 96% di dalam erlenmeyer selama 5 hari terlindung dari cahaya dan dilakukan pengadukan setiap hari. Kemudian serbuk diremaserasi lagi dengan 25 ml pelarut etanol 96% selama 2 hari, di tempat sejuk, terlindung dari cahaya dan dilakukan pengadukan setiap hari. Setelah dimaserasi dan diremaserasi, hasil maserasi dan remaserasi disaring dengan kertas saring. Hasil saringan kemudian dievaporasi dengan evaporator pada suhu 50ºC, kemudian dipindahkan ke cawan porselin yang telah ditimbang sebelumnya, dengan maksud untuk mempermudah perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, ekstrak kental didalam
cawan porselin diuapkan di waterbath dengan suhu 50oC kemudian dimasukkan
dalam oven untuk diuapkan dengan suhu 50oC agar mendapatkan ekstrak etanol
daun sukun dengan bobot ekstrak yang tetap.
5. Penetapan kadar air serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
Penetapan kadar dilakukan dengan cara susut pengeringan. Sebanyak 5,0 g
serbuk daun Artocarpus altilis ditimbang dan kemudian serbuk dimasukkan ke
dalam alat moisture balance pada suhu 105º C selama 15 menit dan kemudian
(53)
dalam alat moisture balance. Selisih tersebut merupakan kadar air serbuk yang
diteliti.
6. Dosis ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.pada penelitian
Dosis ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. yang digunakan
adalah 50 mg/kgBB. Dosis ini mampu memberikan efek hipoglikemik pada tikus
dengan pemberian ekstrak air panas daun Artocarpus heterophyllus yang
mempunyai famili yang sama Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. (famili
Moraceae) (Chandrika et al, 2006).
7. Pembuatan suspensi CMC Na 0,5%
Serbuk CMC ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dilarutkan dengan
akuades yang telah dipanaskan sebelumnya. Diaduk sambil dipanaskan di atas hot
plate hingga semua serbuk larut, kemudian ad 100 ml dengan akuades.
8. Pembuatan dapar Na Sitrat 50 mM pH 4,5
Na sitrat ditimbang sejumlah 14,705 g, kemudian ditambahkan akuades hingga 1 liter. Ditimbang juga asam sitrat 10,507 g ditambahkan akuades ad 1 liter. Dilakukan proses titrasi Na sitrat dengan menggunakan asam sitrat hingga diperoleh pH 4,5 yang diukur dengan menggunakan pH-meter.
a. Asam sitrat
50 mM = 0,05 molar
Molar = 0,05 molar / 1 liter (Mr asam sitrat = 210,14) Asam sitrat = 10,507 g dalam 1 liter
b. Na sitrat
50 mM = 0,05 molar
Molar = 0,05 molar / 1 liter (Mr Na sitrat = 294,1) Na sitrat = 14,705 g dalam 1 liter
(54)
9. Penetapan dosis streptozotosin
Dosis STZ yang digunakan adalah dosis yang mampu meningkatkan
kadar glukosa darah tikus Sparague Dawley jantan berdasarkan penelitian
sebelumnya oleh Astuti, dkk. (2001), yaitu sebesar 40 mg/kgBB.
10.Induksi hiperglikemia pada tikus
Tikus dikatakan hiperglikemia jika kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dL.
Pada hari ke-0, kadar glukosa darah diukur dengan metode GOD-PAP, kemudian tikus kelompok positif pankreotoksik pada hari ke-1 diinduksi
dengan STZ dosis 40 mg/kgBB (single dose) yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan buffer Na sitrat pH 4,5 dan diinjeksi secara intraperitonial. Kelompok perlakuan diinduksi STZ dosis 40 mg/kgBB pada hari ke-1 dan
dilanjutkan dengan memberikan ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park)
Fosberg dosis 50 mg/kgBB hingga hari ke-7. Hari ke-0, 4 dan 7 kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan metode GOD-PAP.
11.Pengukuran kadar glukosa darah
a. Pembuatan serum. Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata pada
mata dan ditampung dalam tabung efendrof, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya.
b. Pengukuran kadar glukosa. Alat yang digunakan dalam mennganalisis
kadar glukosa darah adalah mikrovitalab. Kadar glukosa dinyatakan dalam mg/dl. Pengukuran kadar glukosa serum dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia - Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan mencampurkan
(55)
bahan seperti pada tabel III., kemudian divortex dan dibaca serapannya
setelah didiamkan selama 20 menit (operating time) pada suhu 20-25ºC.
Tabel III. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa Bahan
Volume (µL)
Aquabidest Larutan baku
glukosa Supernatan
Pereksi GOD-PAP
Blanko 10 - - 1000
Standart - 10 - 1000
Sampel - - 10 1000
12.Desain dan perlakuan penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan 16 ekor tikus jantan Wistar yang dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan.
a. Kelompok I (Basal)
Hari ke-0, dan 4 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badannya. Tikus tidak diberi perlakukan apapun hingga hari 7, kemudian hari ke-7, tikus diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan.
b. Kelompok II (Kontrol Pankreotoksik)
Hari ke-0 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diinduksi STZ 40 mg/kgBB i.p. Tikus tidak diberi terapi, kemudian hari ke-4, dan 7 diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan.
c. Kelompok III (Negatif)
Hari ke-0 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diberi CMC Na dengan dosis 50 mg/kgBB. Tikus tidak diinduksi streptozotosin, kemudian hari ke-4 dan 7 diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan.
(56)
d. Kelompok IV (Perlakuan)
Hari ke-0, tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan yang tiga hari
sebelumnya diberikan ekstrak daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. 50
mg/kgBB p.o., kemudian hari ke-1 diinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB i.p. dan hari ke-1 hingga hari ke-7 diberikan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. 50 mg/kgBB p.o. Kemudian hari ke-4 dan 7. Hari Tikus diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badannya.
13. Pengumpulan sampel
Tikus yang akan digunakan untuk penelitian, diukur berat badannya sebelum diukur kadar glukosa darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata pada mata, diambil darahnya dan diukur menggunakan mikrovitalab dengan metode enzimatik GOD-PAP (hari ke-0 , 4 dan 7). Pada hari ke-14, tikus di bedah dan diambil pankreasnya untuk di amati gambaran histologi pankreas tikus.
14.Pembuatan slide histologi pankreas a. Trimming
Trimming dilakukan setelah proses fikasasi dengan melakukan pemotongan jaringan setebal kurang lebih 4 mm dengan orientasi sesuai dengan organ yang akan dipotong.setelah dilakukan pemotongan jaringan diletakkan
(57)
b. Dehidration
Dehidrasi jaringan dilakukan menggunakan “tissue processor” untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan, dengan menggunakan cairan dehidran alkohol 80%, 95%, dan alkohol absolut. Cairan dehidran ini kemudian dibersihkan dari dalam jaringan dengan menggunakan reagen
pembersih (clearing agent) dengan menggunkan xylol. Reagen pembersih
kemudian diganti dengan parafin dengan cara penetrasi ke dalam jaringan, proses ini disebut impregnasi.
c. Embedding
Setelah proses dehidrasi, jaringan yang ada di dalam embedding cassette
dipindah ke dalam base mold. Kemudian diisi dengan parafin cair dan
diletakkan pada blok kayu ukuran 3x3 cm atau pada embedding cassette.
Jaringan yang sudah dilekatkan pada balok kayi atau cassette disebut blok.
Fungsi dari balok kayu atau cassette adalah untuk pemegang pada saat blok dipotong pada mikrotom.
d. Cutting
Cutting adalah pemotongan jaringan yang sudah didehidrasi dengan menggunakan mikrotom.
Metode :
1. Orientasi blok pada mikrotom
Blok diletakkan sejajar memanjang dengan pisau. Jaringan yang keras harus diletakkan di bagian atas. Kemudian sediakan cukup ruangan antara jaringan dengan tepi blok untuk memudahkan pemisahan
(58)
jaringan. Hasil pemotongan yang rata dan tidak berkerut menandakan ketajaman pisau yag digunakan.
2. Soaking
Jaringan dilembabkan dengan menempelkan kapas basah pada permukaan blok.untuk menjaga agara suhu blok dan suhu pisau tetap sama, masing-masing didinginkan dengan air es.
3. Mengambangkan lembaran potongan jaringan
Lembaran jaringan diapungkan dengan meletakkan salah satu ujung potongan di atas permukaan air dalam waterbath. Kemudian untuk menghilangkan kerutan jaringan dapat dilakukan dengan cara menekan salah satu sisi dari potongan jaringan dengan ujung jari dan sisi lain ditarik dengan menggunakan kuas kecil.
4. Pemisahan rangkaian lembaran jaringan
Dilakukan dengan menggunakan “pemisah jaringan” yang dipanaskan
kemudian dilakukan pemisahan rangkaian lembaran jaringan (ribbon)
5. Pengambilan ribbon dengan slide
Lembaran jaringan diambil dengan cara memasukkan slide bersih secara diagonal ke dalam waterbath. Spesimen jaringan diletakkan tepat di tengah slide. Dicegah agar jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.
e. Staining/pewarnaan
Proses pewarnaan jaringan pankreas ini menggunakan teknik pewarnaan H&E.
(59)
f. Mounting
Setelah jaringan pada slide diwarnai, dilakukan “mounting” dengan cara meneteskan bahan mounting (DPX, Entelan, Canada balsam) sesuai kebutuhan dan ditutup dengan coverglass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara. Kemudian slide yang sudah jadi, diamati di bawah mikrokop sinar.
F. Analisis Hasil
Pengukuran kadar glukosa darah dan berat badan melalui perhitungan mean ± SD, yang mana kadar glukosa darah normal pada tikus yaitu 50-135 mg/dl, apabila kadar glukosa darah melebihi batas normal maka tikus mengalami hiperglikemia (Delaney, 2008). Setelah itu, dilanjutkan dengan analisis histologi pankreas secara kualitatif.
(60)
Gambar 5. Skema Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg
Hari ke-0
Tikus 16 ekor diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata tikus, diukur KGD dengan metode GOD-PAP dan ditimbang berat badannya
Hari ke-1
Tikus 4 ekor (kelompok basal) tidak diberikan apapun Tikus 4 ekor (kelompok kontrol negatif) diberi CMC Na 0,5% p.o Tikus 4 ekor (kelompok kontrol pankreotoksik) diinduksi STZ 40mg/kgBB
i.p ( Single dose)
Tikus 4 ekor (kelompok perlakuan ) diberikan ekstrak etanol daun sukun
p.o dan diinduksi STZ 40 mg/kgBB i.p (single dose).
Hari ke-4
16 ekor tikus diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata, kemudian diukur KGD dengan metode GOD-PAP, dan ditimbang berta badannya
Hari ke-7
Tikus 16 ekor diambil darahnya pada sinus orbitalis mata, diukur KGDP dan ditimbang berat badannya
Hari ke-14
Tikus 16 ekor dibedah dan diambil organ pankreasnya
Perhitungan hasil Kelompok basal Kelompok kontrol negatif Kelompok kontrol pankreotoksik Kelompok perlakuan EEA Ekstrak EEA 50 mg/kgBB p.o Akuades p.o CMC Na 0.5% p.o Akuades p.o
Hari ke-2 hingga ke-7
diberikan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg 50
(61)
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar
glukosa darah ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50
mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi streptozotosin dosis 40 mg/kgBB dengan melihat Kadar Glukosa Darah (KGD), berat badan dan gambaran histologis pankreas.
A. Hasil determinasi serbuk daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)
Determinasi serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan bahwa serbuk daun sukun yang digunakan adalah benar serbuk daun sukun. Determinasi dilakukan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Hasil determinasi membuktikan bahwa benar serbuk daun sukun yang digunakan dalam
penelitian adalah serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. Hasil
determinasi tertera dalam lampiran 2.
B. Penetapan kadar air serbuk daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)
Penetapan kadar air daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. bertujuan
untuk memastikan kadar air yang terkandung dalam daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg. yang digunakan dalam penelitian memenuhi salah satu persyaratan serbuk yang baik. Serbuk yang baik mengandung kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
Penetapan kadar air dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Metode yang
(62)
digunakan dalam penetapan kadar air yaitu Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance dengan suhu 105º C selama 15 menit. Pada penetapan kadar air
digunakan suhu 105º C dimaksudkan agar kandungan air di serbuk Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg. menguap dan waktu yang digunakan 15 menit karena
dianggap kadar air yang terkandung dalam daun Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg. telah memenuhi persyaratan parameter standarisasi simplisia. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
memiliki kadar air 7,15 % sehingga dapat dinyatakan bahwa serbuk daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan.
C. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Etanol Daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)
Serbuk simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunkan etanol 96%. Metode maserasi digunakan karena proses pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan senyawa marker yang terkandung di dalam daun
sukun bersifat tidak tahan panas. Cairan penyari yang digunakan etanol 96% karena memiliki indeks polaritas yang luas dan relatif aman.
Maserasi dilakukan selama 5 hari dengan perbandingan simplisia : pelarut 1 : 10. Setelah 5 hari, kemudian disaring menggunakan penyaring Buchner. Selanjutnya dilakukan remaserasi selama 2 hari. Kemudian maserat
dipekatkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50º C. Pemekatan
bertujuan untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak dengan menguapkan pelarut sehingga ekstrak yang didapatkan menjadi lebih kental.
(63)
Ekstrak kental yang didapatkan dilakukan bobot tetap. Tujuannya untuk menghitung sisa zat dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan pada temperature 50º C. Bobot tetap dilakukan dengan cara menimbang ekstrak dalam cawan porselen setiap satu jam hingga diperoleh bobot konstan. Hasil
menunjukkan bahwa sebanyak 10,0 g serbuk kering daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg. menghasilkan kurang lebih 2 g ekstrak etanol daun Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg. Keseluruhan pembuatan ekstrak etanol menggunakan
100,0 gram serbuk kering daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. yang
menghasilkan 20,78 g ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.
Dengan rata-rata setiap cawan 2,30 g ekstrak kental dengan % rendemen sebesar 20,78%.
D. Penentuan Dosis Pankreotoksik Streptozotosin
Penentuan dosis streptozotosin bertujuan untuk mengetahui dosis streptozotosin yang dapat menyebabkan kerusakan pankreas pada tikus yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dL pada 2-3 hari setelah pemberian streptozotosin. Hal ini didasarkan pada penelitian
Akbarzadeh, et al (2007) tikus setelah diinduksi streptozotosin 2-3 hari setelah
induksi mulai menimbulkan gejala diabetes dengan peningkatan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/kgBB.
Penelitian ini menggunakan streptozotosin sebagai pankreotoksik (induksi diabetes mellitus) karena streptozotosin merupakan senyawa yang menyebabkan kerusakan sel pankreas, sehingga terjadi defisiensi insulin yang menyebabkan hiperglikemia pada hewan uji. Dosis yang digunkan pada penelitian
(64)
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2001) yang menyatakan dosis 40 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar glukosa darah pada tikus secara bertahap.
E. Efek Pankreoprotektif Ekstrak Etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg Dosis 50 mg/kgBB pada Tikus Terinduksi Streptozotosin
1. Kadar glukosa darah a. Kontrol basal
Tujuan dari pengujian kontrol basal adalah untuk mengetahui kadar gluksosa normal tikus jantan dari hari ke-0 hingga hari ke-7 dan untuk membandingkan kadar glukosa darah tikus antara kontrol basal, kontrol
pankreotoksik dan perlakuan ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg.
Berdasarkan tabel IV kadar glukosa darah tikus jantan Wistar pada kontrol basal berada pada rentang normal yaitu 50-135 mg/dl. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tikus jantan Wistar yang digunakan dalam percobaan dalam kondisi normal.
b. Kontrol negatif (CMC Na 0,5%)
Kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa penurunan
KGD pada tikus adalah akibat pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus
altilis (Park.) Fosberg dan bukan akibat pemberian pelarut ekstrak yaitu CMC Na. Konsentrasi CMC Na yang digunakan, yaitu 0,5 %. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dengan konsentrasi 0,5%, pelarut (CMC Na) yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah atau tidak. Hasil yang didapatkan menunjukkan nilai
(65)
kadar glukosa darah tikus dapat dilihat pada tabel IV. Menunjukkan kadar glukosa darah berada dalam rentang normal (50-135 mg/dl). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pelarut CMC Na yang digunakan tidak memberikan efek penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji tikus jantan Wistar.
c. Kontrol pankreotoksik (STZ 40 mg/kgBB)
Kontrol pankreotoksik bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi streptozotosin 40 mg/kgBB terhadap sel pankreas tikus. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kadar glukosa darah. Uji ini dilakukan dengan cara menginjeksi tikus dengan streptozotosin 40 mg/kgBB secara intraperitonial. Setelah itu, dilakukan pencuplikan darah pada hari ke-0, 4, dan 7 setelah pemejanan dan serum diukur nilai kadar glukosa darah.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa streptozotosin dosis 40 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar glukosa darah hingga lebih dari 200 mg/dL.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2001) dosis streptozotosin dengan dosis 40 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar glukosa darah tikus SD jantan secara bertahap sampai hari ke-28, sedangkan pada penelitian ini dengan dosis yang sama (40 mg/kgBB) kadar glukosa darah tikus naik pada hari ke-4, tetapi pada hari ke-7 mengalami penurunan dengan rata-rata kadar glukosa darah 165 mg/dL. Hal ini dapat dikarenakan kemurnian dan stabilitas dari STZ yang
(66)
digunakan karena penyimpanan STZ yang baik yaitu disimpan pada suhu
-20º C, namun peneliti menyimpan STZ pada freezer kulkas yang
suhunya tidak mencapai -20º C sehingga kemurnian dan stabilitas dari STZ menurun yang mengakibatkan efek kenaikan kadar glukosa darah pada tikus tidak maksimal.
d. Kelompok perlakuan ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dosis 50 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi streptozotosin dosis 40 mg/kgBB
Evaluasi terhadap pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg pada tikus jantan galur Wistar terinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB didasarkan pada ada tidaknya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg pada tikus sebelum induksi
streptozotosin. Pemberian ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg dosis 50 mg/kgBB dilakukan selama 10 hari dan pada hari ke-1 tikus diinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB.
Tabel IV. Peningkatan rata-rata KGD (mg/dl) tikus jantan galur Wistar pada hari ke-0, 4, dan 7.
Kelompok Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-7
Kontrol basal 90,75 ± 19,52 106,00 ± 12,94 79,25 ± 8,66
Kontrol negative 101,25 ± 11,41 115,75 ± 1,71 79,50 ± 3,70
Kontrol Pankreotoksik (STZ)
110,00 ± 16,35 246,75 ± 21,88 165 ± 6,00
Perlakuan EEAA
(67)
Gambar 6. Kurva waktu vs rata-rata KGD tikus jantan Wistar (mg/dl)
pada pemberian ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.)
Fosberg dosis 50 mg/dl.
Berdasarkan hasil pada tabel IV menunjukkan nilai rata-rata kadar
glukosa darah pada kelompok perlakuan ekstrak etanol Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg mengalami peningkatan pada hari ke-4. Pada kelompok
perlakuan ekstrak etanol Artocarpus altilis (Park.) Fosberg mengalami
kenaikan kadar glukosa darah diatas normal (hiperglikemia) karena pada
hari ke-4 kelompok perlakuan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg mengalami peningkatan hingga 212 ± 134,95 mg/dl. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg 50 mg/kgBB yang diberikan tiga hari sebelum penginduksian streptozotosin tidak memiliki pengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus jantan Wistar yang terinduksi streptozotosin dosis 40 mg/kgBB. Hal ini dapat dimungkinkan
(1)
Lampiran 11. Data penimbangan berat badan tikus jantan Wistar
Tabel X. Data penimbangan berat badan tikus pada kelompok kontrol basal, kontrol negatif, kontrol pankreotoksik, dan kontrol perlakuan EEAA
Kelompok Waktu Hewan coba
1 2 3 4
Kelompok basal
0 135.14 137.77 143.89 144.9 4 133.16 146.9 159.24 154.83 7 133.96 146.9 157.15 159.8 Kelompok kontrol
negatif
0 142.64 140.02 128.69 144.6 4 143.08 140.67 135.4 128.24 7 141.76 134.6 128.64 135.22 Kelompok kontrol
pankreotoksik
0 137.91 138.17 130.02 138.45 4 155.31 159.04 152.85 170.61 7 172.32 172.8 160.37 145.08 Kelompok perlakuan
0 151.53 154.91 154.08 134.87 4 162.88 155.04 165.89 144.25 7 190.03 152.79 191.49 170.69
(2)
Lampiran 12. Data pengukuran kadar glukosa darah tikus jantan
Tabel XI. Data pengukuran kadar glukosa darah (mg/dl) tikus pada kelompok basal, kontrol negatif, kontrol pankreotoksik, dan kontrol
perlakuan EEAA
Kelompok Waktu Hewan coba
1 2 3 4
Kelompok basal
0 110 105 76 72
4 102 107 92 123
7 79 68 89 81
Kelompok kontrol negatif
0 110 110 86 99
4 118 145 114 116
7 84 76 81 77
Kelompok kontrol pankreotoksik
0 90 115 129 106
4 268 263 231 225
7 156 168 168 168
Kelompok perlakuan EEAA
0 99 101 114 117
4 184 410 117 137
(3)
(4)
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis
(Park.) Fosberg.) pada Tikus Terinduksi Streptozotocin bernama lengkap Anggun Amalia Margita. Dilahirkan pada tangga 17 Maret 1992, di Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Sadiran dan A.A.A Enny Guna Prawati.
Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1996-1998 di TK Pertiwi, Negara. Tahun 1998-2004 di SD 6 Dauhwaru Negeri, Negara. Pada tahun 2004-2007 di SMP Negeri 2, Negara. Tahun 2007-2010 di SMA Negeri 1, Negara. Tahun 2007-2010 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani masa perkuliahaan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan antara lain : Anggota divisi QC DPMF 2011-2012 dan 2012-2013; Panitia Pharmacy Performance 2012 (Koordinataor sie Dana dan Usaha); Koordinator UKF FISTARA 2011-2012; Panitia KPU 2012 (sie. Konsumsi).