Formulasi sediaan tablet likuisolid glibenklamid dengan pelarut Propilen Glikol dan Amprotab sebagai carrier material.

(1)

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIKUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PROPILEN GLIKOL DAN AMPROTAB® SEBAGAI CARRIER

MATERIAL Desion Sudi 128114121 INTISARI

Glibenklamid adalah antidiabetik oral golongan sulfonilurea yang digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II. Glibenklamid termasuk dalam golongan BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas 2. Golongan tersebut merupakan obat yang memiliki kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi. Kelarutan merupakan faktor penting dalam proses absorpsi obat terutama obat golongan BCS kelas 2.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material

terhadap sifat fisik dan disolusi serta mengetahui proporsi optimum pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material. Penelitian ini menggunakan simplex

lattice design untuk optimasi formula dengan perbandingan propilen glikol:Amprotab®

R1 (0%:100%), R2 (25%:75%), R3 (50%:50%), R4 (75%:25%), R5 (100%:0%), R6 (0%:100%), R7 (50%:50%), R8 (100%:0%). Evaluasi serbuk likuisolid meliputi kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas dan Hausner ratio. Evaluasi tablet likuisolid meliputi kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Data hasil uji dianalisis menggunakan program Design Expert® 10 .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa propilen glikol berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan, waktu hancur dan disolusi tablet. Amprotab® berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan tablet. Proporsi propilen glikol 25 mg dan Amprotab® 287 mg merupakan proporsi optimum.


(2)

ABSTRACT

Glibenclamide is an oral sulphonilurea antidiabetic for treatment of diabetes meilitus II. Glibenclamide are a class 2 drugs in biopharmaceutics classification system (BCS). Class 2 have poor solubility and good permeability. Solubility is rate limiting step for absorbtion in BCS class 2.

This study are an experimental study. The goal is to learn the effect of combination propylene glycol as solvent and Amprotab® as carrier material to physical properties and dissolution rates of liquisolid glibenclamide tablets and the optimum proportion of propylene glycol and Amprotab®. This study use simplex lattice design

to optimize the formula. Proportion of propylene glycol:Amprotab® are R1 (0%:100%), R2 (25%:75%), R3 (50%:50%), R4 (75%:25%), R5 (100%:0%), R6 (0%:100%), R7 (50%:50%), R8 (100%:0%). Evaluation of liquisolid powder are flowability time, angle of repose, compressibility index, and Hausner ratio. Evaluation of liquisolid tablets are hardness, friability, disintegration time, dissolution. Data was analyzed using software Design Expert® 10 .

Data shows that propylene glycol significantly enhanced hardnes, disintegration time and dissolution of liquisolid tablets. Amprotab® significantly enhance friability of liquisolid tablets. Proportion of 25 mg propylene glycol and 287 mg Amprotab® are optimum proportion.


(3)

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIKUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PROPILEN GLIKOL DAN AMPROTAB® SEBAGAI

CARRIER MATERIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Desion Sudi NIM : 128114121

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIKUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PROPILEN GLIKOL DAN AMPROTAB® SEBAGAI

CARRIER MATERIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Desion Sudi NIM : 128114121

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Setiap manusia hanya diberi satu talenta, yaitu belajar.”

(Anonim)

Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yang Maha Penolong Papa dan Mama tersayang, Cece-ceceku tersayang, Reka dan Hera Sudi, Teman-teman dan almamaterku Tanpa mereka aku bukan siapa-siapa


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Tablet Likuisolid Glibenklamid dengan Pelarut Propilen Glikol dan Amprotab® sebagai Carrier Material . Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm.).

Selama masa perkuliahan hingga penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, doa, dorongan, nasehat maupun sarana dan prasarana. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, saran, nasehat.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu dr. Fenty M.Kes., Sp.PK., sebagai dosen pembimbing akademik atas pendampingannya selama perkuliahan.

4. Semua dosen-dosen fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sabar dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Pak Musrifin, Pak Agung, Mas Bimo, Mas Ottok, Pak Parlan, Mas Kunto, Pak Kayat, para laboran dan segenap satpam atas bantuan dan kelancaran yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Bartolomeus Widiasta, Margareta Novi dan Medaliana Hartini atas bantuan dan diskusinya.

7. Yudha Adhi Prabowo dan Buana Cahya Wijaya selaku teman seperjuangan dalam penelitian atas bantuan, dukungan dan persahabatannya selama ini.


(11)

8. Sahabat-sahabatku Sudirja, Mirza Triawan Alajri, Bartolomeus Widiasta, Laurensius Danang Wicaksana, Yudha Adhi Prabowo, Buana Cahya Wijaya, Satrio Budi Utomo.

9. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium.

10.Teman-teman FST B 2012 dan angkatan 2012 serta seluruh teman-teman Farmasi atas kebersamaan, keceriaan dan persahabatannya selama ini. 11.Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu farmasi khususnya dan kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya.


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Teknik Likuisolid ... 6

1. Mekanisme pelepasan obat ... 6


(13)

3. Studi preformulasi tablet likuisolid ... 9

4. Prosedur pembuatan tablet likuisolid ... 10

5. Kelebihan dan kekurangan teknik likuisolid ... 11

B. Evaluasi Prakempa ... 12

1. Kecepatan alir... 12

2. Sudut diam ... 12

3. Indeks kompresibilitas ... 13

4. Hausner ratio ... 14

C. Evaluasi Tablet Likuisolid ... 14

1. Keragaman bobot ... 14

2. Keseragaman kandungan ... 15

3. Kekerasan tablet ... 15

4. Kerapuhan tablet ... 16

5. Waktu hancur tablet ... 16

D. Disolusi ... 17

E. Monografi Bahan ... 20

1. Glibenklamid ... 20

2. Propilen glikol ... 21

3. Amprotab® ... 23

4. Avicel® PH102 ... 24

5. HDK Wacker® ... 24

6. Sodium Starch Glycolate (SSG) ... 25

7. Magnesium stearat ... 25

F. Landasan Teori ... 25

G. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel bebas ... 28


(14)

xi

3. Variabel pengacau terkendali ... 28

4. Variabel pengacau tak terkendali ... 28

C. Definisi Operasional... 29

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

E. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Pembuatan sediaan tablet likuisolid ... 31

2. Evaluasi sifat alir serbuk likuisolid ... 31

a. Kecepatan alir dan sudut diam ... 31

b. Indeks pemampatan dan Hausner ratio ... 32

c. Uji homogenitas ... 32

3. Evaluasi mutu fisik tablet likuisolid ... 33

a. Keseragaman kandungan ... 33

b. Uji kekerasan tablet ... 34

c. Uji kerapuhan tablet ... 34

d. Uji waktu hancur tablet ... 34

e. Penetapan kadar ... 34

f. Uji disolusi tablet ... 35

F. Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Uji Serbuk Likuisolid ... 38

1. Hasil uji sifat alir ... 38

2. Uji homogenitas serbuk... 40

B. Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Likuisolid ... 42

1. Keseragaman kandungan tablet... 42

a. Keragaman bobot ... 42

b. Keseragaman kandungan ... 43

2. Kekerasan tablet ... 44

3. Kerapuhan tablet ... 46

4. Waktu hancur tablet ... 47


(15)

D. Hasil Uji Disolusi Tablet ... 49

1. Panjang gelombang maksimum ... 49

2. Kurva baku ... 50

3. Uji disolusi tablet ... 51

E. Penentuan Formula Optimum ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi sifat alir menurut sudut diam ... 13

Tabel II. Klasifikasi indeks kompresibilitas dan Hausner ratio... 13

Tabel III. Persyaratan uji keseragaman sediaan ... 15

Tabel IV. Formula tablet likuisolid glibenklamid ... 31

Tabel V. Hasil uji sifat alir ... 38

Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet likuisolid glibenklamid ... 49

Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon... 55


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur glibenklamid ... 20

Gambar 2. Struktur propilen glikol ... 21

Gambar 3. Model plot respon sudut diam serbuk ... 39

Gambar 4. Spektrum UV glibenklamid dalam metanol ... 41

Gambar 5. Grafik kurva baku glibenklamid dalam metanol ... 42

Gambar 6. Model plot respon keseragaman kandungan ... 43

Gambar 7. Model plot respon kekerasan tablet ... 45

Gambar 8. Model plot respon kerapuhan tablet ... 47

Gambar 9. Model plot respon waktu hancur tablet ... 48

Gambar 10. Spektrum UV glibenklamid dalam media disolusi ... 50

Gambar 11. Grafik kurva baku glibenklamid dalam media disolusi ... 50

Gambar 12. Grafik profil pelepasan disolusi tablet likuisolid glibenklamid .. 52

Gambar 13. Model plot respon disolusi tablet ... 53


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate of Analysis) ... 64

Lampiran 2. Hasil spektrofotometeri UV glibenklamid ... 71

Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk... 73

Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas serbuk ... 75

Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet... 76

Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet ... 81

Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet ... 82

Lampiran 8. Contoh perhitungan keseragaman kandungan ... 98

Lampiran 9. Contoh perhitungan disolusi tablet ... 100

Lampiran 10. Data kurva baku glibenklamid ... 102

Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet likuisolid glibenklamid dengan software Design Expert® 10 dan formula optimum ... 105

Lampiran 12. Analisis statistik sediaan tablet likuisolid glibenklamid dengan menggunakan software R 3.2.3... 112


(19)

INTISARI

Glibenklamid adalah antidiabetik oral golongan sulfonilurea yang digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II. Glibenklamid termasuk dalam golongan BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas 2. Golongan tersebut merupakan obat yang memiliki kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi. Kelarutan merupakan faktor penting dalam proses absorpsi obat terutama obat golongan BCS kelas 2.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier

material terhadap sifat fisik dan disolusi serta mengetahui proporsi optimum pelarut

propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material. Penelitian ini

menggunakan simplex lattice design untuk optimasi formula dengan perbandingan propilen glikol:Amprotab® R1 (0%:100%), R2 (25%:75%), R3 (50%:50%), R4 (75%:25%), R5 (100%:0%), R6 (0%:100%), R7 (50%:50%), R8 (100%:0%). Evaluasi serbuk likuisolid meliputi kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas dan Hausner ratio. Evaluasi tablet likuisolid meliputi kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Data hasil uji dianalisis menggunakan program Design Expert® 10 .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa propilen glikol berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan, waktu hancur dan disolusi tablet. Amprotab® berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan tablet. Proporsi propilen glikol 25 mg dan Amprotab® 287 mg merupakan proporsi optimum.


(20)

xvii

ABSTRACT

Glibenclamide is an oral sulphonilurea antidiabetic for treatment of diabetes meilitus II. Glibenclamide are a class 2 drugs in biopharmaceutics classification system (BCS). Class 2 have poor solubility and good permeability. Solubility is rate limiting step for absorbtion in BCS class 2.

This study are an experimental study. The goal is to learn the effect of combination propylene glycol as solvent and Amprotab® as carrier material to physical properties and dissolution rates of liquisolid glibenclamide tablets and the optimum proportion of propylene glycol and Amprotab®. This study use simplex lattice design to optimize the formula. Proportion of propylene glycol:Amprotab® are R1 (0%:100%), R2 (25%:75%), R3 (50%:50%), R4 (75%:25%), R5 (100%:0%), R6 (0%:100%), R7 (50%:50%), R8 (100%:0%). Evaluation of liquisolid powder are flowability time, angle of repose, compressibility index, and Hausner ratio. Evaluation of liquisolid tablets are hardness, friability, disintegration time, dissolution. Data was analyzed using software Design Expert® 10 .

Data shows that propylene glycol significantly enhanced hardnes, disintegration time and dissolution of liquisolid tablets. Amprotab® significantly enhance friability of liquisolid tablets. Proportion of 25 mg propylene glycol and 287 mg Amprotab® are optimum proportion.


(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Glibenklamid merupakan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II. Glibenklamid termasuk golongan BCS kelas II, yang memiliki permeabilitas tinggi dan kelarutan rendah. Sifat kelarutan glibenklamid yang rendah menyebabkan rendahnya absorbsi dan bioavailibilitas glibenklamid (Nawale dan Mehta, 2013). Kelarutan glibenklamid yang rendah juga dapat mengakibatkan variasi bioavailibilitas dan menyebabkan timbulnya efek samping seperti variasi hasil pengobatan (hipoglikemi atau hiperglikemi) (Guan et

al., 2013). Glibenklamid praktis tidak larut dalam air sehingga bioavailibilitas

oralnya rendah (45%) dan kecepatan disolusi menjadi faktor pembatas dalam absorbsinya dalam tubuh. Oleh karena itu peningkatan kelarutan dan kecepatan disolusi glibenklamid dapat menigkatkan bioavailibilitasnya (Guan et al., 2013).

Banyak percobaan telah dilakukan untuk meningkatkan kelarutan glibenklamid seperti menggunakan teknik kompleksasi dengan β-siklodekstrin, dispersi padat, miselisasi surfaktan, mikronisasi, dan teknik lainnya (Maiti, Mukherjee dan Datta, 2014). Teknik likuisolid merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat. Teknik ini meningkatkan pelepasan obat dengan meningkatkan luas permukaan obat, meningkatkan kelarutan obat dan atau meningkatkan kemampuan keterbasahan partikel obat (Vranikova dan Gajdziok, 2013).


(22)

Teknik likuisolid memiliki beberapa keuntungan diantaranya, dapat diterapkan pada banyak obat BCS kelas II, dapat meningkatkan bioavailibilitas secara oral dari obat yang susah larut air, meningkatkan kemampuan terbasahi dari obat, biaya produksi lebih murah dari bentuk sediaan kapsul lunak, meningkatkan luas permukaan, dapat digunakan untuk mempercepat pelepasan obat ataupun memberikan efek sustained release (Burra, Yamsani dan Vobalaboina, 2011).

Teknik likuisolid dilakukan dengan melarutkan zat aktif ke dalam pelarut non-volatil dan kemudian ditransformasikan menjadi serbuk yang free flow dan siap dikempa. Dalam teknik likuisolid tidak terdapat patokan pelarut yang digunakan untuk suatu obat tertentu. Dalam penelitian ini digunakan pelarut propilen glikol. Propilen glikol bersifat biodegradable dan memiliki toksisitas yang rendah. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pelarut baik untuk sediaan oral, injeksi maupun topikal. Propilen glikol telah berhasil diaplikasikan sebagai pelarut dalam teknik likuisolid seperti pada bromheksin hidroklorida, famotidin, prednisolon (Baby, Saroj, Sabitha, 2012). Diketahui glyburide yang diformulasikan dengan teknik likuisolid menggunakan pelarut propilen glikol memiliki disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan tablet konvensional (Mohiuddin, Puligilla, Chukka, Davadasu dan Penta, 2014).

Setiap carrier material memiliki sifat yang unik tetapi diketahui luas permukaan spesifik atau SSA (Specific Surface Area) carrier merupakan faktor penting dalam formulasi sediaan likuisolid. Dalam penelitian ini digunakan Amprotab® sebagai carrier material. Amprotab® merupakan salah satu produk amilum manihot atau pati singkong. Amilum memiliki SSA sebesar 0,6 m2/g


(23)

(Vranikova et al., 2013). Amilum diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan memperbaiki profil disolusi pada beberapa obat seperti irbesartan (Saraswathi dan Rajendar, 2014), glyburide (Mohiuddin et al., 2014), carbamazepine (Vranikova et al., 2013).

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna mengenai sediaan tablet glibenklamid yang diformulasikan dengan metode likuisolid.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, timbul beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier

material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet likuisolid glibenklamid?

2. Berapa proporsi optimum campuran pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material dalam tablet likuisolid glibenklamid?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran dan pengetahuan penulis, penelitian mengenai Formulasi Sediaan Tablet Likuisolid Glibenkamid dengan Pelarut Propilen Glikol dan Amprotab® sebagai Carrier Material belum pernah dilakukan di lingkungan penelitian Universitas Sanata Dharma maupun di luar lingkungan penelitian Universitas Sanata Dharma. Adapun penelitian tentang formulasi tablet glibenklamid antara lain:


(24)

a. Influence of formulation parameters on dissolution rate enhancement of glyburide using liquisolid technique (Singh, Srinivasan, Gowthamarajan,

Prakash, Gaikwad dan Singare, 2012)

b. Preparation and in-vitro evaluation of liquid solid compacts of glibenclamide

(Sirisha, Sruthi dan Eswaraiah, 2012)

c. Formulation and evaluation of glyburide liquisolid compacts (Mohiuddin et al., 2014).

Namun dari penelitian-penelitan yang sudah dilakukan, belum pernah dilakukan dengan menggunakan kombinasi propilen glikol dan Amprotab® sebagai pelarut non-volatil dan carrier material.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penggunaan pelarut propilen glikol dan carrier material Amprotab® dalam formulasi tablet likuisolid glibenklamid.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang sediaan tablet likuisolid glibenklamid dengan pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai

carrier material bagi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan disolusi tablet likuisolid glibenklamid.


(25)

b. Tujuan khusus

Mengetahui proporsi optimum pelarut propilen glikol dan Amprotab®

sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan disolusi pada formulasi likuisolid glibenklamid.


(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Teknik Likuisolid

Teknik likuisolid adalah teknik formulasi yang dilakukan dengan melarutkan obat hidrofobik ke dalam pelarut nonvolatil, nontoxic, dan hidrofil seperti propilen glikol, polietilen glikol, gliserin atau polysorbate-80 (sering disebut sebagai liquid medications) yang dicampur dengan carrier seperti microcrystalline

cellulose, laktosa atau amilum serta menggunakan coating material seperti silika

dalam proporsi yang dioptimasi dan kemudian di kompres untuk menjadi sebuah tablet yang kompak. Beberapa tahun terakhir, teknik ini digunakan untuk meningkatkan laju disolusi carbamazepin, piroxicam, naproxen, famotidine, prednisolon dan glibenklamid (Gupta dan Sehrawat, 2011).

1. Mekanisme pelepasan obat

Terdapat tiga mekanisme peningkatan pelepasan obat dari sistem likuisolid yang diusulkan yaitu:

a. Peningkatan luas area obat

Obat dalam sistem likuisolid terlarut sempurna dalam pelarut pembawa obat secara molekuler tetapi terdapat dalam bentuk serbuk. Oleh karena itu, luas permukaan obat yang tersedia untuk pelepasan lebih besar daripada obat yang secara langsung dikempa (Nagabandi, Ramarao dan Jayaveera, 2011).


(27)

b. Peningkatan kelarutan obat

Dengan adanya mekanisme yang pertama dalam peningkatan pelepasan obat, maka dapat diduga Cs, kelarutan obat, dapat ikut meningkat dalam sistem likuisolid. Walaupun pada kenyataannya, sejumlah kecil pelarut pembawa pada tablet likuisolid tidak cukup untuk meningkatkan kelarutan obat secara keseluruhan dalam medium disolusi air. Tetapi, pada permukaan solid/cairan antara partikel likuisolid dan medium memungkinkan terjadi difusi yang cukup untuk meningkatkan kelarutan obat dalam air jika pelarut pembawa berperan sebagai co-solven (Nagabandi

et al., 2011).

c. Peningkatan sifat kemampuan terbasahi

Karena pelarut pembawa dapat bertindak sebagai surfaktan atau mempunyai tegangan permukaan yang rendah, kemampuan terbasahi dari partikel likuisolid akan meningkat (Nagabandi et al., 2011).

2. Komponen tablet likuisolid

Komponen yang digunakan dalam formulasi tablet likuisolid antara lain: a. Zat aktif

Teknik ini telah berhasil diaplikasikan pada obat dosis rendah BCS kelas II (kelarutan dalam air rendah dan permeabilitas tinggi) dan class IV (kelarutan dalam air rendah dan permeabilitas rendah). Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan disolusi obat-obat BCS kelas II dan IV (Gavali et al., 2011).


(28)

b. Pelarut non volatil

Pelarut non volatil yang digunakan harus inert, memiliki titik didih tinggi, larut air dan pelarut organik yang tidak terlalu kental dan kompatibel dengan zat aktif serta dapat melarutkan zat aktif. Berbagai pelarut non volatil telah digunakan untuk formulasi sediaan likuisolid contohnya propilen glikol, PEG 200 dan 400, gliserin dan polysorbate 80 (Gavali, Pacharane, Sankpal, Jadhav dan Kadam, 2011).

c. Carrier material

Carrier material sebaiknya material berpori yang memiliki sifat

absorpsi yang baik. Carrier dan coating material dapat menahan hanya sejumlah tertentu dari cairan dan pada saat yang bersamaan mempertahankan sifat alir dan kompresibilitas, oleh karena itu peningkatan kelembaban dari carrier menyebabkan terjadinya penurunan sifat alir serbuk. Carrier material yang biasa digunakan antara lain berbagai grade dari amilum, microcrystalline cellulose, laktosa, Eudragit® R1 dan Eudragit® RS12 (untuk pelepasan diperlambat) dan lain-lain (Gavali et al., 2011).

d. Coating material

Coating material sebaiknya material yang memiliki partikel yang

halus dan mempunyai daya adsorbsi yang tinggi yang berguna untuk melindungi partikel carrier yang terbasahi dan memberi penampakan kering pada serbuk dengan mengadsorbsi cairan berlebih. Yang termasuk coating


(29)

material adalah silika (Cab-O-Sil) m5, Aerosil® 200, Syloid, 244FP dll (Gavali et al., 2011).

e. Disintegran

Superdisintegran meningkatkan laju pelepasan obat, kelarutan dalam air dan kemampuan terbasahi dari granul likuisolid. Superdisintegran yang banyak digunakan antara lain seperti sodium starch glycolate (SSG) dan crosspovidone (Gavali et al., 2011).

f. Lubrikan

Lubrikan digunakan untuk mengurangi friksi. Contoh lubrikan yang sering digunakan adalah: asam stearat, garam asam stearat, talk dll. (Balaji et al., 2014).

g. Glidan

Glidan digunakan untuk meningkatkan sifat alir dengan mengurangi friksi antar partikel. Contoh glidan yang sering digunakan adalah turunan silika, talk, pati jagung (Balaji et al., 2014).

3. Studi pre formulasi tablet likuisolid

Sebelum memformulasikan likuisolid, perlu dilakukan beberapa studi preformulasi yang diantaranya:

a. Uji kelarutan

Umumnya dilakukan dengan metode spektrofotometri ataupun dengan melarutkan sejumlah bahan dengan pelarut hingga jenuh (Rajesh, Rajalakshmi, Umamaheswari, Kumar, 2011).


(30)

b. Angle of slide

Sejumlah serbuk ditimbang dan diletakkan pada slide dan secara bertahap slide dinaikkan sampai slide membentuk siku-siku dengan horizontal. Sudut ketika serbuk menggelinding diukur sebagai angle of

slide. Data ini digunakan untuk mengukur sifat alir dari serbuk. Sudut yang

optimum untuk serbuk dikatakan mengalir baik adalah sekitar 33o (Tayel, Soliman dan Louis, 2008).

c. Flowable liquid retention potential (Φ-value)

Φ-value didefinisikan sebagai jumlah maksimum pelarut non-volatil yang dapat ditahan dalam campuran serbuk dengan tetap memenuhi kriteria alir (Balaji et al., 2014).

d. Compressible liquid retention potential (Ψ-value)

Ψ-value didefinisikan sebagai jumlah maksimum cairan yang dapat ditahan didalam campuran serbuk dengan tetap menghasilkan tablet yang memenuhi kriteria kekerasan dan kerapuhan (Balaji et al., 2014).

e. Rasio carrier dan coating material (R)

Merupakan perbandingan jumlah carrier material dan coating

material yang digunakan dalam formula (Balaji et al., 2014).

f. Liquid load factor (Lf)

Didefinisikan sebagai rasio berat liquid medication (w) dengan berat dari carrier material (Q). Diukur dengan melarutkan atau mendispersikan obat ke dalam pelarut non-volatil dan kedalam campuran tersebut ditambahkan carrier-coating material dan dicampur hingga merata.


(31)

Jumlah carrier-coating material yang digunakan untuk mengubah liquid

medication menjadi serbuk free flow dideterminasikan dengan rumus

Lf =

� ...(1)

W = berat liquid medication Q = berat carrier material

Rumus ini digunakan untuk menghitung jumlah carrier dan coating

material dalam tiap formulasi.

(Rajesh et al., 2011)

4. Prosedur pembuatan tablet likuisolid

Pembuatan tablet likuisolid dilakukan dengan melarutkan obat yang telah ditimbang ke dalam pelarut non volatil, kemudian dipanaskan hingga obat larut sempurna. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan carrier dan coating

material dan dicampur hingga homogen. Proses pengadukan dilakukan dalam tiga

tahap yaitu:

a. Sistem dicampur pada kecepatan satu putaran per detik selama kurang lebih satu menit untuk mendistribusikan obat secara merata dalam cairan

b. Campuran tersebut diratakan pada suatu permukaan dan didiamkan selama 5 menit untuk penyerapan obat ke dalam partikel serbuk

c. Serbuk dikeruk dari dinding dan dicampur dengan eksipien lain selama 30 detik dengan proses yang hampir sama dengan tahap pertama.


(32)

5. Kelebihan dan kekurangan teknik likuisolid

Teknik likuisolid memiliki beberapa kelebihan diantaranya:

a. Memperbaiki bioavailibilitas obat dengan kelarutan dalam air rendah b. Tablet lepas segera likuisolid menunjukkan peningkatan pelepasan obat in

vitro dan in vivo dibandingkan dengan produk komersial c. Cocok untuk diaplikasikan pada skala industri

d. Biaya produksi lebih rendah jika dibandingkan dengan pembuatan kapsul lunak gelatin

e. Dapat digunakan untuk memformulasikan obat dalam bentuk cair

f. Pelepasan obat dapat dimodifikasi dengan menggunakan bahan yang sesuai g. Tablet lepas tunda dari obat tidak larut air menunjukkan pelepasan

mengikuti orde nol

(Balaji et al., 2014)

Kekurangan dari teknik likuisolid antara lain:

a. Tidak cocok untuk formulasi obat dengan dosis besar (>100mg) (Sinkar, Gondkar dan Saudagar, 2015)

b. Dibutuhkan jumlah carrier yang tepat untuk agar tercapai, sifat alir yang baik serta bobot yang tidak terlalu sulit untuk ditelan

c. Dapat terjadi keluarnya larutan obat saat proses pengempaan dengan tekanan yang kurang tepat sehingga menghasilkan berat tablet yang tidak sesuai


(33)

B. Evaluasi Prakempa 1. Kecepatan alir

Kecepatan alir adalah waktu yang dibutuhkan untuk sejumlah serbuk melewati suatu corong. Kecepatan alir diketahui melalui metode corong. Massa serbuk yang diuji dibagi dengan waktu untuk semua serbuk keluar akan menunjukkan kecepatan alir dalam gram/detik. Biasanya kecepatan alir ≥ 10 g/detik dianggap baik (Siregar, 2008).

� � � � = ... (2) 2. Sudut diam

Sudut diam digunakan sebagai metode tidak langsung untuk mengukur kemampuan alir serbuk. Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara gundukan partikel berbentuk kerucut dengan bidang horizontal bila sejumlah serbuk likuisolid dituang melalui corong (Siregar, 2008). Sudut diam dihitung menggunakan rumus:

� � = ... (3) Hubungan antara sudut diam dan sifat aliran serbuk ditunjukkan pada tabel I.

Tabel I. Klasifikasi sifat alir menurut sudut diam

Sudut diam (o) Sifat aliran <25 Sangat baik 25 – 30 Baik 30 – 40 Cukup baik

>40 Sangat buruk


(34)

3. Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas merupakan salah satu parameter sifat alir serbuk yang diukur dengan metode pengetapan. Kompresibilitas memegang peranan penting dalam proses pembuatan tablet, dimana indeks kompresibilitas juga berpengaruh terhadap kemampuan alir granul. Makin kecil persentase kompresibilitas, granul makin mudah mengalir bebas. Hubungan antara indeks kompresibilitas dan kemampuan alir suatu bahan ditunjukkan pada tabel II.

indeks kompresibilitas = − ℎ � % ... (4)

Tabel II. Klasifikasi indeks kompresibilitas dan Hausner ratio

Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio Kemampuan Alir <10 1,00 ± 1,11 Sangat baik 11 – 15 1,12 ± 1,18 Baik 16 – 20 1,19 ± 1,25 Cukup baik 21 – 25 1,26 ±1,34 Cukup 26 – 31 1,35 ± 1,45 Buruk 32 – 37 1,46 ± 1,59 Sangat buruk

>38 > 1,60 Sangat buruk sekali (Arulkumaran dan Padmapreetha, 2014) 4. Hausner ratio

Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan alir dari serbuk atau granulat, dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu, tergantung dari metode yang digunakan untuk menentukannya. Semakin kecil nilai Hausner ratio makin baik sifat alir suatu serbuk (Arulkumaran et al., 2014). Hubungan antara Hausner ratio dan kemampuan alir suatu bahan ditunjukkan pada tabel II.


(35)

C. Evaluasi Tablet Likuisolid

Tablet yang memiliki kualitas baik harus memenuhi persyaratan mutu yang sudah ditetapkan. Persyaratan ini meliputi keseragaman sediaan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan kadar zat aktif (Dirjen POM, 2014).

1. Keragaman bobot

Keragaman bobot merupakan salah satu metode untuk menetapkan keseragaman sediaan. Keseragaman sediaan berguna untuk menjamin konsistensi satuan sediaan sehingga masing-masing bets mempunyai kandungan zat aktif dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera pada etiket. Keragaman bobot dilakukan dengan mengambil tidak kurang dari 30 satuan sediaan dan dipilih 10 tablet, ditimbang satu per satu. Dihitung jumlah zat aktif dalam tiap tablet yang dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket dari hasil penetapan kadar masing-masing tablet dan dihitung nilai penerimaannya. Keragaman bobot dilakukan untuk sediaan tablet tidak bersalut dan salut dengan dengan zat aktif ≥25 mg dan ≥25% (Dirjen POM, 2014).

2. Keseragaman kandungan

Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing – masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman kandungan untuk sediaan padat ditentukan dengan cara menetapkan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai dan kemudian dihitung nilai penerimaan. Secara umum, rumus perhitungan nilai penerimaan adalah:


(36)

M merupakan nilai rujukan, �͞ merupakan rata-rata dari masing-masing kandungan (X1, X2, Xn) yang dinyatakan dalam persentase, k merupakan konstanta

penerimaan dan s merupakan simpangan baku sampel.

Tabel III. Persyaratan uji keseragaman sediaan

Bentuk

sediaan Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif

Tablet

≥ 25 mg dan ≥ 25% < 25 mg atau < 25%

Tidak Keragaman bobot Keseragaman kandungan Bersalut

Salut Selaput Keragaman bobot Keseragaman kandungan Lainnya Keseragaman

kandungan

Keseragaman kandungan

(Dirjen POM, 2014). 3. Kekerasan tablet

Tablet harus cukup kuat untuk mempertahankan bentuk selama mengalami perlakuan mekanik pada saat proses pengemasan, transportasi, hingga pada saat pemakaian. Bila tablet tidak cukup kuat, hal ini akan merugikan konsumen. Akan tetapi tablet tidak boleh terlalu keras, karena hal ini dapat mempengaruhi waktu hancur sehingga mempengaruhi pelepasan obat di dalam tubuh. Kekerasan tablet berbeda-beda tergantung pada besarnya tekanan pada waktu pencetakan tablet, jumlah, dan jenis bahan pengikat yang dipakai, cara granulasi, jumlah serbuk, bentuk, ukuran serta bobot tablet. Pada umumnya variasi kekerasan tablet adalah 4 – 8 kg (Parrott, 1971).

4. Kerapuhan tablet

Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tablet yang terjadi akibat goncangan atau gesekan selama pengangkutan. Tablet yang rapuh dapat mengakibatkan bobot tablet berkurang, sehingga kadar


(37)

bahan aktif dalam tablet berkurang yang berakibat berkurangnya efektifitas obat dalam tubuh. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang dari 1 % (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

5. Waktu hancur tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh (Banker dan Anderson, 1986). Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur tablet antara lain faktor yang berhubungan dengan formulasi, yaitu bahan pengisi, bahan pelincin, bahan pengikat dan bahan penghancur. Tekanan kompresi juga mempengaruhi waktu hancur tablet, jika makin besar tekanan kompresinya pada saat pencetakan tablet maka waktu hancur tablet makin lama (Duchene, 1983). Pada tablet konvensional, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit (Dirjen POM, 2014).

D. Disolusi

Disolusi adalah proses dimana suatu bahan kimia atau bahan obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, Wu-Pong dan Yu, 2005). Laju disolusi adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi bentuk terlarut dalam medium disolusi pada waktu tertentu (Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1983). Untuk mengetahui jumlah obat yang diabsorpsi, terutama obat yang kelarutannya kecil, peranan formulasi terhadap kecepatan absorpsinya sangat besar. Sebaliknya, untuk obat yang mudah larut, langkah penentu proses absorpsi adalah permeabilitas obat terhadap membran saluran cerna (Shargel et al., 2005).


(38)

Laju disolusi merupakan tahap penentu terjadinya absorpsi. Berdasarkan laju disolusi, dapat diperkirakan kecepatan absorpsi yang mempengaruhi mula kerja, intensitas, dan lama kerja obat di dalam tubuh. Obat dalam tubuh dianggap melarut di dalam media air, terutama di dalam saluran cerna. Suhu media dan kecepatan pengadukan juga dapat mempengaruhi laju pelarutan obat. Pada percobaan secara in vitro, suhu dipertahankan pada 37˚C dan pengadukan dipertahankan pada kecepatan tertentu (Banker et al., 1986).

Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga cerminan prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu. Penggambaran proses yang terjadi selama disolusi ini, sering diungkapkan dalam persamaan-persamaan matematis yang terus dikembangkan oleh peneliti. Bermula dari upaya yang dilakukan oleh Noyes dan Whitney dalam mencoba menguantifikasi jumlah obat yang terlarut dalam suatu medium air tahun 1897 dengan persamaannya:

= .� − atau = .�

.ℎ − ...(7)

W adalah berat zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga dW/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif – medium, h adalah tebal lapisan tipis (film-difusi), sedang Cs adalah konsentrasi dalam keadaan saturasi, yang besarnya sama dengan kelarutan zat tersebut dalam medium. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t.


(39)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi antara lain: a. Ukuran partikel obat. Luas permukaan obat dapat ditingkatkan dengan cara

mengurangi ukuran partikel. Disolusi terjadi pada permukaan solut (obat), sehingga semakin besar luas permukaan maka laju disolusi obat akan semakin cepat (Shargel et al., 2005).

b. Bentuk kristal dan amorf. Obat yang susunan molekulnya berbentuk amorf biasanya lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya sehingga lebih cepat diabsorpsi. Hal ini karena bentuk amorf terdiri dari molekul-molekul yang tersusun secara tidak beraturan sehingga ikatan antar molekulnya mudah diputus dengan adanya desakan dari molekul lain, misalnya molekul air, sedangkan obat dalam bentuk kristal lebih stabil karena molekul-molekulnya tersusun beraturan. Obat dengan bentuk amorf karena susunannya tidak beraturan maka menyebabkan sifatnya menjadi metastabil sehingga mudah berinteraksi untuk mencapai kondisi stabilnya. Maka dari itu selama penyimpanan, obat lebih baik disimpan dalam bentuk kristal, lalu saat diformulasi menjadi bentuk sediaan baru diubah menjadi bentuk amorf supaya kelarutannya tinggi sehingga akan cepat terabsorpsi dan bioavailabilitas menigkat (Aulton, 2002).

c. Faktor uji disolusi in vitro. Suhu medium dalam percobaan dikendalikan pada keadaan konstan, umumnya dilakukan pada suhu 37oC, sesuai dengan suhu tubuh manusia. Kenaikan suhu akan menaikkan energi kinetik molekul, sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi (Shargel et al., 2005). Kecepatan pengadukan akan memengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin


(40)

cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat meningkatkan kecepatan disolusi.

Beberapa cara untuk menginterpretasikan hasil uji disolusi, antara lain: a. Metode klasik. Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada

waktu t, yang kemudian dikenal dengan T30, T45, T60 dan sebagainya. Metode ini hanya menyebutkan satu titik saja, sehingga proses yang terjadi di luar (sebelum dan sesudah) titik tersebut tidak diketahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu (Khan, 1975).

b. Metode Khan. Metode ini dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE). DE merupakan parameter untuk menggambarkan kemampuan pelepasan obat dari suatu medium pada rentang waktu tertentu yang diasumsikan sebagai berikut:

=∫0� ... (8)

(Banakar, 1992). c. Jumlah zat aktif yang melarut dalam media pada waktu tertentu. Misalnya T30%, artinya dalam waktu 30 menit, zat aktif yang terlarut dalam media adalah

x% atau x mg/mL (Shargel et al., 2005).

E. Monografi Bahan 1. Glibenklamid


(41)

Glibenklamid memiliki nama lain benzamide, 5-chloro-N-[2-[4-[[[(cyclohexylamino) carbonyl] amino]-sulfoyl]phenyl]ethyl]-2-methoxy-1-[[p-[5-Chloro - o - anisamido) ethyl] phenyl] sulfonyl – 3 - cyclohexylurea. Glibenklamid mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C23H28ClN3O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk hablur, putih atau hampir putih. Kelarutan agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut dalam air (Dirjen POM, 2014).

Glibenklamid mempunyai berat molekul sebesar 494.00 dan titik leleh 169°C. Praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, larut sebagian dalam kloroform. Glibenklamid memiliki serapan maksimumnya pada panjang gelombang 275 nm dan 300 nm dalam 0,02% dalam HCl metanol 0,01 N (Dirjen POM, 2014).

Glibenklamid adalah agen antihiperglikemik oral yang digunakan untuk treatment diabetes tidak tergantung insulin. Glibenklamid temasuk golongan sulfonilurea yang bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepas insulin. Glibenklamid meningkatkan baik sekresi insulin basal dan insulin yang distimulasi makanan. Glibenklamid juga meningkatkan penggunaan glukosa periperal, menurunkan glukoneogenesis dan dapat meningkatkan jumlah dan sensitifitas reseptor insulin. Akibat mekanisme aksinya, glibenklamid dapat menyebabkan hipoglikemia dan memerlukan masukan makanan yang konsisten untuk mengurangi resiko tersebut. Glibenklamid dimetabolisme secara sempurna, terutama di liver. Metabolit glibenklamid diekskresi dalam urin dan feses dalam


(42)

perbandingan yang hampir sama. Waktu paruh glibenklamid sekitar 29ml/min/1.73m2 (Maiti et al., 2014).

2. Propilen glikol

Gambar 2. Struktrur propilen glikol (Weller et al., 2009)

Propilen glikol, atau 1,2-propanediol atau propane-1,2-diol adalah senyawa organik (sebuah diol atau dobel alkohol) dengan rumus kimia C3H8O2 atau

HO-CH2-CHOH-CH3. Tidak berwarna, hampir tidak berbau, jernih, cairan kental

dengan rasa sedikit manis, bersifat higroskopis dan larut dalam air, aseton dan kloroform. Propilen glikol dihasilkan dari propilen oksida. Memiliki nilai HLB 11-13. Ketoksikan oral akut sangat rendah, dan menyebabkan gangguan kesehatan hanya jika dalam jumlah yang sangat besar. Paparan jangka panjang pada kulit tidak menyebabkan iritasi. Karena propilen glikol memiliki toksisitas rendah dan bersifat

biodegradable maka propilen glikol banyak dimanfaatkan dalam berbagai

penggunaan. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pelarut dalam banyak sediaan, baik oral, injeksi dan topikal. Dapat digunakan juga sebagai humektan, agen pengemulsifikasi, moisturizer. Propilen glikol telah berhasil digunakan sebagai pelarut non-volatil dalam formulasi likuisolid, yaitu pada bromhexine hydrochloride, famotidin, prendisolon (Baby et al., 2012).

Propilen glikol memiliki titik didih 188oC, titik leleh -59oC, massa jenis 1.038 g/cm3 (20oC), osmolaritas 2.0% v/v, larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air, larut 1 dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral


(43)

ringan atau fixed oil, tetapi dapat larut dalam beberapa minyak esensial (Weller et

al., 2009). Kelarutan glibenklamid dalam propilen glikol sekitar 45, 3 µg/mL

(Mohiuddin et al., 2014).

Propilen glikol telah digunakan dalam berbagai penelitan teknik likuisolid. Diketahui penggunaan propilen glikol pada likuisolid prednisolon menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap pelepasan obatnya dibanding dengan tablet yang dikempa langsung. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan luas permukaan pada bentuk prenisolon terdispersi molekuler (Baby et

al., 2012). Pada penelitian famotidin dengan pelarut non-volatil propilen glikol

diketahui meningkatkan kecepatan disolusi dibanding tablet konvensional yang dikempa langsung (Spireas et al., 1998).

3. Amprotab®

Amprotab® adalah salah satu produk amilum manihot atau pati singkong. Pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utilissima Pohl (Familia Euphorbiaceae). Amprotab® berbentuk serbuk halus berwarna putih, praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (Dirjen POM, 2014).

Amilum memiliki SSA sebesar 0,6 m2/g (Vranikova et al., 2013). Semakin besar SSA maka semakin besar cairan yang dapat diserap oleh serbuk. Amilum diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan memperbaiki profil disolusi pada beberapa obat seperti irbesartan (Saraswathi et al., 2014), glyburide (Mohiuddin et al., 2014), carbamazepine (Vranikova et al., 2013). Pada penelitian Neduri dan Vemula (2014), diketahui amilum berhasil digunakan dalam formulasi tablet likuisolid lovastatin dengan kekerasan tablet sekitar 4 kg,


(44)

kerapuhan 0, 62 % dan waktu hancur 40 detik. Berdasarkan data DE dan RDR terjadi peningkatan disolusi hingga 4,53 kali lebih baik dibanding dengan tablet konvensional.

Amilum manihot mengandung sekitar 16% amilose dan 84% amilopektin. Amilum manihot diketahui memiliki kapasitas penahan air yang lebih besar dibanding dengan amilum lain seperti maizena (Rashid, Omari dan Badwan, 2013). Akan tetapi kandungan dari suatu amilum dapat berbeda dipengaruhi oleh genotip, umur, musim tanam dari asal tanaman (Defloor, Dehing, Leuven dan Heverlee, 1998). Menurut Zhu (2014), kandungan amilose dalam amilum manihot berkisar antara 0-30 %, granul amilum berbentuk oval, truncated dan bulat dengan ukuran berkisar 2-32 µm, distribusi ukurannya termasuk uni-modal atau bimodal, memiliki tipe polimorfisme A atau Ca.

Amilum manihot memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet. Amilum manihot berwarna putih, kering, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat netral (Atichokudomchai dan Varavinit, 2002). Menurut penelitian Gopi, Jayasari dan Elumalai (2011), amilum manihot memiliki kerapatan serbuk ruahan 0,65 g/mL, kerapatan serbuk mampat 0,89 g/mL, Hausner

ratio 2,26, indeks kompresibilitas Carr 27,76 dan sudut diam 34,25o. 4. Avicel® PH102

Avicel® PH102 merupakan microcrystalline cellulose (MCC). Bahan ini berupa serbuk kristalin amorf berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa. MCC tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat kelembaban untuk penggunaan berbeda-beda. MCC banyak digunakan sebagai pengikat atau pengisi dalam


(45)

pembuatan kapsul dan tablet oral baik secara granulasi basah ataupun kempa langsung (Guy, 2009).

5. HDK Wacker®

HDK Wacker® adalah nama dagang dari colloidal silicon dioxide. HDK Wacker® memiliki rumus kimia SiO2, berat molekul 60.08 g/mol. HDK Wacker®

mempunyai ukuran partikel yang kecil dan SSA yang besar sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan sifat alir dari serbuk dalam berbagai proses seperti pentabletan dan pengisian kapsul. HDK Wacker® berupa serbuk ringan, amorf, tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih kebiruan (Hapgood, 2009).

6. Sodium Starch Glycolate (SSG)

SSG berupa serbuk putih atau hampir putih free-flowing yang sangat higroskopis. SSG menunjukkan efek mengembang ketika kontak dengan air. SSG secara luas digunakan sebagai distegran dalam pembuatan kapsul dan tablet. Efek disintegran muncul dari penyerapan air yang cepat dan diikuti dengan pengembangan yang cepat dan besar. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2%-8% dengan konsentrasi optimum sekitar 4% (Young, 2009).

7. Magnesium stearat

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3 % MgO. Berbentuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas; mudah melekat dikulit; bebas dari butiran (Dirjen POM, 2014). Magnesium stearat digunakan sebagai


(46)

lubrikan di pembuatan tablet dan kapsul dengan konsentrasi antara 0,25% dan 5% w/w (Allen dan Lunner, 2009).

F. Landasan Teori

Glibenklamid merupakan obat anti-hiperglikemik untuk treatment diabetes tidak tergantung insulin. Glibenklamid tergolong dalam BCS Class II yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Pada obat dengan kelarutan rendah, absorbsi obat sangat dipengaruhi disolusi (Nawale et al., 2013).

Teknik likuisolid merupakan teknik yang dikembangkan untuk meningkatkan laju disolusi obat. Teknik likuisolid meningkatkan laju disolusi obat dengan meningkatkan luas area kontak obat, meningkatkan kelarutan obat, dan meningkatkan kemampuan terbasahi obat (Vranikova et al., 2013).

Propilen glikol merupakan pelarut yang biasa digunakan dalam teknik likuisolid untuk meningkatkan laju disolusi obat. Glibenklamid memiliki kelarutan dalam propilen glikol sebesar 45,3 µg/ml (Mohiuddin et al., 2014). Pada penelitian Mohiuddin et al. (2014) diketahui glyburide yang diformulasikan dengan teknik likuisolid dengan 5 mg pelarut propilen glikol memiliki pelepasan obat yang lebih tinggi dibanding tablet konvensional. Amprotab® memiliki SSA sebesar 0,6 m2/g dan diketahui dapat digunakan sebagai carrier material yang berperan untuk menyerap pelarut dalam sediaan likuisolid agar dapat menjadi serbuk yang halus dan free flow yang siap di kempa menjadi tablet (Vranikova et al., 2013). Pada penelitian Neduri et al. (2014), tablet likuisolid lovastatin yang diformulasikan dengan menggunakan amilum sebanyak 324 mg sebagai carrier material diketahui terdapat peningkatan disolusi hingga 4,53 kali lebih baik dibanding dengan tablet


(47)

konvensional dan memiliki sifat fisik yang baik yaitu kekerasan tablet sekitar 4 kg, kerapuhan 0,62 % dan waktu hancur 40 detik.

Penelitian ini memformulasikan tablet likuisolid glibenklamid dengan menggunakan pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material. Penentuan proporsi optimum campuran pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai carrier material dilakukan dengan menggunakan simplex lattice design software Design Expert® 10 .

G. Hipotesis

1. Propilen glikol dan Amprotab® dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik

dan profil disolusi tablet likuisolid glibenklamid yaitu menghasilkan tablet dengan kekerasan sekitar 4 kg, kerapuhan sekitar 0,6 %, waktu hancur dibawah satu menit dan meningkatkan disolusi dibandingkan dengan tablet konvensional.

2. Propilen glikol dengan jumlah 5 mg dan Amprotab® dengan jumlah 324 mg


(48)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni dengan melakukan percobaan pembuatan formulasi sediaan tablet likuisolid glibenklamid dengan menggunakan kombinasi pelarut propilen glikol dan carrier material Amprotab®. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat dan Laboratorium Farmasi Fisika Universitas Sanata Dharma.

B. Variabel Penellitian dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi pelarut propilen glikol dan

carrier material Amprotab® yaitu R1 (0%:100%), R2 (25%:75%), R3 (50%:50%), R4 (75%:25%), R5 (100%:0%), R6 (0%:100%), R7 (50%:50%), R8 (100%:0%).

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecepatan disolusi, sifat alir serbuk likuisolid (kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, Hausner

ratio) dan sifat fisik tablet likuisolid (keseragaman kandungan, kerapuhan,

kekerasan, waktu hancur).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pemesanan bahan yang dipakai, nomor ayakan dan waktu pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan.


(49)

C. Definisi Operasional

1. Sifat fisik tablet merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari tablet yang akan diproduksi. Parameter tersebut meliputi uji kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan keseragaman bobot.

2. Kekerasan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan interaksi-interaksi antar komponennya seperti goncangan dan keretakan tablet. 3. Kerapuhan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan

kekuatan tablet terhadap benturan mekanik.

4. Waktu hancur tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur sempurna dalam suatu medium. 5. Keseragaman kandungan merupakan salah satu parameter yang

menunjukkan setiap tablet yang dibuat memiliki kandungan yang sama. 6. Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kecepatan

terlarutnya obat secara sempurna.

7. Sifat fisik serbuk merupakan parameter untuk mengukur kualitas serbuk yang terdiri dari kecepatan alir indeks kompresibilitas, sudut diam, dan Hausner

ratio.

8. Indeks kompresibilitas merupakan banyaknya ruang kosong pada campuran serbuk yang akan berdampak pada pembuatan tablet.

9. Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk antara timbunan serbuk pada bidang horizontal.

10.Liquid medication merupakan suatu larutan obat, dimana obat yang tidak larut air didispersikan dalam pelarut non-volatil.


(50)

11.Formula tablet optimum merupakan formula yang memenuhi standar penerimaan sediaan tablet yang ditetapkan, meliputi memiliki kandungan zat aktif sebesar 90% sampai 120%, kerapuhan <1%, waktu hancur ≤15 menit dan terdisolusi sebesar 100% setelah 45 menit.

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Hardness tester (Pharmatest-PTB 302), volumenometer (Erweka-SVM 10), disintegrant tester (ATMI), attrition tester (ATMI), neraca analitik (Ohaus), cube mixer (Erweka-AR 401), mesin cetak tablet single punch (Korsch-EK0),

statif, mortir dan stamper, alat uji disolusi tablet (Guoming-RC-6 D), spektrofotometer UV (Schimadzu-1240) dan alat-alat gelas.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glibenklamid (kualitas farmasetik, PT. Pharpros), propilen glikol (kualitas farmasetik, Bratachem), Amprotab® (kualitas farmasetik, Bratachem), HDK Wacker® (kualitas farmasetik, Bratachem), magnesium stearat (kualitas farmasetik, Bratachem), Avicel® PH102 (kualitas farmasetik, laboratorium farmasi dan tekonologi USD), sodium starch glycolate (kualitas farmasetik, Asian chemica).

E. Tata Cara Penelitian

Perbandingan komposisi pelarut propilen glikol dan Amprotab® sebagai

carrier material ditentukan menggunakan software Design Expert® 10. Formula


(51)

Tabel IV. Formula tablet likuisolid glibenklamid

Bahan Jumlah (mg)

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Glibenklamid 5 5 5 5 5 5 5 5 Propilen glikol 5 10 15 20 25 5 15 25

Amprotab® 307 302 297 292 287 307 297 287 Avicel®

PH102 200 200 200 200 200 200 200 200 HDK® Wacker 20 20 20 20 20 20 20 20

SSG 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 Mg Stearat 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Total 550 550 550 550 550 550 550 550

Keterangan: R1=Formula ke-1

R1, R6 : Propilen glikol 0% dan Amprotab® 100% R2=Formula ke-2

R2 : Propilen glikol 25% dan Amprotab® 75% R3=Formula ke-3

R3, R7 : Propilen glikol 50% dan Amprotab® 50% R4=Formula ke-4

R4 : Propilen glikol 75% dan Amprotab® 25% R5=Formula ke-5

R5, R8 : Propilen glikol 100% dan Amprotab® 0% Rn=Formula ke-n

1. Pembuatan Sediaan Tablet Likuisolid

Masing-masing formula ditimbang sesuai dengan formula. Dibuat liquid

medication dengan melarutkan glibenklamid dengan pelarut propilen glikol sesuai

dengan formula yang ditetapkan. Ditambahkan Amprotab® dalam mortir dan

diaduk dengan kecepatan ±1 putaran perdetik selama satu menit, lalu didiamkan selama 5 menit. Serbuk dalam mortir dikeruk dari dinding mortir dan ditambahkan HDK Wacker® sedikit demi sedikit dan dicampur sampai campuran menjadi massa serbuk kering hingga merata. Massa serbuk kering kemudian diayak dengan pengayak mesh 20. Ditambahkan Avicel® PH 102, SSG dan mg stearat lalu

dicampur didalam cube mixer dengan kecepatan sekitar 44 rpm selama 5 menit. 2. Evaluasi sifat alir serbuk likuisolid

a. Kecepatan alir dan sudut diam

Sebanyak 100 gram serbuk likuisolid dimasukkan ke dalam corong dengan bagian bawah lubang ditutup, kemudian tutup lubang


(52)

corong dibuka sehingga seluruh serbuk likuisolid keluar dari corong, waktu yang dibutuhkan untuk serbuk mengalir keluar dari corong dicatat. Sudut diam dihitung dari tangen sudut dari perbandingan tinggi kerucut di bagi jari-jari kercut yang terbentuk (Sulaiman, 2007).

b. Indeks pemampatan dan Hausner ratio

Sebanyak 100 gram serbuk dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur 250 mL dan volume dicatat sebagai Vo. Gelas ukur dipasang pada alat dan dihidupkan. Volume serbuk pada pengetapan ke 10, 500 dan 1250 dicatat dan ditentukan volume setelah pengetapan setelah konstan (Vt) (Sulaiman, 2007).

c. Uji homogenitas serbuk 1) Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan menimbang 100,0 mg glibenklamid dan dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100 mL hingga tanda batas (Bilal et al., 2013).

2) Penentuan panjang gelombang maksimum

Sebanyak 100 µL diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan metanol sampai tanda batas. Larutan dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 200-400 nm (Bilal et al., 2013).

3) Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 3,98 µg/mL; 5,97 µg/mL; 7,96µg/mL; 9,55 µg/mL; 11,94 µg/mL. Larutan


(53)

seri dibaca masing-masing dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier (Bilal, et al., 2013).

4) Homogenitas serbuk

Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel serbuk yang sudah ditentukan. Sebanyak 44,0 mg sampel dilarutkan dalam labu takar 50 mL dengan metanol hingga tanda batas. Disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Homogenitas serbuk harus memenuhi kriteria variasi (CV) kurang dari 5% (Pharmaceutical CGMPs, 2003).

3. Evaluasi Mutu Fisik Tablet likuisolid a. Keseragaman kandungan

Masing-masing 10 tablet digerus satu per satu kemudian diambil sebanyak 44,0 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan metanol sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Hasil serapan kemudian dihitung kadar tiap formula (Run) dengan menggunakan persamaan kurva baku glibenklamid dalam metanol dan dihitung nilai penerimaan (Dirjen POM, 2014).


(54)

b. Uji kekerasan tablet

Sebanyak 20 tablet yang diambil secara acak diletakkan satu per satu secara horizontal pada alat hardness tester, kemudian penjepit akan bergerak menuju tablet dan menekan tablet hingga hancur dan alat akan menampilkan ukuran kekerasan pada display. Hasilnya kemudian dihitung rata-rata (Anilkumar, Arun, Amol dan Harinath, 2010).

c. Uji kerapuhan tablet

Sebanyak 20 tablet diambil secara acak, dibebas debukan dan ditimbang bersamaan sebagai bobot awal. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam alat attrition tester dan dijalankan dengan kecepatan 25 putaran/menit selama 4 menit. Tablet dibebas debukan dan ditimbang kembali. Dihitung selisih dari penimbangan awal dengan penimbangan akhir dikalikan 100 persen, maka akan diperoleh nilai persen kerapuhannya (Arulkumaran et al., 2014).

d. Uji waktu hancur tablet

Sebanyak 6 tablet dipilih secara acak diletakkan di dalam

disintegrant tester. Tabung dimasukkan ke dalam bejana yang telah diisi

air bersuhu 37o±0,2oC, tinggi air tidak kurang dari 15 cm sehingga tabung dapat naik turun dengan jarak 7,5 cm. Tablet dikatakan hancur apabila tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas mesh (Dirjen POM, 2014). e. Penetapan kadar

Sebanyak 20 tablet ditimbang dan digerus, kemudian diambil 44,0 mg serbuk dan dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 50 mL,


(55)

ad hingga batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum. Kadar dihitung menggunakan persamaan kurva baku. Percobaan direplikasi sebanyak tiga kali tiap formula (run) dan dihitung rata-rata serta simpangan deviasi (SD) (Bilal et al., 2013).

f. Uji Disolusi Tablet

1) Pembuatan larutan buffer fosfat pH 8,5

Larutan buffer fosfat pH 8,5 sebagai medium disolusi dibuat dengan cara menimbang sebanyak 6,8 gram monobasic potassium

phosphat dan 1,99 gram NaOH, dimasukkan ke dalam labu takar 1000

mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas (United States

Pharmacopeial Convention, 2014).

2) Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan cara menimbang 67,0 mg glibenklamid lalu dilarutkan dengan 40 mL metanol di dalam labu takar 500 mL. Disonifikasi selama 5 menit lalu ditambahkan medium disolusi hingga tanda batas (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

3) Penentuan panjang gelombang maksimum

Sebanyak 900 µL larutan induk diambil dan diencerkan dengan larutan buffer fosfat pH 8,5 hingga 10,0 mL. Larutan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 200-400 nm (United States Pharmacopeial Convention, 2014).


(56)

4) Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 2,68 µg/mL; 4,02 µg/mL; 5,36 µg/mL; 8,04 µg/mL dalam labu takar 10 mL. Larutan masing-masing dibaca dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Serapan yang didapat dari masing-masing konsentrasi diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan regresi linier (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

5) Uji disolusi tablet

Uji disolusi dari sediaan tablet likuisolid glibenklamid menggunakan model aparatus II sesuai yang tertera pada USP. Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan buffer fosfat pH 8,5 yang berfungsi sebagai medium. Jarak pengaduk dayung dari dasar labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar pada kecepatan 50 rpm. Suhu medium dijaga konstan 37 ± 0,5º C dengan volume media disolusi yang digunakan adalah 900 mL. Sampel obat yang terlepas ke medium diambil pada menit ke 5, 10, 20, 30 dan 45 menit sebanyak 5 mL. Jumlah media yang diambil digantikan dengan media baru dengan jumlah yang sama sehingga volume media selalu konstan. Sampel yang diambil di add dengan media disolusi hingga 10,0 mL dan diamati dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum (United States Pharmacopeial Convention, 2014).


(57)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari percobaan adalah data sifat alir serbuk, homogenitas serbuk, penetapan kadar, profil disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur tablet.

Data sifat alir serbuk dan sifat fisik tablet yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi. Data sudut diam, kesergaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi tablet dianalisis menggunakan Design

Expert® 10 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk

masing-masing respon dan formula optimum. Analisis statistik yang digunakan Design

Expert® 10 dan R 3.2.3. Salah satu formula dengan proporsi optimum dipilih dan

diuji kembali sifat fisiknya dan dibandingkan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan menggunakan R 3.2.3 dengan taraf kepercayaan 95% sebagai hasil verifikasi proporsi optimum yang didapatkan.


(58)

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Serbuk Likuisolid 1. Hasil uji sifat alir

Hasil uji sifat alir serbuk likuisolid ditampilkan pada tabel V.

Tabel V. Hasil uji sifat alir

Formula Kecepatan alir

(g/detik) Sudut diam (

o) Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio

R1 68,2 ± 11,2 11,1 ± 0,90 21,3±0,45 1,27±0,01 R2 77,3 ± 8,06 12,3 ± 0,43 19,0±0 1,24±0 R3 55,0 ± 3,64 12,5 ± 1,04 18,6±0,46 1,23±0,01 R4 55,1 ± 4,67 12,2 ± 0,34 19,3±0,75 1,24±0,01 R5 55,1 ± 5,20 12,2 ± 0,56 18,8±0,52 1,23±0,01 R6 67,6 ± 7,86 11,6 ± 0,46 21,3±0 1,27±0 R7 55,4 ± 3,96 12,6 ± 1,12 19,2±0,52 1,23±0,01 R8 54,8 ± 4,12 12,1 ± 0,23 18,8±0,52 1,23±0,01 Keterangan Baik Sangat baik Cukup sampai cukup baik

Data pada tabel V menunjukkan sifat alir serbuk likuisolid glibenklamid yang telah diformulasikan memiliki sifat alir yang dapat diterima. Data sudut diam kemudian dianalisis menggunakan software Design Expert® 10 .

Sudut diam dapat menggambarkan karakteristik kohesi serbuk, semakin tinggi sudut diam maka semakin besar kohesi antar serbuk (Chella, Narra, Rao, 2014). Persamaan respon sudut diam adalah sebagai berikut:

Y= -2,078 X1 + 0,033 X2 + 0,008 X1X2 ...(9)

Keterangan:

X1 = komponen propilen glikol


(59)

Model plot respon sudut diam ditunjukkan pada gambar 3.

Keterangan:

Y = respon sudut diam

A = komponen propilen glikol B = komponen Amprotab®

= Design point

= Confidence interval

= Tolerance interval

Gambar 3. Model plot respon sudut diam serbuk

Persamaan (9) memiliki value model sebesar 0,0088 (p<0,05) dan

p-value dari lack of fit-nya sebesar 0,3771 (>0,05) yang menunjukkan model yang

digunakan untuk analisis data tersebut valid. Nilai lack of fit yang tidak signifikan merupakan syarat untuk model yang baik karena menunjukkan adanya kesesuaian data respon rendemen dengan model (Keshani, Chuan, Nourouzi, Russly and Jamilah, 2010). Pada persamaan (9) dapat diketahui bahwa propilen glikol, Amprotab® dan interaksi propilen glikol-Amprotab® memberikan pengaruh respon sudut diam. Propilen glikol memiliki pengaruh menurunkan sudut diam dengan nilai negatif sebesar 2,078. Penurunan sudut diam oleh propilen glikol juga ditemukan oleh Kapure et al. (2012), dimana sediaan rosuvastatin dengan proporsi propilen glikol lebih banyak, memiliki sudut diam yang lebih rendah. Komponen Amprotab® memiliki nilai sebesar +0,033 menunjukkan Amprotab® meningkatkan nilai sudut diam. Peningkatan tersebut dimungkinkan karena menurut beberapa literatur amilum memiliki sifat alir yang tidak terlalu baik terutama memiliki serbuk


(60)

berukuran kecil yang mana akan meningkatkan kohesi. Interaksi antara propilen glikol-Amprotab® memiliki nilai positif sebesar +0,007 sehingga menunjukkan

interaksi keduanya menaikkan sudut diam. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada teknik likuisolid, pelarut akan diserap oleh carrier material (Spireas et al., 1998) sehingga pengaruh Amprotab® dalam meningkatkan sudut diam lebih terlihat dalam interaksi keduanya. Dari tabel V diketahui hasil uji sifat alir dengan menggunakan beberapa pengujian berbeda menunjukkan bahwa semua formula memiliki sifat alir yang baik yaitu berkisar pada kategori cukup hingga sangat baik. Sifat alir yang baik ini menunjukkan kemudahan serbuk dalam mengalir mengisi alat cetak, sehingga diharapkan tablet yang dihasilkan seragam.

2. Uji homogenitas serbuk

Uji homogenitas serbuk dilakukan untuk mengetahui apakah campuran serbuk yang telah dibuat merupakan campuran yang homogen atau tidak. Campuran yang homogen menunjukkan metode pembuatan yang telah dilakukan telah valid dan dapat menghasilkan sediaan yang memenuhi keseragaman sediaan. Keseragaman sediaan merupakan suatu syarat dalam formulasi dimana dengan tercapainya keseragaman sediaan maka dapat dikatakan satuan sediaan yang diformulasikan memiliki kandungan zat aktif dalam rentang yang kecil yang mendekati kadar yang tertera pada etiket (Dirjen POM, 2014). Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimal yang didapatkan dari penentuan panjang gelombang seperti pada gambar 4.


(61)

Gambar 4. Spektrum UV glibenklamid dalam metanol

Bilal et al. (2013) melaporkan panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam metanol adalah 229,5 nm. Hasil yang didapat yaitu serapan maksimum pada panjang gelombang 229,0 nm dapat diduga bahwa serapan tersebut adalah glibenklamid dalam pelarut metanol.

Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan persamaan kurva baku regresi linier glibenklamid dalam metanol yaitu y= 59,9x – 0,0132 dengan nilai r = 0,995. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai mendekati 1 atau diatas 0,99. R (coefficient correlation) merupakan suatu nilai yang menggambarkan seberapa lurus garis suatu garis kurva baku. Nilai r menunjukkan korelasi antara nilai x dan y pada kurva baku. Nilai r yang semakin mendekati +1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai x akan diikuti kenaikan nilai y, sedangkan nilai r yang mendekati -1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai x akan diikuti penurunan nilai y. Garis kurva baku yang semakin lurus akan menghasilkan estimasi konsentrasi dari nilai absorbansi yang semakin tepat. Grafik kurva baku glibenklamid ditunjukkan pada gambar 5.


(62)

Gambar 5. Grafik kurva baku glibenklamid dalam metanol (n=1)

Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil diperoleh dengan rata-rata kadar 99,4±2,59 (%) dan koefisien variasi (CV) sebesar 2,6%. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa campuran tercampur homogen karena memiliki CV kurang dari 5%.

B. Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Likuisolid 1. Keseragaman sediaan tablet

Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu uji keragaman bobot atau uji keseragaman kandungan.

a. Keragaman bobot

Menurut Farmakope Indonesia V, uji keragaman bobot dilakukan pada sediaan tablet tidak bersalut atau bersalut selaput dengan dosis dan perbandingan zat aktif ≥ 25 mg dan ≥ 25 %. Tablet yang diformulasikan pada penelitian ini adalah tablet dengan dosis 5 mg dan perbandingan zat

y = 59,9x - 0,0132 r=0,995 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012 0,014

A b so rb a n si Konsentrasi (mg/mL)


(63)

aktif 0,9 %. Sehingga pada penelitian ini keseragaman sediaan tablet diuji tidak menggunakan uji keragaman bobot.

b. Keseragaman kandungan

Pada tablet dengan dosis tiap tablet ≤ 25 mg maka uji yang dilakukan adalah uji keseragaman kandungan (Dirjen POM, 2014). Pada penelitian ini dosis tablet adalah 5 mg dan perbandingan zat aktif 0,9 %, maka keseragaman sediaan di uji dengan menggunakan uji keseragaman kandungan.

Persamaan respon keseragaman kandungan adalah sebagai berikut: Y= 726,820 X1 + 0,277 X2 - 3,660 X1X2 – 0,004 X1X2(X1-X2) ...(10)

Keterangan:

X1 = komponen propilen glikol

X2 = komponen Amprotab®

Model plot respon keseragaman kandungan ditunjukkan pada gambar 6. Keterangan:

Y = respon kekerasan tablet A = komponen propilen glikol B = komponen Amprotab®

= Design point = Confidence interval

= Tolerance interval

Gambar 6. Model plot respon keseragaman kandungan

Persamaan (10) memiliki value model sebesar 0,0108 (p<0,05) dan

p-value dari lack of fit-nya sebesar 0,1930 (>0,05) yang menunjukkan model yang

digunakan untuk analisis data tersebut valid. Pada persamaan (10) dapat diketahui bahwa propilen glikol, Amprotab® dan interaksi propilen glikol-Amprotab® memberikan pengaruh terhadap respon kekerasan tablet. Propilen glikol memiliki


(64)

nilai positif sebesar 726,820 yang berarti komponen propilen glikol menaikkan keseragaman kandungan. Hal tersebut diduga dikarenakan propilen glikol berperan sebagai pelarut yang meningkatkan kelarutan dari glibenklamid sehingga kadar keseragaman kandungan meningkat. Komponen Amprotab® juga diketahui menaikkan kadar keseragaman kandungan yaitu sebesar +0,277. Diduga Amprotab® dapat menyerap liquid medication secara merata sehingga menigkatkan keseragaman kandungan. Nilai interaksi propilen glikol- Amprotab® adalah 3,66

yang artinya menurunkan keseragaman kandungan. Hal tersebut mungkin dikarenakan terjadinya pengembangan Amprotab® ketika kontak dengan propilen glikol, sehingga pecampuran yang terjadi kurang baik dan menurunkan keseragaman kandungan. Berdasarkan data lampiran 5, diketahui nilai penerimaan semua formula berkisar antara 9,51-14,93 yang berarti memiliki keseragaman kandungan yang baik yaitu kurang dari 15. Hal tersebut menunjukkan semua formula memiliki kandungan zat aktif masing-masing satuan sediaan dalam setiap formula berada dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera pada etiket (5 mg glibenklamid).

2. Kekerasan tablet

Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan suatu tablet terhadap tekanan mekanik.

Persamaan respon kekerasan tablet adalah sebagai berikut:

Y= 85,630 X1 + 0,008 X2 - 0,437 X1X2 – 0,0005 X1X2(X1-X2) ...(11)

Keterangan:

X1 = komponen propilen glikol


(65)

Persamaan (11) memiliki value model sebesar 0,0001 (p<0,05) dan

p-value dari lack of fit-nya sebesar 0,8756 (>0,05) yang menunjukkan model yang

digunakan untuk analisis data tersebut valid. Pada persamaan (11) dapat diketahui bahwa propilen glikol, Amprotab® dan interaksi propilen glikol-Amprotab® memberikan pengaruh terhadap respon kekerasan tablet.

Model plot respon kekerasan tablet ditunjukkan pada gambar 7.

Keterangan:

Y = respon kekerasan tablet A = komponen propilen glikol B = komponen Amprotab®

= Design point = Confidence interval

= Tolerance interval

Gambar 7. Model plot respon kekerasan tablet

Nilai positif menunjukkan propilen glikol menaikkan kekerasan tablet. Hal ini dapat disebabkan oleh ikatan hidrogen yang terbentuk. Propilen glikol memiliki gugus hidroksil yang dapat memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen yang menaikkan kekerasan tablet (Nagabandi et al., 2011). Amprotab® menunjukkan nilai +0,007 mungkin dikarenakan amilum dapat digunakan sebagai pengikat dalam formulasi tablet dengan granulasi basah. Nilai negatif pada interaksi menunjukkan interaksi keduanya dapat menurunkan kekerasan tablet yaitu -0,437. Penurunan dapat terjadi karena setiap carrier material memiliki kemampuan terbatas untuk menahan cairan dalam serbuk dan pada saat yang bersamaan mempertahankan kekompakan pada saat dicetak menjadi tablet (Balaji et al., 2014). Berdasarkan


(66)

hasil data kekerasan tablet pada lampiran 5 menunjukkan kekerasan tablet berkisar antara 4,015-6,27. Dapat dikatakan semua tablet memiliki kekerasan yang tergolong baik.

3. Kerapuhan tablet

Kerapuhan tablet menunjukkan ketahanan tablet terhadap guncangan yang dapat terjadi selama proses pembuatan, pengemasan dan pendistribusian. Kerapuhan dapat memengaruhi penampilan fisik tablet dan kadar dalam tablet. Semakin besar persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang (Sulaiman, 2007).

Persamaan respon kerapuhan tablet adalah sebagai berikut:

Y= + 0,003X1 + 0,008 X2 ...(12)

Keterangan:

X1 = komponen propilen glikol

X2 = komponen Amprotab®

Persamaan (12) memiliki value model sebesar 0,0493 (p<0,05) dan

p-value dari lack of fit-nya sebesar 0,2613 (>0,05) yang menunjukkan model yang

digunakan untuk analisis data tersebut valid. Pada persamaan (12) dapat diketahui bahwa propilen glikol dan Amprotab® memberikan pengaruh terhadap respon kerapuhan tablet. Propilen glikol dan Amprotab® masing-masing memiliki nilai positif sebesar 0,003 dan 0,008. Nilai positif menunjukkan keduanya menaikkan persen kerapuhan tablet. Hal ini dapat disebabkan oleh nilai flowable liquid

retention potential dan compressible liquid retention potential yang terbatas dari

Amprotab®. Berdasarkan hasil data kerapuhan tablet pada lampiran 5 menunjukkan semua formula memiliki nilai kerapuhan dalam rentang 0,25 % sampai 0,31 % (<1%) yang berarti memiliki sifat yang baik.


(67)

Model plot respon kerapuhan tablet ditunjukkan pada gambar 8.

Keterangan:

Y = respon kerapuhan tablet A = komponen propilen glikol B = komponen Amprotab®

= Design point

= Confidence interval

= Tolerance interval

Gambar 8. Model plot respon kerapuhan tablet

4. Waktu hancur tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur menjadi ukuran partikel yang dapat melewati mesh alat uji dalam media tertentu. Waktu hancur dapat memengaruhi kecepatan disolusi dimana, tablet lebih cepat terdisolusi dalam bentuk partikel kecil dari pada dalam bentuk tablet.

Persamaan respon waktu hancur tablet adalah sebagai berikut:

Y= 1016,608 X1 + 0,072 X2 - 5,141 X1X2 – 0,006 X1X2(X1-X2) ...(13)

Keterangan:

X1 = komponen propilen glikol

X2 = komponen Amprotab®

Persamaan (13) memiliki value model sebesar 0,0001 (p<0,05) dan

p-value dari lack of fit-nya sebesar 0,8360 (p>0,05) yang menunjukkan model yang

digunakan untuk analisis data tersebut valid. Pada persamaan (13) dapat diketahui bahwa propilen glikol, Amprotab® dan interaksi komponen propilen


(68)

Model plot respon waktu hancur tablet ditunjukkan pada gambar 9. Keterangan:

Y = respon waktu hancur A = komponen propilen glikol B = komponen Amprotab®

= Design point = Confidence interval

= Tolerance interval

Gambar 9. Model plot respon waktu hancur tablet

Nilai positif sebesar 1016,608 menunjukkan komponen propilen glikol menaikkan waktu hancur tablet. Kenaikkan itu dapat diakibatkan oleh adanya ikatan hidrogen dari komponen propilen glikol yang memiliki gugus hidroksil sehingga menaikkan kekompakan tablet (Nagabandi et al., 2011). Amprotab® memiliki nilai positif sebesar 0,072. Interaksi antara propilen glikol-Amprotab® diketahui menurunkan waktu hancur dengan nilai -5,141. Hal tersebut diduga disebabkan dalam teknik likuisolid, serbuk akan menyerap pelarut non-volatil larut air yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan kemampuan terbasahi dari sediaan tablet likuisolid (Balaji et al., 2014). Berdasarkan hasil data waktu hancur tablet diketahui bahwa semua formula memeiliki waktu hancur yang baik yaitu waktu hancur tablet kurang dari 15 menit (Dirjen POM, 2014). Waktu hancur kedelapan formula berkisar antara 51,58 sampai 60,47 detik.

C. Penetapan Kadar Tablet

Penetapan kadar tablet dilakukan untuk mengetahui kadar sebenarnya dari tablet yang berhasil dicetak. Penetapan kadar tablet glibenklamid menggunakan


(69)

spektrofotometer UV dengan pelarut metanol. Hasil penetapan kadar tablet adalah sebagai berikut:

Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet likuisolid glibenklamid

Formula Kadar tablet glibenklamid

x±SD (n=3) CV (%)

R1 103,3±1,04 1,01

R2 105,2±1,27 1,21

R3 104,9±2,92 2,79

R4 100,1±2,61 2,61

R5 106,1±3,09 2,91

R6 102,9±4,70 4,57

R7 104,9±2,30 2,19

R8 106,6±2,51 2,35

Hasil penetapan kadar dalam tablet likuisolid glibenklamid memenuhi persyaratan mengandung glibenklamid tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

D. Hasil Uji Disolusi Tablet 1. Panjang gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan untuk mendapatkan pengukuran yang lebih sensitif terhadap perubahan konsentrasi larutan yang diuji. Hasil penentuan panjang gelombang yang didapat adalah 204,5 nm. Hasil panjang gelombang glibenklamid pada medium buffer fosfat pH 8,5 ditunjukkan pada gambar 10.

Penetapan kadar pada panjang gelombang maksimum akan memberikan hasil yang lebih sensitif terhadap perubahan konsentrasi. Gianitto dkk, dalam penelitiannya menemukan glibenklamid dalam medium disolusi buffer fosfat terdeteksi pada panjang gelombang maksimum 204,5 nm. Dengan demikian dapat


(1)

Keterangan * value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, ** p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan.

Respon Nilai p-value

1 2

Sudut diam (o) 0,5756* 0,8309* Keseragaman kandungan (%) 0,6453* 0,7729* Kekerasan (kg) 0,3561* 0,3347* Kerapuhan (%) 0,9175* 0,9333* Waktu hancur (detik) 0,9148* 0,9145* Disolusi obat (%) 0,9951* 0,8644*


(2)

Lampiran 13. Dokumentasi A. Dokumentasi alat

1. Cube mixer

2. Alat uji kecepatan alir, sudut diam, Hausner ratio dan indeks kompresibilitas


(3)

3. Mesin cetak tablet

4. Alat uji kekerasan dan kerapuhan tablet


(4)

B. Dokumentasi hasil formula tablet

R1 R2

R3 R4


(5)

R7 R8


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Desion Sudi, lahir di Lahat tanggal 22 Februari 1994. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sudi dan Ibu Eva dan memiliki dua kakak yang bernama Reka Sudi dan Hera Sudi. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Santo Yosef Lahat (1999-2000), SD Santo Yosef Lahat (2000-2006), SMP Santo Yosef Lahat (2006-2009), SMA Santo Yosef (2009-2012) dan melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (angkatan 2012). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota seksi perlengkapan PPRToS (Pharmacy Performance and Road To School) dan Asisten Dosen pada Praktikum Biofarmasetika-Farmakokinetika tahun 2016.


Dokumen yang terkait

Formulasi sediaan tablet liquisolid Glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan Laktosa sebagai Carrier Material.

22 119 160

Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material.

30 170 144

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

0 0 15

Formulasi tablet likuisolid ibuprofen menggunakan polimer hidrofilik hpmc k4m dan polietilen glikol 400 sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 15

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

0 0 16

Formulasi tablet likuisolid ibuprofen menggunakan polimer hidrofilik PVP K-30 dan polietilen glikol 400 sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 15

Formulasi tablet likuisolid piroksikam menggunakan propilen glikol sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 13

Formulasi tablet likuisolid piroksikam menggunakan polietilen glikol 400 sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 15

Formulasi tablet likuisolid piroksikam menggunakan gliserin sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 13

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN HPMC K4M SEBAGAI POLIMER

0 0 15