Formulasi sediaan tablet liquisolid Glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan Laktosa sebagai Carrier Material.

(1)

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER

MATERIAL Yudha Adi Prabowo

NIM : 128114087

INTISARI

Glibenklamid adalah obat antidiabetik oral yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II dan termasuk BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah dalam air. Penelitian ini memformulasikan sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. PEG 400 dapat melarutkan obat yang sukar larut dan laktosa dapat memberikan laju pelepasan obat yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi serta mendapatkan proporsi optimum. Penelitian ini menggunakan metode optimasi simplex lattice design dengan perbandingan tiap formula Run (R) PEG 400 : laktosa yaitu R1 dan R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 dan R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 dan R8 (100%,0%). Evaluasi serbuk meliputi kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, dan hausner ratio. Evaluasi tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Data evaluasi serbuk dan evaluasi tablet dianalisis dengan software Design Expert 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PEG 400 berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan, disolusi, keseragaman kandungan, dan waktu hancur tablet, sedangkan laktosa berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan tablet. Interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap kenaikkan keseragaman kandungan tablet. Proporsi optimum campuran PEG 400 : Laktosa dengan jumlah 5 mg dan 307 mg (0% : 100%).

Kata kunci : glibenklamid, PEG 400, laktosa, sifat fisik tablet, disolusi tablet, simplex lattice design.


(2)

FORMULATION LIQUISOLID TABLET GLIBENCLAMIDE WITH PEG 400 SOLVENT AND LACTOSE AS CARRIER MATERIAL

Yudha Adi Prabowo NIM : 128114087

ABSTRACT

Glibenclamide is an oral antidiabetics used for the treatment of diabetes type II and including BCS class II drug class which has a low solubility in water. This research is formulation liquisolid glibenclamide tablet dosage with PEG solvent 400 and lactose as carrier material. PEG 400 can dissolve the poorly soluble drug and lactose can give a good rate of drug release.

This study aims to determine the effect of solvents PEG 400 and lactose as carrier material on the physical properties and dissolution profile as well as to get optimum proportions. This study uses the method of optimization models simplex lattice design with a comparison of each formula Run (R) PEG 400: lactose are R1 and R2 (0%: 100%), R3 (25%: 75%), R4 and R5 (50%: 50%), R6 (75% : 25%), R7 and R8 (100%, 0%). Evaluation includes powder flow rate, angle of repose, compressibility index and hausner ratio. Evaluation includes tablet content uniformity, hardness, friability, disintegration time and dissolution. Data evaluation powder and evaluation tablet was analyzed by software design Expert 9.0.

The results showed that PEG 400 significantly increase the friability, dissolution, content uniformity, and disintegration time of tablets, whereas lactose significanty increase the tablet hardness. Interactions are both significantly influenced increase the tablet content uniformity. The optimum proportion of the mixture of PEG 400: Lactose by an amount of 5 mg and 307 mg (0%: 100%).

Key words : glibenclamide, PEG 400, lactose, physical properties, dissolution tablet, simplex lattice design.


(3)

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER

MATERIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yudha Adi Prabowo NIM : 128114087

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER

MATERIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yudha Adi Prabowo NIM : 128114087

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk Kedua orang tuaku, Kakakku mas Yana, serta Sahabat-sahabatku.


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas kasih, berkat, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Formulasi Sediaan Tablet Liquislod Glibenklamid dengan Pelarut PEG 400 dan Laktosa sebagai Carrier Material” dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini peneliti mendapatkan motivasi, kerja keras, pantang menyerah, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widyawati, M.Si., PhD., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt. sebagi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penulisan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi.

3. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik, dan saran kepada penulis. 5. dr. Fenty M.Kes., Sp.PK sebagai dosen pembimbing akademik atas


(11)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt sebagai Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanat Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Semua dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sabar dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Bapak Musrifin, Bapak Agung, Mas Kunto, Bapak Parlan, Bapak Kayat, dan segenap laboran dan staff karyawan, yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

9. Fx. Wiryadi, Fl. Rahartini dan Yana Adi Prakosa sebagai orang tua dan kakak yang selalu memberikan doa, semangat, dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Teman skripsi seperjuangan Buana Cahaya Wijaya dan Desion Sudi ynag dapat bekerja sama dengan baik selama penelitian berlangsung. 11.Sahabat-sahabatku Bartolomeus Widiasta, Laurensius Danang

Wicaksana, Desion Sudi, Buana Cahya Wijaya, Satrio Budi Utomo, Jonathan Wijaya, Malvin Choco, Michael Giovanni, Bernadus Anggi, Yohannes Wikan, Alberto, Rizki Zul, Aris Dwi Saputra, Firmiana Lisa, Novena Adi, Clarisa Dian, Putri Wulandari, Claudia Rosari Dewi yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan persahabatan yang paling berkesan sampai selamanya.


(12)

ix

12.Grup “Change or Die”dan “MAU BISA” selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis.

13.Teman-teman FST A 2012 dan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang juga memberikan warna selama masa perkuliahan penulis.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungan selama penelitian skripsi. Penulis menyadari bahwa penyusun skripsi ini masih banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ni. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 23 Mei 2016


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKARTA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5


(14)

xi

1. Definisi liquisolid ... 5

2. Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid ... 6

3. Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid ... 6

4. Model matematikan tablet liquisolid ... 7

5. Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid ... 8

6. Eksipien Tablet Liquisolid ... 10

a. Pelarut non-volatile ... 10

b. Carrier material ... 10

c. Coating material ... 10

d. Superdisintegran ... 11

7. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid ... 11

8. Uji sifat alir serbuk liquisolid ... 12

a. Sudut diam ... 12

b. Kecepatan alir ... 12

c. Kerapatan serbuk ruahan ... 13

d. Kerapatan serbuk mampat ... 13

e. Indeks kompresibilitas ... 13

f. Hausner ratio ... 14

g. Distribusi ukuran partikel ... 15

h. Kandungan lembab (Moisture Content) ... 16

9. Evaluasi tablet liquisolid ... 16

a. Keragaman bobot ... 16


(15)

xii

c. Kekerasan tablet ... 17

d. Kerapuhan tablet ... 17

e. Kerapuhan tablet ... 17

f. Waktu hancur tablet ... 17

g. Disolusi tablet ... 18

B. Monografi Bahan ... 19

1. Glibenklamid ... 19

2. Polietilen glikol 400 (PEG 400) ... 21

3. Laktosa ... 21

4. HDK Wacker N20 (Aerosil) ... 22

5. Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose)... 23

6. Sodium Starch Glycolate (SSG) ... 23

7. Magnesium Stearat ... 23

C. Landasan Teori ... 24

D. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

C. Definisi Operasional... 27

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 28

E. Tata Cara Penelitian ... 29

1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid ... 29


(16)

xiii

a. Sudut diam dan kecepatan alir ... 30

b. Hausner ratio dan Indeks kompresibilitas ... 30

c. Uji homogenitas serbuk... 31

1) Pembuatan larutan induk ... 31

2) Penentuan panjang gelombang maksimum ... 31

3) Pembuatan kurva baku ... 31

4) Homogenitas serbuk ... 31

3. Evaluasi mutu fisik tablet liquisolid ... 32

a. Uji keseragaman kandungan ... 32

b. Uji kekerasan tablet ... 32

c. Uji kerapuhan tablet ... 32

d. Uji waktu hancur tablet ... 33

e. Penetapan kadar ... 33

f. Uji disolusi ... 33

1) Pembuatan larutan bufer fosfat pH 8,5 ... 33

2) Pembuatan larutan induk ... 34

3) Penentuan panjang gelombang maksimum ... 34

4) Pembuatan kurva baku ... 34

5) Uji disolusi tablet ... 34

F. Analisis Data ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid ... 36


(17)

xiv

2. Sudut diam ... 37

3. Hausner ratio ... 39

4. Indeks kompresibilitas ... 40

5. Uji homogenitas serbuk... 41

B. Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Liquisolid ... 43

1. Keseragaman kandungan tablet... 43

2. Kekerasan tablet ... 45

3. Kerapuhan tablet ... 47

4. Waktu hancur tablet ... 48

C. Penetapan Kadar tablet ... 50

D. Hasil Uji Disolusi Tablet ... 51

1. Panjang gelombang maksimum ... 51

2. Kurva baku ... 51

3. Hasil uji disolusi ... 52

E. Penentuan Formula Optimum ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ... 13

Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori .... 15

Tabel III. Penggunaan uji keseragaman kandugan dan uji keragaman bobot untuk sediaan ... 17

Tabel IV. Tabel penerimaan ... 19

Tabel V. Formula tablet liquisolid glibenklamid ... 29

Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid ... 51

Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon ... 56


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema secara umum liquisolid ... 12

Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid ... 20

Gambar 3. Struktur kimia PEG 400 ... 21

Gambar 4. Struktur kimia laktosa ... 22

Gambar 5. Model plot respon kecepatan alir serbuk ... 36

Gambar 6. Model plot respon sudut diam serbuk ... 38

Gambar 7. Model plot respon hausner ratio serbuk ... 39

Gambar 8. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk ... 40

Gambar 9. Hasil panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam metanol ... 42

Gambar 10. Kurva Baku Glibenklamid dalam metanol ... 43

Gambar 11. Model plot respon keseragaman kandungan tablet ... 44

Gambar 12. Model plot respon kekerasan tablet ... 46

Gambar 13. Model plot respon kerapuhan tablet ... 48

Gambar 14. Model plot respon waktu hancur tablet ... 49

Gambar 15. Panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam bufer fosfat pH 8,5 ... 51

Gambar 16. Kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat pH 8,5 ... 52

Gambar 17. Model plot respon disolusi tablet ... 53

Gambar 18. Kurva jumlah terdisolusi tablet liquisolid glibenklamid terhadap waktu (menit) ... 55


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA) ... 63

Lampiran 2. Hasil spektrofotometer UV glibenklamid... 70

Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk ... 72

Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran ... 74

Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet ... 75

Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet ... 79

Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet... 80

Lampiran 8. Contoh perhitungan keseragaman kandungan ... 96

Lampiran 9. Contoh perhitungan disolusi tablet ... 98

Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid ... 100

Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software Design Expert 9.0 dan formula optimum ... 103

Lampiran 12. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software R.3.2.3 ... 113


(21)

xviii INTISARI

Glibenklamid adalah obat antidiabetik oral yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II dan termasuk BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah dalam air. Penelitian ini memformulasikan sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. PEG 400 dapat melarutkan obat yang sukar larut dan laktosa dapat memberikan laju pelepasan obat yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi serta mendapatkan proporsi optimum. Penelitian ini menggunakan metode optimasi simplex lattice design dengan perbandingan tiap formula Run (R) PEG 400 : laktosa yaitu R1 dan R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 dan R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 dan R8 (100%,0%). Evaluasi serbuk meliputi kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, dan hausner ratio. Evaluasi tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Data evaluasi serbuk dan evaluasi tablet dianalisis dengan software Design Expert 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PEG 400 berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan, disolusi, keseragaman kandungan, dan waktu hancur tablet, sedangkan laktosa berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan tablet. Interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap kenaikkan keseragaman kandungan tablet. Proporsi optimum campuran PEG 400 : Laktosa dengan jumlah 5 mg dan 307 mg (0% : 100%).

Kata kunci : glibenklamid, PEG 400, laktosa, sifat fisik tablet, disolusi tablet, simplex lattice design.


(22)

xix ABSTRACT

Glibenclamide is an oral antidiabetics used for the treatment of diabetes type II and including BCS class II drug class which has a low solubility in water. This research is formulation liquisolid glibenclamide tablet dosage with PEG solvent 400 and lactose as carrier material. PEG 400 can dissolve the poorly soluble drug and lactose can give a good rate of drug release.

This study aims to determine the effect of solvents PEG 400 and lactose as carrier material on the physical properties and dissolution profile as well as to get optimum proportions. This study uses the method of optimization models simplex lattice design with a comparison of each formula Run (R) PEG 400: lactose are R1 and R2 (0%: 100%), R3 (25%: 75%), R4 and R5 (50%: 50%), R6 (75% : 25%), R7 and R8 (100%, 0%). Evaluation includes powder flow rate, angle of repose, compressibility index and Hausner ratio. Evaluation includes tablet content uniformity, hardness, friability, disintegration time and dissolution. Data evaluation and evaluation of tablet powder was analyzed by Ekspert 9.0 design software.

The results showed that PEG 400 significantly increase the friability, dissolution, content uniformity, and disintegration time of tablets, whereas lactose significanty increase the tablet hardness. Interactions are both significantly influenced increase the tablet content uniformity. The optimum proportion of the mixture of PEG 400: Lactose by an amount of 5 mg and 307 mg (0%: 100%).

Key words : glibenclamide, PEG 400, lactose, physical properties, dissolution tablet, simplex lattice design.


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glibenklamid adalah obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II. Glibenklamid merupakan obat yang memiliki masalah dengan kelarutan. Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah, 2012). Obat dengan kelarutan yang rendah dapat memberikan pengaruh pada disolusi obat. Kecepatan disolusi merupakan waktu yang dibutuhkan obat untuk melarut seluruhnya. Kecepatan disolusi menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses absorbsi. Obat yang memiliki kelarutan rendah-permabilitas tinggi, kecepatan absorbsi obat ditentukan oleh kecepatan disolusi obat dalam cairan ditempat absorpsi (Shivajinagar, 2000). Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk meningkatkan kelautan obat diantaranya pengecilan ukuran partikel, penambahan surfaktan, pembuatan obat dalam bentuk garam, pembentukan kompleks, atau dengan pembuatan dispersi padat, dan liquisolid (Hadisoewignyo, 2012).

Penelitian ini menggunakan metode liquisolid untuk meningkatkan kelarutan obat glibenklamid dalam air. Tablet liquisolid dibuat dengan cara mencampurkan zat aktif yang sukar larut dalam air dengan pelarut non-volatile menjadi suspensi atau larutan kemudian diserap dengan menggunakan carrier material, dan disalut dengan coating material sehingga menjadi serbuk kering


(24)

kemudian dikempa menjadi tablet (Gubbi and Jarag, 2009). Tablet liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut sebagai pelarut obat dan carrier material sebagai penyerap (adsorben). Syarat pelarut dalam tablet liquisolid yaitu harus inert, memiliki titik didih yang tinggi dan non-volatile. Contoh pelarut yang biasa digunakan PEG, propilen glikol, tween, gliserin, N,N-dimethylacetamide, polisorbat (Syed et al.,2012). Syarat carrier material yaitu harus memiliki daya adsorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap cairan menjadi serbuk kering dan dikempa menjadi tablet. Contoh carrier material yaitu starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni et al., 2010).

Penelitian ini menawarkan pelarut polietilen glikol 400 (PEG 400) dan laktosa sebagai carrier material. PEG 400 sering digunakan sebagai pelarut dalam suatu formulasi karena memiliki keunggulan dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dan bersifat larut air. Penelitian yang dilakukan oleh Penta (2014) tentang formulasi tablet liquisolid gliburide dengan pelarut PEG 400 pada proporsi 5 mg dapat memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki nilai kerapuhan kurang dari 0,5%, dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 15 menit. Penelitian ini menggunakan laktosa sebagai carrier material karena memiliki keunggulan yaitu memiliki stabilitas yang baik, menjaga kekerasan tablet, memperbaiki sifat fisik tablet, mudah dikeringkan, dan memberikan laju pelepasan obat yang baik. Laktosa cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Siregar, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nagabandi (2014) tentang formulasi sediaan tablet ketoprofen dengan laktosa


(25)

sebagai carrier material dengan proporsi 329 mg akan membuat tablet memiliki kekerasan sampai 5 kg, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,125% dan dapat terdisolusi sampai 100 % dalam waktu 45 menit. Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan profil disolusi serta mendapatkan proporsi formula optimum sediaan tablet liquisolid glibenklamid.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid?

2. Berapa proporsi optimum campuran bahan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material laktosa dalam tablet liquisolid glibenklamid?

C. Keaslian Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan kombinasi pelarut PEG 400 dan carrier material microcrystaline cellulose oleh Sirisha (2012). PEG 400 dapat melarutkan zat aktif glibenklamid yang akan mempengaruhi pelepasan obat. Penelitian yang dilakukan oleh Pravala (2013) tentang formulasi tablet liquisolid nebivolol hidroklorida kombinasi PEG 400 dan laktosa, dapat meningkatkan kecepatan disolusi dibanding nebivolol hidroklorida yang ada di pasaran. Nagabandi (2011) melakukan penelitian tentang formulasi tablet ketoprofen dengan kombinasi pelarut propilen


(26)

glikol dan carrier material laktosa dapat melepaskan zat aktif sebesar 100 % setelah 45 menit. Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang “formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material” belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian untuk pengembangan formulasi tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sediaan tablet liquisolid glibenklamid bagi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

b. Tujuan khusus

Mengetahui proporsi campuran bahan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.


(27)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sediaan Tablet Liquisolid 1. Definisi liquisolid

Liquisolid merupakan salah satu metode yang relatif baru diperkenalkan oleh Spires pada tahun 2002. Liquisolid juga disebut dengan powdered solution technology. Liquisolid merupakan metode pembuatan sediaan tablet untuk obat golongan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) kelas 2 dan kelas 4 yang memiliki kelarutan yang rendah (Spireas, 2002). Pada umumnya, liquisolid diterapkan untuk obat dengan dosis terapi kecil (kurang dari 50 mg). Penelitian tablet liquisolid glyburide dosis kecil memiliki perbandingan obat : eksipien (pelarut, carrier material, coating material) sebesar 1 : 65 (mg) (Penta, Mohiuddin, Puligilla, Chuka, and Devadasu, 2014). Liquisolid memiliki keterbatasan dalam penerapan obat dengan dosis terapi besar (lebih dari 50 mg). Hal ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah carrier material dan coating material sehingga berpengaruh pada volume bobot tablet menjadi tinggi. Pada umumnya,

untuk obat dosis besar perlu ditambahkan polimer hidrofilik supaya tidak perlu adanya penambahan carrier material dan coating material dengan jumlah besar. Polimer hidrofilik akan meningkatkan persen obat terbasahai

yang juga akan meningkatkan laju pelepasan obat (Hadisoewignyo, 2012). Penelitian tablet liquisolid ibuprofen yang memiliki dosis besar, penggunaan obat


(28)

sebesar 25 % dan 58-66% untuk carrier material pada bobot 800 mg tiap formula (Oktara, 2012).

2. Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid

Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid adalah untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air atau hampir tidak larut air sehingga diformulasikan menjadi bentuk sediaan padat dengan pelepasan obat yang baik. Peningkatan kelarutan diperoleh dengan melihat persen obat terdisolusi tablet seluruhnya dalam waktu yang singkat. Peningkatan kelarutan obat dalam metode liquisolid adalah peningkatan kelarutan obat secara kinetika karena dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat, formulasi dan pelarutan. Sifat fisikokimia obat dan pelarutan berpengaruh terhadap luas permukaan pada kinetika disolusi. Kelarutan yang terjadi pada permukaan solut (zat terlarut), semakin besar luas permukaan, maka semakin cepat pelapasan obat. Formulasi berpengaruh pada bahan tambahan yang digunakan karena akan mempengaruhi tegangan permukaan antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat (Oktara, 2012).

3. Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid

Keuntungan dari tablet liquisolid antara lain dapat meningkatkan pelepasan obat sediaan oral untuk zat aktif yang sulit larut dalam air, tidak membutuhkan eksipien dalam jumlah banyak dibanding fomulasi lainnya yaitu dispersi padat. metode pembuatannya sederhana, biaya produksinya yang tidak mahal, pH pada zat aktif tidak mempengaruhi proses pencampuran karena bentuk berupa padatan sehingga tidak begitu besar berpengaruh terhadap kestabilan, pelepasan obat dapat dimodifikasi menggunakan bahan tambahan yang sesuai, dan dapat diaplikasikan


(29)

untuk produksi skala industri (Vraníková and Gajdziok, 2013). Kerugian pembuatan dengan metode liquisolid adalah terbatasnya metode ini untuk obat dengan dosis besar, karena akan terjadi peningkatan jumlah carrier material (bahan penyerap) dan coating material (bahan penyalut) dalam jumlah besar sehingga mempengaruhi volum bobot tablet yang dibuat. Peningkatan jumlah carrier material (bahan penyerap) dan coating material (bahan penyalut) dalam jumlah besar akan mempengaruhi kompresibilitas dan sifat alir menjadi kurang baik, menyebakan akan sulit dikempa menjadi tablet (Yadav et al., 2009).

4. Model matematika tablet liquisolid

Suatu pendekatan matematika dapat digunakan untuk formulasi liquisolid yang dinyatakan oleh Spireas. Model matematika ini digunakan untuk menghitung jumlah bahan tambahan ( pelarut, carrier material dan coating material) sehingga memiliki kemampuan mengalir dan kompresibilitas yang baik. Rasio antara liquid medication (W) dan carrier material (Q) dikenal dengan liquid load factor (Lf). Liquid medication merupakan obat yang tidak larut yang kemudian didispersikan dalam pelarut non-volatile (Hadisoewignyo, 2012).

Liquid load factor (Lf) merupakan rasio jumlah liquid medication (W) dan carrier material (Q). Nilai Lf ditunjukkan persamaan (1).

Lf =

� ... (1) Nilai R : rasio antara carrier material (Q) dengan coating material (q). Nilai R ditunjukkan persamaan (2).


(30)

Hubungan antara liquid load factor (Lf) dan nilai R ditunjukkan dengan persamaan (3) dan persamaan (4).

Lf = ɸ + φ (1/R) ... (3) Lf = Ψ+ϕ (1/R) ... (4) Nilai ɸ dan φ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kemampuan mengalir yang baik. Nilai Ψ dan ϕ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kompaktibilitas yang baik yang ditandai dengan kekerasan tablet yang mencukupi dan tanpa adanya cairan yang keluar pada saat pencetakan tablet (Abbas, Rasool, and Rajab, 2014 ). Parameter nilai liquid load factor (Lf) dan nilai R dapat digunakan untuk optimasi dalam penentuan kemampuan serbuk mengalir dan kompresibilitasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Sarraf (2014) tentang tablet liquisolid telmisartan menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya nilai R maka kecepatan disolusi akan meningkat.

5. Mekanisme pelepasan obat liquisolid

a. Meningkatnya luas permukaan bahan obat

Ketika obat larut dalam pelarut non-volatile menjadi larutan atau bentuk cair, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler di dalam campuran serbuk. Campuran obat dengan pelarut non-volatile yang membentuk suspensi akan berada dalam keadaan dispersi kasar. Hal tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar sehingga mempengaruhi pelepasan obat menjadi meningkat dan berpengaruh dalam absorpsi obat dalam tubuh menjadi maksimal. Apabila peningkatan kelarutan obat melebihi batas kelarutannya, maka akan terjadi


(31)

peningkatan fraksi obat yang tidak larut dibanding dengan fraksi yang larut sehingga akan menurunkan laju pelepasan obat (Hadisoewignyo, 2012). Hasil campuran serbuk liquisolid, akan memiliki luas permukaan yang besar pada obatnya karena menjadi larutan/suspensi/bentuk cair dibanding dengan metode cetak langsung yang memiliki luas permukaan yang kecil karena tidak ada penambahan bahan pelarut dalam formulasinya (Nagabandi, Ramarao, and Jayaveera, 2011).

b. Meningkatnya kelarutan obat dalam air

Mekanisme utama dalam peningkatan pelepasan obat adalah pelarut yang digunakan. Peningkatan kelarutan obat dalam air terjadi karena adanya pelarut non-volatile yang bertindak sebagai ko-solven (Hadisoewignyo, 2012). Ko-solven akan mempengaruhi polaritas obat yang dapat ditunjukkan dengan tetapan dielektriknya. Ko-solven yang memiliki tetapan dielektrik rendah akan menurunkan tetapan dielektrik obat yang tidak larut air setelah pencampuran. Semakin rendah tetapan dielektrik pelarut, campuran yang digunakan maka semakin besar obat yang dapat larut di dalamnya karena obat bersifat tidak larut dalam air. PEG 400 memiliki tetapan dielektrik sebesar 12,4 yang termasuk dalam kategori tetapan dielektrik rendah (1-20) (UNC,1996).

c. Meningkatkan proses pembasahan

Pelarut non-volatile dapat bertindak sebagai surfaktan sehingga pembasahan dari partikel-partikel obat liquisolid meningkat (Hadisoewignyo, 2012). Pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembasahan partikel obat akan menurunkan tegangan permukaan antara medium disolusi dan permukaan tablet.


(32)

Pembasahan dalam liquisolid ini dapat dilihat dari sudut kontak yang kecil. Sudut kontak yang kecil berarti pembasahan meningkat (Kulkarni, Aloorkar, Mane and Gaja, 2010).

6. Eksipien tablet liquisolid a. Pelarut non-volatile

Pelarut non-volatile adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan aktif yang memiliki kelarutan rendah. Pelarut tersebut tidak mengalami penguapan dan terdispersi dalam sistem liquisolid. Syarat pelarut dalam tablet liquisolid adalah inert, memiliki titik didih yang tinggi (lebih dari 1000 C). Contoh pelarut non volatile adalah PEG, propilen glikol, tween, gliserin, N,N-dimethylacetamide, polisorbat (Syed et al., 2012).

b. Carrier material

Carrier material adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai penyerap (adsorbents) cairan dan digunakan dalam formulasi tablet liquisolid. Carrier material harus memiliki daya adsorpsi yang tinggi sehinga dapat menyerap liquid medication agar menjadi serbuk yang kering supaya dapat dicetak menjadi tablet. Contoh carrier material dalam liquisolid adalah starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni et al., 2010).

c. Coating material

Coating material adalah bahan penyalut yang digunakan dalam formulasi tablet liquisolid. Coating material berfungsi sebagai adsorbent yang membantu carrier material dalam menyerap liquid medication. Syarat coating material yang baik adalah memiliki diameter partikel berkisar antara 0,01-5 µm, memiliki daya


(33)

absorpsi yang tinggi yang dapat menyerap partikel carrier basah menjadi serbuk kering yang memiliki laju alir yang baik. Coating material yang paling sering digunakan dalam formulasi liquisolid adalah colloidal silicon dioxide (Aerosil®, Cab-O-Sil® M5) (Vraníková et.al., 2013).

d. Superdisintegran

Superdisintegran adalah suatu bahan penghancur yang dapat digunakan untuk mempercepat waktu hancur tablet. Bahan penghancur yang ditambahkan akan membantu hancurnya tablet menjadi granul sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet (Edge ,Steele, Stainforth, Chen, and Woodcock, 2002). Syarat-syarat superdisintegran adalah harus menghasilkan kehancuran yang cepat, memenuhi kompaktibilitas yang baik, ukuran partikel kecil, dan memiliki sifat alir yang baik (Debjit, Chiranji, Krishnakanth, Pankaj, and Margret, 2009). Mekanismenya adalah daya mengembang superdisintegran sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak ke arah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet dapat segera hancur (Sulaiman, 2007).

7. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid

Tablet liquisolid dibuat dengan cara melarutkan bahan aktif yang sukar larut dalam air dengan pelarut menjadi suspensi atau bentuk cair diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non-adherent setelah penambahan carrier material dan coating material, kemudian dikempa menjadi tablet (Gubbi, et al., 2009). Tablet liquisolid memiliki komponen utama yaitu adanya pelarut dan carrier material. Tablet liquisolid dirancang khusus sehingga mengandung liquid medication dalam sediaan serbuknya. Liquid medication adalah


(34)

obat yang tidak larut air yang didispersikan dalam pelarut non-volatile (Sprieas, 2002). Berikut merupakan tahapan secara umum pembuatan tablet liquisolid pada gambar 1.

(+) campur

(+)

Gambar 1. Skema pembuatan secara umum liquisolid (Syead and Pavani, 2012). Tablet liquisolid dapat diaplikasikan dengan baik untuk bahan obat dengan dosis kecil. Peningkatan laju pelepasan obat sebanding dengan fraksi obat yang berada dalam dispersi molekulernya (Hadisoewignyo, 2012). Pembuatan tablet liquisolid biasanya menggunakan superdisintegran dan ditambahkan bahan pelicin. Superdisintegran dapat membuat tablet menjadi mudah untuk hancur sehingga dapat membuat tablet menjadi lebih cepat untuk terdisolusi. Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan serbuk untuk mengalir sehingga dapat dikempa menjadi tablet.

8. Uji sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam

Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara gundukan partikel berbentuk kerucut dengan bidang horizontal. Besar kecil nilai sudut diam dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembapan serbuk atau granul. (Syead et al., 2012). Perhitungan sudut diam dihitung dengan rumus :

tan α : ...(5) Serbuk

kering Carrier dan

coating material Obat /pelarut

non-volatille


(35)

α adalah sudut diam, h adalah ketinggian kerucut (cm), dan r adalah jari-jari (cm) (Sulaiman, 2007). Berikut hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Sudut diam (o) Sifat aliran

< 25 Sangat baik

25-30 Baik

30-40 Cukup baik > 40 Sangat buruk

(Sulaiman, 2007). b. Kecepatan alir

Kecepatan alir adalah cepat tidaknya sejumlah serbuk yang diperlukan untuk mengalir melalui suatu alat. Mudah tidaknya granul atau serbuk dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, kelembaban granul.

Kecepatan alir serbuk = �

� = ...(6) Biasanya untuk 100 gram serbuk kecepatan alir ≥ 10 g/detik dianggap baik (Siregar, 2008).

c. Kerapatan serbuk ruahan

Kerapatan serbuk ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume termasuk kontribusi volume pori antarpartikel. Kerapatan serbuk ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel serbuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan dinyatakan dalam gram per ml (g/ml).


(36)

Bobot jenis ruah =V M ...(7) M merupakan bobot serbuk dan Vo merupakan volume wadah dalam satuan ml.

(DirjenPOM, 2014). d. Kerapatan serbuk mampat

Kerapatan serbuk mampat adalah tingkatan dari kerapatan serbuk mampat yang diperoleh dengan cara mengetuk dengan secara mekanis gelas ukur atau bejana pengukur yang berisi serbuk. Kerapatan serbuk mampat, dapat dihitung dengan rumus :

Bobot jenis ketuk = M

V ...(8) M merupakan bobot serbuk dan Vf merupakan volume setelah pengetukan.

(Dirjen POM, 2014). e. Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas yaitu kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh kerapatan, ukuran ,dan bentuk partikel. Semakin kecil persen indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin baik sifat alirnya. Sebaliknya, semakin besar indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin buruk sifat alirnya (Sirishaet al., 2012). Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus :

Indeks kompresibilitas = − x % ...(9)

(Dirjen POM, 2014). f. Hausner ratio

Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan alir dari serbuk, dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu,


(37)

tergantung dari metode yang digunakan untuk menentukannya (Arulkumaran and Padmapreetha, 2014).

Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus :

�� �� � = ……...(10)

Vo merupakan bobot volum sebelum dimampatkan dan Vf merupakan bobot volum setelah pengetukan (Dirjen POM, 2014).

Berikut merupakan paramater indeks kompresibilitas, hausner ratiodan kategori yang disajikan pada tabel 2.

Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio Kategori

< 10 1,00 ± 1,11 Sangat Baik

11-15 1,12 ± 1,18 Baik

16-20 1,19 ± 1,25 Cukup Baik

21-25 1,26 ± 1,34 Agak Baik

26-31 1,35 ± 1,45 Buruk

32-37 1,46 ± 1,59 Sangat Buruk >38 > 1,60 Sangat Buruk Sekali

(Arulkumaran et al., 2014). g. Distribusi ukuran partikel

Ukuran dan distribusi ukuran partikel atau granul akan mempengaruhi bobot tablet, keseragaman bobot, waktu disintegrasi, kerapuhan (friabilitas) sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada granulasi basah. Metode yang sering digunakan untuk mengukur ukuran partikel dan distribusi partikel adalah mikroskopi, pengayakan, dan sedimentasi (Dewi, 2010).

h. Kandungan Lembab (Moisture Content)

Material yang akan dikempa harus memiliki kandungan lembab/kadar air dalam batas-batas tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir,


(38)

proses pengempaan, kompatibilitas, dan stabilitas. Salah satu cara untuk mengetahui kelembaban suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan bobot keringnya. Angka hasil perhitungan ini dianggap sebagai kandungan lembab (MC/moisture content) (Sulaiman, 2007). Persamaan untuk menghitung MC yaitu:

% MC = BB x % ...(11) (Dewi, 2010).

9. Evaluasi tablet liquisolid a. Keragaman bobot

Keragaman bobot tablet menentukan dosis dari tiap tablet yang telah diproduksi. Keragaman bobot ditentukan berdasarkan penetapan kadar zat aktif pada contoh bets yang mewakili menggunakan metode analisis yang sesuai.

(Dirjen POM, 2014). b. Keseragaman kandungan

Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing – masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman kandungan untuk sediaan padat ditentukan dengan cara menetapkan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai dan kemudian dihitung nilai penerimaan. Secara umum, perhitungan nilai penerimaan dengan rumus :

Np = |M − x͞ | + ks . ...(12) M merupakan nilai rujukan , ͞͞ merupakan rata-rata dari masing-masing kandungan (X1, X2,…Xn) yang dinyatakan dalam persentase, k merupakan konstanta penerimaan dan s merupakan simpangan baku sampel.


(39)

Tabel III. Penggunaan uji keseragaman kandugan dan uji keragaman bobot untuk sediaan

Bentuk sediaan

Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif Tablet ≥ 25 mg dan ≥ 25% < 25 mg atau < 25%

Tidak Keragaman bobot Keseragaman kandungan Bersalut

Salut Selaput Keragaman bobot Keseragaman kandungan Lainnya Keseragaman

kandungan

Keseragaman kandungan

(Dirjen POM, 2014). c. Kekerasan tablet

Tablet harus cukup kuat untuk mempertahankan bentuk selama mengalami perlakuan mekanik pada saat proses pengemasan, transportasi, hingga pada saat pemakaian (Arulkumaran et al., 2014).

d. Kerapuhan tablet

Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tablet yang terjadi akibat goncangan atau gesekan selama pengangkutan. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang dari 1 % (Sharma, 2010).

e. Waktu hancur tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh. Tekanan kompresi akan mempengaruhi waktu hancur tablet. Semakin besar tekanan kompresinya pada maka waktu hancur tablet makin lambat (Siregar, 2008). Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit (Ansel, 2005).


(40)

f. Disolusi tablet

Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu medium. Pada umumnya medium yang digunakan berupa air. Suatu obat untuk diabsorbsi, pertama kali obat tersebut harus dapat terlarut dalam cairan obat tersebut akan diabsorbsi. Efektifitas dari suatu tablet dalam melepaskan obatnya untuk diabsorbsi sistemik tergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan, deagregasi dari granul dan disolusi dari partikel zat aktif (Sulaiman, 2007). Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu. Disolusi juga merupakan tahap penentu terjadinya absorpsi. Berdasarkan laju disolusi, dapat diperkirakan kecepatan absorbsi yang mempengaruhi mulai kerja, intensitas, dan lama kerja obat di dalam tubuh.Pada tahun 1897, Noyes dan Whitney mencoba menguantifikasikan jumlah obat yang terlarut melalu persamaan :

dW/dt = D.S/h (Cs-C) ...(13) W adalah berat zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga dW/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif- medium, h adalah tebal lapisan tipis (film-difusi), sedangkan Cs adalah konsentrasi dalam keadaan saturasi. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t (Fudholi, 2013).

Interpretasi pengujian disolusi sediaan tablet mengikuti tabel penerimaan untuk sediaan tablet lepas segera. Tabel penerimaan untuk sediaan tablet lepas segera disajikan pada tabel 4.


(41)

Tabel IV. Tabel penerimaan

Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5 %. S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan

atau lebih besar dari Q, dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q-15%.

S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3) adalah sama atau lebih besar dari Q, tidak lebih kecil Q- 15%

dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q-25%.

(Dirjen POM, 2014). Pengujian sampai tiga tahap dilanjutkan apabiila tahap S1 dan S2 tidak memenuhi kriteria penerimaan. Harga Q menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium yang dinyatakan dalam persentase kadar pada masing-masing monografi (Dirjen POM, 2014). Glibenklamid memiliki nilai Q30 yaitu 75% harus dapat larut setelah 30 menit dalam medium disolusi (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

B. Monografi Bahan 1. Glibenklamid

Glibenklamid adalah serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Nama ilmiah glibenklamid adalah N-p-[2-(5-Kloro-2-metoksibenzamida) etil] benzenasulfonil-N'-sikloheksillurea. Mempunyai berat molekul sebesar 494,00. Titik lelehnya 169,5 0C (Abdul, Swathimutyam, Padmanabha, Nalini, and Prakash, 2011). Glibenklamid tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan metanol (Dirjen POM, 2014). Glibenklamid memiliki kelarutan dalam air sebesar 0,00206 mg/ml (Drugbank.com, 2015). Glibenklamid memiliki nilai pKa sebesar 5,3 (Rohayati,


(42)

Hasanah, Saptarini, and Aryanti, 2015). Glibenklamid bersifat basa karena pengujian disolusi dalam bufer pH 8,5 (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid (Abdul et al.,2011). Glibenklamid merupakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II memiliki durasi aksi obat selama 24 jam (Sweetman, 2009). Glibenklamid bekerja dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Interaksi dengan ATP- sensitive K channel pada membrane sel –sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Kanal Ca terbuka dan ion Ca2+akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C (Suherman, 2007). Pada penggunaan dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Glibenklamid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan agar mencapai kadar optimal di plasma. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, cukup diberikan satu kali sehari. Dosis yang dianjurkan untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari (Suherman, 2007).

Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah,


(43)

2012). Glibenklamid memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 229,5 nm dalam metanol (Bilal, Rehman, Akash, Ibrahim, and Hussan, 2013). Glibenklamid dalam medium disolusi bufer fosfat memiliki panjang gelombang 204,5 nm (Gianitto, Arantes, Larra-Filho, Filho, and Fregonezi-Nery, 2007).

2. Polietilen glikol 400 (PEG 400)

Polietilen glikol 400 merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah, sedikit higroskopis. PEG 400 dapat larut dalam air, etanol (95%), aseton, glikol lain dan hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter, dan dalam hidrokarbon alifatik. PEG 400 adalah golongan dari polietilen glikol dengan berat molekul yang rendah. PEG 400 memiliki bobot jenis 1,128 g/cm3 (Kibbe, 2000). PEG 400 merupakan pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid (Kulkarni et al., 2010).

Gambar 3.Struktur kimia PEG 400 (Kibbe, 2000).

Glibenklamid memiliki kelarutan dalam PEG 400 sebesar 15 mg/ml (Sirisha et al., 2012). Polietilen glikol 400 (PEG 400) memiliki sifat yang stabil, mudah bercampur dengan komponen-komponen lain, tidak beracun, tidak iritatif, dan efektif dalam rentang pH yang lebar (Rowe et al., 2009).

3. Laktosa

Laktosa memiliki pemerian serbuk putih, mengalir bebas. Nama lainnya adalah4-O-beta-D-Galaktopiranosil-D-glukosa . Laktosa memiliki berat molekul


(44)

360,31 g/mol dan titik leleh 2140C. Laktosa mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis tidak larut dalam etanol (Dirjen POM, 2014). Laktosa memiliki stabilitas yang baik dan merupakan zat yang dapat memberikan pelepasan dan laju disolusi zat aktif dengan baik. Laktosa adalah salah satu jenis carrier material yang termasuk golongan sakarida.

Gambar 4. Struktur kimia laktosa (Nithiyanantham and Palaniappan, 2013). Laktosa monohidrat dikenal sebagai gula susu. Laktosa mempunyai daya larut dan kemanisan laktosa lebih rendah daripada gula lainnya (Dewi, 2010). Formulasi dengan laktosa biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan, harganya murah dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan. Laktosa cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Siregar, 2008).

4. HDK Wacker N20 (Aerosil)

Nama lain dari aerosil adalah silicon dioxide, cab-o-sil, fumed silica, Wacker HDK N20. Aerosil memiliki rumus bangun SiO2 dengan berat molekul 60,08. Bahan ini berbentuk serbuk keputih-putihan, ringan, tidak berbau, dan tidak berasa, dan praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam, kecuali asam hidrofluorat. Larut dalam larutan hangat hidroksida alkali. Aerosil berfungsi sebagai glidant pada konsentrasi 0,1-0,5% (Kibbe, 2000).


(45)

5. Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose)

Avicel PH 102 merupakan nama lain dari Microcrystalline Cellulose, Emcocel, Fibrocel, Vivapur, dan Tabulose. Pemeriannya berupa serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa. Kelarutannya larut dalam 5% b/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam air, larutan asam, dan sebagian pelarut organik. Avicel digunakan sebagai pengikat (binder) pada konsentrasi 20-90 % (Rowe et al., 2009). Avicel memiliki kompresibilitas dan sifat alir yang baik dan dapat meningkatkan waktu hancur (Sulaiman, 2007). Avicel PH-102 merupakan pengikat kering yang paling efektif dalam pencampuran kering (Siregar, 2008).

6. Sodium Starch Glycolate (SSG)

Sodium Starch Glycolate memiliki nama lain yaitu explotab®carboxymethyl starch, sodium salt, primojel®. Pemeriannya berupa

serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir. Larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Sodium Starch Glycolate merupakan contoh superdisintegran yang sering digunakan pada formulasi tablet liquisolid. SSG umum digunakan sebagai penghancur pada konsentrasi 0,25 – 5% (Kibbe, 2000).

7. Magnesium Stearat

Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih dan voluminus, bau lemah khas,. Magnesium stearat tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter (Depkes RI, 2014). Magnesium stearat umum digunakan sebagai pelicin (lubricant) pada konsentrasi 0,25 – 5% (Siregar, 2008).


(46)

C. Landasan Teori

Liquisolid adalah metode pembuatan tablet yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut atau tidak larut dalam air sehingga berpengaruh pada kecepatan disolusi (Hadisoewignyo, 2012). Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material sangat mempengaruhi sifat fisik dan kecepatan disolusi tablet. Bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah PEG 400. PEG 400 dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut, mempercepat waktu hancur karena bersifat larut dalam air, dan bersifat stabil (Siregar, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Penta (2014) tentang formulasi tablet liquisolid gliburide dengan pelarut PEG 400 pada proporsi 5 mg dapat memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki nilai kerapuhan kurang dari 0,5%, dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 15 menit. Mekanismenya ketika obat larut dalam PEG 400, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler dan ketika campuran menjadi suspensi, obat akan berada dalam dispersi kasar. Pendispersian tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar, menurunkan tetapan dielektrik obat, dan menurunkan sudut kontak sehingga terjadi peningkatan kelarutan obat.

Carrier material yang digunakan dalam penelitian ini adalah laktosa. Formulasi dengan laktosa menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif yang baik dan cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil (Siregar, 2008). Laktosa juga dapat memperbaiki sifat fisik tablet dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan. Penelitian yang dilakukan oleh Nagabandi (2014) tentang formulasi tablet liquisolid


(47)

ketoprofen dengan laktosa sebagai carrier material pada proporsi 329 mg akan membuat tablet memiliki kekerasan sampai 5 kg, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,125% dan dapat terdisolusi sampai 100 % dalam waktu 45 menit. Proporsi PEG 400 sebagai pelarut dan laktosa sebagai carrier material diperoleh dengan metode optimasi simplex lattice design dengan software Design Expert 9.0.

D. Hipotesis

1. PEG 400 dan laktosa dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tablet yaitu meningkatkan keseragaman kandungan, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,5%, memiliki kekerasan sampai 5 kg dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 45 menit.

2. Proporsi PEG 400 dengan jumlah 5 mg dan laktosa yang berada pada proporsi mendekati 329 mg diperkirakan sebagai formula optimum.


(48)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni dengan melakukan percobaan pembuatan formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan kombinasi pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat dan Laboratorium Farmasi Fisika Universitas Sanata Dharma.

B. Variabel Penellitian dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan PEG 400 dan laktosa menggunakan metode optimasi simplex lattice design dengan perbandingan formula Run (R) : R1 dan R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 dan R5 (50%:50%), R6 (75%:25%) , R7 dan R8 (100%:0%).

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat alir serbuk liquisolid (kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, hausner ratio), sifat fisik tablet liquisolid (keseragaman kandungan, kerapuhan, kekerasan, waktu hancur), dan disolusi.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pemesanan bahan yang dipakai, nomor ayakan, dan waktu pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan.


(49)

C. Definisi Operasional

1. Sifat fisik tablet merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari tablet yang akan diproduksi. Parameter tersebut meliputi uji kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, keseragaman kandungan, dan disolusi tablet. 2. Kekerasan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan

interaksi-interaksi antar komponennya seperti goncangan dan keretakan tablet.

3. Kerapuhan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kekuatan tablet terhadap benturan mekanik saat pentabletan.

4. Waktu hancur tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan tablet telah hancur sempurna.

5. Keseragaman kandungan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan setiap tablet yang dibuat memiliki kadar yang sama.

6. Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kecepatan terlarutnya obat secara sempurna.

7. Sifat alir serbuk merupakan parameter untuk mengukur kualitas serbuk yang terdiri dari kecepatan alir, indeks kompresibilitas, sudut diam, dan hausner ratio.

8. Indeks kompresibilitas merupakan banyaknya ruang kosong pada campuran serbuk yang akan berdampak pada pembuatan tablet.

9. Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk antara timbunan sebuk pada bidang horizontal.


(50)

10.Liquid medication merupakan larutan obat atau obat yang tidak larut air didispersikan dalam pelarut non-volatile.

11.Formula tablet optimum merupakan formula yang memenuhi standar penerimaan sediaan tablet yang ditetapkan meliputi memiliki kandungan zat aktif sebesar 90% sampai 120%, kerapuhan < 1 %, waktu hancur ≤ 15 menit, dan terdisolusi sebesar 100 % setelah 30 menit.

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Hardness tester merk Pharmatest®, Volumenometer merk ERWEKASYM®, disintegran tester merk ATMI®, attrition tester merk ATMI®, timbangan analitik merk DeltaRange®, MELTTER AE260, mesin cetak tablet single punch KORSCH, statif, mortir dan stamper, Dissolution tester RC-6 D, Spektrofotometer UV SCHIMADZU, stopwatch, dan alat- alat gelas.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang memiliki spesifikasi derajat farmasetis adalah glibenklamid (PT. IFARS SOLO), Laktosa (DFE Pharma), Avicel PH-102 (FAGRON), PEG 400 (ID Chemical), HDK Wacker N20 (Wacker Chemie AG Werk Burghausen), Mg stearat (Nitica, India), SSG (Gujarat Overseas Inc. India).


(51)

E. Tata Cara Penelitian

Penentuan perbandingan komposisi pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material pada masing-masing formula Run (R) dilakukan menggunakan simplex lattice design dari software Design Expert 9.0. Formula yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid glibenklamid dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel V. Formula tablet liquisolid glibenklamid Bahan

Jumlah (mg)

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Glibenklamid 5 5 5 5 5 5 5 5

PEG 400 5 5 10 15 15 20 25 25 Laktosa 307 307 302 297 297 292 287 287

Aerosil 12 12 12 12 12 12 12 12 Avicel PH-102 200 200 200 200 200 200 200 200

SSG 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 Mg Stearat 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Total 550 550 550 550 550 550 550 550

Keterangan :

Formula R1, Formula R2 : PEG 400 0% dan laktosa 100% Formula R3 : PEG 400 25% dan laktosa 75% Formula R4, Formula R5 : PEG 400 50% dan laktosa 50% Formula R6 : PEG 400 75% dan laktosa 25% Formula R7, Formula R8 : PEG 400 100% dan laktosa 0%

1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid

Semua bahan ditimbang sesuai formula. Laktosa dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama ± 10 menit. Glibenklamid dan pelarut PEG 400 dimasukkan dalam mortir dan diaduk hingga rata sehingga membentuk suspensi. Campuran tersebut kemudian diserap dengan laktosa yang sudah dikeringkan dan diaduk hingga terbentuk massa serbuk. Massa serbuk kemudian ditambahkan aerosil dan dimasukkan ke dalam cube mixer, dicampur selama 15 menit dengan kecepatan 20


(52)

rpm. Massa serbuk dikeluarkan dari cube mixer kemudian diayak dengan pengayak mesh 16. Massa serbuk yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam cube mixer dan ditambahkan Avicel PH-102, SSG dan Mg stearat yang sudah ditimbang. Massa serbuk dikeluarkan dan diayak dengan pengayak mesh 16. Massa serbuk dicampur selama 15 menit di dalam cube mixer dengan kecepatan yang sama. Massa serbuk kemudian diuji homogenitas dan sifat alir. Serbuk yang telah diuji, kemudian dikempa menjadi tablet. Tablet yang sudah dikempa dilakukan pengujian meliputi sifat fisik dan profil disolusi.

2. Evaluasi mutu sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam dan kecepatan alir

Sebanyak 100 gram serbuk liquisolid dimasukkan dalam corong dengan bagian bawah lubang ditutup, kemudian tutup lubang corong dibuka sehingga seluruh serbuk keluar dari corong, dicatat kecepatan alirnya. Sudut diam dihitung dari gundukan berbentuk kerucut dengan tangen sudut diamnya, yaitu besar antara serbuk dengan permukaan dengan tinggi serbuk yang diketahui (Sulaiman, 2007).

b. Hausner ratio dan indeks kompresibilitas

Timbang saksama kurang lebih 100 gram serbuk (M) dan dimasukkan dalam gelas ukur 250 ml tanpa pemampatan. Permukaan serbuk diratakan dan dibaca volume awal (Vo) pada skala tersebut. Gelas ukur dipasang pada penyangga. Mesin dihidupkan dan dihentakan sebanyak 500 ketukan sampai bobot volum serbuk mencapai minimum. Perubahan volume serbuk dihitung sebagai Vf. Bobot jenis ketuk kemudian dapat dihitung (Siregar, 2008).


(53)

c. Uji homogenitas serbuk 1) Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan cara menimbang ± 100,0 mg glibenklamid dimasukkan dalam labu takar 100 ml dilarutkan metanol sampai batas tanda (Bilal, et al., 2013).

2) Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan induk kemudian diambil 100 µL dan dimasukkan dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan metanol samapi batas tanda. Larutan dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang 200 – 400 nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (Bilal, et al., 2013).

3) Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 3,98 µg/ml; 5,97 µg/ml; 7,96 µg/ml; 9,55 µg/ml; 11,94 µg/ml dan diencerkan dengan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Setelah itu larutan dibaca dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum. Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier maksimum (Bilal, et al., 2013).

4) Homogenitas serbuk

Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel serbuk yang sudah ditentukan. Sampel ditimbang masing-masing ± 44,0 mg kemudian ditambahkan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Homogenitas serbuk


(54)

harus memenuhi kriteria persen recovery (CV) kurang dari 5 % (Pharmaceutical CGMPs, 2003).

3. Evaluasi mutu fisik tablet liquisolid a. Keseragaman kandungan

Masing-masing 10 tablet digerus satu per satu kemudian diambil sebanyak 44,0 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan metanol sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Hasil serapan kemudian dihitung kadar tiap-tiap formula (Run) dengan menggunakan persaamaan kurva baku glibenklamid dalam metanol dan nilai penerimaan (Dirjen POM, 2014).

b. Uji kekerasan tablet

Sebanyak 10 tablet diletakkan satu per satu secara horizontal pada hardness tester, kemudian salah satu bagian dari mesin ini akan bergerak maju untuk menghancurkan tablet dan alat membaca ukuran tablet yang hancur. Hasilnya kemudian dihitung rata-rata (Anilkumar, Arun, Amol, Harinath, 2010).

c. Uji kerapuhan tablet

Dua puluh tablet diambil dan ditimbang seluruh tablet secara bersamaan dan dicatat sebagai bobot awal. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam attrition tester dan menghidupkan tombol putar 25 putaran/menit selama 4 menit. Tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali. Dihitung selisih dari penimbangan awal dengan penimbangan akhir dikalikan 100 persen, maka akan diperoleh nilai persen kerapuhannya (Arulkumaran et al., 2014).


(55)

d. Uji waktu hancur tablet

Enam tablet dipilih secara acak diletakkan di dalam tabung disintegran tester. Tabung dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi air bersuhu 37o±0,2 o C, tinggi air tidak kurang dari 15 cm sehingga tabung dapat turun naik dengan jarak 7,5 cm. Kemudian dicatat waktu hancur tablet. Tablet dikatakan hancur apabila ada bagian tablet ada yang tertinggal di atas kasa. Waktu hancur tablet dikatakan baik

≤ 15 menit (Dirjen POM, 2014).

e. Penetapan kadar

Sebanyak dua puluh tablet ditimbang lalu digerus, kemudian diambil 44,0 mg dengan saksama lalu dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum metanol. Kadar diperoleh dengan memasukkan nilai serapan ke dalam kurva baku glibenklamid dalam metanol. Percobaan diulang sebanyak tiga kali tiap formula (run)dan dihitung rata-rata serta simpangan deviasi (SD) (Bilal et al., 2013).

f. Uji Disolusi

1) Pembuatan larutan bufer fosfat pH 8,5

Larutan bufer fosfat pH 8,5 sebagai medium disolusi dibuat dengan cara menimbang sebanyak 6,8 gram monobasic potassium phosphat dan 1,99 gram NaOH kemudian ditambahkan akuadest ke dalam labu takar 1000 ml hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014).


(56)

2) Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan cara menimbang saksama 67,0 mg glibenklamid lalu dilarutkan 40 ml metanol di dalam labu takar 500 ml. Sonifikasi selama 5 menit lalu ditambahkan medium disolusi hingga batas tanda. (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

3) Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan induk kemudian diambil 900 µl dan diencerkan dengan larutan bufer fosfat pH 8,5 hingga 10 mL. Larutan ini dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang 200 – 400 nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

4) Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 2,68 µg/ml, 4,02 µg/ml, 5,36 µg/ml, 6,7 µg/ml, 8,04 µg/ml dan diencerkan sampai 10 ml dengan bufer fosfat pH 8,5. Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

5) Uji disolusi tablet

Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan 0,05 M bufer fosfat pH 8,5 yang berfungsi sebagai media disolusi. Jarak pengaduk dayung dari dasar labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar pada kecepatan 50 rpm. Suhu medium dijaga konstan 37 ± 0,5º C dengan volume media disolusi yang digunakan adalah 900 ml. Sampel obat yang terlepas ke


(57)

medium diambil pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30, dan 45 menit sebanyak 5 ml pada posisi yang telah ditentukan. Setiap kali pengambilan sampel diganti dengan volume yang sama (5,0 ml) dengan medium bufer. Serapan dari larutan uji ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari percobaan adalah data sifat alir serbuk, homogenitas serbuk, penetapan kadar, profil disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.

Data sifat alir dan sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi. Data sifat alir, sifat fisik, dan profil disolusi tablet dianalisis menggunakan Design Expert 9.0 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk masing-masing respon dan fomula optimum. Analisis stastistik yang digunakan Design Expert 9.0 dan R 3.2.3. Salah satu formula dengan proporsi optimum dipilih dan diuji kembali sifat fisiknya dan dibandingkan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan menggunakan perangkat lunak R 3.2.3 dengan taraf kepercayaan 95% sebagai hasil verifikasi proporsi optimum yang didapatkan.


(58)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid

Serbuk liquisolid diuji sifat alirnya meliputi waktu alir, sudut diam, indeks kompresibilitas dan hausner ratio.

1. Kecepatan alir

Kecepatan alir merupakan salah satu parameter dalam menentukan sifat alir alir serbuk. Kecepatan alir menunjukkan mudah tidaknya serbuk mengalir ke dalam mesin pencetak tablet (Siregar, 2008).

Persamaan respon kecepatan alir adalah sebagai berikut : Y = -64327,11 X1 -0,18 X2 + 371,14 X1X2 + 0,73X1 X2(X1-X2)

+0,0006X1X2(X1 X2)2...(14) Keterangan :

X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa

Berikut model plot respon kecepatan alir ditunjukkan pada gambar 5. Keterangan :

Y= respon kecepatan alir A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point

= Convidence interval ---=Tolerence interval

Gambar 5. Model plot respon kecepatan alir serbuk

Pada persamaan (14) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon kecepatan alir.


(59)

Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menurunkan kecepatan alir dengan nilai -64327,11 dan -0,18. Komponen PEG 400 memiliki pengaruh yang dominan terhadap penurunan kecepatan alir serbuk. Penurunan respon kecepatan alir disebabkan karena komponen PEG 400 akan menyebabkan terjadinya pembasahan pada serbuk sehingga menyebabkan penurunan kecepatan alir. Kurva ini menunjukkan adanya interaksi positif PEG 400-laktosa dengan nilai interaksi sebesar + 371,14. Interaksi antara komponen tersebut dalam formula dapat menaikkan kecepatan alir serbuk. Kenaikan kecepatan alir serbuk terjadi karena laktosa sebagai adsorbent akan menyerap PEG 400 menjadi serbuk kering sehingga menaikkan kecepatan alir serbuk. Berdasarkan data kecepatan alir serbuk (lampiran 3), hasil menunjukkan kecepatan alir semua formula serbuk berada pada rentang 39,95-55,78 gram/detik sehingga dapat dikatakan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu lebih dari 10 gram /detik (Siregar, 2008). Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula Run (R) R1, R2, dan R3.

2. Sudut diam

Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara permukaan suatu tumpukan partikel serbuk berbentuk kerucut dengan bidang horizontal.

Persamaan respon sudut diam adalah sebagai berikut :

Y= -482,82 X1+ 0,08 X2 +2,42 X1X2 + 0,002X1X2 (X1–X2)...(15) Keterangan :

X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa


(60)

Berikut model plot respon sudut diam ditunjukkan pada gambar 6. Keterangan :

Y= respon sudut diam A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point

= Convidence interval --=Tolerence interval

Gambar 6. Model plot respon sudut diam serbuk

Pada persamaan (15) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon sudut diam. Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 menurunkan sudut diam dengan nilai -482,82 dan nilai positif penggunaan komponen laktosa menaikkan sudut diam dengan nilai 0,08. Penurunan sudut diam terjadi karena PEG 400 akan berikatan dengan komponen lain, menyebabkan sudut kontak menjadi kecil (kohesifitas) sehingga terjadi penurunan sudut diam. Berdasarkan model plot interaksi sudut diam (gambar 6), kurva yang dihasilkan melengkung ke bawah. Hal ini menunjukkan adanya interaksi positif dengan nilai interaksi sebesar +2,42. Interaksi komponen PEG 400 dan komponen laktosa memberikan pengaruh dalam menaikkan sudut diam. Komponen laktosa yang memiliki bentuk partikel halus akan mengalami kesulitan untuk mengalir sehingga dapat menaikkan sudut diam serbuk. Berdasarkan data sudut diam serbuk (lampiran 3), hasil menunjukkan sudut diam campuran serbuk berada pada rentang 18,890 – 29,400 sehingga dapat


(61)

dikatakan memenuhi persyaratan sudut diam yang baik yaitu kurang dari 300. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar formula Run (R).

3. Hausner ratio

Hausner ratio merupakan perbandingan antara volume awal sebelum pengetapan dengan volume setelah pengetapan yang mempengaruhi sifat alir serbuk. Hausner ratio merupakan parameter untuk mengevaluasi sifat alir dalam serbuk.

Persamaan respon hausner ratio adalah sebagai berikut :

Y=13,18 X1+0,003X2 - 0.07X1X2-0,00007 X1X2(X1X2)...(16) Keterangan :

X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa

Berikut model plot interaksi respon hausner ratio yang ditunjukkan pada gambar 7.

Keterangan :

Y= respon hausner ratio A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point

= Convidence interval --=Tolerence interval

Gambar 7. Model plot respon hausner ratio serbuk

Pada persamaan (16) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon hausner ratio. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menurunkan hausner ratio dengan nilai 13,18 dan 0,003. Komponen PEG 400 berpengaruh dominan dalam menaikkan respon hausner ratio. Hal ini disebabkan karena komponen PEG 400 akan membasahi serbuk dan


(62)

membentuk partikel serbuk padat sehingga meningkatkan respon hausner ratio. Serbuk dibutuhkan tekanan yang keras untuk dikempa menjadi tablet. Berdasarkan model plot interaksi hausner ratio (gambar 7), kurva yang dihasilkan sigmoid. Hal ini menunjukkan interaksi komponen PEG 400-Laktosa akan menurunkan respon hausner ratio dengan nilai interaksi -0,00007. Berdasarkan data hausner ratio (lampiran 3) menunjukkan bahwa hasil dari semua formula (run) memiliki nilai hausner ratio yang berada pada rentang 1,18-1,31. Nilai hausner ratio yang dihasilkan memenuhi persyaratan yaitu masuk dalam kategori sifat alir baik sampai agak baik. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R).

4. Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas merupakan kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu.

Persamaan respon indeks kompresibilitas adalah sebagai berikut : Y= 24942,45 X1 + 0,10 X2 -143,06X1X2– 0,28X1X(X1-X2) – 0,0004

X1X2 (X1-X2) 2 ...(17) Keterangan :

X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa

Berikut model plot indeks kompresibilitas yang ditunjukkan pada gambar 8. Keterangan :

Y= respon indeks kompresibilitas A= komponen PEG 400

B= komponen Laktosa = Design point

= Convidence interval --=Tolerence interval


(63)

Pada persamaan (17) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon indeks kompresibilitas. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menaikkan indeks kompresibilitas yaitu dengan nilai 24942,45 dan 0,10. Komponen PEG 400 merupakan komponen yang dominan terhadap komponen laktosa dalam menaikkan respon indeks kompresibilitas. Hal ini disebabkan karena komponen PEG 400 sebagai pelarut akan membuat serbuk menjadi padat dan terbasahi sehingga menyebabkan sifat alir kurang baik. Berdasarkan model plot interaksi indeks kompresibilitas (gambar 8), kurva yang dihasilkan sigmoid. Hal ini menunjukkan adanya interaksi negatif PEG 400-laktosa dengan nilai interaksi sebesar -143,06. Interaksi antara komponen tersebut dalam formula dapat menurunkan indeks kompresibilitas. Penurunan indeks kompresibilitas serbuk terjadi karena komponen laktosa akan mudah mengabsorbsi PEG 400 menjadi serbuk kering secara maksimal sehingga menurunkan indeks kompresibilitas. Berdasarkan data indeks kompresibilitas (lampiran 3) menunjukkan bahwa semua formula memiliki nilai indeks kompresibilitas yang berada pada rentang 15% - 22,22%. Kategori indeks kompresibilitas yang dihasilkan adalah baik sampai agak baik. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R).

5. Uji homogenitas serbuk

Uji homogenitas serbuk dilakukan dengan menggunakan penetapan kadar serbuk campuran. Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan


(64)

spektrofotometer UV. Glibenklamid diukur untuk menentukan panjang gelombang maksimum dengan konsentrasi 0,995 µg/ml Hasil Serapan maksimum yang terukur sebesar 229,0 nm ditunjukkan pada gambar 9.

Gambar 9. Hasil panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam metanol

Menurut Bilal (2013), serapan glibenklamid dalam metanol berada pada panjang gelombang dalam kisaran 229,5 nm. Metanol memiliki absorbansi UV cut off pada panjang gelombang 210 nm (Moffat, Oselton, and Widdop, 2011). Hasil yang didapat pada panjang gelombang 229 nm membuktikan bahwa serapan tersebut merupakan serapan dari zat akitif glibenklamid. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbansi yaitu zat yang dianalisis, peralatan, suhu, konsentrasi tinggi dan zat penggangu (Gandjar and Rohman, 2009). Hasil kemudian dibuat beberapa seri konsentrasi untuk menentukan kurva baku glibenklamid. Persamaan regresi linier kurva baku glibenklamid dalam metanol adalah y = 0,062x + 0,025 dan nilai r = 0,995. Hasil regresi (r) uji yaitu sebesar 0,995. Menurut Miller dan


(65)

Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai diatas 0,99. Persamaan kurva baku menunjukkan korelasi yang linier karena r hitung lebih besar dari r tabel pada n= 5 (0,995 > 0,511),dengan demikian Hukum Lambert-Beer terpenuhi bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar glibenklamid. Berikut kurva baku glibenklamid yang ditunjukkan pada gambar 10.

Gambar 10. Kurva baku glibenklamid dalam metanol

Pengujian homogenitas dilakukan pengambilan 10 titik sampel serbuk pada bagian atas (3), tengah (4), dan bawah (3) titik sampel pada cube mixer. Pengambilan 10 titik tersebut diharapkan dapat mewakili keseluruhan campuran serbuk akhir. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil diperoleh dengan rata-rata kadar 128,03 ± 2,5 (%) dan koefisien variansi (CV) sebesar 1,95%. Hasil yang didapat memenuhi persyaratan yaitu kurang dari 5 % yang berarti serbuk yang dibuat homogen.

y = 0,062x + 0,025 R² = 0,995

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 2 4 6 8 10 12 14

A b so rb an si Konsentrasi (µg/ml)


(1)

Lampiran 12. Dokumentasi A. Dokumentasi alat 1. Cube mixer

2. Alat uji kecepatan alir , sudut diam, hausner ratio dan indeks kompresibilitas


(2)

3. Mesin cetak tablet

4. Alat uji kekerasan tablet dan kerapuhan tablet

5. Alat uji waktu hancur dan disolusi tablet


(3)

B. Dokumentasi hasil formula tablet

Formula R1 Formula R2

Formula R3 Formula R4


(4)

Formula R5 Formula R6


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Yudha Adi Prabowo lahir di Yogyakarta pada tanggal 22 April 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak FX. Wiryadi dan Ibu FL. Rahartini. Penulis memulai pendidikan dibangku TK Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1997-1999, dilanjutkan di SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1999-2006. SMP Maria Immaculata Yogyakarta pada tahun 2006-2009. SMA Negeri 1 Kasihan Bantul pada tahun 2009-2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di program studi S1 Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012-2016. Selama menempuh pendidikan S1, penulis memiliki pengalaman sebagai koordinator seksi perlengkapan seminar nasional peringatan Hari pendidikan Nasional (2013), seksi konsumsi pada acara Tiga Hari Temu Akrab Farmasi “TITRASI” (2013 dan 2014) , memperoleh juara II dalam Sanata Dharma Bussiness Plan Competition pada tahun 2014, lolos program Dikti Mahasiswa Wirausaha Bina Desa “MAUBISA” pada tahun 2015, dan asisten dosen praktikum Farmakokinetika-Biofarmasetika (2016).


Dokumen yang terkait

FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDA DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN LAKTOSA SEBAGAI BAHAN PENGISI.

1 11 24

FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDA DENGAN PRIMOJEL® SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN LAKTOSA SEBAGAI BAHAN PENGISI.

6 21 24

FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDA DENGAN EXPLOTAB Formulasi Sediaan Tablet Fast Disintegrating Antasida dengan Explotab sebagai Bahan Penghancur dan Stralac sebagai Bahan Pengisi.

1 9 15

PROFIL DISOLUSI TABLET DISPERSI PADAT GLIBENKLAMID-PEG 6000 DENGAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 DAN EMCOMPRESS.

0 0 8

Formulasi sediaan tablet likuisolid glibenklamid dengan pelarut Propilen Glikol dan Amprotab sebagai carrier material.

0 18 140

Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material.

30 170 144

FORMULASI TABLET FLOATING GLIBENKLAMID MENGGUNAKAN MATRIKS HPMC E6LV

1 1 17

Optimasi formula tablet likuisolid klorfeniramin maleat menggunakan guar gum sebagai polimer dan peg 400 sebagai pelarut - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN - Optimasi formula tablet likuisolid klorfeniramin maleat menggunakan guar gum sebagai polimer dan peg 400 sebagai pelarut - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 6

Formulasi tablet likuisolid piroksikam menggunakan polietilen glikol 400 sebagai pelarut non volatile - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 15