Analisis Aliran Proses Produksi dengan Menggunakan Pendekatan Lean Manufacturing di PT. Cahroen Pokphand Indonesia

(1)

DAFTAR PUSTAKA

M. Feld, William. 2001. Lean Manufacturing: Tools, Techniques, and How to Use

Them. St. Lucia Press

Wilson, Lonnie. 2010. How To Implemet Lean Manufacturing. McGraw Hill

Nash, Mark and Polling, Sheila. 2008. Mapping The Total Value Stream. Taylor

and Francis Group

Wignjosoebroto, Sritomo. 2001. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya,

Surabaya.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. Medan : USU Press.

S. Agrahari, Ravindrakumar. A. Dangle, Priyanka. V. Chandratre. K. 2015.

Improvement of process cycle efficiency by implementing a lean practice: a case study. Sapts’s College of Engineering. India


(2)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Lean Manufacturing

Lean Manufacturing adalah salah satu upaya untuk mengefesiensikan

sistem dengan mereduksi pemborosan.4

a. Siklus manufaktur

Lima elemen penting dari lean

manufacturing adalah siklus manufaktur, organisasi, pengendalian proses,

metrics, dan logistik. Berikut akan dijelaskan masing-masing defenisi dari lima elemen tersebut.

Siklus manufaktur adalah aspek yang mengalokasikan perubahan fisik dan standar perancangan yang dijelaskan dalam bentuk bagan.

b. Organisasi

Organisasi dalam hal ini fokus terhadap mengindentifikasi peranan masing-masing pekerja, pelatihan untuk cara kerja yang baru, dan komunikasi.

c. Pengendalian proses

Aspek ini berkaitan dengan pengawasan, pengendalian, penyeimbangan, dan cara-cara yang ditawarkan untuk memperbaiki proses.

d. Metrics

Aspek ini berkaitan dengan target pencapaian perusahaan yang dapat diukur.

4

M. Feld, William. 2001. Lean Manufacturing: Tools, Techniques, and How to Use Them. St. Lucia Press


(3)

e. Logistik

Aspek yang fokus terhadap mekanisme perencanaan dan pengendalian aliran bahan.

3.1.1. Langkah-langkah Penerapan Lean Manufacturing

Langkah-langkah penerapan lean manufacturing adalah sebagai berikut5

1. Evaluasi ketiga pemikiran dasar dalam perubahan cultural

: Langkah 1-3 : merupakan evaluasi dari keiginan mencapai lean

2. Tuntaskan evaluasi sistem manufacturing yang digunakan sekarang

a. Keempat ujian komitment menajemen untuk menerepkan lean

manufacturing

b. Kesepuluh alasan yang paling sering mengakibatkan inisiatif

menuju lean gagal

c. Keempat langkah awal penerapan inisiatif lean

d. Kedewasaan proses

3. Menerapkan hasil pembelajaran dari hasil evaluasi pencapain

Langkah 4-7 merupakan evaluasi dan perbaikan dari value stream

4. Pendokumentasian kondisi dari current value stream

5. Redesign untuk mengurangi pemborosan

a. Persiapkan future value sream yang akan:

1) Sinkronisasi pasokan ke pelanggan secara eksternal

5


(4)

Sinkronisasi secara eksternal adalah menyediakan produk ke konsumen pada tingkat permintaan konsumen dan menyesuaikan dengan jadwal produksi. Perusahaan ingin memasok semua kebutuhan konsumen tetapi tidak ingin melakukan produksi berlebih dan

3.2. Waste (Pemborosan)

Tujuan utama dari sistem lean adalah mengurangi waste. Waste adalah

sesuatu yang pelanggan tidak mau membayarnya. Ditegaskan kembali oleh Hines

dan Taylor (2000) bahwa waste berarti non-value-adding activities, dalam sudut

pandang pelanggan.

Terdapat tujuh jenis pemborosan yang didefinisikan oleh Shigeo Shingo (1981,1988), yaitu:

1. Overproduction, memproduksi terlalu banyak melebihi kebutuhan pelanggan atau memproduksi lebih cepat daripada waktu kebutuhan pelanggan yang menyebabkan kelebihan inventory.

2. Defects, yang tergolong kecacatan contohnya bisa berupa kesalahan dokumentasi, permasalahan kualitas produk yang dihasilkan, atau pengiriman yang buruk.

3. Unnecessary Inventory, kelebihan penyimpanan dan delay material maupun produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya dan penurunan kualitas pelayanan terhadap pelanggan.

4. Inappropriate Processing, seperti kesalahan dalam mempergunakan tools saat bekerja sehingga terjadinya kesalahan dalam proses produksi.


(5)

5. Excessive Transportation, dapat berupa waktu, tenaga, dan biaya akibat pergerakan yang berlebihan dari pekerja, aliran informasi, atau material produk.

6. Waiting, tidak beraktifitasnya pekerja, informasi atau barang dalam waktu yang lama yang berdampak terhadap buruknya aliran proses dan

bertambahnya lead time.

7. Unnecessary Motions, segala pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai terhadap barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja. Atau keadaan tempat kerja yang kurang ergonomis yang menyebabkan pekerja melakukan gerakan yang tidak perlu.

3.3. Value Stream Mapping (VSM)

Value Stream Mapping adalah alat proses pemetaan yang berfungsi untuk mengindentifikasi aliran material dan informasi pada proses produksi dari bahan

menjadi produk jadi.6

6

Nash, Mark and Polling, Sheila. 2008. Mapping The Total Value Stream. Taylor and Francis Group

Value Stream Mapping digambarkan dengan simbol-simbol

yang mewakili aktivitas. Aktivitas dikelompokkan dalam value added dan non

value added, sehingga dapat diketahui aktivitas mana yang dapat memberikan nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah, dengan kata lain dapat mengidentifikasi pemborosan yang terjadi selama proses produksi sehingga dapat diambil langkah untuk mengeliminasi pemborosan.


(6)

mampu memvisualisasikan aliran produk dan

mengidentifikasi juga membantu untuk

memprioritaskan masalah yang akan diselesaika adalah

salah satu bentuk dari yang menunjukka

material, aliran informasi, parameter operational leadtime, yield, uptime,

frekuensi pengiriman, jumlah tenaga kerja, ukuran batch, jumlah

wakt

dibuat spesifik untuk produk tertentu yang

memiliki demand rate yang spesifik. Penggolongan untuk produk dengan tahapan

proses yang sama disebut juga family grouping. Setelah spesifikasi produk

ditentukan, maka permintaan konsumen juga harus ditentukan untuk mengetahui

yaitu lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu produk. Nilai

di dapat dari formula waktu operasional yang tersedia terhadap

permintaan konsumen.

Beberapa hal yang akan teridentifikasi dari adalah

penumpukan persediaan yang berlebihan pada proses tertentu, scrap yang tinggi,

waktu uptime yang rendah, batch size yang terlalu besar, aliran informasi yang

tidak mencukupi, waktu tunggu yang terlalu lama, dan efisiensi waktu dari bisnis

proses secara keseluruha mensyaratkan untuk

memvalidasi data operational secara langsung ke lapangan, berdiskusi dengan

orang lapangan untuk memastikan keaktualan data akan

membantu dalam mengimprove bisnis proses secara menyeluruh dan menjadikannya sangat efisien.


(7)

Value Stream Mapping digunakan untuk penggambaran aliran material dan aliran informasi sehingga menjadi satu kesatuan aliran dalam pabrik. Informasi yang diperlukan untuk masing-masing kategori proses ini terdiri dari

cycle time, changover time, ukuran batch produksi, jumlah operator dan uptime.

Contoh gambar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Value Stream Mapping

Dalam pembuatan VSM, terdapat berbagai istilah yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Istilah yang Digunakan dalam Value Stream Mapping

Istilah Pengertian

Cycle Time (CT) Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali proses.

Change Over Time (CO) Waktu set-up mesin yang dibutuhkan sebelum proses dilakukan (sekali untuk seluruh proses).

Value Added (VA) Waktu yang diperoleh dari cycle time proses yang dilakukan

Non-Value Added (NVA) Waktu yang diperoleh dari waktu menunggu seluruh benda kerja untuk diproses pada tahap selanjutnya.


(8)

3.3.1. Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping

Simbol dasar yang digunakan dalam Value Stream Mapping adalah

kombinasi dari simbol flowchart dan bentuk unik yang digunakan untuk visual

mewakili berbagai tugas dan fungsi dalam peta. Simbol dibagi menjadi beberapa kelompok diantaranya ialah seperti Gambar 3.2, Gambar 3.3, dan Gambar 3.4 berikut


(9)

Gambar 3.3. Simbol Aliran, Komunikasi, Sinyal, dan Label


(10)

3.4. SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)

Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang

lingkup penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat yang

digunakan untuk mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk pengembangan proses sebelum proses pengembangan itu dimulai. Penggambaran ruang lingkup dilakukan sebelum penggambaran lebih rinci untuk setiap proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:

1. Suppliers adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat

dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

2. Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh suppliers kepada proses. 3. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal

menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada

inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.

4. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri

manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses.

5. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang


(11)

sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Langkah-langkah dalam membuat Diagram SIPOC adalah:

1. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi dengan

elemen-elemen berkaitan. Diagram diberi keterangan Supplier, Input,

Process, Output, dan Costumer pada bagian atas.

2. Identifikasikan setiap level proses produksi.

3. Identifikasikan output dari setiap proses.

4. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.

5. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat

berfungsi dengan baik.

6. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses.

7. Identifikasikan kebutuhan dari konsumen.


(12)

3.5. Pengukuran Waktu Kerja dengan Stopwatch Time Study

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study)

diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang

berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran akan

diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu silus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standard penyelesaian pekerjaan bagi semua

pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.7

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan

maksud dan tujuan oengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini diuraikan sebagai berikut:

2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan

seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang

digunakan, dan lain-lain.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih

dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Amati, ukur, catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan

elemen-elemen kerja tersebut.

7


(13)

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Uji pula keseragaman data yang diperoleh.

6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja

yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini

ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk

performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh

mesin maka performance dianggap normal (100%).

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan

oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-lainnya.

9. Tetapkan wakatu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu

normal dan waktu longgar.

3.5.1. Rating Factor

Yang dimaksud dengan rating factor (penyesuaian) adalah dimana selama

pengukuran berlangsung, pengamat harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator/pekerja. Cara menentukan faktor penyesuaian ini antara lain:


(14)

1. Cara Persentase : besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran.

2. Cara Shumard : cara yang memberikan patokan-patokan penilaian melalui

kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai

sendiri-sendiri.

3. Cara Objektif : cara yang memperhatikan 2 faktor yaitu kecepatan kerja dan

tingkat kesulitan pekerjaan.

4. Cara Westinghouse : cara dimana ada 4 faktor yang menyebabkan tingkat

kewajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan (skill), usaha (effort), kondisi

kerja, dan konsistensi pekerja.

Cara westinghouse dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5.2. Allowance

Kelonggaran (Allowance) diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah

kebutuhan di luar kerja, yang terjadi selama pekerjaan berlangsung. Kelonggaran diberikan untuk 3 hal, yaitu:

a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)

Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam sewaktu bekerja.


(15)

b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue.

Fatigue merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari melakukan suatu pekerjaan.

c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay)

Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar kekuasaan/kendali pekerja.

Pemberian penyesuaian dan kelonggaran secara bersama-sama

selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik dari sisi pekerja maupun dari sisi

manajemen.

Adapun persentasi kelonggaran (Allowance) dapat dilihat di Tabel 3.2

Tabel 3.2. Allowance

Faktor Kelonggaran

Tenaga Yang dikeluarkan Pria Wanita

1. Dapat diabaikan 0,0-0,6 0,0-0,6

2. Sangat Ringan 6,0-7,5 6,0-7,5

3. Ringan 7,5-12,0 7,5-12,0

4. Sedang 12,0-19,0 16,0-30,0

5. Berat 19,0-30,0

6. Sangat Berat 30,0-50,00

Sikap Kerja

1. Duduk 0,0-1,0

2. Berdiri di atas dua kaki 1,0-2,5

3. Berdiri di atas satu kaki 2,5-4,0

4. Berbaring 2,5-4,0

5. Membungkuk 4,0-10

Gerakan Normal

1. Normal 0

2. Agak terbatas 0-5

3. Sulit 0-5

4. Anggota badan terbatas 5-10


(16)

Tabel 3.2. Allowance (Lanjutan)

Faktor Kelonggaran

Kelelahan Mata Cahaya Baik Cahaya Buruk

1. Pandangan yang terputus-putus 0,0-6,0 0,0-6,0

2. Pandangan hampir terus menerus 6,0-7,5 6,0-7,5

3. Pandangan terus menerus fokus berubah 7,5-12,0 7,5-16,0

4. Pandangan terus menerus fokus tetap 12,19,0 16,0-30,0

Keadaan Temperatur Kerja (C)

1. Beku (dibawah 0) Di atas 10

2. Rendah (0-13) 10-0

3. Sedang (13-22) 5-0

4. Normal (22-28) 0-5

5. Tinggi (28-38) 5-40

6. Sangat tinggi (diatas 38) Di atas 40

Keadaan Atmosfer

1. Baik 0

2. Cukup 0-5

3. Kurang baik 5-10

4. Buruk 10-20

Keadaan Lingkungan Yang Baik

1. bersih, sehat, kebisingan rendah 0

2. siklus kerja berulang 5-10 detik 0-1

3. siklus kerja berulang 0-5 detik 1-3

4. sangat bising 0-5

5. faktor yang menurukan kualitas 0-5

6. terasa adanya getaran lantai 5-10


(17)

3.7. Konsep “5W dan 1H”

Lima W dan satu H bukan hanya merupakan alat Kaizen

.

Alat ini juga

dipergunakan secara luas sebagai alat manajemen dalam berbagai lingkungan

.

Lima W dan satu H yaitu Who (siapa), What (apa), Where (dimana), When

(kapan), Why (mengapa), dan How (bagaimana)

.

Berkenaan dengan suatu proses,

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain : siapa yang melaksanakannya ? siapa yang seharusnya melaksanakan? Apa yang sedang dikerjakan? Apa yang seharusnya dikerjakan? Dimana melaksanakannya? Dimana seharusnya melaksanakan? Kapan melaksanakannya? Kapan seharusnya melaksanakannya? Mengapa melaksanakannya? Mengapa dilaksanakan dengan cara itu? Bagaimana melaksanakannya? Bagaimana seharusnya dilaksanakan?


(18)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT

.

Charoen Phokpand Indonesia yang

bergerak dalam bidang produksi sausage (sosis) yang beralamat di Jalan Pulau

Solor No.2 Desa Saentis, Kawasan Industri Medan Tahap II, Kecamatan Percut

Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

.

Waktu penelitian

dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan Oktober 2015.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian descriptive yaitu suatu jenis

penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. (Sinulingga; 2011).

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yaitu proses produksi yang terjadi pada bagian produksi

sausage (sosis) di PT

.

Charoen Phokpand Indonesia Food Division merupakan

produk yang memiliki persentase produk rework yang paling besar dan memiliki


(19)

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang

mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

a. Urutan proses produksi

Urutan proses produksi adalah rincian dari langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu produk.

b. Aliran material dan aliran informasi

Aliran material menggambarkan urutan penggunaan material hingga menjadi produk jadi. Aliran informasi adalah pola pemberian dan penerimaan informasi dalam membuat suatu produk.

c. Waktu standar

Waktu standar diperoleh dari rating factor, waktu siklus dan allowance

operator masing-masing stasiun kerja.

2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel utama yang

menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah minimisasi kegiatan yang bersifat wasting time (Non

Value Added Activity) dan minimisasi leadtime produksi.

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Penelitian dapat terlaksana secara terstruktur dan menjadi lebih mudah apabila tersedia kerangka konseptual penelitian yang akan dilakukan. Kerangka


(20)

konseptual merupakan konsep awal bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Pengumpulan Data 4.6.1. Sumber Data

Berdasarkan cara pengumpulannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan atau pengukuran langsung

.

Data yang termasuk kategori ini adalah data waktu proses produksi

.

b. Data sekunder diperoleh berdasarkan data dokumentasi perusahaan

.

Data yang

termasuk kategori ini adalah:

1. Data jumlah produksi per bulan

.

2. Urutan proses produksi

.

3. Jumlah operator produksi

.

4. Data jam dan shift kerja

.

5. Data jumlah mesin dari setiap stasiun kerja

.

Minimisasi Non Value Added Activity dan leadtime produksi Waktu Standar

Urutan Proses Produksi Aliran Material dan Informasi


(21)

4.7. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ditampilkan dalam blok diagram pada Gambar 4

.

2

.

Studi Pendahuluan

Mengamati fenomena yang terjadi di perusahaan secara langsung dilanjutkan dengan melakukan studi literatur untuk mencari dan memahami teori pendukung dalam

penyelesaian penelitian dengan metode lean

manufacturing

Identifikasi Masalah

Aliran proses produksi belum efisien karena banyaknya non value added activity yang dapat memperpanjang lead time sehingga mengakibatkan target produksi tidak

tercapai

Penetapan Tujuan

• Meningkatkan efisiensi aliran proses produksi dan mereduksi kegiatan non value added activity

Penerapan Lean Manufacturing

• Implementasi 5W1H

Pengumpulan Data

Melakukan pengumpulan data yang diperlukan sebagai bahan untuk memecahkan masalah di perusahaan

Pengumpulan Data Primer :

Waktu Standar

Pengumpulan Data Sekunder :

Data jumlah produksi Urutan proses produksi Jumlah operator Jam kerja efektif

Pengolahan Data

1. Perhitungan Waktu Standar 2. Pembentukan Current State Map 3. Pembentukan Process Activity Mapping

Analisa dan Evaluasi

Analisa terhadap current state map dan future state map dan pada tahap evaluasi dilakukan penyusunan strategi implementasi yang dibutuhkan sebagai langkah awal melakukan perbaikan untuk peningkatan produktivitas

Kesimpulan dan Saran

Membuat kesimpulan dari hasil pengolahan data dan membuat saran-saran yang dianggap perlu bagi

perusahaan


(22)

4.8. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan pengamatan proses produksi dan mengukur waktu proses

produksi

.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran

waktu stopwatch time study

.

2. Melakukan wawancara atau tanya jawab dengan penanggung jawab bagian

produksi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian

.

3. Mengumpulkan data sekunder yang diambil dari dokumen-dokumen

perusahaan yang berhubungan dengan penelitian

.

4.9. Metode Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam proses pengolahan data adalah:

1. Pembentukan Current State Mapping

Langkah-langkah untuk membentuk current state mapping adalah sebagai

berikut :

a. Penetapan Model line product

.

b. Penentuan Value Stream Manager

.

c. Pembentukan diagram SIPOC

.

d. Perhitungan waktu baku

.

e. Pembuatan peta untuk setiap kategori proses

.


(23)

g. Perhitungan Matrix Lean pada Current State Map

.

h. Identifikasi waste (non value added activity) pada Current State Map

dengan PAM (Process Activity Mapping)

.

2. Analisa Current State Map

Analisa perbaikan current state map dilakukan dengan mengidentifikasi

pemborosan apa saja yang terdapat di sepanjang value stream current state

.

Kemudian akan dicari akar permasalahan dan cara mengatasinya

.

Beberapa

langkah yang dilakukan yaitu :

a. Perincian aktivitas value added dan non value added

.

b. Analisa cycle time

.

c. Analisa Matrix Lean

.

d. Analisa PAM (Process Activity Mapping) dengan 5W1H

.

3. Pembentukan Future State Map yang merupakan gambaran keadaan yang

ingin dicapai oleh perusahaan kedepannya

.

Beberapa langkah yang perlu

dilakukan yaitu :

a. Penyusunan tindakan perbaikan berdasarkan analisa

b. Pembuatan PAM (Process Activity Mapping) usulan

.


(24)

4.10. Analisis Pemecahan Masalah

Setelah dilakukan perbaikan melalui pembentukan future state map, maka

pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hasil rancangan

.

Analisa meliputi

analisa current state map dan future state map

.

Pada tahap ini, akan dibandingkan

antara peta current state dengan peta future state yang telah dibuat

.

Dengan

demikian, akan dapat diketahui perbedaan kondisi yang dihadapi perusahaan saat ini dengan kondisi ideal yang mungkin untuk diterapkan dalam perusahaan

melalui rancangan future state

.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Penarikan kesimpulan dilakukan untuk merangkum hal-hal penting dalam

penelitian tersebut

.

Saran diberikan untuk penelitian selanjutnya yang ingin


(25)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan proses

proses produksi sosis (sausage). Data tersebut meliputi uraian proses produksi

dimulai dari awal hingga akhir, waktu dari setiap proses, flow process chart,

layout lantai produksi dan data lainnya untuk melengkapi current state map.

5.1.1 Data Waktu Siklus

Pengukuran waktu siklus dengan menggunakan stopwatch pada setiap

proses dari awal hingga akhir. Urutan aktivitas pembuatan sosis dapat dilihat pada Tabel 5.1. dimana aktivitas pembuatan sosis dibagi menjadi beberapa stasiun dan dilakukan pengukuran waktu siklus berdasarkan masing-masing stasiun. Data

waktu siklus untuk proses pembuatan sosis (sausage) dapat dilihat pada Tabel

5.2.

Tabel 5.1 Uraian Proses Pembuatan Sosis (Sausage)

No Stasiun

Kerja Aktivitas

1

Proses

Seasoning

Bahan seasoning dibawa ketempat penakaran

2 Bahan Seasoning ditimbang sesuai dengan formula

3 Dibawa ke mesin unimix dengan menggunakan midcart

4

Proses

Premixing

Bahan Premix dibawa ke tempat penakaran

5 Bahan Premix ditimbang sesuai dengan formula


(26)

Tabel 5.1 Uraian Proses Pembuatan Sosis (Sausage) (Lanjutan)

No Stasiun

Kerja Aktivitas

7

Proses

Emulsifying

Campuran emulsi diambil dari penyimpanan

8 Campuran emulsi ditimbang sesuai formula

9 Dibawa ke mesin unimix dengan menggunakan midcart

10

Proses

Mixing

Daging segar ditimbang sesuai formula

11 Daging segar dibawa ke mesin autogrind dengan midcart

12 Dihaluskan dengan mesin autogrind

13 Daging yang sudah dihaluskan dibawa ke mesin mixing

dengan midcart

14 Dicampur dengan semua adonan (seasoning, premix, emulsi,

nitrogen dan air) dengan mesin unimix

15 Dicacah kembali sampai adonan tercampur merata dengan

menggunakan mesin emulsi fryer

16

Packaging

Awal

Plastik dibawa ke mesin stuffer secara manual

17

Dicetak adonan dengan mesin stuffer bersamaan dengan

pada saat conveyor berjalan

18 Digantungkan pada trolly

19 Trolly yang berisi gantungan sosis dibawa ke smoke house

20

Cooking Ditumpuk sementara di smoke house

21 Dipanggang di mesin Fessman dengan suhu 80-100C

22

Sortir

Dipotong sesuai ukuran

23 Diseleksi produk untuk melihat apakah defect atau tidak

24 Dikemas produk dengan kemasan plastik

25

Metal detector

dan Weight checker

Dibawa hasil ke bagian pengepresan

26 Dipress kemasannya

27 Dibawa hasil ke mesin masukan check weighter dan metal

detector dengan menggunakan conveyor

28 Ditimbang berat produk yang sudah disesuaikan

29 Dibawa hasil ke mesin IQF

30 Didinginkan di mesin IQF dengan suhu -18C

31

Packaging

Akhir

Dibawa ke meja pengepakan

32 Dikemas produk dalam karton

33 Ditimbang berat karton

34

Penyimpanan

Dibawa kotak karton ke tempat penyimpanan

35 Ditumpuk sementara

36 Dibawa kotak karton ke warehouse dengan meja beroda

37 Disimpan di warehouse


(27)

Tabel 5.2 Data Waktu Siklus Proses Pembuatan Sosis (Sausage)

No Nama Stasiun

Pengamatan ke- (detik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Proses Seasoning

779 755 758 751 754 753 760 773 778 773

2 Proses Premixing

429 423 446 446 440 446 437 434 445 440

3 Proses

Emulsifying 517 513 520 512 508 514 498 501 502 508

4 Proses Mixing

7260 7263 7256 7256 7264 7267 7259 7261 7261 7257

5 Packaging Awal

2771 2775 2797 2776 2778 2790 2764 2795 2765 2783

6 Cooking

2474 2426 2463 2448 2424 2482 2435 2479 2412 2446

7 Sortir

3899 3902 3914 3899 3948 3906 3946 3928 3916 3911

8 Metaldetector dan

Weightchecker 5981 5965 5926 5937 5910 5950 5915 5972 5921 5969

9 Packaging Akhir

2476 2479 2474 2484 2480 2473 2472 2481 2490 2476

10 Penyimpanan

965 983 974 980 977 976 970 968 971 985


(28)

5.1.2. Flow Process Chart

Flow process chart dari proses pembuatan sosis dapat dilihat pada Lampiran .

5.1.3. Data Sekunder Untuk Melengkapi Current State Map

Dalam pembuatan peta untuk setiap kategori proses memerlukan data-data dan

informasi yang akan dirangkum dalam satu process box. Informasi yang

diperlukan dalam pembuatan process box ini adalah urutan proses, jumlah

operator, waktu siklus, change overtime, dan uptime. Dari hasil wawancara

dengan pihak bagian produksi PT. Charoen Pokphand Indonesi Food Division

diperoleh data jumlah pekerja pada tiap proses dan uptime untuk setiap proses yaitu:

a) Processing Lead Time merupakan total dari keseluruhan proses produksi mulai dari proses pengerjaan awal sampai proses produksi selesai. (George, 2005) b) Processing Time merupakan value added time dari proses produksi. (George,

2005)

c) Uptime merupakan waktu produksi aktual per hari tanpa adanya gangguan dan waktu istirahat.

Berikut ini merupakan contoh perhitungan uptime pada stasiun seasoning.

Uptime =(������ ���������� ���� ����� ℎ��� −����� ����� ����)

������������ ���� × 100%

=(8 ���×60 ����� x 60 detik )−(600 �����)

480 ����� ∗60 × 100% =97,9 %


(29)

d) Changeover time merupakan waktu yang digunakan dalam proses penggantian

part komponen mesin dalam setiap penggantian jenis produk. Sehingga data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Uptime dan Jumlah Operator Setiap Proses Produksi Sosis

Proses VA

Time (detik) Availability time (jam) Uptime (%) Scrap (%) Changeover time (menit) Jumlah Operator (orang)

Proses Seasoning 600 8 97,9 - 12 2

Proses Premixing 300 8 99 - 12 2

Proses

Emulsifying 300

8 99 - 12 2

Proses Mixing 3600 8 87,5 0,01 15 2

Packaging Awal 900 8 96,9 0,02 15 4

Cooking 950 8 96,7 - 20 2

Sortir 1800 8 93,8 5 1 7

Metal detector

dan Weight

checker 1800

8 93,8 1 1 3

Packaging Akhir 1800 8 93,8 - 1 2

Penyimpanan 360 8 98,8 - - 2

Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division

5.1.4. Data Produksi Produk

Produk yang akan dijadikan objek penelitian adalah produk sosis (sausage). Data

jumlah produksi sosis (sausage) pada bulan Oktober 2014– September 2015 dapat

dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Jumlah Produksi Sosis (Sausage)

Bulan Jumlah Produksi Jumlah Rework


(30)

November 2014 229.003 11.450

December 2014 218.433 10.922

January 2015 225.903 13.554

February 2015 210.762 14.753

March 2015 231.294 13.878

April 2015 201.637 12.098

May 2015 197.325 13.813

June 2015 217.385 10.869

July 2015 206.905 14.483

August 2015 221.696 11.085

September 2015 297.690 14.885

Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Pembuatan Current State Map

Current State Map adalah gambararn dari proses produksi yang berlangsung dalam perusahaan meliputi aliran material dan aliran informasi.

Current State Map terdiri atas beberapa langkah dimulai dari penentuan value stream manager hingga pembentukan peta aliran keseluruhan pabrik.

5.2.1.1.Penentuan produk yang akan menjadi model line

Tujuan pemilihan modelline adalah agar penggambaran sistem fokus pada

suatu produk yang dianggap dan mewakili keseluruhan sistem produksi di pabrik atau produk yang merupakan produk utama perusahaan.

Model line pada penelitian ini adalah produk sosis (sausages) di PT. Charoen

Pokphand Indonesi FoodDivision.


(31)

Value Stream Manager adalah seseorang yang memahami keseluruhan proses produksi yang terjadi secara detail dan memiliki peranan penting dalam proses produksi sehingga dapat memberikan informasi dengan lengkap dan dapat membantu dalam memberikan saran bagi perbaikan proses produksi. Dalam

penelitian ini, value stream manager adalah Ibu Nuri selaku asisten manager

bagian sausages PT. Charoen Pokphand Indonesi FoodDivision.

5.2.1.3. Penentuan Waktu Standar Proses

Informasi yang diperlukan dalam pembuatan peta untuk setiap kategori

proses (door-to-door flow) di sepanjang value stream antara lain adalah waktu

standar. Uji keseragaman data dan uji kecukupan data dilakukan untuk data

seluruh proses awal hingga akhir. Data waktu pengamatan untuk seasoning dapat

dilihat pada Tabel 5.5. dan hasil uji keseragaman dan uji kecukupan data waktu

siklus pada seasoning dapat dilihat pada perhitungan berikut ini.

Tabel 5.5. Waktu Pengamatan Seasoning

Pengamatan Seasoning

1 779

2 755

3 758

4 751

5 754

6 753

7 760

8 773

9 778

10 773

Rata-rata 763,4 Dari tabel diatas rata-rata waktu siklus adalah:


(32)

4 , 763 x _ =

1. Uji Keseragaman Data

Untuk menguji keseragaman data digunakan metode statistik dan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang diinginkan pengukur adalah tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%.

a. Perhitungan dari standar deviasi:

b. Perhitungan Batas Kelas Atas dan Batas Kelas Bawah

Dengan tingkat keyakinan 95% dan ketelitian 5%, maka nilai Z = 2

42 , 518 ) 49 , 122 ( 2 40 , 763 Z x BKB _ = − = − = σ 38 , 1008 ) 49 , 122 ( 2 40 , 763 Z x BKA _ = + = + =

σ

c. Pembuatan Peta Kontrol

Pembuatan peta kontrol dilakukan dengan memasukkan data waktu siklus yang dilengkapi dengan nilai BKA, BKB, dan nilai rata-rata.

49 , 122 1 10 763,4) -(783 2 ... 763,4) -(755 2 763,4) -(779 2 1 n ) x (x 10 1 i 2 _ i = − + + + = − − =

= σ σ σ


(33)

Gambar 5.1. Peta Kontrol Waktu Inspeksi Awal

Dari Gambar 5.1. dapat dilihat bahwa data waktu siklus untuk inspeksi awal yang diamati adalah seragam.

2. Uji Kecukupan Data

Setelah data seragam maka selanjutnya dilakukan uji kecukupan data dengan rumus sebagai berikut :

(

)

2 2 2 . / '           =

X X X N s k N Dimana :

X : data ke-I dari N sampel

k : tingkat kepercayaan (bernilai 2 untuk tingkat keyakinan 95%)

s : tingkat ketelitian yang digunakan sebesar 5%

N : jumlah data aktual untuk sampel

N′ : jumlah data yang seharusnya

Uji kecukupan data ini dilakukan untuk setiap proses. Perhitungan uji kecukupan

data seasoning dapat dilihat pada Tabel 5.6.

400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

BKB BKA


(34)

Tabel 5.6. Uji Kecukupan Data Proses Seasoning

Pengamatan Seasoning

1 779 606841

2 755 570025

3 758 574564

4 751 564001

5 754 568516

6 753 567009

7 760 577600

8 773 597529

9 778 605284

10 773 597529

Total 7634 5828898

0,30 7634 ) 7634 ( ) 5828898 ( 10 40 ' 2 2 =         = N

Data dinyatakan cukup jika nilai N>N’ berdasarkan hasil perhitungan. Sebaliknya, jika N<N’ maka data yang telah diambil belum mencukupi sehingga harus

ditambahkan jumlah data sebagai sampel. Nilai N = 10 > N’ = 0,30 maka

disimpulkan bahwa data waktu seasoning sudah cukup. Selanjutnya, semua uji

keseragaman dan uji kecukupan pada masing-masing stasiun dapat dilakukan

dengan cara yang sama. Rekapitulasi uji keseragaman dan uji kecukupan data dapat dilihat pada Tabel 5.7. berikut.


(35)

Tabel 5.7. Uji Keseragaman dan Uji Kecukupan Data Waktu Proses

Proses BKB BKA

Rata-rata N'

Uji Keseragaman data Uji Kecukupan Data

Proses Seasoning 518,42 1.008,38 763 0,30 Seragam Cukup

Proses Premixing 312,29 564,91 438,6 0,47 Seragam Cukup

Proses Emulsifying 404,83 613,77 509,3 0,29 Seragam Cukup

Proses Mixing 7234,53 7286,27 7260,4 0,00 Seragam Cukup

Packaging Awal 2506,87 3051,93 2779,4 0,03 Seragam Cukup

Cooking 1218,03 3679,77 2448,9 0,15 Seragam Cukup

Sortir 3258,47 4575,32 3916,9 0,03 Seragam Cukup

Metal detector dan

Weight checker 4577,84 7311,36 5944,6 0,03 Seragam Cukup

Packaging Akhir 2417,05 2539,94 2478,5 0,01 Seragam Cukup

Penyimpanan 889,37 1060,43 974,9 0,06 Seragam Seragam

3. Perhitungan Waktu Standar

Perhitungan waktu standar diperoleh dengan menggunakan data waktu siklus. Waktu siklus dari plat besi dibawa ketempat pemeriksaan adalah:

Waktu siklus 763

10

773 ... 755

779+ + + =

=

=

n Xi

Waktu standar diperoleh dengan menghitung waktu normal terlebih dahulu. Waktu siklus dari plat besi dibawa ketempat pemeriksaan adalah 763 detik.

- Rating factor = 0,02

- Allowance = 12 %

Waktu Normal = Waktu Siklus x (1 + Rating factor) = 763 x 1,02 = 778,26 detik

Waktu Standar = 884,39

12 100 100 26 , 778 100 100 =       − =       −allowance Wn


(36)

No Allowance % Allowance

1 Kebutuhan Pribadi (pria) 0,5

Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

2 Tenaga yang dikeluarkan 7,5

3 Sikap kerja (Berdiri diatas dua kaki) 1,0

4 Gerakan kerja (normal) 0

5 Kelelahan mata (pandangan terus menerus fokus

berubah-ubah ) 7,5

6 Keadaan atmosfir (baik) 0

7 Keadaan lingkungan yang baik (siklus kerja

berulang-ulang antara 5-10 detik) 0,5

8 Keadaan temperatur tempat kerja (Normal) 0

Total 17

Perhitungan waktu standar seluruh stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut Tabel 5.9 Rekapitulasi Perhitungan Waktu Standar Proses

Proses Waktu Siklus

Rata (detik)

Rf Waktu Normal (detik) Allowance (%) Waktu Standart (detik)

Proses Seasoning 763,4 1,02 778,668 17 938,15

Proses Premixing 438,6 1 447,372 17 539,00

Proses Emulsifying 509,3 1,06 524,579 17 632,02

Proses Mixing 7260,4 1,11 7623,42 14 8864,44

Packaging Awal 2779,4 1,02 2834,988 17,5 3436,35

Cooking 2448,9 1 2448,9 15,5 2898,11

Sortir 3916,9 1 4230,252 16,5 5066,17

Metal detector dan

Weight checker

5944,6 1,06 6301,276 15 7413,27

Packaging Akhir 2478,5 1,08 2676,78 15 3149,15

Penyimpanan 974,9 1,05 1023,65 17 1233,31

5.2.1.4. Pembentukan Diagram SIPOC

Diagram SIPOC untuk proses pembuatan sosis di PT. Charoen Pokphand


(37)

Supplier Input Process Output Customer

Raw Material Storage

Seasoning

Premixing

Emulsifying

Mixing

Packaging Aw

Premix

Plastik Casing

Sosis (Sausage)

Warehouse

Seasoning

Emulsi

Storage

Chill Room Daging Segar

Gambar 5.2. Diagram SIPOC PT. Charoen Pokphand Indonesia

5.2.1.5. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses

Setelah diperoleh waktu standar untuk setiap proses, langkah selanjutnya adalah pembuatan peta untuk setiap kategori proses dengan menggunakan data waktu siklus setiap proses ditambah dengan data lainnya seperti jumlah operator,

changeover time (C/O), uptime, dan available time. Langkah-langkah pembuatan peta kategori proses adalah sebagai berikut (Michael L George, 2005):


(38)

2. Melengkapi process box dengan data jumlah operator (Op), waktu siklus (C/T),

processing time (P/T), changeover time (C/O), uptime, dan available time (jam kerja tersedia).

3. Memasukkan waktu siklus di depan process box, dan processing time sebagai

value added time di bawah process box.

Informasi yang dikumpulkan pada satu process box dapat dilihat pada Gambar

5.3.

600 dtk 763,4

dtk =2

Seasoning

C/T : 763,4 detik P/T : 600 detik C/O : 12 mnt Uptime : 97,9% Available : 8 jam

Gambar 5.3. Process Box Pada Proses Seasoning

Process box pada Gambar 5.3. menunjukkan bahwa pada stasiunproses seasoning

terdapat 2 orang operator dengan waktu siklus 763,4 detik. Untuk peta kategori proses kegiatan lainnya juga dilakukan ketiga langkah tersebut. Masing-masing peta kategori proses tersebut kemudian dihubungkan dengan tanda panah yang


(39)

5.2.1.6. Pembuatan Peta Aliran Keseluruhan Pabrik

Pada tahap ini, setiap proses sepanjang value stream digabungkan dengan aliran

material dan aliran informasi sehingga menjadi satu kesatuan aliran dalam pabrik. Penjelasan mengenai kedua aliran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Aliran material

Material utama yang digunakan adalah daging ayam tanpa bulu yang diterima dari

supplier dan masuk ke bagian gudang bahan baku. Perusahaan biasanya membuat persediaan bahan baku sehingga setiap kali akan diproses, bahan baku telah tersedia.

2. Aliran informasi

Aliran informasi pada perusahaan ada 2 jenis yaitu:

a. Manual information flow merupakan aliran informasi yang terjadi secara

manual. Aliran informasi ini terjadi antara manajer dan supervisor

produksi serta tim APT (Autonomous Production Team) terhadap setiap

proses yang terjadi pada lantai produksi sesuai dengan jumlah yang ditentukan.

b. Electronic information flow merupakan informasi yang disampaikan melalui perangkat elektronik. Aliran informasi ini terjadi antara konsumen

dan bagian personalia, bagian pembelian dengan supplier bahan baku.

Perangkat elektronik yang digunakan berupa fax dan telepon.

Current state map yang telah dilengkapi aliran material dan aliran informasi dapat dilihat pada Gambar 5.4.


(40)

=2 Premixing

C/T : 438,6 detik P/T : 300 detik C/O : 12 menit Uptime : 99% Available : 8 jam

=2 Mixing

C/T : 7260,4 dtik P/T : 3600 detik C/O : 15 menit Uptime : 87,5% Available : 8 jam

=2 Emulsifying

C/T : 509,3 detik P/T : 300 detik C/O : 12 menit Uptime : 99% Available : 8 jam

=4 P. Awal

C/T : 2779,4 dtik P/T : 900 detik C/O : 15 menit Uptime : 96,9% Available : 8 jam

=2 Cooking

C/T : 2448,9 dtik P/T : 950 detik C/O : 20 menit Uptime : 96,7% Available : 8 jam

=7 Sortir

C/T : 3916,9 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=3 MD&WC

C/T : 5944,6 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=2 P. Akhir

C/T : 2478,5 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=2 Penyimpanan

C/T : 974,9 detik P/T : 360 detik C/O : -Uptime : 98,8% Available : 8 jam

Manager Sausages Supplier Distributor Warehouse Finish Good Warehouse Finish Good

Processing Time : 12410 det Process Lead Time : 27514,9 det Total 600 detik 763,4 detik 300 detik 438,6 detik 300 detik 509,3 detik 3600 detik 7260,4 detik 900 detik 2779,4 detik 950 detik 2448,9 detik 1800 detik 5944,6 detik 1800 detik 2478,5 detik =2 Seasoning

C/T : 763,4 detik P/T : 600 detik C/O : 12 menit Uptime : 97,9% Available : 8 jam

360 detik 974,9 detik 3916, 9 detik 1800 detik Manager Purcashe Manager Warehouse Manager Plant Head Plant


(41)

5.2.1.7.Process Activity Mapping

Dalam mengidentifikasi adanya kegiatan-kegiatan non value added bagi

perusahaan, dilakukan pengamatan secara langsung ke dalam perusahaan. Dengan adanya pengamatan yang didukung wawancara dengan para pekerja dan

pengawas, maka dapat dilihat ada atau tidaknya waste dalam perusahaan. Selain

itu, dapat digunakan suatu tool yang dapat mengidentifikasi adanya waste yaitu

Process Activity Mapping (PAM). Adapun bentuk Process Activity Mapping

(PAM) untuk produk sausage dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Process Activity Mapping

No. Elemen Kegiatan Waktu

(detik) O D T S I NVA/VA

1 Seasoning dibawa ketempat penakaran 55 √ NVA

2 Seasoning ditimbang sesuai dengan

formula 600 √ NVA

3 Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 80 √ NVA

4 Premix dibawa ke tempat penakaran 45 √ NVA

5 Premix ditimbang sesuai dengan formula 300 √ NVA

6 Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 75 √ NVA

7 Campuran emulsi diambil dari

penyimpanan 120 √ NVA

8 Campuran emulsi ditimbang sesuai

formula 300 √ NVA

9 Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 78 √ NVA

10 Daging segar ditimbang sesuai formula 1200 √ NVA

11

Daging segar yang sudah ditimbang

dibawa ke mesin autogrind dengan

midcart 300

√ NVA

12 Dihaluskan dengan mesin autogrind 3600 √ VA

13 Daging yang sudah dihaluskan dibawa ke


(42)

Tabel 5.10. Process Activity Mapping (Lanjutan) No. Elemen Kegiatan Waktu

(detik) O D T S I NVA/VA 14

Dicampur dengan semua adonan

(seasoning, premix, emulsi, nitrogen dan

air) dengan mesin unimix 900

√ VA

15

Dicacah kembali sampai adonan tercampur merata dengan menggunakan mesin emulsi

fryer 950

√ VA

16 Plastik dibawa ke mesin stuffer secara

manual 180 √ NVA

17

Dicetak adonan dengan mesin stuffer bersamaan dengan pada saat conveyor

berjalan 1800

√ VA

18 Digantungkan pada trolly 600 √ NVA

19 Trolly yang berisi gantungan sosis dibawa

ke smoke house 180 √ NVA

20 Ditumpuk sementara di smoke house 600 √ NVA

21 Dipanggang di mesin Fessman dengan

suhu 80-1000C 1800 √ VA

22 Dipotong sesuai ukuran 1800 √ VA

23 Diseleksi produk untuk melihat apakah

defect atau tidak 300 √ NVA

24 Dikemas produk dengan kemasan plastik 1800 √ VA

25 Dibawa hasil ke bagian pengepresan 120 √ NVA

26 Dipress kemasannya 1800 √ VA

27

Dibawa hasil ke mesin masukan check weighter dan metal detector dengan

menggunakan conveyor 30

√ NVA

28 Ditimbang berat produk yang sudah

disesuaikan 1500 √ NVA

29 Dibawa hasil ke mesin IQF 50 √ NVA

30 Didinginkan di mesin IQF dengan suhu

-180C 2400 √ VA

31 Dibawa ke meja pengepakan 50 √ NVA

32 Dikemas produk dalam karton 1800 √ VA

33 Ditimbang berat karton 600 √ NVA

34 Dibawa kotak karton ke tempat

penyimpanan 60 √ NVA

35 Ditumpuk sementara 600 √ NVA

36 Dibawa kotak karton ke warehouse dengan

meja beroda 300 √ NVA


(43)

Keterangan Tabel 5.10.

1. O = Operation

2. D = Delay

3. T = Transportasi

4. S = Storage

5. I = Inspeksi

Rekapitulasi hasil PAM dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Jumlah dan Waktu Hasil PAM untuk Produksi Sausage (Sosis) Kegiatan Jumlah Waktu (detik )

Operasi (O) 10 18650

Transportasi (T) 17 2623

Inspeksi (I) 7 4800

Storage (S) 1 28800

Delay (D) 2 1200

Berdasarkan hasil identifikasi aktivitas proses yang terdapat pada lini produksi akan dilakukan eliminasi aktivitas yang dianggap tidak memiliki nilai tambah. Selain itu, akan dipertimbangkan juga perbaikan aktivitas yang dapat meminimisasi waktu proses produksi menjadi lebih singkat. Aktivitas yang

merupakan non value added activity dan yang dapat dievaluasi yaitu aktivitas

1,4,7,16 dan 35. Hal ini didasarkan melalui pengamatan langsung dan hasil diskusi karena adanya kegiatan transportasi dan proses produksi yang berlebih sehingga tidak memberikan nilai tambah.


(44)

Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan waste yang tidak memberikan nilai tambah, sehingga dilakukan analisis dengan metode 5W dan 1H yang dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Analisis Aktivitas Dengan Metode 5W dan 1H

Aktivitas Analisis Keterangan

1

What Bahan Seasoning dibawa ketempat penakaran.

Who Operator seasoning

Where Di stasiun seasoning

When Elemen kerja ini dilakukan diproses awal produksi.

Why Kegiatan transportasi ini tidak efektif dan dapat memperlama lead

time produksi yang seharusnya dapat dieliminasi.

How Kegiatan transportasi ini dieliminasi dengan cara melakukan

proses penimbangan langsung di gudang bahan baku.

4

What Bahan Premix dibawa ke tempat penakaran

Who Operator premix

Where Di stasiun premixing

When Elemen kerja ini dilakukan setelah proses seasoning.

Why Kegiatan transportasi ini tidak efektif dan dapat memperlama lead

time produksi yang seharusnya dapat dieliminasi.

How Kegiatan transportasi ini dieliminasi dengan cara melakukan

proses penimbangan langsung di gudang bahan baku.

7

What Campuran emulsi diambil dari penyimpanan

Who Operator emulsiying

Where Di stasiun emulsifying

When Elemen kerja ini dilakukan setelah proses premixing.

Why Kegiatan transportasi ini tidak efektif dan dapat memperlama lead

time produksi yang seharusnya dapat dieliminasi.

How Kegiatan transportasi ini dieliminasi dengan cara melakukan

proses penimbangan langsung di gudang bahan baku.

16

What Plastik dibawa ke mesin stuffer secara manual

Who Operator mixing

Where Di stasiun mixing

When Aktivitas ini dilakukan setelah saat melakukan pencacahan ulang


(45)

Why Kegiatan ini dianggap tidak efektif karena menambah lead time produksi yang seharusnya dapat dieliminasi.

How

Kegiatan ini dapat dieliminasi dengan cara plastik sudah disediakan terlebih dahulu diawal proses produksi, sehingga waktu produksi menjadi lebih singkat.

Tabel 5.12. Analisis Aktivitas Dengan Metode 5W dan 1H (Lanjutan)

Aktivitas Analisis Keterangan

35

What Ditumpuk sementara

Who Operator penyimpanan

Where Di stasiun penyimpanan

When Setelah kotak karton dibawa ke tempat penyimpanan

Why Kegiatan ini termasuk waste karena menambah waktu produksi

yang seharusnya dapat dieliminasi

How Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membawa produk

langsung ke warehouse

5.2.1.8. Process Activity Mapping Usulan

Setelah dilakukan perbaikan, tahap selanjutnya adalah menggambarkan hasil

perbaikan melalui process activity mapping usulan. Pada Process Activity

Mapping aktual untuk aktivitas 1,4 dan 7 dapat dieliminasi dengan cara melakukan proses penimbangan langsung di gudang bahan baku. Untuk aktivitas selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13. Process Activity Mapping Usulan No. Elemen Kegiatan Waktu

(detik) O D T S I NVA/VA

1

Seasoning ditimbang sesuai dengan

formula 600 √ NVA

2

Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 80 √ NVA


(46)

4

Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 75 √ NVA

5

Campuran emulsi ditimbang sesuai

formula 300 √ NVA

6

Dibawa ke mesin unimix dengan

menggunakan midcart 78 √ NVA

7 Daging segar ditimbang sesuai formula 1200 √ NVA

Tabel 5.13. Process Activity Mapping Usulan (Lanjutan)

No. Elemen Kegiatan Waktu

(menit) O D T S I NVA/VA

8

Daging segar yang sudah ditimbang dibawa

ke mesin autogrind dengan midcart 300 √ NVA

9 Dihaluskan dengan mesin autogrind 3600 √ VA

10

Daging yang sudah dihaluskan dibawa ke

mesin mixing dengan midcart 300 √ NVA

11

Dicampur dengan semua adonan (seasoning,

premix, emulsi, nitrogen dan air) dengan

mesin unimix 900 √ VA

12

Dicacah kembali sampai adonan tercampur merata dengan menggunakan mesin emulsi

fryer 950 √ VA

13

Dicetak adonan dengan mesin stuffer bersamaan dengan pada saat conveyor

berjalan 1800 √ VA

14 Digantungkan pada trolly 600 √ NVA

15

Trolly yang berisi gantungan sosis dibawa ke

smoke house 180 √ NVA

16 Ditumpuk sementara di smoke house 600 √ NVA

17

Dipanggang di mesin Fessman dengan suhu

80-1000C 1800 √ VA

18 Dipotong sesuai ukuran 1800 √ VA

19

Diseleksi produk untuk melihat apakah defect

atau tidak 300 √ NVA

20 Dikemas produk dengan kemasan plastik 1800 √ VA

21 Dibawa hasil ke bagian pengepresan 120 √ NVA

22 Dipress kemasannya 1800 √ VA

23

Dibawa hasil ke mesin masukan check

weighter dan metaldetector dengan

menggunakan conveyor 30 √ NVA

24

Ditimbang berat produk yang sudah

disesuaikan 1500 √ NVA


(47)

26 Didinginkan di mesin IQF dengan suhu -180C 2400 √ VA

27 Dibawa ke meja pengepakan 50 √ NVA

28 Dikemas produk dalam karton 1800 √ VA

29 Ditimbang berat karton 600 √ NVA

30 Dibawa kotak karton ke tempat penyimpanan 60 √ NVA

31

Dibawa kotak karton ke warehouse dengan

meja beroda 300 √ NVA

32 Disimpan di warehouse 28800 √ NVA

Keterangan Tabel 5.19. 1. O = Operation

2. D = Delay

3. T = Transportation

4. S = Storage

5. I = Inspection

Rekapitulasi hasil PAM dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Jumlah dan Waktu Hasil PAM Usulan Kegiatan Jumlah Waktu (detik )

Operasi (O) 10 18650

Transportasi (T) 13 2224

Inspeksi (I) 7 4800

Storage (S) 1 28800

Delay (D) 1 600

5.2.1.9. Penggambaran Future State Map

Penggambaran future state map berdasarkan hasil usulan perbaikan yang telah


(48)

yang dapat diamati atau diperkirakan dari kondisi saat ini. Future State Map dapat dilihat pada Gambar 5.5.


(49)

=2 Premixing

C/T : 393,6 detik P/T : 300 detik C/O : 12 menit Uptime : 99% Available : 8 jam

=2 Mixing

C/T : 7260,4 dtik P/T : 3600 detik C/O : 15 menit Uptime : 87,5% Available : 8 jam

=2 Emulsifying

C/T : 389,3 detik P/T : 300 detik C/O : 12 menit Uptime : 99% Available : 8 jam

=4 P. Awal

C/T : 2599,4 dtik P/T : 900 detik C/O : 15 menit Uptime : 96,9% Available : 8 jam

=2 Cooking

C/T : 2448,9 dtik P/T : 950 detik C/O : 20 menit Uptime : 96,7% Available : 8 jam

=7 Sortir

C/T : 3916,9 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=3 MD&WC

C/T : 5944,6 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=2 P. Akhir

C/T : 2478,5 dtik P/T : 1800 detik C/O : 1 menit Uptime : 93,8% Available : 8 jam

=2 Penyimpanan

C/T : 374,9 detik P/T : 360 detik C/O : -Uptime : 98,8% Available : 8 jam

Manager Sausage Supplier Distributor Warehouse Finish Good Warehouse Finish Good

Processing Time : 12410 det Process Lead Time : 26514,9det Total 600 detik 708,4 detik 300 detik 393,6 detik 300 detik 389,3 detik 3600 detik 7260,4 detik 900 detik 2599,4 detik 950 detik 2448,9 detik 1800 detik 5944, 6 detik 1800 detik 2478,5 detik =2 Seasoning

C/T : 708,4 detik P/T : 600 detik C/O : 12 menit Uptime : 97,9% Available : 8 jam

360 detik 374,9 detik 3916,9 detik 1800 detik Manager Plant Manager Warehouse Manager Purcashe Head Plant


(50)

I-1

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis

6.1.1. Analisis Current State Map

Current state map dijadikan acuan untuk mengidentifikasi pemborosan

yang terjadi di sepanjang value stream. Tahap analisis yang dilakukan pada

current state map adalah sebagai berikut :

1. Rincian proses yang termasuk dalam Value Added Time (VA) dan Non Value

Added Time (NVA).

Pada tahap ini dilakukan pengelompokan aktivitas yang value added dan

aktivitas yang non value added. Proses yang termasuk dalam value added

dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Total Value Added Time

Aktivitas Waktu

(Detik)

Dihaluskan dengan mesin autogrind 3600

Dicampur dengan semua adonan (seasoning, premix,

emulsi, nitrogen dan air) dengan mesin unimix 900

Dicacah kembali sampai adonan tercampur merata dengan

menggunakan mesin emulsi fryer 950

Dicetak adonan dengan mesin stuffer bersamaan dengan

pada saat conveyor berjalan 1800


(51)

Dipanggang di mesin Fessman dengan suhu 80-1000C 1800

Dipotong sesuai ukuran 1800

Tabel 6.1. Total Value Added Time (Lanjutan)

Aktivitas Waktu

(Detik)

Dikemas produk dengan kemasan plastic 1800

Dipress kemasannya 1800

Didinginkan di mesin IQF dengan suhu -180C 2400

Dikemas produk dalam karton 1800

Proses yang termasuk dalam non value added dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Total Non Value Added Time

Aktivitas Waktu

(Detik)

Seasoning dibawa ketempat penakaran 55

Seasoning ditimbang sesuai dengan formula 600

Dibawa ke mesin unimix dengan menggunakan midcart 80

Premix dibawa ke tempat penakaran 45

Premix ditimbang sesuai dengan formula 300

Dibawa ke mesin unimix dengan menggunakan midcart 75

Campuran emulsi diambil dari penyimpanan 120

Campuran emulsi ditimbang sesuai formula 300

Dibawa ke mesin unimix dengan menggunakan midcart 78

Daging segar ditimbang sesuai formula 1200

Daging segar yang sudah ditimbang dibawa ke mesin

autogrind dengan midcart 300

Dihaluskan dengan mesin autogrind 3600

Daging yang sudah dihaluskan dibawa ke mesin mixing

dengan midcart 300

Plastik dibawa ke mesin stuffer secara manual 180

Digantungkan pada trolly 600

Ditumpuk sementara di smoke house 600


(52)

Perbandingan antara value added dan non value added activity dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1. Pie Chart Value Added Activity dan Non Value Added Activity

Berdasarkan pie chart diatas dapat dilihat bahwa persentase value added

time sebesar 26 % dari aktivitas proses produksi sedangkan non value added time

dari proses produksi sebesar 74 %. Sedangkan hasil yang diperoleh melalui

current state map proses produksi yaitu nilai process lead time sebesar 678,11

menit dan processing time sebesar 173,94 menit.

2. Analisis Process Activity Mapping

Penggambaran Process Activity Mapping ini bertujuan untuk mengetahui

keadaan riil perusahaan saat ini khususnya dalam sistem produksi. Proses penggambarannya menggunakan data aktual perusahaan saat ini. Untuk data

26%

74%

Perbandingan

Value Added Activity

dan

Non Value Added Activity


(53)

waktu, dilakukan pengukuran secara langsung, Data waktu yang tertera pada

peta ini merupakan waktu untuk menghasilkan 1 produk double coil anti

nyamuk bakar. Proses yang ada merupakan gabungan antara aktivitas yang dilakukan oleh mesin dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Berdasarkan peta tersebut dapat terlihat bahwa terdapat 32 tipe aktivitas yang harus

dilakukan untuk mengahasilkan produk. Rekapitulasi hasil Process Activity

Mapping dapat dilihat pada tabel 6.3. berikut.

Tabel 6.3. Rekapitulasi Process Activity Mapping

Kegiatan Jumlah Waktu (menit )

Operasi (O) 12 173,94

Transportasi (T) 14 20,04

Inspeksi (I) 4 4,1

Storage (S) 1 480

Delay (D) O 0

3. Analisis 5W1H

Analisis 5W dan 1H dilakukan pada aktivitas yang merupakan non value added

activity dan yang dapat dievaluasi adalah aktivitas 1 (bahan baku active solution (bahan kimia) dibawa ke tempat penimbangan), aktivitas 4(Bahan baku tepung (BBT) dibawa ke tempat penimbangan), aktivitas 9 (Adonan

dibawa ke mesin crusher), aktivitas 27 (Coil dibawa ke bagian packing box),

dan aktivitas 32(Produk disimpan di warehouse finish good). Hal ini

didasarkan melalui pengamatan langsung dan hasil diskusi karena adanya kegiatan transportasi dan proses produksi yang berlebih sehingga tidak memberikan nilai tambah. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan waste yang tidak memberikan nilai tambah, sehingga dilakukan analisis dengan metode


(54)

5W dan 1H. Selain itu, kegiatan transportasi tersebut tidak akan menjadi penghalang pada proses produksi apabila direduksi atau dihilangkan karena

termasuk kegiatan unnecessary value added activity sehingga tidak akan

mengganggu operasional proses produksi.

6.1.2. Solusi dari Analisis Current State Map

6.1.2.1. Process Activity Mapping Usulan dan Future State Map

Setelah dilakukan perbaikan, tahap selanjutnya adalah menggambarkan

hasil perbaikan melalui process activity mapping usulan. Rekapitulasi hasil

Process Activity Mapping usulan dapat dilihat pada tabel 6.4. berikut.

Tabel 6.4. Rekapitulasi Process Activity Mapping Usulan Kegiatan Jumlah Waktu (menit )

Operasi (O) 12 173,94

Transportasi (T) 12 10,19

Inspeksi (I) 4 4,1

Storage (S) 1 240

Delay (D) O 0

Perbandingan antara value added dan non value added activity usulan


(55)

Gambar 6.2. Pie Chart Value Added Activity dan Non Value Added Activity

Usulan

Berdasarkan pie chart diatas dapat dilihat bahwa persentase value added

time sebesar 41 % dari aktivitas proses produksi sedangkan non value added time

dari proses produksi sebesar 59 %. Sedangkan hasil yang diperoleh melalui future

state map proses produksi yaitu nilai process lead time sebesar 426,69 menit dan

processing time sebesar 173,89 menit.

41%

59%

Perbandingan

Value Added Activity

dan

Non Value Added Activity

Usulan


(56)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berkut:

1. Pemborosan yang terjadi pada PT. Charoen Pokphand Indonesia Food

Division adalah pemborosan waktu. Untuk memperpendek lead time

produksi, digunakan pendekatan lean manufacturing dengan tools value

stream mapping, Process Activity Mapping dan 5W1H.

2. Aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity) pada proses

produksi dapat diidentifikasi dengan jumlah persentasi sebesar 67 %

sedangkan untuk value added activity berjumlah 33 %.

3. Pengurangan lead time yang akan dicapai pada penerapan future state map

diperoleh dari mengeliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah seperti transportasi dan dengan memperbaiki metode kerja.

4. Future state map proses produksi diperoleh dengan value stream mapping

mengalami process lead time yang lebih pendek sebesar 26.515 detik dan

processing time sebesar 12.410 detik.

7.2. Saran


(57)

1. Usulan perbaikan untuk studi Lean Manufacturing berikutnya sebaiknya dilakukan terhadap jenis produk lainnya dan memperhitungkan dari sisi finansial produk.

2. Untuk memudahkan peneliti berikutnya dalam menganalisa waste sepanjang

value stream, seluruh lapisan di perusahaan dituntut untuk dapat melakukan

perbaikan dalam bekerja sehingga perusahaan dapat mencapai lean


(58)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan PT. Charoen Pokphand Indonesia

Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia pertahun hingga

tahun 2014 menjadi langkah utama PT. Charoen Pokphand Indonesia Food

Division semakin berpacu dalam bisnis makanan olahan. Hal ini disebabkan karena banyaknya permintaan konsumen akan kebutuhan pangan di pangsa pasar semakin bertambah, dan hal inilah yang mendorong PT. Charoen Pokphand

Indonesia Food Division semakin di depan dan menjadi produsen kelas dunia

dalam bidang makanan olahan dari daging ayam.

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division mengembangkan bisnis

dibidang industri pengolahan makanan berbahan baku ayam dengan membuka pabrik pertamakali di daerah Cikande yang merupakan salah satu pabrik pengolahan ayam termodern di Indonesia yang juga merupakan pusat dari PT.

Charoen Pokphand Indonesia Food Division yang ada di Indonesia kemudian

membuka cabang di Salatiga, Surabaya dan Medan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang khususnya produk olahan ayam beku, sudah dibuka beberapa pabrik yang tersebar di

Indonesia. Salah satunya PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division

dibangun di Medan pada tahun 2011 bulan 5, berkedudukan di Jalan Pulau Solor No. 2, Kawasan Industri Medan II, Pada awal produksi di Medan, PT Charoen


(59)

Pokphand Indonesia Food Division ini terdiri dari tiga plant utama yaitu Cut Up,

Further Processing,dan Sausage Plant. Cut Up melakukan kegiatan pemotongan

ayam dan menghasilkan daging ayam, sedangkan Sausage Plant dan Further

Processing Plant menghasilkan daging ayam lanjutan.

PT. Charoen Pokphand Indonesia memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya. Visi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia adalah:

1 Menjadi produsen kelas dunia dalam bidang makanan olahan dari daging ayam

khususnya dan bahan lain umumnya.

2 Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadap dampak sosial

dan lingkungan di dalam menjalankan kegiatan tersebut.

Adapun misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia untuk mewujudkan visi tersebut adalah :

1 Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta

memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan

GMP (Good Manufacturing Procedures), SSOP (Sanitation Standard

Operating Procedures), Sistem Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001:2008.

2 Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian hidup sesuai peraturan

perundangan yang berlaku.

Produk PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division merupakan

produk dengan kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan

bahan baku ayam yang memenuhi standard ayam yang sehat, bebas dari segala


(60)

dengan halal dan hygienis, juga proses pengolahan yang diawasi secara ketat dan

sesuai dengan standard makanan yang bermutu tinggi, sampai pada kemasan dan

kualitas kontrol, serta distribusi yang dilakukan oleh sumberdaya manusia yang terbaik, didukung oleh mesin-mesin yang modern dan berteknologi tinggi. PT.

Charoen Pokphand Indonesia Food Division, memproduksi dan men-supply

produk yang bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia

seperti KFC, CFC, Wendys dan restaurant lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia

Food Division, sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang

dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan hygenis serta jaminan halal sangat

diutamakan, untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta kebutuhan pelanggan.

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division mengeluarkan kebijakan

mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu: Senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi & misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan. Menggalang kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara

terus-menerus. Seuai dengan motto “A Tradition of Quality

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Ruang lingkup bidang usaha pada PT. Charoen Pokphand Indonesia Food


(61)

1. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division merupakan industry

manufaktur yang memproduksi makanan olahan daging ayam yaitu sausage

dan further.

2. Bahan baku utama adalah ayam yang sudah beku yang berasal dari PT.

Charoen Pokphand Indonesia Food Division dari Cikande dan Salatiga.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division merupakan industri yang

bergerak dalam bidang pemotongan dan pengolahan daging ayam. Industri ini

terletak di Jalan Pulau Solor No. 2 Desa Saentis, Kawasan Industri Medan Tahap II, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

Bangunan PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division terdiri dari dua lantai.

Pada lantai pertama terdapat kantor Personalia, Product Development and Quality

Control, ruang rapat, gudang, dan ketiga Plant di atas. Selain itu, di perusahaan

juga terdapat satu pos satpam di pintugerbang masuk, kantin, dan masjid.

2.4. Daerah Pemasaran

Pasar merupakan tempat bertemunya antara produsen dan konsumen untuk melakukan proses transaksi atas suatu barang atau jasa. Pemasaran adalah suatu fungsi yang mencerminkan cara bagaimana memperlakukan pasar dan produk sehingga dapat memenuhi tujuan dalam memuaskan kebutuhan konsumen.


(62)

daerah Aceh, Medan, sedangkan untuk Sumatera bagian Selatan terdapat daerah Palembang dan Jambi.

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division

menggunakan struktur organisasi lini dan fungsional. Struktur organisasi fungsional adalah suatu struktur organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian berdasarkan dalam bidang pekerjaan tersebut seperti Further manager kepada Sausage manager dan seterusnya, sedangkan organisasi lini adalah suatu bentuk struktur organisasi dimana

wewenang mengalir dari pimpinan kepada bawahannya seperti plant head kepada

plant manager.Berikut merupakan struktur organisasi PT. Charoen Pokphand


(63)

Plant Head Plant Manager Further Manager Sausage Manager Cut Up Manager Warehouse Manager Engineering Manager PPIC Manager Purchasing Manager

Finance & Accounting Manager

Personal & General Affair Manager Further Supervisor Sausage Supervisor Cut Up Supervisor Warehouse Supervisor Engineering Supervisor PPIC Supervisor Purchasing Supervisor

Finance & Accounting Supervisor

Personal & General Affair Supervisor Further Foreman Sausage Foreman Cut Up Foreman Warehouse Foreman Engineering Foreman PPIC Foreman

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan

Purchasing Foreman

Finance & Accounting Foreman

Personal & General Affair Foreman

Keterangan:

--- = Garis Fungsional = Garis

Sumber: PT Charoen Pokphand Indonesia Food Division


(64)

Untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dapat dilihat pada lampiran-1

2.5.2. Jumlah Tenaga Kerja & Jam Kerja

Tenaga Kerja yang bekerja pada PT. Charoen Pokphand Indonesia Food

Division sebanyak 465 orang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sistem Pembagian Jumlah Tenaga Kerja

No Jabatan Jumlah (orang)

1 Plant Head 1

2 Plant Manager 1

3 Manager 9

4 Supervisior 9

5 Foreman (Mandor) 9

6 Karyawan 427

Jumlah 465

Dalam memelihara ketertiban dan kedisiplinan kerja setiap perusahaan mengeluarkan tata tertib/peraturan kerja yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan perusahaan, termasuk dalam penetapan jam kerja.

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division mengatur waktu kerja

sesuai dengan perundang-undangan tenaga kerja (dari Depnaker), yaitu: 40 jam seminggu. Setiap harinya rata-rata karyawan yang bekerja 7 jam.

Ketentuan jam kerja di PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-4 2.4. Daerah Pemasaran ... II-4 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-5 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan... II-5 2.5.2. Jumlah Tenaga Kerja & Jam Kerja ... II-7 2.5.3. Sistem Pengupahan & Fasilitas Lainnya ... II-8 2.6. Proses Produksi ... II-11

2.6.1. Bahan yang Digunakan ... II-11 2.6.1.1.Bahan Baku ... II-11 2.6.1.2.Bahan Tambahan ... II-12 2.6.1.3.Bahan Penolong ... II-13 2.6.2. Uraian Proses ... II-13 2.6.2.1. Further Production ... II-13 2.7. Mesin dan Peralatan ... II-17 2.7.1. Mesin Produksi ... II-17 2.7.2. Peralatan ... II-21 2.8. Utilitas ... II-21 2.9. Safety and Fire Protection ... II-24 2.10. Limbah ... II-26


(2)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1 Lean Manufacturing ... III-1

3.1.1. Langkah-langkah Penerapan Lean Manufacturing ... III-2

3.2 Waste (Pemborosan)... III-3 3.3 Value Stream Mapping (VSM) ... II-I4

3.3.1 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping ... III-7 3.4. SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) ... III-9

3.5. Pengukuran Waktu Kerja dengan Stopwatch Time Study ... III-10

3.5.1 Rating Factor ... III-11 3.5.2. Allowance ... III-13 3.6. Kaizen Five-Step Plan ... III-16 3.7. Konsep “5W dan 1H” ... III-17

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1 Tempat dan waktu penelitian ... IV-1 4.2 Jenis Penelitian ... IV-1 4.3 Objek Penelitian ... IV-1 4.4 Variabel Penelitian ... IV-2 4.5 Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.6 Pengolahan Data... IV-3


(3)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.6.1. Sumber Data ... IV-3 4.7 Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-4 4.8. Metode Pengumpulan Data ... IV-5 4.9 Metode Pengolahan Data ... IV-5 4.10. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-7 4.11. Kesimpulan dan Saran... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Data Waktu Siklus ... V-1 5.1.2. Flow Process Chart ... V-4

5.1.3. Data Sekunder Untuk Melengkapi Current State Map ... V-4

5.1.4. Data Produksi Produk ... V-5 5.2. Pengolahan Data... V-6 5.2.1 Pembuatan Current State Map ... V-6

5.2.1.1. Penentuan produk yang akan menjadi Model Line V-6

5.2.1.2. Penentuan Value Stream Manager ... V-7 5.2.1.3. Penentuan Waktu Standar Proses ... V-7 5.2.1.4. Pembentukan Diagram SIPOC ... V-12 5.2.1.5. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses .... V-13


(4)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.1.6. Pembuatan Peta Keseluruhan Pabrik... V-15 5.2.1.7. Process Activity Mapping ... V-17 5.2.1.8. Process Activity Mapping Usulan ... V-21 5.2.1.9.Penggambaran Future State Map ... V-24

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1 Analisis ... VI-1

6.1.1 Analisis Current State Map ... VI-1 6.1.2. Solusi Analisis Current State Map ... VI-5

6.1.2.1. Process Activity Mapping Usulan dan Future

State Map ... VI-5 VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-1 DAFTAR PUSTAKA


(5)

DAFTAR TABEL

TABEL

HALAMAN

1.1. Pengukuran Data Kecacatan Pada Bulan Oktober 2014 –

September 2015 ... I-2 2.1 Sistem Pembagian Jumlah Tenaga Kerja... II-7

2.2 Sistem Pembagian Jam Kerja Bagian Administrasi ... II-8

2.3 Sistem Pembagian Jam Kerja Bagian Produksi ... II-8

3.1 Istilah yang Digunakan dalam Value Stream Mapping ... III-6

3.2 Allowance... III-14 3.3 Pertanyaan Investigasi “5 Why” ... III-16 5.1 Uraian Proses Pembuatan Sosis (Sausage) ... V-1

5.2 Data Waktu Siklus Proses Pembuatan Sosis (Sausage) ... V-3

5.3 Uptime dan Jumlah Operator Setiap Proses Produksi Sosis ... V-5 5.4 Jumlah Produksi Sosis (Sausage) ... V-6 5.5 Waktu Pengamatan Seasoning ... V-7 5.6 Uji Kecukupan Data Proses Seasoning ... V-10

5.7 Uji Keseragaman dan Uji Kecukupan Data Waktu Proses ... V-11

5.8 Allowance Operator Proses Seasoning ... V-12

5.9 Rekapitulasi Perhitungan Waktu Standar Proses ... V-12

5.10. Process Activity Mapping ... V-17

5.11. Jumlah dan Waktu Hasil PAM untuk Produksi Sausage

(Sosis) ... V-19

5.12. Analisis Aktivitas Dengan Metode 5W dan 1H... V-20

5.13 Process Activity Mapping Usulan ... V-22 5.14 Jumlah dan Waktu Hasil PAM Usulan ... V-23 6.1 Total Value Added Time ... VI-1 6.2 Total Non Value Added Time ... VI-2 6.3 Rekapitulasi Process Activity Mapping ... VI-4 6.4 Rekapitulasi Analisis 5W1H ... VI-4 6.5 Rekapitulasi Process Activity Mapping Usulan ... VI-5


(6)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia ... II-6

2.2 Flowchart Proses Produksi Pembuatan Further ... II-16 3.1 Value Stream Mapping ... III-6 3.2 Simbol Proses, Entitas, Persediaan, dan Data ... III-7

3.3 Simbol Aliran, Komunikasi, Sinyal, dan Label ... III-8

3.4 Simbol Operator dan Transportasi... III-8 3.5 Diagram SIPOC ... III-10 3.6 Skema 5 S ... III-17 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2 Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-4 5.1 Peta Kontrol Waktu Inspeksi Awal ... V-9

5.2 Diagram SIPOC PT. Charoen Pokphand Indonesia ... V-9

5.3 Process Box Pada Proses Seasoning ... V-14 5.4 Current State Map ... V-16 5.5 Future State Map Proses Produksi ... V-25 6.1 Pie Chart Value Added Activity dan Non Value Added Activity . VI-3

6.2. Pie Chart Value Added Activity dan Non Value Added Activity