Hasil pengukuran kadar HDL

t-test. Dari hasil uji normalitas didapatkan data terdistribusi normal dan dari uji paired t-test, didapatkan nilai p-value 0,003 yang berarti menunjukkan terjadi peningkatan berat badan yang bermakna pada sebelum dan sesudah pemberian kurma Ajwa. Peningkatan berat badan yang bermakna selanjutnya akan diuji korelasi dengan kadar HDL. Dari hasil uji korelasi, didapatkan koefisien korelasi pearson sebesar -0,43 dan sig 0,05 pada hubungan berat badan dan kadar HDL sehingga dapat disimpulkan adanya korelasi negatif lemah berbanding terbalik antara berat badan dan kadar HDL yang tidak bermakna. 4.4.Hasil pengukuran kadar HDL berdasarkan jenis kelamin Kadar HDL berdasarkan jenis kelamin diperiksa selama dua kali yaitu hari-0 dan hari-29. Pada setiap pemeriksaan akan dibandingkan kadar HDL pada laki- laki dan pada perempuan. Berikut adalah hasil rata-rata kadar HDL menurut jenis kelamin. Gambar 4.3. Hasil rerata kadar HDL berdasarkan jenis kelamin sebelum dan sesudah pemberian kurma Pada hari ke-0 maupun hari ke-29, didapatkan kadar rerata HDL perempuan lebih tinggi daripada kadar HDL laki-laki. Pada hari ke-0 didapatkan rata-rata laki-laki sebesar 48,26 mgdL ± 6,68 mgdL sedangkan pada perempuan Hari 0 Hari 29 LAKI-LAKI 48,26 47,22 PEREMPUAN 51,28 47,92 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 K ad ar HD L m g d L ± 6.68 ± 6.84 ± 6.70 ± 4.81 didapatkan hasil rerata sebesar 51,28 mgdL ± 6,84 mgdL. Kadar HDL pada perempuan lebih tinggi daripada kadar HDL laki-laki sebesar 3,02 mgdL. Pada hari ke-29 didapatkan hasil pada laki-laki sebesar 47,22 mgdL ± 6,70 mgdL sedangkan pada perempuan didapatkan kadar HDL sebesar 47,92 mgdL ± 4,81 mgdL. Kadar HDL pada perempuan lebih tinggi daripada kadar HDL laki- laki sebesar 0,70 mgdL. Hal ini sesuai dengan penelitian Martiem Mawi 31. , yang melakukan pengukuran HDL pada kelompok laki-laki dan perempuan. Didapatkan hasil HDL pada laki laki sebesar 45,2± 14,9 mgdL dan HDL pada perempuan sebesar 57,0 ± 15,6 mgdL. Hal ini karena perempuan memiliki hormon esterogen yang dapat meningkatkan kadar HDL. Peningkatan HDL disebabkan peningkatan produksi Apo A-1 disertai pengurangan aktivitas enzim lipase hepar dan peningkatan HDL 2. 32. Terdapat penelitian mengenai efek pemberian terapi testosteron yang menjelaskan bahwa dengan terapi testosteron akan menurunkan kadar HDL tubuh. Hal ini karena terapi testosteron akan menyebabkan peningkatan efluks kolesterol dari endotel makrofag akan menstimulasi reverse cholesterol transport yang meningkatkan katabolisme HDL. 33. Pemeriksaan pertama pada subbab ini, yaitu membandingkan antara kadar HDL laki-laki dan perempuan pada hari-0. Hasil uji normalitas Saphiro Wilk didapatkan data terdistribusi normal p0,05 dan uji homogenitas Levene menunjukkan hasil yang homogen. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya akan dilakukan uji independent t-test. Independent t-test dilakukan ketika responden yang diperiksa adalah responden yang berbeda dan bukan berpasangan. Oleh karena itu, pada hari-0 sebelum pemberian kurma akan dibandingkan hasil kadar HDL pada laki-laki dan perempuan. Pada uji independent t-test didapatkan hasil kadar HDL perempuan lebih tinggi daripada kadar HDL laki-laki secara tidak bermakna p value 0,05 Pemeriksaan kedua, yaitu membandingkan antara kadar HDL laki-laki dan perempuan pada hari-29. Berdasarkan uji normalitas Saphiro Wilk Test, didapatkan hasil terdistribusi secara normal dan homogen berdasarkan Uji Levene. Selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dan didapatkan kadar HDL perempuan lebih tinggi dibandingkan kadar HDL laki-laki secara tidak bermakna.

4.5. Hasil kuosioner

Untuk mencegah kecenderungan bias dengan faktor perancu lain, maka telah dibuat kuosioner yang ada di lampiran. Kuosioner berisikan mengenai faktor makanan, aktivitas fisik responden, penyakit metabolik, dan penyakit berat sebelum dan sesudah mengonsumsi kurma. Dari data kuosioner yang diperoleh kemudian dilakukan skoring total. Hasil untuk pola makan tidak dapat dinilai karena data kuosioner yang tidak cukup untuk memenuhi skoring yang baik sehingga hanya dapat dilihat untuk perubahan sebelum dan sesudah pemberian kurma sedangkan hasil untuk aktivitas fisik dapat dinilai. Hasil skoring aktivitas fisik semua responden memiliki aktivitas yang dikategorikan aktivitas tingkat rendah.

4.6. Keterbatasan penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menemui beberapa keterbatasan, antara lain:  Tidak melakukan pengaturan pola makan dan aktivitas fisik yang seragam  Tidak diukurnya kadar zat aktif dalam satuan kurma ajwa  Tidak melakukan validasi kuosioner