Pengertian Pemahaman Bacaan Hakikat Pemahaman Bacaan

Karena para penulis-penulis kreatif dalam bidang fiksi pada umumnya memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikannya kepada para pembaca. penulis ingin agar kita merasakan apa yang telah dirasakan mengenai fakta dan visi kebenaran yang dilihat dan dirasainya. Sehingga pembaca dapat melihat pengalaman-pengalaman yang nyata ataupun imajinatif melalui mata penulis, yang ditumpahkannya melalui media kata- kata.. Pada bagian lain, Suhendar dan Pien Supinah mengatakan seseorang yang tingkat pemahaman bacaannya tinggi akan dengan mudah menangkap apa pokok-pokok pikiran yang diungkapkan pengarang di dalam tulisannya, baik yang tersirat maupun tersurat. Pernyataan itu, sebagaimana terdapat pada kutipan berikut. Membaca sebagai kegiatan menangkap apa yang tersirat dari bahan yang tersurat, sebagai kegiatan mengambil makna dari yang tersurat, tidak selamanya makna yang terkandung di dalam bahan bacaan itu sesuai dengan apa yang tertulis dalam bahan bacaan itu. hal ini karena adanya makna yang denotatif, yaitu makna yang sebenarnya atau makna menurut arti kamus. Dan ada makna yang konotatif yaitu makna yang lebih tinggi atau lebih dalam sesuai dengan lingkungan dan ragam bahasa yang dipakai. Contohnya, tertulisnya bunga, tetapi maknanya gadis cantik di kota itu. tersuratnya tiga anak kecil, tetapi maknanya tiga tuntutan rakyat TRITURA, Makna yang lebih tinggi atau lebih dalam itu terdapat di dalam karya-karya sastra seperti novel, cerpen, drama, dan puisi. Maknanya lebih dalam dan lebih tajam dari pada prosa biasa. 13 Hal ini pun diaminkan oleh Tarigan, yang menggolongkan pemahaman bacaan ke dalam beberapa golongan, yakni membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan literary standards, 13 Ibid. resensi kritis critical review, drama tulis printed drama serta pola-pola fiksi patterns of fiction. 14 Goodman dalam Suyatno mendefinisikan pemahaman bacaan rekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks. 15 Menurutnya, rekonstruksi itu berlapis dan interaktif. Selain itu, rekonstruksi adalah proses pembentukan serta pengujian hipotesis. Pesan digali melalui lapisan-lapisan makna yang terdapat dalam teks tersebut.Oleh sebab itu, pembaca membuat dan menguji hipotesis dari bacaannya. Hasil dari pengujian hipotesis tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menarik inferensi bagi pembaca mengenai pesan yang dimaksud dan yang ingin disampaikan oleh penulis. Sementara itu pada bagian lain Harjasujana dalam Suyatno menganggap pemhaman bacaan sebagai pemahaman kalimat-kalimat. Pemahaman tentang kalimat-kalimat itu meliputi pula kemampuan menggunakan teori tentang hubungan-hubungan struktural antarkalimat. Pengetahuan tentang hubungan struktural itu berguna bagi proses pemahaman kalimat, sebab kalimat bukanlah untaian kata-kata saja melainkan untaian kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik. 16 Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan-hubungan struktural yang penting untuk memahami makna kalimat itu tidak hanya diberikan dalam struktur luar, akan tetapi juga diberikan dalam struktur isi kalimat itu sendiri. Pemahaman kalimat tidak akan dapat dilakukan dengan baik tanpa dukungan pemahaman atas hubungan isi antarkalimat tersebut. Untuk itu, agar memiliki keterbacaan yang tinggi, kalimat yang disusun dalam suatu wacana harus selalu memperhatikan unsur struktur luar, struktur isi, dan hubungan antarkeduanya. 14 Tarigan, Op.Cit., h. 58. 15 Suyatno, Op.Cit., h. 36. 16 Ibid. Masalah yang berhubungan dengan pengaruh struktur kalimat terhadap proses membaca ada dalam bidang yang sangat khusus yakni keterbacaan. Dale dan Chall dalam Kholid Harras menyatakan bahwa keterbacaan adalah keseluruhan unsur teks yang mempengaruhi keberhasilan pembaca dalam memahami teks yang dibaca. 17 Sejalan dengan Dale dan Chall dalam Kholid Harras, Ajat Sakri dalam Suyatno mengemukakan bahwa keterbacaan readability bergantung pada kosakata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang untuk tulisannya. 18 Tulisan yang banyak mengandung kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosakata sehari-hari. Tentang hal ini telah dijelaskan pada penjelasan tentang kosakata baca. Demikian pula, bangun kalimat yang panjang dan menyulitkan pembaca yang tingkat perkembangan usianya berbeda. Uraian-uraian tentang keterbacaan di atas mengimplikasikan bahwa penyusunan bacaan yang menurut pengarang sudah sesuai dengan tingkat pekembangan usia anak, namun tanpa mengindahkan penguasaan kosakata dan kalimat yang digunakan dalam suatu wacana yang mereka kenal, maka bacaan tersebut akan gagal dalam hal keterbacaan. Dari pendapat para ahli di atas tentang pemahaman bacaan, dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan diperoleh dari aktivitas membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh penulis, baik tersurat maupun tersirat. 17 Suhendar, Op.Cit., h. 46. 18 Suyatno, Op.Cit., h. 37. 2. Tingkat-tingkat Pemahaman Bacaan Pembelajaran membaca pemahaman menurut Akhadiah dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda dimulai di kelas III Sekolah Dasar yaitu setelah siswa memiliki pengetahuan dasar membaca yang diperoleh di kalas I dan II yang diberikan melalui sub-sub pokok bahasan membaca pemahaman dengan tujuan agar siswa mampu memahami, menafsirkan serta menghayati isi bacaan. 19 Pengajaran membaca pemahaman akan memberikan dampak positif bagi keberhasilan siswa di masa mendatang apabila diselenggarakan dengan baik. Melalui pengajaran pemahaman yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik, siswa tidak saja memperoleh peningkatan dalam kemampuan bahasanya, melainkan juga mampu dalam bernalar, berkreativitas, dan penghayatannya tentang nilai-nilai moral. Menurut Barret dalam Suyatno, pada dasarnya tingkat pemahaman seseorang terhadap bacaan dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkat. Tingkatan ini terkenal dengan nama “Taksonomi Barret”, yakni: 1 pemahaman literal, 2 pemahaman inferensial, 3 pemahaman evaluasi, 4 pemahaman apresiasi. 20 Pada bagian lain, dijelaskan bahwa pemahaman literal adalah pemahaman yang dibutuhkan ingatan mengenai gagasan, kejadian-kejadian yang menyatakan secara jelas pada bacaan. Pemahaman inferensial adalah pemahaman yang ditujukan ketika pembaca menggunakan sintesis pada isi lateral tersebut pada suatu seleksi, pengetahuan personalnya, intuisi, dan imajinasinya sebagai suatu dasar untuk penghubung-penghubung hipotesis. Pada pemahaman inferensial ini, pernyataan-pernyataan imajinasi memerlukan pemikiran. 19 Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung: Upi Press, 2007, Cet. I, h. 80. 20 Suyatno, Op.Cit., h. 38-39. Sedangkan pemahaman evaluasi yaitu pemahaman yang ditujukan ketika pembaca menilai isi bacaan. Ia membandingkan kriteria eksternal dan internal. Kriteria eksternal ditunjukan dari subjektivitas pengarang dan internal berdasarkan pengalaman membaca, pengetahuannya yang menghubungkan antara yang ditulis dengan pembaca. Pemahaman apresiasi adalah pemahaman yang berkaitan dengan kesadaran teknik sastra, bentuk, gaya, dan struktur yang dikerjakan pengarang untuk mendorong respon- respon emosional pembacanya. Berdasarkan pendapat Barret tersebut, terlihat bahwa kegiatan pemahaman bacaan sangat perlu dilakukan untuk mengungkapkan makna dari seluruh bacaan. Melalui kegiatan pemahaman bacaan maka dengan mudah kita dapat memperoleh gagasan dan pesan yang terdapat dalam bacaan sehingga dengan mudah pula pembaca mampu menghubung-hubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lain.

3. Pengukuran Pemahaman Bacaan

Mengukur pemahaman bacaan siswa tidak terlepas dari kecepatan atau waktu membacanya. Setiap pengukuran yang berkaitan dengan kemampuan membaca ini tentu mencakup kecepatan dan pemahaman isi bacaan. Tampubolon dalam Suyatno mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman secara keseluruhan. Jadi, antara kecepatan dan pemahaman terhadap bacaan keduanya seiring. 21 Ditambahkan oleh Tampubolon, cara mengukur kemampuan membaca adalah jumlah kata yang dapat dibaca permenit dikalikan dengan presentase pemahaman isi bacaan. Pemahaman bacaan dapat diukur melalui pertanyaan yang menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan hal-hal apa saja 21 Ibid. yang tersurat dalam bacaan tersebut. Nuttall dalam Kholid Harras mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman bacaan dapat diukur melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. a. Pertanyaan pemahaman literal Questions of literal comprehension Pertanyaan pemahaman literal pada dasarnya menanyakan sesuatu yang tertera secara jelas dalam teks. Oleh karena itu, jawaban terhadap pertanyaan literal ini terdapat di dalam teks dan biasanya berupa kata-kata yang jelas dalam teks. Pertanyaan pemahaman literal ini penting untuk mengarahkan pembaca pada pemahaman yang lebih lanjut. b. Pertanyaan yang melibatkan reorganisasi dan interpretasi Pertanyaan yang melibatkan reorganisasi dan interpretasi ini lebih sulit dibandingkan dengan pertanyaan literal. Untuk menjawab pertanyaan jenis yang kedua ini pembaca harus mengumpulkan sejumlah informasi literal dari berbagai bagian teks kemudian menyatakan atau menginterpretasikan kembali informasi tersebut. c. Pertanyaan inferensi Pertanyaan jenis ini menanyakan sesuatu yang tidak secara eksplisit ada dalam teks. Pembaca harus memahami teks lebih baik untuk menemukan apa yang tersirat, menemukan implikasi dari apa yang tertera secara literal. pembaca harus mengumpulkan informasi-informasi yang tersebar dalam teks kemudian menyimpulkan, dan kemudian mengungkapkan apa yang terimplikasikan dibalik semua itu. d. Pertanyaan evaluasi Pertanyaan evaluasi mengharuskan pembaca untuk menilai teks, di sini pembaca dituntut tidak hanya merespon saja tetapi juga menganalisis respon yang dikemukakan serta menemukan alasannya. e. Pertanyaan yang memerlukan respon personal Pertanyaan yang memerlukan respon personal ini mengharuskan pembaca mereaksi isi teks yang dibacanya. Respon yang diberikan oleh pembaca tidak boleh mengabaikan bukti-bukti tertulis yang terdapat dalam teks. f. Pertanyaan aplikasi Jenis pertanyaan terakhir ini dapat dikategorikan sebagai pertanyaan aplikasi karena pada dasarnya pertanyaan kategori ini menanyakan apa yang bisa dilakukan pembaca setelah memahami teks. Pertanyaan jenis ini menyadarkan pembaca untuk melakukan sesuatu setelah memahami teks secara keseluruhan. 22 Sementara itu, Anderson dalam Suyatno mengemukakan bahwa tes kemampuan pemahaman bacaan mencakup hal-hal berikut. a. Tingkat pemahaman literal 1. Perbuatan apa pada cerita tersebut? 2. Siapa yang menjadi karakter-karakter utama? 3. Di mana hal itu berlangsung? b. Tingkat interpretasi 1. Apa yang pengarang coba katakan? 2. Apa tema pokoknya? 3. Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui? c. Tingkat ketiga 1. Simbol-simbol apa yang disampaikan? 2. Apakah saya dapat menyimpulkan dari apa yang dikatakan? 3. Evidensi-evidensi apa untuk generalisasi-generalisasi berikut?. 23 22 Harras, Op.Cit., h. 314-315. 23 Suyatno, Op.Cit., h. 40-41. Jadi, Anderson mengungkapkan bahwa pemahaman bacaan dapat diukur dalam tiga tingkatan, yaitu 1 tingkat pemahaman literal, 2 tingkat interpretasi, dan 3 tingkat pemahaman di luar wacana. Tingkat literal menanyakan hal-hal yang tersurat dalam bacaan, tingkat interpretasi menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan tingkat pemahaman ketiga menanyakan hal-hal di luar wacana. Farr dalam Suyatno mengemukakan bahwa untuk mengukur pemahaman bacaan diantaranya haruslah berisi pertanyaan tentang pandangan atau maksud pengarang dan pertanyaan tentang kesimpulan bacaan. Secara terinci Farr membagi pertanyaan itu menjadi sembilan. a. Pengetahuan tentang makna kata; b. Kemampuan memilih makna yang dimiliki kata atau frasa dalam latar kontekstual khusus; c. Kemampuan untuk memilih atau memahami susunan dari bacaan dan identitas sebelumnya dan kesimpulan-kesimpulan di dalamnya; d. Kemampuan menyeleksi gagasan pokok melalui bacaan; e. Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab khusus dalam suatu bacaan; f. Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam bacaan, tetapi tidak pada setiap kata-kata yang mana pertanyaan dijawab; g. Kemampuan menyimpulkan dari bacaan tentang isinya; h. Kemampuan mengingat apa yang ditulis dalam bacaan dan maksud dan suara hati pengarang; i. Kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang, dan pandangan pengarang, yaitu membuat kesimpulan-kesimpulan tentang suatu tulisan. 24 24 Suyatno, Op.Cit., h. 43.