latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Masalah

Sering kita jumpai dijalanan banyak anak-anak yang masih dibawah umur sudah mencari nafkah, misalnya saja menjadi pengamen, pengemis, pemulung, gelandangan dan masih banyak lagi. Tentu saja hal itu membuat prihatin bagi setiap orang yang melihatnya, terlebih pada usia-usia seperti mereka seharusnya sedang asyik menikmati masa anak-anaknya, bermain bersama teman sebayanya dan merasakan bangku sekolah. Di tengah masyarakat lain sedang berlomba untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, namun di sisi lain ada masyarakat yang tidak dapat bersekolah, bahkan mencari uang untuk sesuap nasi saja sulit. Sungguh kenyataan yang ironis ditengah usaha pemerintah untuk memajukan pendidikan di negeri ini. pendidikan merupakan peran yang sangat penting untuk membangun suatu Negara. Pemberian pendidikan formal, non formal maupun informal dari usia dini bisa menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pada masa yang akan datang dan diharapkan dapat member kontribusi positif dalam berbagai aspek kehidupan untuk kemajuan Negara. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia secara keseluruhan. Setiap manusia berhak mendapatkan atau memperoleh pendidikan, baik secara formal, informal maupun nonformal, sehingga pada gilirinanya ia akan memiliki mental, akhlak, moral dan fisik yang kuat serta menjadi manusia yang berbudaya tinggi dalam melaksanakan tuga, kewajiban dan tanggung jawab didalam masyarakat. 2 Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan meneruskan atau entranmisi kebudayaan, dianataranya nilai-nilai nenek moyang, kepada generasi muda. Dalam fungsi ini sekolah itu konservatif dan berusaha mempertahankan status quo demi kestabilan politik, kesatuan dan kesatuan bangsa.disamping itu sekolah jugu turut mendidik generasi muda agar hidup an menyusaikan diri dengan perubahan- perubahan yang sangat cepat akibat kemajuan teknologi dan ilmu Nasution : 2010 Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia secara keseluran hal ini juga tertulis pada undang- undang dasar Negara republik Indonesia pasal 31 ayat 1 tentang pendidikan dan kebudayaan “ setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”dan ayat 3 menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.. Dalam menindak lanjuti undang-undang tersebut, kementrian pendidikan nasional melakukan upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yakni dengan wajib pendidikan Dasar Enam Tahun yang dimulai pada tahun 1984 sampai dengan tahun 1993. Pada tahun 1994 pemerintah mencanangkan program wajib belajar Sembilan tahun yakni program ini diwajibkan bagi setiap warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama sembilan tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari SD atau MI hingga kelas Sembilan SMP atau MI.melalui program tersebut diharapkan dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki semua warga Negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak dimasyarakat dan dapat melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi 3 baik kelembaga pendidikan maupun luar sekolah. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa program tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapakan. Hal ini ditunjukkan masih banyaknya angka anak putus sekolah di Indonesia yang disebabkan berbagai faktor. Banyaknya kasus anak putus sekolah dapat mengakibatkan rendahnya pendidikan suatu bangsa dan akan berpengaruh terhadap peningkatan Human Development Indek HDI atau indeks pembangunan manusia, padahal peringkat HDI mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Indeks Pmbangunan Manusia IPM human development index HDI adalah pengukuran perbandingan ari harapan baik, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua Negara di seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah Negara adalah Negara maju, Negara berkembang, atau Negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Menurut gunawan 2010 :71, menyatakan putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat mampu melanjutkan studinya kejenjang pendidkan berikutnya. Misalanya, seorang warga masyarakat atau anak yang hanya mengikuti pendidikan di SD sampai kelas 5, disebut sebagai anak putus sekolah SD.demikian juga seorang warga masyarakat yang memiliki ijazah SD kemudian mengikuti pendidikan di SMP sampai kelas 2 saja disebut putus sekolah SMP, dan seterusnya. Hal ini terjadi disebabkan karena beberapa faktor seperti permasalahan ekonomi yang sangat dominan menjadi penyebab anak tidak sekolah, mayoritas anak berumur 7-17 tahun belum pernah bersekolah atau tidak sekolah lagi dengan 4 alasan tidak ada biaya yaitu sebesar 49,51 .faktor ekonomi juga bisa menyebabkan seorang anak harus bekerja dan mencari nafkah sehingga mendorong untuk tidak sekolah.ada 9,20 anak yang tidak sekolah dengan alasan bekerja mencari nafkah. Selain itu terdapat anak yang tidak bersekolah karena alasan sekolah jauh 3,87 , merasa pendidikan cukup 3,76 , cacat 3,71 , menikah mengurus rumah tangga 3,05 , malu karena ekonomi 1,25 , menunggu pengumuman 0,61 , tidak diterima 0,42 , dan sisanya adalah alasan lainnya 24,62 , kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak 2012 : 49. Biro pusat statistic menyebutkan angka putus sekolah di Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2003 terdapat angka putus sekolah sebesar 616.416 anak. Untuk 7-12 tahun sebanyak 182.773 anak, usia 13-15 tahun sebanyak 209.976 anak, dan usia 16-18 tahun sebanyak 223.676 anak. Sedangkan United Nations Educatinal and Cultural prganization UNESCO data terbaru menunjukkan bahwa 260.000 anak Indonesia putus sekolah tahun 2011,hal ini mengalami peningkatan yang tajam dibandingkan tahun 2010 hanya 160.000 anakhttps:acdpindonesia.wordpress.com20130610unesco-semakin-banyak- anak-putus-sekolah-di-indonesia diakses 28 april 2015 pukul 21: 38 WIB. Berdasarkan sumber dari Koran tribun Medan menyebutkan daerah Provinsi Sumatera Utara sepanjang 2011 jumlah anak usia sekolah yang tidak sekolah termasuk tinggi, yaitu mencapai sekitar 22.803 jiwa anak. Dari jumlah 22.803 siswa putus sekolah, 4.879 siswa berasal dari bangku Sekolah Dasar, 7.569 dari tingkat SMP, dan 10.355 siswa dari tingkat SMA. Persentase jumlah anak sekolah yang berkisar 5,08 dari 448.893 jiwa penduduk Medan yang berada pada usia 5 Sekolah 7-18 tahun atau sekitar 22.2803 jiwa. Dari persentase tersebut dketahui jumlah siswa yang putus sekolah tertinggiterbesar di tingkat sekolah menengah atas SMA. Menurut data statistic kota Medan bahawa persentase jumlah anak putus sekolah pada tahun ini yang putus sekolah memasuki SMA berkisar 23,9 dari 109.898 remaja kelompk usia 16-18 tahun. Jumlah ini terlalu jauh dari siswa putus sekolah saat memasuki SMP berkisar 6,25 dari 112.636 remaja kelompok usia 13-15 tahun dan berkisar 1,42 anak putus sekolah pada tingkat SD kelompok umur 7-12 tahun 223.356 anak. tribun news, 2012 Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar ke 3 di Indonesia. Kota Medan memiliki 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan . Salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor yang terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kelurahan Gedung Johor, Kelurahan Kedai Durian, Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning. Kelurahan Kwala Bekala merupakan salah satu Kelurahan Medan johor dengan jumlah penduduk 34.316 jiwa dengan kepala keluarga sebanyak 7.693 kepala Keluarga. Mayoritas pendidikan masyarakat di kelurahan ini adalah mayoritas jenjang pendidikan tingkat SMA dan sebagiannya Sarjana. Walaupun demikian namun didaerah tersebut memiliki jumlah anak putus sekolah yang tinggi dibandingkan kelurahan lainnya. Menurut data lembaga PKBM HANUBA anak putus sekolah dikelurahan kwala bekala tergolong tinggi dibanding kelurahan lainnya dikecamatan Medan Johor. Terdapat anak putus sekolah sebanyak 33 jiwa, setara SD sebanyak 13 orang setara SMP sebanyak 12 orang dan setara SMA sebanyak 9 orang. 6 Sedangkan Kelurahan lain yang ada di Kecamatan hanya memiliki beberapa orang anak yang putus sekolah.. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, Revandro 11 dan Eben 12 bersaudara ini merupakan anak dari ibu Rasmin 37 yang merupakan anak putus sekolah yang kesehariannya mengamen di lampu merah simpang pos kelurahan kwala bekala kecamatan Medan johor tepatnya di bawah fly over. Mereka putus sekolah sejak SD kelas 3 disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang rendah sehingga mereka tidak mampu melanjutkan pendidikannya dan mereka mengamen untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Ibu Rasmin merupakan pedagang asongan yang kesehariannya berjualan disekitar lampu merah simpang pos. penghasilan ibu rasmin yang rendah hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari yaitu berkisar untung 30 ribu perhari. Dengan kondisi ekonomi yang rendah mengakibatkan anak-anaknya ikut membantu ibunya dalam mencari nafkah dengan cara mengamen pada saat lampu merah. Permasalahan yang dilihat peneliti adalah apa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah. Beberapa teori menjelaskan bahwa faktor utama penyebab anak putus sekolah adalah faktor ekonomi keluaraga yang rendah. Sehubungan dengan tersebut maka untuk dapat mengetahui apa yang menyebabkan anak putus sekolah perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah ini dalam bentuk Skripsi dengan judul “ faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Keluraha Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan. 7

1.2 Rumusan Masalah