BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997, membawa
Indonesia ke dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, seakan-akan tanpa ada penyelesaian yang tepat. Dampak yang ditimbulkan dari krisis
tersebut adalah terganggunya pembangunan nasional secara luas, termasuk pembangunan industri gula. Pembangunan pada industri gula berarti akan
meningkatkan kesejahteraan juataan penduduk Indonesia khususnya petani dan pelaku agribisnis gula. Pembangunan industri gula tidak hanya
diarahkan pada peningkatan produksi dan pendapatan produsen saja. Akan tetapi, menyangkut pula para petani tebu dan pengembangan secara
keseluruhan sistem agribisnis gula yang dilaksanakan secara terpadu. Sejalan dengan terus membaiknya perkembangan industri gula di
Indonesia, agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri swasembada. Pemerintah harus didorong untuk mengeluarkan kebijakan yang ditujukan
untuk membangun dan membina industri gula agar mampu meningkatkan produktifitas dengan kualitas yang baik. Sehingga mampu berdaya saing
dengan gula impor serta dapat mengurangi ketergantungan akan impor gula secara bertahap.
Pada tahun 2005 volume impor gula putih dan gula mentah raw sugar yang diolah menjadi gula refinasi untuk keperluan industri makanan dan minuman menurun bila dibandingkan impor tahun 2004 sebesar 164. 814 ton.
Hal ini disebabkan konsumsi gula per kapita yang cukup stabil yaitu 12 Kg per kapita tahun Tabel 1, sedangkan produksi dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Pada tahun 2005 produksi gula nasional
masih rendah yaitu 2.241.742 ton. Sehingga masih di bawah kebutuhan nasional yaitu 3.439.640 ton. Untuk memenuhi devisit produksi sebesar 1.149.812 ton maka dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Berikut ini
data konsumsi nasional, produksi dalam negeri, volume impor dan stok gula nasional dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2005.
Tabel 1. Konsumsi dan Produksi Gula Tahun 1996-2005 ton Tahun Persediaan
awal Nasional
Produksi Dalam
Negeri Impor Konsumsi
Nasional Persediaan
Akhir Nasional
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
486.404 488.964
676.532 1.163.737
652.340 532,331
460,002 650,000
670,624 648,086
2.100.477 2.196.545
1.496.027 1.493.067
1.685.826 1,725,467
1,755,434 1,689,919
2,051,644 2,241,742
975.830 1.364.563
1.730.473 995.536
1.194.165 1,353,070
1,435,105 1,689,516
1,314,626 1,149,812
3.073.765 3.373.522
2.739.295 3.000.000
2,989,171 3,150,866
3,000,541 3,300,800
3,388,808 3,439,640
488.964 676.532
1.163.737 652.340
532.331 460,002
650,000 670,624
648,086 600,000
Sumber : Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Berdasarkan Tabel 1 di atas pertumbuhan industri gula nasional sejak tahun 2000 tampak mulai tumbuh secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari produksi dalam
negeri yang semakin meningkat dalam 6 tahun terakhir. Pada tahun 2005 produksi telah mencapai 2.241.742 ton dibandingkan tahun 2000 produksi masih sekitar
1.685.826 ton. Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 yang sangat drastis
hingga mencapai angka minus telah membuat petani kita tidak berdaya untuk berusahatani tebu dengan optimal. Hal ini berdampak terhadap kebutuhan
kemampuan petani dalam memenuhi sarana produksi yang sangat menentukan dalam tingkat produksi. Belum terlepas dari krisis ekonomi, petani terkena terpaan
iklim El-Nino yang menyebabkan usahatani tebu mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air. Hal ini mengakibatkan turunnya produktifitas
kemampuan tebu untuk menghasilkan rendemen dan hablur yang tinggi sehingga mempengaruhi tingkat produksi gula nasional.
Sejak tahun 2000 seiring dengan perkembangan agro-ekonomi yang semakin berkembang. Industri gula nasional juga mengalami peningkatan seperti terlihat
pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional
Tahun Luas areal
ha Produksi
ton hablur
Rendemen Konsumsi
ton hablur
Impor ton
hablur
2000 340,660 1,690,004 7.04
3,200,000 1,500,000 2001 344,441
1,725,467 6.85 3,250,000 1,500,000
2002 350,722 1,755,354 6.88
3,300,000 1,500,000 2003 336,257
1,634,560 7.21 3,350,000 1,500,000
2004 344,000 2,051,000 7.67
3,400,000 1,348,349
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu.Hal. 2 Departemen Pertanian . 2005
Tabel 2 di atas menunjukkan kinerja industri gula nasional mengalami peningkatan pada tahun 2000 produksi gulahablur sekitar 1,690,004 ton gula.
Sedangkan pada tahun 2004 produksi hablur meningkat dengan tajam hingga mencapai 2,051,000 ton hablur. Kinerja ini terus meningkat pada tahun 2005
seperti yang dinyatakan dalam tabel 3 berikut; Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Gula Di Indonesia Tahun 1999 - 2005
Produksi Tebu Produksi Hablur
Tahun Luas Areal
ha ton Ton
ha Rendemen
ton Tonha Kontri
busi hablur
JAWA 1999 209,709.8 12,791,139
61.0 6.65
851,007.6 4.06 57.2 2000 209,056.2 14,583,135
69.8 6.48
945,644.0 4.52 55.9
2001 211.000,4 15,456,113 73.3
6.18 655,690,5 4.53 55.4
2002 226,402.9 16,715,498 73.8
6.54 1,093,030.5 4.83
62.3 2003 208,566.1 14,788,442
70.9 6.93 1,024,760.6
4.91 62.8
2004 212,660.4 16,78,51 79.8 7.10 1,206,173.4
5.67 58.8
2005 239,310.4 20,434,296 85.4
6.79 1,387,049.1 5.80
61.8
LUAR JAWA 1999 131,079.03
8,610,695 65.7
7.40 637,591.2 4.56 42.8
2000 131,601.04 9,448,220
71.8 7.89
745,023.2 5.66 44.1 2001 133,440.69
9,730,141 72.9
7.91 769,776.9 5.77 44.6
2002 124,320.069 8,817,933
70.9 7.51
662,403.2 5.33 37.7 2003 127,158.5 7,842,667
61.7 7.74
607,158.3 4.77 37.2 2004 132,133.0 9,764,429
73.9 8.66
845,470.4 6.40 41.2 2005 142,737.5 10,704,329
75.0 7.99
855,747.6 6.00 38.2
Indonesia
1999 340,800.1 21,401,834 62.8
6.96 1,488,598.8 4.37
100.0 2000 340,660.2 24,031,355
70.5 7.04 1,690,667.2
4.96 100.0
2001 344,441.3 25,186,254 73.1
6.85 1,725,467.4 5.01
100.0 2002 350,722.9 25,533,431
72.8 6.88 1,755,433.7
5.01 100.0
2003 335,724.6 22,631,109 67.4
7.21 1,631,918.9 4.86
100.0 2004 344,793.4 26,743,179
77.6 7.67 2,051,643.8
5.95 100.0
2005 382,047.9 31,138,625 81.5
7.20 2,242,796.7 5.87
100.0
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa luas areal dan produksi tebu gula dalam tujuh tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 luas areal
tebu mengalami penurunan sekitar 139,9 ha, sedangkan pada tahun 1999 luas areal mencapai 340.800,1 ha. Pada tahun 2001 dan 2002 mengalami kenaikan
sekitar 6.281,6 ha dan terus meningkat sehingga pada tahun 2002 luas areal tebu mencapai 350.722,9 ha. Akan tetapi, pada tahun 2003 mengalami penurunan
sekitar 14.998,3 ha. Namun demikian, pada tahun 2004 dan 2005 luas areal tebu tebu kembali mengalami peningkatan. Sehingga pada tahun 2005 luas areal tebu
mencapai 382.047.9 ha dengan hasil produksi gula sebesar 2.242.796,7 kilogram.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi gula adalah dengan memperluas skala usaha yaitu menambah pabrik gula yang diikuti dengan
penambahan areal lahan tebu. Perluasan areal tersebut artinya akan memberikan peluang dalam penyerapan tenaga kerja. Perluasan areal tebu dapat terjadi jika
petani tertarik untuk menanam tebu yaitu bila usahatani tebu lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan usahatani komoditi pertanian lainnya.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi, pabrik gula harus memperluas areal lahan tebunya untuk memasok bahan baku tebu untuk memenuhi kapasitas
giling pabrik gula. Hal ini akan berpengaruh pada biaya sewa lahan yang terus meningkat, begitu pula biaya produksinya. Maka diperlukan suatu analisa tentang
biaya pokok produksi gula untuk menentukan harga pokok gula pada petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat APTR.
1.2. Perumusan Masalah