KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHATANI (TRKSU) DAN PETANI TEBU RAKYAT MANDIRI (TRM) DENGAN PABRIK GULA CANDI BARU DI KECAMATAN CANDI SIDOARJO.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh: RIANA DWIJAYANTI

NPM : 0724010013

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Manajemen Agribisnis

Oleh:

RIANA DWIJAYANTI NPM : 0724010013

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(3)

RINGKASAN

Tebu merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan oleh petani, sehingga tebu mempunyai arti penting dalam menyusun pendapatan petani, di samping itu juga untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Untuk menjaga agar produksi gula jangan sampai menurun serta meningkatkan pendapatan khususnya petani tebu, langkah yang ditempuh pemerintah adalah melalui program kemitraan yang dikenal dengan Tebu Rakyat Mandiri dan Tebu Rakyat Kerja Sama Usahatani (Mirzawan, 2001).

Tujuan kemitraan yang sesungguhnya yaitu tujuan yang diharapkan oleh masing-masing pihak dapat mencapai kesetaraan walau pada pelaksanaannya masih menemui beberapa kendala. Kendala utama adalah isu rendemen. Selain itu masih terdapat pandangan bahwa masih ada hasil sampingan dari tebu yang tidak dibagi. Alasan utama peninjauan kembali ketentuan sistem bagi hasil adalah meningkatkan pendapatan petani sehingga pemasok bahan baku dan pabrik gula sebagai pemroses bahan baku yang sama-sama tidak mau dirugikan meskipun cara seperti itu sebenarnya kurang menguntungkan bagi pabrik gula, tetapi apabila ditunjang peningkatan mutu tebu bermanfaat bagi petani maupun pabrik gula (Mirzawan, 2001).

Kecamatan Candi, Sidoarjo merupakan salah satu kecamatan dimana banyak terdapat petani tebu yang bermitra dengan Pabrik Gula Candi Baru. PG. Candi Baru sendiri menggunakan sistem kemitraan.dalam menyediakan bahan baku produksinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan prosedur pelaksanaan kemitraan antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra, mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula Candi Baru, mengetahui harmonisasi kemitraan yang terjadi antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra, dalam kaitannya dengan perjanjian kemitraan dan menganalisa perbedaan biaya usahatani, penerimaan dan pendapatan antara petani TRKSU dan petani TRM Pabrik Gula Candi Baru. Analisis dalam penelitian ini digunakan berbagai analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis uji beda rata-rata.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan kemitraan antara petani TRKSU dan petani TRM dengan Pabrik Gula Candi Baru di Kecamatan Candi-Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa Prosedur pelaksanaan yang ditetapkan oleh PG Candi Baru sebagai persyaratan bagi petani dalam bermitra dirasakan tidak memberatkan pihak petani. Persyaratan yang ditetapkan untuk menjadi petani mitra dapat diterima oleh petani dan dijalankan sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing petani mitra. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi Pabrik Gula Candi dalam pola kemitraan petani dengan PG. Candi Baru diantaranya


(4)

berjalan secara harmonis. Adapun harmonisasi yang terjadi yaitu kesadaran antara pihak PG. Candi Baru dan petani tebu mitra dalam menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai perjanjian, sehingga tercipta suatu kepuasan dari kedua belah pihak yang menunjukkan bahwa harmonisasi yang terjadi berjalan dengan baik.

Untuk biaya produksi rata-rata petani TRKSU sebesar Rp. 31.111.488,5 lebih besar 7,86% dibanding biaya produksi rata-rata petani TRM sebesar Rp. 28.457.398. Hal ini dikarenakan adanya beban bungan sebesar 12% yang dibebankan kepada petani TRKSU atas pinjaman modal yang diberikan oleh Pabrik Gula. Penerimaan rata-rata petani TRKSU sebesar Rp. 57.766.309,25 lebih besar 4,46% bila dibandingkan dengan penerimaan rata-rata petani TRM sebesar Rp. 49.340.676,67. Hal ini dikarenakan produksi rata-rata dan tingkat rendemen petani TRKSU lebih tinggi dibanding petani TRM. Sehingga pendapatan petani TRKSU pun lebih besar 12,14% yaitu Rp. 26.654.820,74 dibandingkan petani TRM sebesar Rp. 20.883.278,28 per hektarnya.


(5)

iv

skripsi penelitian dengan judul “KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU

RAKYAT KERJASAMA USAHATANI (TR-KSU) DAN PETANI TEBU RAKYAT MANDIRI (TRM) DENGAN PABRIK GULA CANDI BARU DI KECAMATAN CANDI - SIDOARJO”.

Dalam melaksanakan skripsi penelitian mulai dari awal sampai dengan selesainya skripsi penelitian ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, MS selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Ir. Eko Priyanto, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga dapat terselesaikannya laporan skripsi ini. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Indra Tjahaja Amir, MP. selaku Ketua Jurusan Manajemen

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak/Ibu pimpinan dan staf dari PT. Pabrik Gula Candi Baru yang telah mengijinkan dan membimbing penulis dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya jurusan Manajemen

Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.


(6)

v

“Twinie” atas support-nya dan menjadikan semua hal terlihat santai dan menyenangkan.

7. Teman-temanku tersayang angkatan ‘07 dan kakak-kakak alumni atas bantuan, dukungan, dan semua kebaikan kalian (sangat menyenangkan ketika tahu bahwa kita tidak sendiri menghadapinya).

8. Semua pihak yang telah membantu secara moril dan materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala kebaikan beliau-beliau dan teman-teman kepada penulis dapat diterima dan diberkati Allah SWT, dan mendapatkan anugerah yang lebih dari-Nya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima demi kesempurnaan skripsi ini.. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Juni 2011


(7)

vi

KATA PENGANTAR ... ... viii

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR GAMBAR... ... ix

DAFTAR TABEL... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... .... xii

I PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 7

1.4. Ruang Lingkup ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA... ... 9

2.1. Penelitian Terdahulu ... ... 9

2.2. Industri Gula di Indonesia ... .... 11

2.3.Kemitraan... 13

2.3.1. Pengertian dan Bentuk Kemitraan ... 13

2.3.2.Syarat Kemitraan Usaha Pertanian ... .. 19

2.3.3.Perjanjian Kerjasama ... .. 20

2.3.4. Kebijakan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) ... 21

2.3.5. Sistem Bagi Hasil ... 23


(8)

vii

IV. METODE PENELITIAN... 31

4.1. Penentuan Lokasi ... 31

4.2. Penentuan Populasi dan Sampel ... 31

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.4. Metode Analisis Data ... 33

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

V. KEADAAN WILAYAH ... 40

5.1. Keadaan Geografis ... 40

5.2. Keadaan Penduduk ... 41

5.3. Keadaan Sosial Ekonomi ... 41

5.3.1. Tingkat Pendidikan ... 42

5.3.2. Mata Pencaharian ... 43

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

6.1. Karakteristik Responden ... 45

6.1.1. Umur Responden ... 45

6.1.2. Luas Lahan Usahatani ... 47

6.1.3. Pendidikan Responden ... 48

6.2. Prosedur Pelaksanaan Pola Kemitraan Antara Petani dan PG. Candi Baru-Sidoarjo ... 50

6.2.1. Berdasarkan Pola Kerjasama yang Dijalin ... 53 6.2.2. Berdasarkan Sumber Dana dan Pengaturan Permodalan 57


(9)

viii

6.5. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani

Tebu ... 66

6.6.1. Analisis Biaya Produksi ... 66

6.6.2. Analisis Penerimaan ... 68

6.6.3. Analisis Pendapatan ... 70

6.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keputusan Petani Menjadi Anggota TRKSU di Pabrik Gula Candi Baru ... 73

6.7. Penyusunan Kebijakan Pergulaan di Indonesia ... 76

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

7.1. Kesimpulan ... 78

7.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ix

1. Diagram Kerangka Pemikiran ... 29 2. Lembaga-Lembaga yang Berperan Dalam Agribisnis Tebu ... 58


(11)

x

1. Penggunaan Tanah di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2009 ... 41

2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Candi Tahun 2009 ... 42

3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Candi Tahun 2009 ... 43

4. Jumlah Responden Menurut Golongan Umur ... 46

5. Jumlah Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan ... 47

6. Status Lahan yang Dikerjakan Petani Tebu Mitra ... 48

7. Tingkat Pendidikan Responden ... 49

8. Hak dan kewajiban petani anggota TRKSU dan TRM ... 51

9. Respon Petani Tebu terhadap Harmonisasi Kemitraan dengan PG. Candi Baru ... 62

10. Total Biaya Produksi Usahatani Tebu pada Petani TRKSU dan TRM di PG Candi Baru-Sidoarjo ... 67

11. Hasil One-Sample Test Terhadap Biaya Produksi Petani Tebu 68 12. Total Produksi dan Penerimaan pada Petani TRM dan TRKSU di PG Candi Baru-Sidoarjo ... 69


(12)

xi

15. Persentase Perbedaan Produksi, Biaya, Penerimaan dan

Pendapatan petani TRKSU dengan Petani TRM ... 74

16. Hasil Output SPSS Regresi faktor-faktor yang mempengaruhi


(13)

xii

1. Kuesioner Responden Petani TR-KSU dan TRM Wilayah

Kecamatan Candi-Sioarjo... 83

2. Biaya Produksi Tebu Petani TR-KSUdi Wilayah Kecamatan

Candi ... 88

3. Biaya Produksi Tebu Petani TRM di Wilayah Kecamatan Candi 89

4. Biaya Produksi Tebu per Hektar Petani TR-KSUdi Wilayah

Kecamatan Candi ... 90

5. Biaya Produksi Tebu per Hektar Petani TRM di Wilayah

Kecamatan Candi ... 91

6. Total Penerimaan Usahatani Tebu Pada Petani TRKSU di

Wilayah Kecamatan Candi ... 92

7. Total Penerimaan Usahatani Tebu Pada Petani TRM di

Wilayah Kecamatan Candi ... 93

8. Penerimaan per Hektar Usahatani Tebu Pada Petani TRKSU di

Wilayah Kecamatan Candi ... 94

9. Penerimaan per Hektar Usahatani Tebu Pada Petani TRM di

Wilayah Kecamatan Candi ... 95

10. Total Pendapatan Usahatani Pada Petani TRKSU di Wilayah

Kecamatan Candi ... 96

11. Total Pendapatan Usahatani Pada Petani TRM di Wilayah


(14)

xiii

Dengan Menggunakan SPSS ... 98

14. Hasil Perhitungan Perbedaan Pendapatan Pada Petani TRKSU dan TRM Dengan Menggunakan SPSS ... 99

15. Surat Perjanjian antara PG. Candi Baru dengan Petani TRKSU .... 100

16. Surat Perjanjian antara PG. Candi Baru dengan Petani TRM ... 104

17. Hasil Output SPSS Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tebu merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan oleh petani, sehingga tebu mempunyai arti penting dalam menyusun pendapatan petani, di samping itu juga untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Untuk menjaga agar produksi gula jangan sampai menurun serta meningkatkan pendapatan khususnya petani tebu, langkah yang ditempuh pemerintah adalah melalui program kemitraan yang dikenal dengan Tebu Rakyat Mandiri dan Tebu Rakyat Kerja Sama Usahatani (Mirzawan, 2001).

Bentuk kerjasama yang terjalin antara petani dan PG Candi Baru ada dua macam diantaranya adalah Tebu Rakyat Kerjasana Usaha (TRKSU) dan Tebu Rakyat Mandiri (TRM). TRKSU merupakan kemitraan kerjasama usaha antara petani tebu dengan pabrik gula, dimana pabrik gula memberikan biaya garap, bibit, pupuk, hebrisida, dan alat-alat, selain itu petani diberikan bimbingan teknis dan penyuluhan serta jaminan pengelolahan seluruh hasil panen oleh pabrik gula. TRM merupakan bentuk kerjasama antara tebu rakyat dengan pabrik gula dimana mengembangkan usahataninya secara swadaya dengan pengelolahan hasil panennya oleh pabrik gula yang menjadi mitra kerjanya.

Pelaksanaan pola kemitraan ini, diharapkan dapat tercipta suatu usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan, dan peningkatan keterampilan kelompok oleh perusahaan kemitraan melalui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu hubungan yang memiliki kriteria :


(16)

1. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan akses terhadap modal, peningkatan pendapatan dan bimbingan manajemen serta teknologi.

2. Saling memperkuat dalam arti kelompok mitra maupun perusahaan mitra

sama-sama memperhatikan tanggungjawab moral dan etika bisnis, sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing melalui peningkatan daya saing.

3. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan

mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Sebagai pertimbangan rasionalitas dan azas manfaat, di masa mendatang akan sulit bagi pabrik gula di Indonesia untuk tetap bertahan tanpa dukungan bahan baku dari para petani. Pemerintah harus menyiapkan kesediaan dan kemampuan memasok bahan baku sejumlah tertentu jika menginginkan pabrik gula di daerah tersebut tetap beroperasi. Di samping itu hubungan “kemitraan” ini merupakan suatu tuntutan obyektif dari pabrik gula untuk mencukupi kapasitas gilingnya. Hubungan kemitraan ini dirintis antara lain dengan terbentuknya APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat), yang dari segi teori pengembangan oraganisasi dapat dilihat sebagai perubahan yang menuntut pabrik gula untuk mengembangkan organisasi melalui hubungan “kemitraan” dalam bisnisnya. Pola didasarkan pada prinsip saling menguntungkan sebagai pemroses (mengolah tebu menjadi gula). Keberadaan keduanya sejajar satu sama lain. Hal ini penting karena hubungannya pada dasar strategis bisnis yang dilakukan oleh dua lembaga (organisasi) atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat


(17)

bersama ataupun keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi. Dalam kemitraan harus ada kodeterminasi (determinasi timbal balik) karena aliansi strategis yang memacu kemitraan bila tidak dapat kodeterminasi akan menjadi kemitraan semua, bahkan akan membentuk eksploitasi baru. Terciptanya pola tersebut yang sinergis antara pabrik gula dan petani akan mewujudkan kultur teknis yang saling menguntungkan (Win-win). Menyatukan sikap dan perilaku yang heterogen akan membuat petani menyukai visi dan misi yang sama dengan pabrik gula pembina (Mirzawan, 2001).

Tujuan kemitraan yang sesungguhnya yaitu tujuan yang diharapkan oleh masing-masing pihak dapat mencapai kesetaraan walau pada pelaksanaannya masih menemui beberapa kendala. Kendala utama adalah isu rendemen. Penentuan rendemen pada sistem bagi hasil merupakan hal yang kritikal karena menentukan pendapatan petani dan pabrik gula. Sering kali dijumpai di lapangan perselisihan antara petani dan pabrik gula dalam masalah rendemen tebu. Petani menganggap bahwa penentuan rendemen oleh pabrik gula tidak transparan dan cenderung merugikan petani. Banyak orang berpendapat bahwa ketentuan sistem bagi hasil tebu itu kurang adil karena pabrik gula yang “hanya” menggiling tebu mendapatkan bagian yang cukup besar. Selain itu masih terdapat pandangan bahwa masih ada hasil sampingan dari tebu yang tidak dibagi. Anggapan orang demikian memang sepintas masuk akal, tetapi perusahaan gula berpendapat lain karena ketentuan bagi hasil sangat ketat dalam kaitannya dengan pengoperasian perusahaan secara ekonomis. Alasan utama peninjauan kembali ketentuan sistem bagi hasil adalah meningkatkan pendapatan petani sehingga pemasok bahan baku


(18)

dan pabrik gula sebagai pemroses bahan baku yang sama-sama tidak mau dirugikan meskipun cara seperti itu sebenarnya kurang menguntungkan bagi pabrik gula, tetapi apabila ditunjang peningkatan mutu tebu bermanfaat bagi petani maupun pabrik gula (Mirzawan, 2001).

Seperti yang dikutip dari media tertanggal 22 Juni 2010; puluhan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) mendatangi PG X. Selain membawa potongan tebu, mereka juga menggelar beberapa poster berisi tuntutan. Petani tebu mengeluhkan anjloknya rendemen tebu dari musim giling pertama dengan rendemen 7.0, tapi saat ini turun menjadi 5.02. Ditambahkan, saat buka giling 23 Mei 2010, rendemen tebu rakyat di PG X mencapai 7. Tapi semakin hari jumlahnya terus menurun. Petani tebu menduga turunnya jumlah rendemen ini lantaran ada permainan. Petani tebu berharap rendemen bisa kembali meningkat. Sebab, jika turun drastis, petani tebu bisa merugi. Sayangnya harapan petani tebu untuk bisa bertemu dengan pihak PG X ini tak tercapai. Pihak PG X tak bersedia bertemu dan massa tak lama kemudian membubarkan diri (www.beritajatim.com"air/isa").

Para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menggelar unjuk rasa menentang penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen yang dibebankan ke petani tebu setiap kali menjual tebu mereka ke pabrik gula. Mereka juga menentang beredarnya tebu rafinasi di pasaran. Aksi ini mereka gelar dengan mendatangi pabrik-pabrik gula terdekat. Petani selama ini sudah kesulitan bersaing dengan harga gula rafinasi


(19)

yang menguasai pasaran dengan selisih Rp 1.500 per kilogram, kini dibebani PPN ( http://www.surya.co.id/ ).

Penyimpangan yang terjadi dalam konteks kemitraan antara petani tebu dan pabrik gula sedikit-banyak dapat mempengaruhi proses produksi pabrik gula. Jika demikian, maka dampak yang dirasakan tidak hanya oleh pihak pabrik gula namun para petani tebu pun akan terkena imbasnya. Oleh karena itu maka penelitian tentang kemitraan antara Pabrik Gula dengan petani tebu perlu dilakukan agar dalam pelaksanaannya kedua belah pihak tidak merasa dirugikan namun sama-sama merasa saling diuntungkan.

1.2. Perumusan Masalah

Pabrik Gula Candi Baru dalam menjalankan proses produksinya tidak lepas dari keterkaitan petani tebu sebagai pemasok bahan baku industri gula. Kerjasama yang telah dibangun melalui hubungan kemitraan antara petani tebu dengan Pabrik Gula (PG) sehingga terbentuk suatu kerjasama yang baik. Menurut Fadjar (2006) meskipun pelaksanaan program kemitraan usaha perkebunan belum dapat mengatasi ketimpangan (antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat) secara maksimal, namun dengan pemberdayaan petani mitra dan juga perusahaan mitra menjadi masyarakat perkebunan yang komunikatif, kelemahan tersebut dapat diperbaiki.

Tingkat pendidikan petani yang masih rendah tentu dapat mempengaruhi pola pikir mereka dalam menjalankan usahatani yang mereka kelola. Dampaknya tentu akan berlanjut terhadap hasil usahatani mereka. Pemikiran yang masih tradisional membuat para peserta Tebu Rakyat cenderung pasrah terhadap


(20)

usahatani Tebu Rakyat (TR) kepada kelompok tani. Hal ini menyebabkan hasil yang diperoleh kurang memuaskan dan kurang sesuai dengan harapan pabrik gula. Demi tercapainya suatu pola kemitraan antara PG dengan petani kelompok tani lebih erat lagi dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak tersebut, maka tidak menutup kemungkinan banyak masalah yang dihadapi baik itu dari pihak PG sendiri sebagai penyedia sarana produksi, mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada petani TR yang bekerjasama dengan pihak pemerintah maupun dari pihak peserta TR itu sendiri juga mengalami masalah. Masalah yang sering terjadi misalnya: kerusakan panen, turunnya rendemen, kesulitan tebang angkut dan lain-lain. Naik turunnya produksi tebu berpengaruh langsung pada besar kecilnya rendemen yang dihasilkan, maka jelas ada kepentingan dari kedua belah pihak untuk saling kerjasama yang baik dan harmonis agar produksi tebu maupun hasil gula dapat meningkat.

Bertolak dari uraian di atas, maka penulis melihat kajian mendalam terhadap rakyat kemitraan yang telah berjalan. Dari sini dapat dilakukan perbaikan terhadap konsep dan pelaksanaan strategi kemitraan yang sedang berjalan, agar menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan antara pelaku kemitraan. Untuk itu penulis berkeinginan mengungkapakan permasalahan dan pelaksanaan kemitraan antara Pabrik Gula Candi Baru dan petani tebu mitra. Sebagai langkah awal dari penelitian, permasalahan yang ada dikemukakan dalam pernyatan-pernyataan berikut ini :

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan kemitraan antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra?


(21)

2. Apa saja yang menjadi kendala di dalam pelaksanaan program kemitraan tersebut?

3. Bagaimana harmonisasi kemitraan yang terjadi antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra?

4. Berapa perbedaan biaya usahatani, penerimaan dan pendapatan antara petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri)?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk:

1. Mendiskripsikan prosedur pelaksanaan kemitraan antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra.

2. Mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula Candi Baru.

3. Mengetahui harmonisasi kemitraan yang terjadi antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra, dalam kaitannya dengan perjanjian kemitraan.

4. Menganalisa perbedaan biaya usahatani, penerimaan dan pendapatan antara petani TRKSU dan petani TRM Pabrik Gula Candi Baru.

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi petani sebagai bahan untuk memperbaiki prosedur kemitraan yang telah ada sehingga antara petani tebu dengan Pabrik Gula Candi Baru lebih saling menguntungkan.


(22)

2. Bagi Pabrik Gula sebagai bahan tinjauan kemitraan di masa yang akan datang.

3. Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi kekurangan dalam kemitraan khususnya antara Pabrik Gula dengan petani tebu di Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja perkebunan tebu Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu dan Pabrik Gula sebagai objeknya. Data yang digunakan sebagai acuan dari penelitian yaitu data yang terjadi pada musim tanam 2009/2010 atau pada musim giling tahun 2010. Data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu (data primer dan data sekunder) yang menyangkut budidaya, besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan petani tebu dengan kaitannya terhadap kemitraan (pelaksanaan, harmonisasi dan kendala-kendala) yang terjadi antara petani tebu dengan Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Suatu teori atau konsep setelah diteliti di berbagai tempat hasilnya menunjukkan tingkat ketepatan yang relatif sama, maka obyektivitas teori tersebut cukup tinggi dan dapat digunakan untuk keperluan praktis diberbagai tempat dengan alasan tersebut, maka dikemukakan berbagai penelitian terdahulu yang sejenis dengan penelitian ini antara lain:

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sriati dkk (2006) dengan judul Pola Kemitraan Antara Petani Tebu Rakyat Dengan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang Dalam Usahatani Tebu: Kasus Di Desa Karang Rejo Kecamatan

Sungkai Selatan, Lampung Utara, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

aktivitas hubungan kemitraan antara petani tebu anggota Tebu Rakyat Kredit (TRK) dengan Tebut Rakyat Bebas (TRB) dengan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, terlihat dalam hal hak dan kewajiban petani, hak dan kewajiban PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, kredit, pengolahan, dan bagi hasil. Faktor yang berhubungan dengan keputusan petani menjadi anggota TRK adalah faktor modal, akses ke lahan, dan pengalaman. Sedangkan faktor luas lahan tidak berhubungan dengan keputusan petani menjadi anggota TRK. Pendapatan rata-rata petani TRK lebih besar dari pendapatan rata-rata-rata-rata petani TRB yaitu Rp 15.969.443,23 untuk petani TRK dan Rp 13.591.636,84 untuk petani TRB.

Menurut Setyawati (2003) melakukan penelitian dengan judul “Sistem Kemitraan Usaha Tani Jagung Hibrida” di Desa Janti kecamatan Wates


(24)

Kabupaten Kediri mengemukakan bahwa pelaksanaan sistem kemitraan antara petani jagung Hibrida dengan PT. BISI Kediri berjalan dengan baik sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sehingga secara ekonomi petani mitra memperoleh peruntungan lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak bermitra. Konsep model kemitraan yang sesuai dengan kemampuan dan dapat dilaksanakan oleh petani yaitu petani memperoleh saprodi (pupuk, obat-obatan) dibawah harga umum, penentuan harga beli oleh kedua belah pihak (petani dan PT. BISI Kediri) serta surat perjanjian kerjasama harus dimiliki oleh kedua belah pihak yaitu petani mitra dan PT. BISI Kediri.

Menurut Iin Kristyana Dewi (2001) melakukan penelitian dengan judul “Studi tentang Pola Kemitraan Pada Pengusaha Padi di PT. Sang Hyang Seri cabang Jawa Timur dan Bali (studi kasus di Dusun Kebon Waris, Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan)” mengemukakan bahwa pola kemitraan yang dijalin antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra dapat meningkatkan pendapatan usahataninya. Serta pola kemitraan pengusaha benih padi secara ekonomis layak diusahakan, karena hasil analisis B/C Ratio menunjukkan angka 9,2 yang artinya bahwa pengusaha benih padi oleh petani mitra dengan PT. Sang Hyang Seri sangat layak untuk dikembangkan.

Berdasarkan gambaran penelitian terdahulu, maka penelitian ini berusaha menelaah lebih lanjut mengenai :

1. Kemitraan pelaksanaan pola kemitraan yang dilakukan antara PG Candi


(25)

2. Telaah permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi antara PG dan petani.

3. Telaah perbedaan pendapatan antara petani TRKSU dengan petani TRM.

2.2. Industri Gula di Indonesia

Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Sebagai negara berpenduduk besar dengan pendapatan yang terus meningkat, maka Indonesia amat potensial menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia. Dengan struktur pasar gula (white sugar maupun raw sugar) yang oligopolistik, terdapat resiko yang tinggi akan ketidakpastian dan ketidakstabilan harga. Ketidakstabilan harga akan menyebabkan ketidakstabilan para petani tebu, yang berjumlah sekitar 343 ribu rumah tangga petani. Selain itu, ketergantungan yang besar pada impor gula dapat mengancam kemandirian Indonesia, disamping pengurasan devisa yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi serta pelunasan hutang luar negeri (Anonymous, 2005)

Dilihat dari sisi sumber daya alam (SDA) dan iklim, Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai produsen gula tebu, karena tebu merupakan tanaman tropis yang secara alamiah telah tumbuh secara meluas di daerah tropis. Hal ini dapat dibuktikan dari kenyataan Inustri gula Indonesia pernah jaya pada periode penjajahan Belanda. Kejayaan itu tentunya hanya dapat diraih manakala secara fisik-agroklimat, tebu memiliki kesesuaian tanam yang baik, dikelola


(26)

secara tepat dan efisien (baik di tingkat usahatani maupun di tingkat pabrik gula), sehingga dapat memberikan keuntungan yang memadai.

Usahatani tebu pada umumnya dikelola oleh petani, sedangkan Pabrik Gula dikelola oleh perusahaan gula. Keduanya bermitra, petani sebagai pemasok bahan baku tebu dan PG mengolah tebu menjadi gula dalam suatu sistem bagi hasil. Dalam hubungan kemitraan itu, kegiatan produksi gula sesungguhnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu petani menghasilkan gula dalam bentuk sukrosa yang tersimpan dalam batang tebu, dan PG mengambil sukrosa dalam batang tebu dan mewujudkannya dalam bentuk kristal. Hubungan produksi yang demikian itu mengandung potensi konflik kepentingan, terutama pada saat pengaturan pembagian manfaat.

Indonesia telah berubah dari negara eksportir gula pasir dunia menjadi importir, hal ini disebabkan perkembangan produksi yang lambat apabila dibandingkan dengan pertambahan yang cepat dari permintaan dalam negeri sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kenaikan pendapatan per kapita. Konsumsi gula di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta semakin banyak industri memerlukan gula pasir sebagai bahan baku. Karena produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi laju permintaan, sehingga Indonesia terpaksa melakukan impor gula dalam jumlah yang besar untuk menutupi kekurangan dalam negeri itu sendiri (Djoehana S dan Husaini A, 1992).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri No.


(27)

364/MPP/Kep/8/1999. Instrumen utama kebijakan tersebut adalah pembatasan jumlah importir dengan hanya mengijinkan importirprodusen. Dengan kebijakan ini, pemerintah dapat membatasi dan mengendalikan volume impor disamping memiliki data yang lebih valid mengenai volume impor dan stok. Dengan demikian, harga gula daam negeri dan harga gula di tingkat petani dapat ditingkatkan (Anonymous, 2005).

Kebijakan importir-produsen tersebut ternyata masih kurang efektif, baik untuk mengangkat harga gula di pasar domestik maupun mengontrol volume impor. Walaupun tidak ada data pendukung yang memadai, kegagalan tersebut terutama disebabkan oleh stok gula dalam negeri yang sudah terlalu banyak dan adanya gula impor ilegal. Situasi ini membuat harga gula di pasar domestik tetap rendah. Oleh karena itu, desakan petani dan pabrik gula terhadap pemerintah untuk melindungi industri gula dalam negeri semakin kuat. Menanggapi tekanan ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan tarif impor melalui Keputusan menteri Perindustrian dan Perdagangan No.230/MPP/Kep/6/1999 yang memberlakukan tarif impor gula sebesar 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen untuk white sugar. Walaupun masih menimbulkan kontroversi, kebijakan tarif impor ini secara bertahap dapat mengangkat harga gula di pasar domestik (Sri Wahyuni, 2009).

2.3. Kemitraan

2.3.1. Pengertian dan Bentuk Kemitraan

Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan


(28)

suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis (Hafasah, 2000).

Kemitraan menurut pengertian umum adalah hubungan usaha antara kecil dan atau koperasi dan usaha menengah atau besar yang disertai dengan bantuan pembinaan berupa peningkatan sumber daya manusia, pemasaran, teknik industri, modal kerja, kredit perbankan oleh usaha menengah atau besar dengan prinsip saling menguntungkan. Khususnya untuk kemitraan antara Petani Tebu Rakyat dengan Pabrik Gula diperlukan adanya ‘rasa saling mempercayai’ berkaitan luasnya dengan jangkauan kerjasama, sehingga kepercayaan menjadi hal yang amat penting.

Program kemitraan antara Pabrik Gula dengan petani dilakukan berdasarkan kesepakatan yang melandasi yaitu peraturan pemerintah RI No.44 tahun 1997 tentang kemitraan (pasal 1) yaitu:

Ayat 1: kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan usaha

menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.

Ayat 2: usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang

mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.

Ayat 3: usaha menengah dan atau usaha besar adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih


(29)

besar dari pada kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan usaha kecil (Hafsah J, 2000).

Kemitraan mirip suatu rangkaian proses yang menurut John L. Mariotti

(1993) dalam Nurani (2008) dimulai dengan mengenal calon mitranya,

mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya melalui membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses ini benar-benar dicermati sejak awal sehingga permasalahan yang timbul dapat diketahui baik besarnya permaslahan maupun langkah-langkah yang perlu diambil. Di samping itu perubahan peluang dan pasar yang timbul dapat segera diantisipasi sehingga target yang diinginkan dicapai tidak mengalami perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang disepakati secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Dengan demikian kemitraan adalah bentuk hubungan kerjasama usaha yang berjalan selama ini ada beberapa macam dan penerapannya disesuaikan dengan kondisi perusahaan, petani, komoditas dan kondisi daerah setempat, antara lain:

1. Berdasarkan Jangka Waktu a. Kemitraan Insidentil

Merupakan model kemitraan yang didasari atas kepentingan

kegiatan yang bersangkutan telah selesai. Kemitraan seperti ini dijalin dengan atau tanpa kesepakatan kontrak kerja. Hubungan yang dijalin dalam


(30)

pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil usahatani. Contoh: Kemitraan antara petani sayuran dengan pasar swalayan.

b. Kemitraan Jangka Menengah

Merupakan kemitraan berdasarkan motif ekonomi bersama dalam

jangka menengah atau musim produksi tertentu. Kemitraan seperti ini dapat dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis (kontrak atau kesepakatan). Contoh: Perkebunan inti rakyat.

c. Kemitraan Jangka Panjang dan Terus Menerus

Merupakan kemitraan yang didasarkan atas saling ketergantungan

dalam hal pengadaan bahan, permodalan, menejemen, dan lain-lain. Kemitraan seperti ini dilakukan dalam jangka panjang dan terus menerus dalam skala besarperjanjian tertulis (kontrak atau kesepakatan). Contoh: Pemilikan petani atau koperasi, misalnya tebu rakyat.

2. Bedasarkan Kerjasama yang Terjalin a. Sistem Kontrak Kerja

Dalam pola ini petani atau koperasi dan perusahaan menjalin hubungan kerjasama dengan melakukan kontrak kerja, baik dalam penyediaan sarana produksi dari perusahaan maupun jaminan pemasaran hasil produksi petani ke perusahaan dengan demikian kegiatan agribisnis perusahaan yang hanya terbatas pada proses pengolahan (agroindustri) dan pemasaran komoditas yang dihasilkan.


(31)

b. Bentuk Kontrak Manajemen

Bentuk kemitraan dengan ini berupa bantuan menejemen usahatani dari lembaga yang berpengalaman seperti, koperasi jasa menejemen maupun perusahaan agroindustri yang telah memliki kemampuan dalam mengelolah agribisnis kepada petani atau lembaga tani dalam ikatan kontrak. Dalam pola ini koperasi jasa menejemen atau perusahaan agroindustri melayani kegiatan menejerial usaha agribisnis yang dikembangkan petani atau koperasi yang sekaligus melakukan bimbingan dan pembinaan kepada petani dan pengurus koperasi.

c. Pola Unit Pelaksana Proyek

Pola ini menyertakan peran aktif pemerintah dalam pembentukan usaha agribisnis. Sejak awal sampai saat dikonversikan kepada petani, pengadaan sarana produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil mendapatkan bantuan serta dukungan pembinaan dan pengendalian dari pemerintah, berupa bantuan yang merupakan pinjaman yang harus dikembalikan.

d. Perusahaan Inti Rakyat

Perusahaan agroindustri yang memiliki skala usaha besar bertindak sebagai inti, sedangkan petani sekitarnya sebagai plasma inti yang sangat besar peranannya dalam penyediaan sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan pelayanan.


(32)

e. Perusahaan Petani

Petani atau koperasi yang pada umumnya kesulitan permodalan, membentuk usaha patungan berupa suatu perusahaan baru (misalnya: perusahaan penyalur saprotan) dengan perusahaan agroindustri yang menyertakan saham masing-masing secara bertahap. Apabila petani atau koperasi telah mampu menjalankan perusahaan maka pemilikan keseluruhan saham dialihkan kepada petani atau koperasi.

f. Perusahaan Petani Terpadu

Pembentukan perusahaan baru dengan pola ini sama seperti pola perusahaan petani, hanya saja dalam pola ini saham milik perusahaan tetap pada perusahaan baru tersebut. Seluruh kegiatan agribisnis perusahaan dilakukan bersama-sama, perusahaan semacam ini memerlukan perwakilan petani atau koperasi dalam jajaran menejemen perusahaan baik pada tingkat operasional maupun tingkat pengawasan.

3. Berdasarkan Sumber Dana Pengaturan Permodalan a. Kerjasama dengan Sistem Bagi Hasil

Bentuk kerjasama antara dua pihak yaitu antara petani dengan perusahaan pembimbing dengan perhitungan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Sumber permodalan kerjasama ini berasal dari perusahaan pembimbing yang berupa sarana produksi seperti: bibit, pupuk dan obat-obatan dan ditambah dengan biaya pengolahan tanah, pemeliharaan sampai dengan panen.


(33)

b. Sistem Kredit Koperasi

Diperlukan kerjasama antara tiga pihak yaitu: perusahaan, KUD, perbankan. Sistem ini hanya dapat dilakukan dalam KUD dengan ketentuan bahwa KUD mampu bertindak sebagai koordinator dan telah bebas dari tanggungan kredit lama.

2.3.2. Syarat Kemitraan Usaha Pertanian

Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian Nomor: 946/Kpts/OT.210/10/1997, tentang syarat kemitraan usaha pertanian adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan mitra harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Mempunyai itikad baik dalam membantu usaha petani atau nelayan dan pengusaha kecil pertanian lainnya.

b. Memiliki teknologi dan menejemen yang baik. c. Menyusun rencana kemitraan.

d. Berbadan hukum dan memiliki bonafiditas.

2. Kelompok mitra yang akan menjadi mitra usaha diutamakan telah dibina oleh pemerintah daerah.

3. Kemitraan usaha pertanian dilakukan dengan penandatanganan perjanjian kemitraan terlebih dahulu.

4. Isi perjanjian kerjasama mencakup jangka waktu, hak dan kewajiban termasuk kewajiban melapor kemitraan kepada instansi pembina teknis di daerah, pembagian resiko penyelesaian bila terjadi perselisihan yang memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.


(34)

2.3.3. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerjasama kemitraan ini, perlu dilakukan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang menjalin kerjasama.

Adapun kewajiban masing-masing pihak adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban Perusahaan (Pabrik Gula)

a. Melaksanakan bimbingan usahatani kepada petani tebu. b. Penjaminan pinjaman petani kepada bank.

c. Melayani saprodi.

d. Menaati perjanjian kerjasama yang telah disepakati. 2. Kewajiban Petani

a. Menyediakan lahan.

b. Mengerjakan lahan.

c. Memasarkan hasil kepada perusahaan. d. Menaati perjanjian yang telah disepakati.

Kemitraan yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil dan koperasi mempunyai beberapa alternatif dalam pengembangan kemitraan yaitu:

1. Kemitraan inti plasma, yakni adanya perusahaan sebagai inti sedangkan plasma sebagai mitra usahanya.


(35)

2. Kemitraan subkontrak yaitu hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya.

3. Kemitraan dagang umum, yaitu hubungan kemitraan mitra usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan.

4. Kemitraan keagenan, yaitu salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusu untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitra.

5. Waralaba, yaitu pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi (Hafsah, 2000).

2.3.4. Kebijakan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi)

Program tebu rakyat adalah salah satu program intensifikasi nasional yang berujuan meningkatkan produksi gula dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani tebu beserta keluarganya, melalui peningkatan pendapatan dari lahan petani yang ditanami tebu oleh petani itu sendiri, selain itu kerjasama kelompok tani pada satu hamparan usahatani guna memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana secara optimal dengan menerapkan teknologi anjuran.

Teknologi anjuran (Hasta Usaha) adalah usaha dalam proses produksi tebu dan gula yang terdiri dari :

1. Penggarapan tanah yang baik

2. Penangkapan pada masa tanam optimum

3. Penggunaan bibit varietas unggul


(36)

5. Pemeliharaan tanaman yang tetap

6. Pengendalian jasad pengganggu

7. Penyediaan dan pengaturan air sesuai kebutuhan tanaman

8. Perlakuan panen dan pasca panen secara efisien (Anonymous, 2005) Dengan terbitnya Inpres Nomor 9 tahun 1975 maka sistem produksi gula di Indonesia terutama pabrik-pabrik gula di Jawa yang tidak memiliki lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang cukup luas mengalami perubahan mendasar. Pengusaha tanaman tebu untuk bahan baku produksi gula tidak lagi dilakukan dipabrik gula dengan cara menyewa lahan petani, tetapi dilakukan diatas lahan miliknya sendiri dengan dukungan bimbingan masal (BIMAS) yang terprogram (Anonymous, 2005).

Pokok-pokok Inpres tersebut adalah:

1. Mengalihkan perusahaan tanaman tebu dari sistem sewa tanah oleh pabrik gula menjadi tebu rakyat yang diusahakan petani diatas lahan milik sendiri.

2. Meningkatkan produksi gula dan pendapatan petani tebu dengan

melakukan intensifikasi pada tebu rakyat (baik yang berasal dari pengalihan sewa tanah maupun tebu rakyat yang sudah ada, dan selanjutnya dikelola dalam wadah yang sama dengan intensifikasi tanaman panganan).

3. Menugaskan pabrik gula dalam fungsi dan peran sebagai pimpinan kerja


(37)

penyediaan bibit unggul, penyediaan dan pelayanan sarana produksi dan pelayanan kredit.

4. Mengikutsertakan KUD dan bimbingan untuk mengkoordinasikan petani

tebu rakyat agar produksi dan pendapatannya meningkat (Hasibuan Edi, 2005).

2.3.5. Sistem Bagi Hasil

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Kebijaksanaan Peningkatan Produktifitas Industri Gula antara lain. Petani bebas memilih antara Sistem Pembelian Tebu (SPT) atau Sistem Bagi Hasil (SBH) melalui kesepakatan antara Pabrik Gula dengan petani yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

1. Berdasarkan hablur bagian petani dan Pabrik Gula dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk rendemen tebu sampai dengan 8,90 % maka hablur bagian

petani adalah 65 % dari rendemen tebu yang dicapai.

b. Pada rendemen tebu diatas 8,90% maka agar petani terangsang

meningkatkan efisiensinya, maka hablur bagian petani dihitung dengan rumus :

T = 50,8 + 1,6 x R dan

P = 100 – T

Dimana :

T = Hablur bagian petani dalam persen dari rendemen tebu P = Hablur bagian Pabrik Gula dalam persen dari rendemen tebu


(38)

R = Rendemen tebu dari tebu rakyat yang diolah Pabrik Gula.

Bagi penyerahan tebu yang menggunakan Sistem Bagi Hasil (SBH), selain hasil gula yang menjadi hak petani maka petani juga memperoleh tetes sebesar 2 kg setiap kwintal tebu.

2. Berdasarkan SK. Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan

Pemitraan Tebu Rakyat di Jawa Timur pada musim giling namun 1998 : a. Dengan memperhatikan kondisi gula sebagai komoditi prioritas, maka

percadangan areal untuk penanaman tebu di lahan sawah diatur secara bergiliran dengan komoditi lain atas dasar musyawarah dala rembung desa. Sedangkan tebu di lahan tegalan dapat dikembangkan seluas-luasnya dengan memperhatikan aspek konservasi lahan.

b. Pembinaan tebu rakyat ditempuh melalui kemitraan antar petani/

kelompok tani dengan Pabrik Gula yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yaitu secara prioritas dapat berbentuk :

1) Tebu Rakyat (TR) Kredit yaitu tebu rakyat yang dikembangkan

oleh petani dengan memanfaatkan kredit koperasi primer untuk anggotanya KKP (Kredit Ketahan Pangan) dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasil oleh perusahaan mitra.

2) Tebu Rakyat Mandiri, yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani dengan modal sendiri dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasilnya oleh perusahaan mitra.

3) Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani (TR KSU) yaitu tebu rakyat


(39)

pengelolaannya pada perusahaan mitra atas dasar kesepakatan bersama yang saling menguntungkan dengan memperoleh jaminan penghasilan tertentu dengan memanfaatkan Kredit Ketahanan Pangan atau kredit lainnya.

4) Sewa lahan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pola ini diterapkan dalam keadaan terpaksa dimana ketiga pola diatas tidak dapat terlaksana.

c. Bentuk – bentuk pola kemitraan antara petani dengan Pabrik Gula tersebut diatas, pelaksanaanya tergantung pada pilihan petani sendiri yang ditentukan pada saat motivasi.

d. Untuk menunjang kelancaran kegiatan motivasi dan musyawarah

dengan petani perlu dibentuk tim pemandu.

2.4. Analisis Ekonomi Usahatani

Usahatani adalah kegiatan ekonomi karena ilmu ekonomi beperan dalam membantu pengembangannya. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan kehendak manusia yang tidak terbatas. Pada posisi yang demikian petani harus mengalokasikan sumber daya usahatani atau yang lebih sering disebut faktor usahatani.

Usahatani sebagai kegiatan ekonomi, tentunya ada faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap produksi usahatani antara lain; cabang usaha, faktor produksi khususnya modal dan sumber modal yang diperoleh. Dalam upaya mengatasi faktor atau masalah


(40)

tersebut diantara keputusan-keputusan yang harus didasarkan prinsip-prinsip ekonomi ialah :

1. Menentukan kegiatan apa saja faktor produksi yang harus dipakai di dalam perusahaan.

2. Menentukan jumlah berbagai faktor produksi yang harus dipakai di dalam setiap kegiatan.

3. Menentukan jumlah seluruh modal yang diperlukan.

4. Memilih sumber-sumber modal yang paling baik.

5. Menentukan jumlah modal yang sebaiknya diambil dari setiap sumber

yang dipilih.

Petani sebagai pengelola usahatani termasuk pembiayanya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan dalam perencanaan kegiatan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan di dalam pengelolaan usahatani adalah:

a. Memformulasikan tujuan usaha

b. Identifikasi permasalahan usahatani

c. Menganalisa secara ekonomi keluarga

d. Menetapkan keputusan usaha


(41)

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran

Pola kemitraan yang dilaksanakan oleh Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra baik TRKSU (Tebu Rakyat Usahatani) maupun TRM (Tebu Rakyat Mandiri) di daerah tempat penelitian dianggap sudah sesuai dengan harapan, karena antara pihak Pabrik Gula dan petani tebu sudah merasakan adanya hubungan kerjasama yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Pihak pabrik gula membutuhkan pasokan bahan baku gula berupa tebu yang dapat diusahakan oleh petani tebu. Sedangkan peihak petani tebu membutuhkan pabrik gula untuk mengolah lebih lanjut hasil dari usahatani mereke yaitu berupa batang tebu. Petani juga memerlukan tambahan dana sebagai modal dalam menjalankan usahataninya sedangkan pihak Pabrik Gula dapat mengupayakan dana tersebut untuk membantu petani tebu dengan cara memberikan dana pinjaman kepada petani yang bermitra dengan Pabrik Gula tersebut. Namun di sisi lain terdapat permasalahan-permasalahan yang belum didapatkan jalan keluarnya, diantaranya kadar rendemen yang diperoleh selalu menurun, perluasan areal lahan tebu yang semakin sempit dan akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Selain itu nampaknya perlu dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan karena kedua belah pihak perlu pembenahan untuk meningkatkan produksi sehingga perlu adanya kerjasama yang harmonis antara PG dengan petani tebu mitra agar terwujud suatu pola kemitraan yang sesuai dan seimbang dan saling menguntungkan.


(42)

Dalam pelaksanaan pola kemitraan antara PG Candi Baru dengan petani tebu mitra banyak kendala baik teknis maupun non teknis. Dalam sistem Tebu Rakyat (TR) petani tebu mitra menjadi pengusaha yang secara penuh menanggung berbagai resiko atau kendala, misalnya: kerusakan panen, turunnya rendemen, kesulitan tebang, pengangkutan dan sebagainya. Tetapi sebenarnya dari segi ini patut dipahami bahwa pabrik gulapun tidak sama sekali terbebas dari resiko atau kendala tersebut. Secara teknis memang tugas tersebut dan pekerjaan pabrik gula jauh lebih ringan dan sederhana yaitu semata-mata bertugas “menggiling” tebu petani untuk dijadikan gula. Namun dalam kenyataan tidak demikian halnya, dalam pekerjaan-pekerjaan non teknis beban pekerjaan pabrik gula menjadi bertambah berat.

Pendapatan petani yang bermitra dengan petani yang tidak bermitra dengan PG sangat berbeda sekali karena petani yang bermitra dengan PG selalu diberikan bimbingan massal dan diberi modal secara kredit misalnya sarana produksi yang sudah disediakan oleh Koperasi petani tebu yang bermitra dengan PG. Dengan bekal ilmu yang bertambah maka pola pikir petani menjadi berubah sehingga petani bisa mengembangkan usahatani tebu dengan baik karena apabila kualitas tebu yang dihasilkan bagus maka gula yang dihasilkan juga bermutu bagus, sehingga nilai jual gula semakin meningkat dan kemudian menambah pendapatan petani. Sedangkan petani yang tidak bermitra dengan PG pendapatannya lebih sedikit dibanding dengan petani yang bermitra karena petani yang tidak bermitra kurang memiliki motivasi.


(43)

Secara sistematis bagan alur pemikiran dalam penelitian ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hak & Kewajiban

PG

Hak & Kewajiban Petani

Petani TRKSU Petani TRM

Produksi Tebu

Pabrik Gula

Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani

Uji Beda : 1. Total Biaya 2. Penerimaan

3. Pendapatan Evaluasi

Pola Kemitraan yang Optimal


(44)

3.2. Hipotesis

Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1) Pelaksanaan kemitraan antara petani tebu mitra dengan PG. Candi Baru telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak.

2) Pendapatan petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) lebih besar dibandingkan dengan pendapatan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) di PG. Candi Baru.


(45)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) di kecamatan Candi, Sidoarjo. Penentuan lokasi tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa di kecamatan Candi, Sidoarjo terdapat petani-petani tebu yang bermitra dengan Pabrik Gula Candi Baru. Pabrik Gula Candi Baru merupakan Pabrik Gula yang berada di wilayah Sidoarjo dan terdapat kemitraan antara petani dan Pabrik Gula dalam proses produksinya. Keadaan yang demikian maka kecamatan tersebut layak digunakan sebagai lokasi penelitian.

4.2. Penentuan Populasi dan Sample

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani tebu yang menjadi mitra Pabrik Gula Candi Baru – Sidoarjo. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu tehnik penentuan sampel yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, dimana setiap sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang telah ditentukan yaitu para petani tebu yang bermitra dengan Pabrik Gula Candi Baru – Sidoarjo yaitu petani TR-KSU (Tebu Rakyat Kerja Sama Usahatani) dan TRM (Tebu Rakyat Mandiri). Dari data sekunder yang diperoleh, maka diketahui populasi petani mitra yaitu 398 orang yang terdiri dari petani TR-KSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) sebanyak 353 orang dan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) sebanyak 45 orang.


(46)

Berdasarkan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga kerja maka penentuan jumlah sample diperoleh 30 orang responden yang digunakan untuk sample. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirartha, M (2005) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, ukuran sample paling terkecil yang diambil sebanyak 30 responden.

Petani tebu yang diambil sample sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan 15 petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri). Selain 30 responden, juga terdapat 3 orang yang mewakili dari pihak Pabrik Gula Candi Baru-Sidoarjo guna melengkapi hasil penelitian ini.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini membutuhkan beberapa macam data agar penelitian dapat berlangsung sebagaimana mestinya, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap jenis dan sumber data yang digunakan. Adapun jenis dan sumber data yang diperlukan meliputi:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh/dikumpulkan secara langsung dari responden dengan cara observasi dan wawancara dengan bantuan kuesioner. Responden yang diwawancarai bukan hanya petani tebu (petani TRKSU dan petani TRM) melainkan juga instansi pabrik gula itu sendiri. Dari kuesioner yang disebarkan maka akan diperoleh data antara lain; data luas lahan, respon terhadap kemitraan (meliputi ketentuan yang diberikan PG dalam kaitannya dengan pengadaan sarana produksi, penentuan harga dan sistim bagi hasil), produksi tebu


(47)

rata-rata, kendala yang sering dihadapi (baik dari segi ekonomi, teknis ataupun sosial) dan usaha penangananya.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini meliputi: data luas tanah desa di kecamatan Candi, jumlah penduduk, jumlah petani, data kemitraan antara petani tebu dengan PG. Candi Baru tahun 2009/2010, data rata-rata per hektar biaya ekonomi produksi, penerimaan dan pendapatan petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan TRM (Tebu Rakyat Mandiri).

4.4. Analisis Data

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang sudah dijelaskan terahulu, maka analisis dalam penelitian ini digunakan berbagai analisis yaitu:

1. Untuk menjawab tujuan 1 (prosedur pelaksanaan kemitraan), 2

(Kendala-kendala dalam pelaksanaan kemitraan) dan 3 (Harmonisasi kemitraan) menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis data yang bersifat kualitatif yakni menggambarkan bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani tebu dengan PG Candi Baru, mengetahui kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PG dan petani mitra, harmonisasi kemitraan yang terjadi antara Pabrik Gula Candi Baru dengan petani tebu mitra.

2. Untuk menjawab tujuan keempat yaitu perbedaan biaya usahatani,

penerimaan dan pendapatan antara petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) Pabrik Gula Candi Baru digunakan analisis uji beda rata-rata. Analisis uji beda


(48)

rata-rata ini digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani TRKSU dengan petani TRM di PG Candi Baru yang mana hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan nyata mengenai biaya usahatani,

penerimaan dan pendapatan antara petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dengan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri). H1 : Terdapat perbedaan nyata mengenai biaya usahatani, penerimaan

dan pendapatan antara petani TRKSU dengan petani TRM.

Taraf kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0,05. Uji ini dilakukan dengan terlebih dahulu menguji beda tidaknya keragamannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

= Nilai varian pendapatan petani TRKSU = Nilai varian pendapatan petani TRM = Contoh ke i

= Rata-rata pendapatan petani TRKSU = Rata-rata pendapatan petani TRM = Jumlah contoh petani TRKSU = Jumlah contoh petani TRM

Menurut Sastrosupadi, A (1997) dalam Nurani (2008) untuk menguji hipotesisnya digunakan uji t dengan rumus sebagai berikut:


(49)

Dengan kaidah pengujiannya:

a) Bila t hitung < t tabel 0,05 maka terima H0 dan tolak H1 artinya bahwa pendapatan petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dengan petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) tidak terdapat perbedaan yang nyata. b) Bila t hitung > t tabel 0,05 maka terima H1 dan tolak H0 artinya bahwa

pendapatan petani TRKSU dengan petani TRM terdapat perbedaan yang nyata.

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Pengertian ini menggunakan beberapa istilah dalam pengukuran variabel, berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesis dari istilah-istilah yang digunakan dalam analisa adalah sebagai berikut:

1. TR (Tebu Rakyat)

TR adalah pengusahan tanaman tebu oleh petani yang dilakukan dalam kaitannya dengan kerjasama kelompok tani pada suatu hamparan usahatani guna memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana secara optimal dengan menerapkan teknologi anjuran.

2. TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani)

TRKSU adalah kemitraan kerjasama usaha antara petani tebu dengan pabrik gula, dimana pabrik gula memberikan biaya garap, bibit, pupuk, hebrisida, dan


(50)

alat-alat, selain itu petani diberikan bimbingan teknis dan penyuluhan serta jaminan pengelolahan seluruh hasil panen oleh pabrik gula.

3. TRM (Tebu Rakyat Mandiri)

TRM adalah bentuk kerjasama antara tebu rakyat dengan pabrik gula dimana mengembangkan usahataninya secara swadaya dengan pengelolahan hasil panennya oleh pabrik gula yang menjadi mitra kerjanya

4. Produksi Tebu

Produksi Tebu adalah jumlah tebu yang dihasilkan oleh petani pada satu kali musim panen (±12 bulan). Untuk mengukur besarnya produksi tebu yaitu dengan membagi jumlah tebu yang dihasilkan dengan luas lahan tebu. Satuan yang digunakan pada umumnya yaitu ton/ha.

5. Usahatani Tebu

Usahatani Tebu adalah upaya petani dalam membudidayakan tanaman tebu guna diambil hasilnya baik untuk dikonsumsi (rumah tangga) maupun dijual (petani tebu dan pabrik gula) guna mendapatkan uang tunai.

6. Pendapatan / Keuntungan

Pendapatan atau Keuntungan adalah selisih antara seluruh penerimaan dengan biaya total usahatani tebu selama satu musim tanam diukur dengan satuan rupiah per masa panen (±12 bulan).

Rumus : π = TR – TC

Dimana : TR = penerimaan total (Total Revenue)

TC = biaya total (Total Cost)


(51)

7. Sistem Bagi Hasil

Sistem Bagi Hasil adalah tata cara penyerahan tebu dari petani/kelompok tani kepada pabrik gula. Petani/kelompok petani menerima bagi hasil gula sesuai kesepakatan dengan APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) yaitu 66:34 untuk mitra TR-KSU (66% untuk petani dan 34% untuk PG) dan 80:20 untuk mitra TRM (80% untuk petani dan 20% untuk PG).

8. Rendemen

Rendemen adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10%, artinya ialah bahwa dari 100kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg (www.google.co.id/pengertian-rendemen).

9. Hablur

Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan dan masih mengandung kotoran tebu atau endapan (www.rudyct.com/pps702-ipb).

10. Penerimaan

Penerimaan adalah hasil produksi dikalikan dengan harga per satuan produksi.

Rumus : TR = P x Q

Dimana: TR = Total Revenue/Total Penerimaan (Rp)

P = Harga Produksi (Rp)


(52)

11. Hak dan Kewajiban Perusahaan Mitra

Hak dan kewajiban digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan hubungan kemitraan ini sehingga berjalan dengan lancar. Pada hubungan kemitraan, hak petani tebu anggota merupakan kewajiban PG sedangkan kewajiban petani tebu anggota merupakan hak dari PG mitra.

Adapun kewajiban masing-masing pihak adalah sebagai berikut (Sriati, 2006):

1. Kewajiban Perusahaan

a. Melaksanakan bimbingan usahatani kepada petani. b. Penjaminan pinjaman petani kepada bank.

c. Melayani saprodi.

d. Menaati perjanjian kerjasama yang telah disepakati. 2. Kewajiban Petani

a. Menyediakan lahan. b. Mengerjakan lahan.

c. Memasarkan hasil kepada perusahaan. d. Menaati perjanjian yang telah disepakati. 3. Hak Perusahaan

a. Mendapatkan jaminan lahan untuk usahatani tebu dari petani.

b. Mengawasi pelaksanaan usahatani tebu dari pra tanam hingga pasca panen. c. Memperoleh hasil panen tebu dari petani.

4. Hak Petani


(53)

b. Mendapatkan pinjaman modal untuk usahatani tebu.

c. Mendapatkan pinjaman berupa saprodi untuk mempermudah petani dalam mengerjakan usahataninya.

12. Harmonisasi Kemitraan

Harmonisasi Kemitraan adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan dalam bermitra yang dijalankan oleh petani tebu mitra dengan Pabrik Gula Candi Baru-Sidoarjo. Suatu keharmonisan dapat diukur melalui keselarasan antara petaturan dengan pelaksanaan, tingkat kepercayaan oleh masing-masing pihak, dan juga tingkat kepuasan yang dicapai dengan adanya suatu perjanjian.

13. Kemitraan

Kemitraan adalah kerajasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.


(54)

V. KEADAAN UMUM WILAYAH

5.1. Keadaan Geografis

Kecamatan Candi terletak kurang lebih 26 km dari kota Provinsi Surabaya dan 6 km dari pusat kota Kabupaten Sidoarjo. Kecamatan Candi berada pada ketinggian ± 4 meter dari permukaan air laut dan termasuk kedalam daratan rendah dengan curah hujan rata-rata 2.100 mm/tahun dengan jumlah 29 hari. Memiliki luas daerah 4.549.842 Ha yang terdiri dari 24 desa. Adapun batas wilayah Candi antara lain sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Sidoarjo

Sebelah Timur : Kecamatan Sidoarjo

Sebelah Selatan : Kecamatan Tanggulangin dan Porong

Sebelah Barat : Kecamatan Tulangan

Kecamatan Candi merupakan salah satu wilayah di Kota Sidoarjo yang memiliki Pabrik Gula dengan jumlah petani mitra yang cukup besar. Dipilihnya Kecamatan Candi untuk suatu penelitian dikarenakan oleh sebagian besar masyarakat di sekitar yang berprofesi sebagai petani tebu memilih untuk bermitra dengan PG Candi Baru.

Penggunaan tanah di kecamatan Candi dari pemukiman penduduk, perkebunan, pertanian, tegal, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya penggunaan tanah tersebut dapat dilihat pada tabel 1 :


(55)

Tabel 1. Penggunaan Tanah di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009

Jenis Luas (Ha) Persentase (%)

Tanah Sawah 974.168 21,41

Irigasi Teknis/setengah teknis 1.614.833 35,49

Pemukiman 597.686 13,14

Tambak 1.031.655 22,67

Fasilitas Umum 331.500 7,29

Jumlah 4.549.842 100

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa penggunaan tanah di Kecamatan Candi sebagian besar untuk Irigasi teknis/setengah teknis yaitu 1.614.833 Ha atau sekitar 35,49 %. Sedangkan untuk tanah sawah 974.168 Ha atau sekitar 21,41 %, untuk tanah pemukiman 597.686 Ha atau sekitar 13,14 %, untuk Tambak 1.031.655 Ha atau 22,67 % dan untuk fasilitas umum 331.500 Ha atau sekitar 7,29 %.

5.2. Keadaaan Penduduk

Berdasarkan data statistik Kantor Kecamatan Candi tercatat pada tahun 2009 jumlah penduduk di Kecamatan Candi sebanyak 124.724 jiwa yang terdiri dari 62.309 orang pria dan 62.315 orang wanita.

5.3. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi penduduk perlu diketahui dan dapat dilihat dalam komposisi penduduk menurut mata pencaharian dan tingkat pendidikan. Dari sini akan terlihat pola pikir yang akan dilakukan sebagai pengambilan keputusan usaha.


(56)

5.3.1. Tingkat Pendidikan

Dalam usaha peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan menentukan pola pikir dan cara mengambil keputusan dari suatu masyarakat. Semakin tinggi pendidikan yang diterima maka semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat pendidikan yang diterima oleh masyarakat Kecamatan Candi sangat beragam, hal ini yang akan mempengaruhi kemampuan dalam menerima dan menerapkan teknologi baru yang dapat berguna bagi pengembangan usahatani, khususnya usahatani tebu. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Candi dapat dilihat pada tabel 2 :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Candi Tahun 2009

Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

TK / Sederajat 8.213 8,84

SD / Sederejat 30.764 33,13

SMP / Sederajat 16.503 17,77

SMA / Sederajat 28.619 30,82

Akademi (D1D2/D3) 4.304 4,63

Sarjana (S1/S2/S3) 4.465 4,81

Jumlah 92.868 100

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Candi umumnya tamat SD yaitu sebanyak 30.764 orang atau sekitar 33,13%, tamat SMA / Sederajat sebesar 28.619 orang atau sekitar 30,82%, tamat SMP sebanyak 16.503 orang atau sekitar 17,77 %, 8.213 orang atau 8,84% hanya mampu menjalani pendidikan hingga Taman Kanak-Kanank (TK), sedangkan


(57)

yang berpendidikan akademi sebanyak 4.304 orang atau sekitar 4,63 % dan sisanya sebanyak 4.465 orang atau sekitar 4,81 % mampu menjalani pendidikan hingga jenjang yang paling tinggi yaitu sarjana. Kondisi yang mendukung tingginya tingkat pendidikan masyarakat antara lain disebabkan kesadaran masyarakat yang sudah mengenal pentingnya pendidikan, keadaan ekonomi masyarakat, selain itu juga disebabkan lokasi Kecamatan Candi dekat dengan pusat kota Kabupaten Sidoarjo sehingga banyak terdapat fasilitas pendidikan yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapat pendidikan yang tinggi.

5.3.2. Mata Pencaharian

Penduduk Kecamatan Candi mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing untuk mengetahui jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 3, sebagai berikut :

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Candi Tahun 2009

Pekerjaan Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Pertukakangan 6.882 41,42

Buruh Tani 7.439 44,77

Pensiunan 1.032 6,21

Nelayan 495 2,98

Pemulung 30 0,18

Jasa 736 4,44

Jumlah 16.614 100

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan Candi sebagian besar bekerja sebagai buruh tani yaitu sebanyak 7.439 orang atau sekitar


(58)

44,7 7%. Sedangkan yang bekerja di bidang pertukangan sebanyak 6.882 orang atau sekitar 41,42 %, pensiunan sebanyak 1.032 orang atau sekitar 6,21 %, yang bekerja di bidang jasa sebanyak 736 orang atau sekitar 4,44 % dan nelayan sebanyak 495 orang atau sekitar 2,98 % sedangkan sisanya 30 orang atau 0,18 % bekerja sebagai pemulung.


(59)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden

Karakteristik merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap manusia dengan karakteristik ini dapat dibedakan antara orang satu dengan yang lain. Pada penelitian ini, responden mempunyai karakteristik yang berhubungan dengan keberhasilan usahataninya. Karakteristik juga menunjukkan kondisi yang dimiliki oleh petani yang penting artinya untuk mengetahui latar belakang dalam berusahatani dan untuk mengukur sampai dimana kemampuan petani dalam berusahatani.

6.1.1. Umur Responden

Umur seseorang akan mempengaruhi kecakapan serta cara kerja dalam melakukan usahataninya selain itu umur petani juga dapat mempengaruhi petani dalam menerima inovasi baru. Semakin tua umur seseorang akan semakin menurun daya pikir orang tersebut sehingga dapat mempengaruhi petani dalam menetapkan anjuran-anjuran usahataninya dengan maksud untuk mencapai peningkatan produksi dan pendapatan.

Semakin tua umur seseorang maka semakin berpengalaman orang tersebut sehingga bekal yang telah lama dalam berusahatani menjadikan orang lebih bijaksana dalam menentukan langkah atau mengambil keputusan. Berbeda dengan petani yang masih muda dan sehat yang dapat menyerap anjuran-anjuran serta petunjuk-petunjuk teknik usahatani dengan baik. Disamping itu petani muda lebih suka terhadap tantangan dengan berani menanggung resiko. Mengingat


(60)

pentingnya umur petani mitra dalam penelitian ini sehingga tingkat umur petani dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Jumlah Responden Menurut Golongan Umur

Umur (Tahun)

Petani TRKSU Petani TRM

Jumlah (Jiwa)

Persen (%)

Jumlah (Jiwa)

Persen (%)

30-40 2 13 2 13

41-50 7 47 6 40

51-60 4 27 3 20

>60 2 13 4 27

Jumlah 15 100 15 100

Sumber: Data primer diolah

Dari tabel 4 di atas dapat dilihat umur petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) terbanyak pada rentang usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 7 orang dengan prosentase sebesar 47%, sedangkan umur petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) paling banyak terdapat pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang dengan prosentase sebesar 40%.

Hal ini berarti bahwa kebanyakan yang menjadi petani tebu yang bermitra dengan PG Candi Baru, baik petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) maupun petani TRM adalah petani yang berusia 41-50 tahun, karena mereka mempunyai tingkat kedewasaan berusaha dan mempunyai banyak pengalaman tentang bermitra dibandingkan dengan rentang usia di bawahnya. Hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas usahatani dan produksi gula, selain itu juga sangat menentukan kebijakan dengan pabrik.


(61)

6.1.2. Luas & Status Lahan Usahatani

Tanah merupakan kekayaan yang berharga dan penting bagi kebutuhan penduduk daerah pedesaan. Tanah di samping modal utama bagi pertanian dalam menjalankan usahataninya juga merupakan ukuran kekayaan seseorang di daerah pedesaan. Lahan yang akan dideskripsikan berikut ini adalah luas lahan keseluruhan responden.

Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Luas Lahan Usahatani

Sumber: Data primer diolah

Dari tabel 5 di atas, diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki luas lahan terbanyak adalah 7 orang atau 46% dari petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dengan luas lahan sekitar 2-8 Ha. Sedangkan dari petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) yang memiliki luas lahan terbanyak adalah 6 orang atau 40% dengan luas lahan sekitar 2-8 Ha.

Hal ini berarti bahwa kebanyakan yang menjadi petani tebu yang bermitra dengan PG adalah petani yang mempunyai lahan yang cukup luas yakni kisaran antara 2-8 Ha. Hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas usahatani dan produksi gula, akan tetapi modal yang diperlukan juga tidak sedikit.

Luas Lahan (Ha)

Petani TRKSU Petani TRM

Jumlah (Jiwa) Persen (%) Jumlah (Jiwa) Persen (%)

< 2 1 7 3 20

2,00-8 7 46 6 40

8,01-15 3 20 4 27

>15 4 27 2 13


(62)

Tabel 6. Status Lahan yang Dikerjakan Petani Tebu Mitra

Sumber Data Primer diolah

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, hampir keseluruhan responden mengaku bahwa lahan yang dimiliki untuk keperluan usahatani tebu mereka, diperoleh atas hasil menyewa lahan (bukan milik sendiri). Hal itu dikarenakan adanya pertimbangan bahwa harga sewa jauh lebih murah, cara memperolehnya lebih mudah dan juga dapat memberikan masukan bagi para pemilik lahan yang mereka sewa.

6.1.3. Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan faktor penting terhadap kemampuan dalam pengambilan keputusan pada usahatani karena dengan pendidikan yang dimiliki petani akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, cara berpikir dan keterampilan petani. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin cepat menerapkan inovasi baru, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan petani maka semakin lambat petani tersebut dalam menerima dan menerapkan inovasi baru karena pemikiran mereka masih berdasarkan pengalaman saja. Untuk mengetahui tingkat pendidikan petani tebu tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:

Status Lahan Petani TRKSU Petani TRM

Jumlah (Jiwa) Persen (%) Jumlah (Jiwa) Persen (%)

Sakap - - - -

Sewa 14 93,33 10 88,89

Beli 1 6,67 5 11,11


(63)

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Responden

Sumber: Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat tingkat pendidikan petani TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) sebanyak 9 orang dengan prosentase sebesar 60% adalah Sarjana, sedangkan untuk petani TRM (Tebu Rakyat Mandiri) terbanyak 9 orang dengan prosentase 60% adalah Sarjana. Data ini menandakan tingginya tingkat kesadaran masyarakat (petani) dalam pendidikan mengingat bahwa pendidikan sangat berpengaruh pada penerapan teknologi baru di dalam pengembangan usahatani budidaya tanaman tebu tersebut. Dengan pendidikan maka tingkat kemampuan dan keterampilan dalam mengelola usahatani tanaman tebu dapat meningkat ke arah yang lebih baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan membantu petani tanaman tebu dalam upaya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Penyuluhan-penyuluhan pertanian yang dilakukan secara intensif dan semakin luasnya sarana komunikasi, akan semakin menambah pengetahuan dan keterampilan petani dalam berusahatani tanaman tebu, sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dan pendapatan yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tingkat Pendidikan

Petani TRKSU Petani TRM

Jumlah (Jiwa) Persen (%) Jumlah (Jiwa) Persen (%)

SD - 0 - 0

SMP 1 7 - 0

SMA 5 33 6 40

Sarjana 9 60 9 60


(64)

Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebanyakan dari petani yang bermitra dengan PG adalah petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sarjana. Tingginya tingkat pendidikan yang pernah ditempuh para petani dapat mempengaruhi produktivitas usahatani dan produksi gula.

Kebanyakan dari petani yang bergelar sarjana ini, melihat peluang yang cukup besar dalam menjalankan usahatani tebu. Sehingga mereka tergerak untuk berusahatani tebu. Adapun untuk mengetahui cara-cara dalam pembudidayaan tebu ini sebagian dari mereka mengetahui dari pendidikan formal yang mereka tempuh dan sebagian lainnya mendapatkan ilmu secara otodidak dari generasi keluarga sebelumnya ataupun dari pembinaan yang dilakukan oleh pihak PG.

6.2. Prosedur Pelaksanaan Pola Kemitraan Antara Petani dan PG. Candi Baru-Sidoarjo

Pelaksanaan kemitraan antara PG. Candi Baru dengan petani dilaksanakan dengan adanya rasa kepercayaan dan kekeluargaan antara kedua belah pihak yakni PG. Candi Baru dan petani tebu mitra. Sehingga hubungan antara kedua belah pihak terbina dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungan kemitraan antara petani anggota TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan TRM (Tebu Rakyat Mandiri) dengan PG Candi Baru Sidoarjo terdapat perbedaan hak dan kewajiban petani anggota TRKSU dan TRM. Hak petani meliputi paket kredit, pembagian hasil, serta bimbingan dan pengawasan. Sedangkan kewajiban petani meliputi pengelolaan usahatani, penyerahan hasil, pengembalian kredit, dan penyetoran bukti kepemilikan lahan. Perbadingan antara hak dan kewajiban petani


(65)

anggota TRKSU (Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani) dan TRM (Tebu Rakyat Mandiri) tersebut disajikan pada Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa dalam prosedur pelaksanaan kemitraan, pihak PG. Candi Baru dan petani tebu memiliki hak dan kewajiban yang harus dipelajari, dipahami, dipatuhi dan dijalankan oleh kedua belah pihak.

Tabel 8. Hak dan Kewajiban Petani Anggota TRKSU dan TRM Petani Anggota TRKSU Petani Anggota TRM Hak Petani:

1. Mendapatkan paket kredit

melalui PG Candi Baru sesuai luas garapan yang telah disetujui.

2. Memperoleh 66% gula hasil

tebu yang diolah dan tetes 50%

3. Memperoleh bimbingan dan

pengarahan dari PG Candi Baru dlm berusahatani tebu

4. Mendapatkan jaminan

pengelolahan seluruh hasil panen oleh pabrik gula

5. Mengetahui jadwal penebangan, jumlah tebu yang dihasilkan, dan rendemen tebu

Kewajiban Petani:

1. Mengelola usahatani tebu

sebaik-baiknya dan mematuhi bimbingan yang dilakukan oleh PG

2. Menyerahkan semua hasil

usahatani tebunya kepada PG Candi Baru sesuai kesepakatan (kontrak kerja)

3. Mengembalikan bunga kredit

12% per tahun pada saat selesai giling dan membayar biaya tebang angkut

Hak Petani:

1. Tidak berhak mendapatkan paket

kredit dalam bentuk apapun.

2. Memperoleh 80% gula hasil tebu

yang diolah dan tetes 50 %

3. Memperoleh bimbingan dan

pengarahan dari PG terutama jika ada masalah dalam usahataninya.

4. Tidak berhak mendapat jaminan

apapun dari PG

5. Mengetahui jadwal penebangan,

jumlah tebu yang dihasilkan, dan rendemen tebu.

Kewajiban Petani:

1. Mengelola usahatani dengan baik, tidak harus mengikuti bimbingan yang dilakukan oleh PG

2. Menyerahkan semua hasil

usahatani tebunya kepada PG Candi Baru sesuai kesepakatan (kontrak kerja)

3. TRM hanya membayar biaya

tebang angkut setelah selesai giling


(66)

Dari Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa antara hak dan kewajiban petani TRKSU dengan petani TRM berbeda. Perbedaan yang terjadi diantaranya yaitu pemberian paket kredit oleh PG kepada petani TRKSU. Pemberian kredit ini yang membedakan antara petani TRKSU dengan petani TRM dilihat dari segi permodalannya. Sehingga menyebabkan perbedaan pada pembagian hasil giling yaitu 66% untuk petani TRKSU dan 80% untuk petani TRM. Tidak hanya persentase bagi hasilnya yang berbeda, biaya produksi TRKSU dengan TRM pun berbeda. Dapat dilihat pada poin tiga kewajiban petani pada Tabel 8. Petani TRKSU mendapatkan beban bunga 12% atas pinjaman yang diberikan PG pada saat pengembalian dana pinjaman sedangkan petani TRM tidak dibebankan bunga apapun karena modal yang digunakan merupakan swadaya petani itu sendiri.

Pada pelaksanaannya, petani TRKSU lebih diprioritaskan oleh PG sehingga pada saat pembudidayaan tebu hingga pasca panen, Pabrik Gula memegang kendali atas lahan yang telah disepakati anatara TRKSU dengan PG. Hal ini dibuktikan dengan kewajiban petani TRKSU yang wajib melaksanakan segala bentuk penyuluhan yang diberikan oleh PG dan mengaplikasikan terhadap lahan yang mereka garap. Pabrik gula menginginkan kepastian hasil yang optimal dari petani TRKSU agar dapat diperhitungkan dengan matang persentase hasil tebu yang dapat diperoleh PG untuk memenuhi kapasitas gilingnya (sebesar 25.000 kw per hari). Pihak PG pun memberikan jaminan hasil produksi apabila terjadi gagal panen yang disebabkan oleh kesalahan dari pihak PG. Sedangkan pada mitra TRM tidak ada kewajiban untuk menerapkan materi penyuluhan yang diberikan pihak PG dalam pelaksanaan pembudidayaan tebu karena petani TRM


(1)

Gula Tet es

1 12,22 1200 36660 533476320 18330000 45156000

2 4,2 1150 12075 197064000 10626000 49450000

3 1 1150 2875 38145500 1437500 39583000

4 11,3 1000 28250 343294000 14125000 31630000

5 5,834 1000 14585 190421760 7292500 33890000

6 3,9 800 7800 108201600 3900000 28744000

7 0,98 800 1960 21431424 980000 22868800

8 1 1200 3000 36720000 1500000 38220000

9 10 1150 28750 375360000 14375000 38973500

10 27 1200 81000 989107200 40500000 38133600

11 4,65 1200 15112,5 203112000 7556250 45305000

12 3,06 1200 9180 109278720 8078400 38352000

13 25,27 900 75810 856592352 68229000 36597600

14 4,2 900 9450 118102320 8505000 30144600

15 15 800 30000 390336000 15000000 27022400

Jum lah 129,614 15650 356507,5 4510643196 220434650 544070500

Rat a-Rat a 8,640933 1043,333333 23767,16667 300709546 14695643,3 36271366,67 Penerim aan per

Ha (Rp) No

Luas Lahan

(Ha)

Produksi Tebu per Ha (Kw )

Produksi Tet es per Ha (Kg)


(2)

551806320 31314500 382663190 13841500 169143130

207690000 28217500 118513500 21232500 89176500

39583000 29535000 29535000 10048000 10048000

357419000 30480000 344424000 1150000 12995000

197714260 28230000 164693820 5660000 33020440

112101600 25862000 100861800 2882000 11239800

22411424 16954500 16615410 5914300 5796014

38220000 27822500 27822500 10397500 10397500

389735000 23803750 238037500 15169750 151697500

1029607200 31424500 848461500 6709100 181145700

210668250 29807726 138605925 15497274 72062325

117357120 35785000 109502100 2567000 7855020

924821352 35402000 894608540 1195600 30212812

126607320 29167500 122503500 977100 4103820

405336000 23054500 345817500 3967900 59518500

4731077846 426860976 3882665785 117209524 848412061

315405189,7 28457398,39 258844385,7 7813968,28 56560804,07 Tot al

Penerim aan (Rp)

Tot al Biaya (Rp) Biaya per Ha

(Rp)

Pendapat an per Ha (Rp)

Tot al Pendapat an


(3)

REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS CI(95) BCOV R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT dummy /METHOD=ENTER Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 /RESIDUALS DURBIN /CASEWISE PLOT(ZRESID) OUTLIERS(3).

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Jenis Kemitraan .50 .509 30

Prosedur Kemitraan 3.90 .305 30

Pelayanan PG 3.40 .498 30

Pelaksanaan Perjanjian 3.13 .346 30

Penyuluhan 3.27 .583 30

Penentuan Rendemen 3.07 .521 30

SBH 3.13 .507 30

Correlations Jenis

Kemitraan

Prosedur Kemitraan

Pelayanan PG

Pelaksanaan

Perjanjian Penyuluhan

Penentuan

Rendemen SBH

Pearson Correlation Jenis Kemitraan 1.000 .333 .680 .392 .581 .521 .401

Prosedur Kemitraan .333 1.000 .272 .131 .542 .477 -.134

Pelayanan PG .680 .272 1.000 .280 .451 .558 .464

Pelaksanaan Perjanjian .392 .131 .280 1.000 .502 .332 .288

Penyuluhan .581 .542 .451 .502 1.000 .393 -.008

Penentuan Rendemen .521 .477 .558 .332 .393 1.000 .487

SBH .401 -.134 .464 .288 -.008 .487 1.000

Sig. (1-tailed) Jenis Kemitraan . .036 .000 .016 .000 .002 .014

Prosedur Kemitraan .036 . .073 .246 .001 .004 .241

Pelayanan PG .000 .073 . .067 .006 .001 .005

Pelaksanaan Perjanjian .016 .246 .067 . .002 .037 .061

Penyuluhan .000 .001 .006 .002 . .016 .484

Penentuan Rendemen .002 .004 .001 .037 .016 . .003

SBH .014 .241 .005 .061 .484 .003 .

N Jenis Kemitraan 30 30 30 30 30 30 30


(4)

Pelayanan PG 30 30 30 30 30 30 30

Pelaksanaan Perjanjian 30 30 30 30 30 30 30

Penyuluhan 30 30 30 30 30 30 30

Penentuan Rendemen 30 30 30 30 30 30 30

SBH 30 30 30 30 30 30 30

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 SBH, Penyuluhan, Prosedur

Kemitraan, Pelaksanaan Perjanjian, Pelayanan PG, Penentuan Rendemena

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .772a .596 .490 .363 .596 5.652 6 23 .001 1.347

a. Predictors: (Constant), SBH, Penyuluhan, Prosedur Kemitraan, Pelaksanaan Perjanjian, Pelayanan PG, Penentuan Rendemen

b. Dependent Variable: Jenis Kemitraan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4.469 6 .745 5.652 .001a

Residual 3.031 23 .132

Total 7.500 29

a. Predictors: (Constant), SBH, Penyuluhan, Prosedur Kemitraan, Pelaksanaan Perjanjian, Pelayanan PG, Penentuan Rendemen


(5)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95,0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) -2.998 1.254 -2.391 .025 -5.591 -.405

Prosedur Kemitraan .067 .313 .040 .212 .834 -.582 .715 .333 .044 .028 .497 2.012

Pelayanan PG .392 .186 .384 2.110 .046 .008 .776 .680 .403 .280 .531 1.885

Pelaksanaan Perjanjian .041 .245 .028 .166 .870 -.467 .548 .392 .035 .022 .632 1.582

Penyuluhan .314 .176 .360 1.784 .088 -.050 .677 .581 .349 .236 .432 2.313

Penentuan Rendemen .036 .199 .037 .181 .858 -.375 .447 .521 .038 .024 .424 2.361

SBH .205 .190 .205 1.081 .291 -.188 .599 .401 .220 .143 .489 2.046

a. Dependent Variable: Jenis Kemitraan

Coefficient Correlationsa

Model SBH Penyuluhan

Prosedur Kemitraan

Pelaksanaan

Perjanjian Pelayanan PG

Penentuan Rendemen

1 Correlations SBH 1.000 .264 .343 -.241 -.361 -.462

Penyuluhan .264 1.000 -.380 -.516 -.380 -.012

Prosedur Kemitraan .343 -.380 1.000 .170 .012 -.500

Pelaksanaan Perjanjian -.241 -.516 .170 1.000 .134 -.103

Pelayanan PG -.361 -.380 .012 .134 1.000 -.228

Penentuan Rendemen -.462 -.012 -.500 -.103 -.228 1.000

Covariances SBH .036 .009 .020 -.011 -.013 -.017

Penyuluhan .009 .031 -.021 -.022 -.012 .000

Prosedur Kemitraan .020 -.021 .098 .013 .001 -.031

Pelaksanaan Perjanjian -.011 -.022 .013 .060 .006 -.005

Pelayanan PG -.013 -.012 .001 .006 .034 -.008

Penentuan Rendemen -.017 .000 -.031 -.005 -.008 .040


(6)

Model

Dimensio

n Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant)

Prosedur

Kemitraan Pelayanan PG

Pelaksanaan

Perjanjian Penyuluhan

Penentuan

Rendemen SBH

1 1 6.925 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .029 15.372 .00 .00 .00 .00 .19 .01 .19

3 .017 20.109 .04 .01 .07 .06 .06 .24 .00

4 .012 24.267 .01 .05 .11 .03 .14 .31 .12

5 .010 26.628 .02 .02 .54 .16 .06 .11 .05

6 .005 36.500 .00 .03 .26 .59 .40 .06 .49

7 .001 69.783 .92 .89 .01 .15 .16 .27 .14

a. Dependent Variable: Jenis Kemitraan

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -.15 1.22 .50 .393 30

Residual -.623 .769 .000 .323 30

Std. Predicted Value -1.653 1.831 .000 1.000 30

Std. Residual -1.716 2.118 .000 .891 30