19 1985. Oleh karena itu, minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan
mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Lapisan minyak di
permukaan air akan menganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini disebabkan oleh:
a. Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang.
Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air. b. Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses
fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadi semakin menurun Wardhana, 2004.
Akibat jangka pendek dari pencemaran minyak antara lain adalah bahwa molekul-molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut,
mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Secara langsung minyak akan menyebabkan kematian pada ikan disebabkan
kekurangan oksigen, keracunan karbondioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya. Akibat jangka panjang dari pencemaran minyak adalah terutama bagi biota
laut yang masih muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang
sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan.
Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia Sumadhiharga, 1995.
2.3 Senyawa Hidrokarbon Aromatik
Senyawa hidrokarbon aromatik adalah senyawa yang memiliki cincin benzen yang mempunyai enam atom karbon dengan satu atom hidrogen pada setiap karbon.
Keadaan ini menyebabkan satu elektron tersisa untuk membentuk ikatan ganda. 6
Universitas Sumatera Utara
20 Senyawa ini sering disebut juga sebagai senyawa hidrokarbon aromatik karena
senyawa ini memiliki aroma yang khas dan harum. Senyawa ini termasuk senyawa yang tidak jenuh. Ikatan ganda pada cincin benzen tidak hanya berada pada satu posisi
saja, namun selalu berpindah-pindah. Peristiwa ini sering dikenal dengan istilah resonansi. Keadaan inilah yang menyebabkan senyawa aromatik sukar didegradasi
dan lebih tahan terhadap beberapa reaksi kimia Wilbraham Matta, 1992.
Senyawa aromatik mengandung berbagai senyawa aromatik lainnya seperti PAH Polycyclic Aromatic Hydrocarbon yakni senyawa aromatik yang mengandung
lebih dari dua cincin benzen. PAH bersifat toksik. Kadar PAH yang relatif tinggi, ditemukan oleh beberapa peneliti dalam sedimen yang lokasinya berdekatan dengan
perkotaan Marsaoli, 2004. Menurut Connel Miller 1981, PAH dapat berasal dari air buangan, seperti buangan rumah tangga dan industri, sampah, dan aliran buangan
kota serta dari pembakaran bahan bakar fosil. Menurut Clark Macleod 1977, hidrokarbon alifatik dan aromatik terdapat diseluruh estuary, daerah pantai, dan
lingkungan samudera dengan kadar tertinggi di daerah estuary dan habitat intertidal.
PAH yang larut pada konsentrasi 0,1-0,5 ppm dapat menyebabkan keracunan pada makhluk hidup Connel Miller, 1981. Sedangkan PAH dalam kadar rendah
dapat menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan makhluk yang hidup di perairan seperti ikan, hewan berkulit keras dan moluska. Selain itu hidrokarbon minyak bumi
yang terserap ke dalam tubuh biota menimbulkan rasa yang menyengat dan memerlukan waktu tertentu untuk dapat hilang Neff, 1979 dalam Marsaoli, 2004.
Salah satu contoh senyawa PAH yang paling sederhana adalah naftalen yang hanya memiliki dua cincin benzen dan paling mudah larut dibanding dengan senyawa PAH
yang lain Goyal Zylstra, 1997. Naftalen merupakan salah satu senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik HAP yang banyak dijumpai dalam minyak bumi,
batu bara dan hasil alam lainnya. Meskipun bukan senyawa xenobiotik, naftalen dapat menjadi persoalan yang serius karena penggunannya yang luas dan penanganan yang
tidak hati-hati. Naftalen diketahui bersifat mutagenik. Naftalen diklasifikasikan sebagai bahan beracun dan berbahaya menurut PPRI No. 181999 jo. PPM No.
851999. Kontaminasi lingkungan oleh naftalen berasal dari kegiatan-kegiatan yang 7
Universitas Sumatera Utara
21 berhubungan dengan industri perminyakan, produk-produk pestisida dan warna Sri,
2001.
2.4 Biodegradasi Senyawa Hidrokarbon Aromatik