14
BAB II LANDASAN TEORI
A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
1. Definisi Psychological Well-Being
Diener Johada dalam Ryff, 1989 mengungkapkan bahwa penelitian tentang psychological well-being mulai berkembang pesat sejak para ahli
menyadari bahwa ilmu psikologi lebih sering menekankan pada ketidakbahagiaan dan penderitaan daripada bagaimana individu dapat berfungsi secara positif
positive psychological functioning. Ryff 1989 menambahkan bahwa kesehatan mental seringkali dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada
psikologis yang berfungsi secara positif. Oleh sebab itu, orang-orang lebih mengenal kesehatan mental dengan istilah tidak adanya penyakit daripada berada
dalam kondisi well-being. Formulasi seperti itu seakan mengabaikan kapasitas dan kebutuhan manusia untuk berkembang serta merealisasikan potensi-potensi yang
dimilikinya. Well-being didefinisikan sebagai derajat seberapa jauh seseorang dapat
berfungsi secara optimal Ryan Deci, 2001. Menurut Bradburn dalam Ryff Keyes, 1995, psychological well-being merujuk pada perasaan-perasaan
seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan dan
sebagainya sampai ke kondisi mental positif misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri. Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian
Universitas Sumatera Utara
penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan
orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta
terus mengembangkan pribadinya Ryff, 1989. Menurut Ryff 1989 gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki
psychological well being merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh fully-functioning person, pandangan Maslow tentang aktualisasi
diri self actualization, pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan
individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. Psychological well being dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak
adanya gejala-gejala depresi. Ryff menyebutkan bahwa psychological well being terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan terhadap diri sendiri, memiliki
hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan
yang berkelanjutan Ryff Keyes, 1995. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Psychological
well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang. Dimana individu dapat menerima segala kekurangan, kelebihan dan
masa lalunya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus
mengembangkan pribadinya.
Universitas Sumatera Utara
2. Dimensi Psychological Well-Being