PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ANTARA WANITA

usia yang berbeda juga. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa mengalami menopause sekitar usia 47 tahun. Selain itu Morgan dalam Kasdu, 2002 menyatakan bahwa kecenderungan bawaan, penyakit, stres, dan pengobatan dapat mempengaruhi waktu terjadinya menopause. Di Amerika Utara, usia rata-rata wanita yang mengalami menopause adalah sekitar 51 tahun. Data statistik menunjukkan bahwa wanita perokok cenderung mendapat menopause lebih awal dan wanita yang kelebihan berat badan cenderung mendapat menopause lebih lambat. Sedangkan Spencer Brown 2007 menyatakan bahwa menopause umumnya dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun dan dengan usia rata-rata wanita memasuki menopause adalah 51 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usia seseorang mengalami menopause sangat bervariatif. Jika diambil rata-ratanya, seseorang akan mengalami menopause sekitar usia 45-60 tahun.

F. PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ANTARA WANITA

MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA Menopause sering dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan dalam kehidupan seorang wanita. Kekhawatiran ini mungkin berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar, dan tidak cantik lagi. Menopause juga merupakan pertanda terjadinya masa transisi yaitu peralihan dari periode reproduktif menuju non-reproduktif yang biasanya diiringi dengan Universitas Sumatera Utara perubahan fisik dan psikologisnya Jones, 2007. Selama menopause, wanita mengalami perubahan penampilan yang meliputi payudara tidak kencang, bibir dan kulit menjadi kering dan kurang halus, rambut beruban, menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering, lekuk tubuh menjadi rata dan tubuh menjadi gemuk Maspaitella,2006. Selain perubahan fisik yang telah disebutkan diatas, Gulli dalam Longe, 2002 juga mengungkapkan gejala-gejala fisik yang menyertai menopause seperti rasa panas hot flush, keluarnya keringat yang terlalu berlebih, sulit tidur, iritasi pada kulit, kekeringan vagina, mudah lelah, sakit kepala dan jantung berdebar kencang. Munculnya gejala-gejala atau perubahan fisik saat menopause dapat mengacaukan emosi, dan penurunan kadar estrogen dapat menjadi penyebab yang mempengaruhi suasana hati dan ketenangan secara tidak langsung Spencer Brown, 2007. Hal ini sejalan dengan penelitian Bromberger, dkk.2001 yang menguji tentang kaitan antara distres psikologis dan menopause pada komunitas wanita Afrika Amerika, kulit putih, Cina, Hispanic dan Jepang. Ia menemukan bahwa dari 16065 wanita dengan usia 40-55 tahun, 28,9 wanita perimenopause mengalami psychologic distress yang tinggi. Sedangkan 20,9 wanita menopause dan 22 postmenopause juga mengalami psychologic distress namun tidak setinggi wanita perimenopause. Psychologic distress yang dialami berupa merasa tegang, sedih, dan mudah marah selama masa menopause. Perubahan selama masa menopause tidak jarang menimbulkan tekanan bagi mereka yang dapat berakibat pada penurunan well-being mereka. Pimenta 2011 melalui hasil penelitiannya tentang menopause dan well-being pada 1003 Universitas Sumatera Utara wanita menopause menemukan bahwa depressive mood yang merupakan simptom menopause secara signifikan berkaitan dengan penurunan well-being seseorang. Selain itu stress dan pengalaman hidup yang negatif terkait krisis usia paruh baya juga memberi pengaruh yang besar terhadap well-being seseorang Well-being sendiri diartikan sebagai fungsi optimal yang dimiliki individu Ryan Deci, 2001. Menurut Ryff 1989, well-being itu sendiri terkait dengan fungsi psikologi positif yang selanjutnya disebut sebagai psychological well- being. Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan, kelebihan dan masa lalunya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta mampu mengembangkan pribadinya. Ryff dalam Papalia, 2007 mengungkapkan bahwa psychological well-being seseorang dapat diketahui melalui keenam dimensinya yaitu, kepemilikan akan rasa penghargaan terhadap diri sendiri, kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan. Menurut Keyes, Ryff dan Shmotkin 2002 well-being setiap orang itu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan ciri kepribadian. Selain faktor yang telah disebutkan diatas, ideologi peran jenis kelamin juga mempengaruhi psychological well-being seseorang. Wanita yang menjalankan peran ganda yakni sebagai bekerja dan ibu rumah tangga memiliki psychological well-being yang lebih baik. Hal ini dikarenkan Universitas Sumatera Utara dengan bekerja wanita menjadi lebih puas, bahagia, dan memiliki self efficacy yang tinggi. Selain itu hal ini juga berkaitan dengan tantangan dalam peran ganda yang mendorong mereka untuk mampu mengatur berbagi peran dan komitmen yang dimilikinya sehingga membuat mereka menjadi lebih mandiri Ahrens Ryff, 2006. Sedangkan menurut Sollie dan Leslie dalam Strong dan Devault, 1989 Peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari erat kaitannya dengan psychological well-being seseorang. Sebagain besar wanita yang menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga lebih menunjukkan gejala-gejala distress dan ketidakpuasan hidup dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Hal ini dikarenakan peran sebagai ibu rumah tangga sering dikarakteristikkan sebagai pekerjaan yang rutin dan monoton. Kondisi ini terkadang membuat mereka bosan dan mengurangi kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda Berger, 1999.. Wanita menopause yang bekerja umumnya merasakan hal yang positif. Mereka merasakan kepercayaan diri yang meningkat dan merasa lebih bebas serta tidak merasakan gejala-gejala menopause Griffiths, MacLennan, Wong, 2010. Hal yang sama juga diungkapkan Lee, Kim Park 2010 dalam penelitiannya mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan simptom menopause. Mereka menemukan bahwa status bekerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengalaman seorang wanita terhadap menopause. wanita yang bekerja memiliki kesempatan untuk merealisasikan dirinya di luar rumah dan melaporkan gejala menopause yang lebih ringan. Beberapa dari mereka juga merasa bahwa berhenti menopause bukanlah akhir dari segalanya tetapi Universitas Sumatera Utara merupakan tahapan yang menyenangkan karena mereka umumnya mereka memiliki karir yang bagus pada masa ini Jones, 2007. Sedangkan wanita yang tidak bekerja, mereka umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Rendahnya kualitas hidup pada wanita menopause yang tidak bekerja bisa dikarenakan adanya perasaan terjadinya perubahan sosial dalam hidupnya yang dikaitkan dengan penuaan dan perubahan pada tubuh yang dialaminya Jacob, Hyland dan Ley, 2000. Namun tidak semua wanita menopause yang bekerja merasakan hal positif, Beberapa gejala menopause yang muncul seperti hot flush rasa panas, jantung berdebar kencang, gangguan konsentrasi, dan kecemasan dapat mempengaruhi performa mereka dalam menjalankan pekerjaan. Beberapa wanita menopause juga beranggapan bahwa menopause menyebabkan mereka cemas dan kehilangan kontrol saat menjalankan pekerjaan. Mereka merasa tidak nyaman dan kurang fokus pada pekerjaannya ketika munculnya rasa panas, berkurangnnya semangat dan terkadang mudah lelah sehingga tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan optimal Griffiths, MacLennan, Wong, 2010. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat perbedaan psychological well being ditinjau dari status bekerja pada wanita menopause. Universitas Sumatera Utara

G. HIPOTESIS PENELITIAN