Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contohnya setelah orang tersebut melakukan aplikasi dari apa yang dia ketahui, dia bisa mengelompokkan manfaat-manfaat yang bisa di peroleh oleh bayi, dan dirinya sendiri. e Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contohnya apabila seseorang yang sudah mengetahui manfaat dari imunisasi dasar yang di peroleh bayinya, dia akan mulai merencakanan untuk pemberian imunisasi hingga 9 bulan sesuai dengan teori dan pengetahuan yang dia dapat. f Evaluasi evaluation Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Contohnya jika seseorang sudah bisa menerapkan pemberian imunisasi dasar berdasarkan materi yang dia pelajari, dia akan bisa membedakan antara pertumbuhan bayi yang di beri imunisasi dasar lengkap dan bayi yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan- tingkatan di atas. Berdasarkan penelitian Mursyida 2013 dari 53 responden pengetahuan ibu baik yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 84,38 dan pengetahuan ibu kurang dengan status imunisasi lengkap sebanyak 47,62. Sedangkan menurut penelitian Wati 2013 dari 28 responden yang berpengetahuan baik semuanya memberikan imunisasi dasar lengkap 100 dan dari 17 responden yang berpengetahuan cukup ternyata sebagian besar memilki imunisasi lengkap yaitu sebanyak 10 responden 58,8 dan dari 5 responden yang berpengetahuan kurang sebagian besar ibu tidak memberikan imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak 3 orang 60. Berdasarkan penelitian Asep 2009 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar 85,7 status imunisasinya lengkap, responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan status imunisasinya lengkap sebesar 60,9, dan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan status imunisasinya tidak lengkap sebesar 61,5. Sedangkan berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden ibu yang memiliki pengetahuan kurang yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 3 responden 7,0, dan ibu yang memiliki pengetahuan cukup yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 17 responden 39,5, sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan baik yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 23 responden 53,5. 2. Tingkat Pendidikan Menurut Langevelt dalam Maulana 2007, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. Ciri orang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan secara fisik, mental, sosial, dan emosional. Sementara menurut Notoatmodjo 2003 dalam Maulana 2007, pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pengertian tersebut mengandung tiga unsur pendidikan yang meliputi Input sasaran dan pelaku pendidikan, Proses upaya yang direncanakan, dan Output perilaku yang diharapakan. Menurut Undang-undang RI No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara Mahfoedz, 2006. Tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi tingkat pendiidkan ibu, maka akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu Notoatmodjo, 2003. Disamping itu, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin luas pengetahuan sehingga akan semakin termotivasi menerima perubahan baru. Adanya perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan ini menyebabkan perbedaan dalam tanggapan terhadap suatu masalah. Selain itu akan berbeda pula tingkat pemahaman terhadap penerimaan pesan yang disampaikan dalam hal imunisasi. Demikian pula halnya makin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin mudah pula menerima inovasi-inovasi baru yang dihadapannya termasuk imunisasi Notoatmodjo, 2003. Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan Notoatmodjo, 2007. Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat Notoatmojo, 2003. Pendidikan merupakan pengalaman seseorang mengikuti pendidikan formal yang dinilai berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki, sehingga pendidikan terbagi menjadi dua yaitu pendidikan rendah tingkat SD dan SLTP dan pendidikan tinggi tingkat SMU keatas. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik anak didik guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Berdasarkan penelitian Wati 2013 diperoleh hasil dari 6 responden yang memiliki pendidikan tinggi semuanya memberikan imunisasi dasar lengkap 100, dari 30 responden yang berpendidikan menengah sebagian besar atau 24 responden 80 memberikan imunisasi lengkap dan dari 4 responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar itu tidak ada yang memberikan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan menurut penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 11 responden 25,6, ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 24 responden 55,8, dan ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 8 responden 18,6. 3. Status Pekerjaan Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan diperbuat, dikerjakan Depdikbud, 2006. Ibu yang bekerja mempunyai waktu luang yang sedikit bila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja sehingga pada ibu yang bekerja biasanya pemberian imunisasi dasar lengkap akan lebih sedikit didapat daripada ibu yang tidak bekerja kecuali jika mempunyai pembantu yang dapat membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi. Status pekerjaan ibu berkaitan dengan kesempatan dalam mengimunisasai anaknya. Seorang ibu yang tidak bekerja akan mempunyai kesempatan untuk mengimunisasikan anaknya dibanding dengan ibu yang bekerja. Pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering kali tidak mempunyai kesempatan untuk datang ke pelayanan imunisasi karena mungkin saat dilakukan pelayanan imunisasi ibu masih bekerja ditempat kerjanya. Sering juga ibu yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya lupa akan jadwal imunisasi anaknya Notoatmodjo, 2003. Berdasarkan penelitian Mursyida 2013 dari 53 responden diperoleh bahwa ibu bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 81,08 dan ibu tidak bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 43,75. Sedangkan berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden diperoleh bahwa ibu bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 8 responden 18,6, dan ibu tidak bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 35 responden 81,4. 4. Pendapatan Keluarga Status ekonomi seseorang akan mempengaruhi kemampuan seseorang membiayai pelayanan kesehatan. Sering kali terjadi seseorang semestinya tahu masalah kesehatan ketika ia ataupun keluarganya sakit tidak dibawa ke pelayanan kesehatan karena tidak mampu membiayai. Begitu pula dengan masalah imunisasi, bisa jadi seorang ibu ingin sekali mengimunisasikan anak-anaknya akan tetapi tidak jadi karena tidak punya biaya Mahfoedz, 2006. Pada sebagian ibu, bekerja di luar rumah dilakukkan karena tekanan ekonomi dimana penghasilan suami belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Dampaknya ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya, hal ini mengakibatkan ibu cenderung tidak membawa anaknya untuk imunisasi karena ibu lebih memilih bekerja. Berdasarkan penelitian Prayoga 2009 keluarga yang memiliki penghasilan rendah yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 36 responden 83,7, keluarga yang memiliki penghasilan menengah rendah sebanyak 7 responden 16,3 memberikan imunisasi dasar lengkap, sedangkan untuk keluarga yang memiliki penghasilan menengah tinggi dan penghasilan tinggi tidak ada yang memberikan imunisasi dasar lengkap. 5. Jarak dan Keterjangkauan Tempat Pelayanan Tempat pelayanan yang jaraknya jauh bisa jadi membuat orang akan enggan untuk mendatanginya. Jauhnya tempat pelayanan bisa menyebabkan membengkaknya akomodasi pelayanan, karena selain biaya pelayanan kesehatan ada biaya tambahan yaitu biaya transportasi. Bagi orang-orang yang akan berfikir sederhana mungkin akan memutuskan untuk tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan. Hal ini mungkin terjadi adalah ketidakterjangkauan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat Mahfoedz, 2006. Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2013, jarak adalah ruang sela panjang atau jauh antara dua benda atau tempat. Jarak dekat adalah ruang sela yang pendek antara dua benda atau tempat. Sedangkan jarak jauh adalah ruang sela yang panjang antara dua tempat dsb. Berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden, ibu yang memiliki jarak rumah dekat terhadap pelayanan imunisasi sebanyak 37 responden 86,0 memberikan imunisasi dasar lengkap, dan ibu yang memiliki jarak rumah jauh yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 6 orang 14,0 6. Sikap ibu Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 2010. Menurut Berkowitz 1972 dalam Azwar 2005, setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut. Jadi, sikap ibu yang membawa anaknya untuk melakukan imunisasi merupakan respon positif ibu terhadap imunisasi untuk menjadikan ananknya yang sehat dan terhindar dari penyakit. 1 Sikap a Pengertian sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya. Menurut Campbell dalam Notoatmodjo 2003, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. b Struktur sikap Menurut Allport dalam Notoatmojo 2003, sikap terdiri dari 3 komponen yaitu: 1 Komponen kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang mengenai objek. Contoh, seseorang mempunyai kepercayaan untuk tidak memberikan imunisasi kepada anaknya 2 Setelah di imunisasi anaknya demam dan rewel 3 Komponen kehidupan emosional atau evaluasi seseorang terhadap objek. Artinya bagaimana penilaian terkandung didalam faktor emosi emosi orang tersebut terhadap objek. Contohnya, seseorang mempunyai sikap negatif terhadap pemberian imunisasi, ia tidak memberikan imunisasi kepada bayinya karena menganggap bahwa imunisasi tidak akan menjamin terhadap tumbuh kembang anak secara optimal. 4 Komponen kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Contohnya sikap seorang yang selalu mengupayaka pemberian imunisasi terhadap anaknya. c Tingkatan sikap Tingkatan sikap menurut intensitasnya adalah sebagai berikut: 1 Menerima receiving Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek misalnya sikap seseorang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut terhadap informasi mengenai imunisasi. 2 Menanggapi responding Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Contohnya bila seorang ibu setelah mengikuti penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi, di tanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian dia menjawab dan menanggapi. 3 Menghargai valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu lain tetangganya, saudaranya dan lainnya untuk memberikan imunisasi lengkap adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah memiliki sikap positif terhadap imunisasi. 4 Bertanggungjawab Responsible Bertanggungjawab atas segala sesuatu terhadap apa yang telah diyakininya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling baik. Misalnya seorang ibu mau memberikan imunisasi meskipun mendapat tantangan dari orang tuanya sendiri. d Pengukuran sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkapkan. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal positif, atau mendukung obyek sikap, pernyataan ini disebut dengan pernyataan favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisikan hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan ini yang tidak favourable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdri atas pernyataan favourable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif terhadap objek sikap azwar, 2008. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner Notoatmojo, 2003. Berdasarkan penelitian Asep 2009 menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif sebagian besar 84,8 status imunisasinya lengkap dan responden yang memiliki sikap negatif sebagian besar 77,8 status imunisasinya tidak lengkap. Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2010 ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu : 1. Predisposing Factor faktor pemudahpredisposisi Faktor penyebab seseorang yang mau mengimunisasikan anaknya, karena dipengaruhi oleh : a. Pengetahuan ibu b. Tingkat pendidikan c. Tingkat sosial ekonomi d. Sikap e. Nilai 2. Enambling Factor faktor pemungkin Faktor yang menyebabkan seseorang selalu ikut program imunisasi anaknya dipengaruhi oleh : a. Status pekerjaan b. Pendapatan Keluarga c. Jarak dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan d. Ketersediaan Waktu 3. Reinforcing Factor Faktor penguat Faktor yang menyebabkan masyarakat memperhatika kesehatannya dipengaruhi oleh : a. Motivasi Petugas b. Kedisiplinan Petugas c. Orang tua Adapun teori Blum 1974 dalam Notoatmodjo 2007 menjelaskan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu : 1. Faktor lingkungan a. Pendidikan b. Pekerjaan c. Sosial Budaya d. Fisik e. Pendapatan 2. Faktor Perilaku 3. Faktor Pelayanan kesehatan a. Pengobatan b. Rehabilitasi c. Pencegahan 4. Faktor Keturunan Hereditas a. Jumlah b. Distribusi c. Pertumbuhan d. Faktor genetic

C. Penelitian terkait

a. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Jannah Tahun 2009 dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi Dasar Pada Balita Usia 12-23 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Padarincang Kabupaten Serang Tahun 2009. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita usia 12-23 bulan sebanyak 282 orang dengan menggunakan tehnik cluster sampling. Untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel digunakan uji statistik chi square, dan correlation regresi logistic. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value= 0.004, 0.001, 0.038, 0.039 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sikap ibu dan dukungan keluarga dengan status imunisasi dasar. Sedangkan tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu, jarak ke pelayanan imunisasi, sikap kader posyandu dan sikap petugas kesehatan p value=0.0778, 0.705, 1, 0.645 dengan status imunisasi dasar. b. Penelitian yang dilakukan oleh Huda tahun 2009 dengan judul Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Tentang Imunisasi Dasar lengkap Di Puskesmas Ciputat Tahun 2009. Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sampel pada penelitian ini adalah 108 ibu pengunjung puskesmas ciputat dengan cara consecutive sampling. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar ibu memiliki pengetahuan yang buruk 45.4, sikap yang baik 50, dan memiliki perilaku yang baik 93.5. c. Penelitian yang dilakukan oleh Aliva tahun 2011 dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Dan Balita Di RW 09 Kelurahan Cireundeu Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2011. Skripsi Program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan desain penelitian cross- sectional serta teknik pengambilan sampel non random dengan cara purposive sampling. Sampel berjumlah 72 orang. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan diantara tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan balita dengan nilai p= 0,125 p0,05. d. Penelitian yang dilakukan oleh Astrianzah tahun 2011 dengan Judul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu, Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita. Skripsi Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro tahun 2011. Penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan studi cross sectional. Sampel berjumlah 50 orang dengan kriteria semua ibu yang memiliki anak balita usia 1-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas Manyaran. Hasil yang diperoleh dengan analisis bivariate yaitu tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan stastus imunisasi dasar lengkap pada balita p= 1.000 dan tidak ada hubungan antara tingkat social ekonomi dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita p=1,368. e. Penelitian yang dilakukan oleh Irfani tahun 2010 dengan judul Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan 2010. Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explantory research. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi berusia 9-12 bulan, yaitu sebanyak 286 ibu. Adapun sampel berjumlah 74 orang diambil dengan tehnik simple random sampling. Hasil dari penelitian ini adalah variabel yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi dasar lengkap adalah pendidikan p=0,001 dan pengetahuan p=0,000. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi dasar lengkap adalah variabel umur, pekerjaan, pendapatan dan sikap.

D. Kerangka teori

Skema 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor predisposisi : 1. Pengetahuan ibu 2. Tingkat pendidikan ibu 3. Sikap ibu Faktor- faktor pemungkin : 1. Status pekerjaan ibu 2. Pendapatan keluarga 3. Jarak dan keterjangkauan ke tempat imunisasi Kelengkapan imunisasi dasar balita Faktor- faktor penguat : 1. Orangtua

Dokumen yang terkait

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

2 36 136

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIMANGGIS KOTA DEPOK TAHUN 2007

0 5 12

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIMANGGIS KOTA DEPOK TAHUN 2007

0 3 13

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Buruk Pada Balita di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur

2 7 136

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIROTO TAHUN 2013.

0 5 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA DI DESA BALEGONDO Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Di Desa Balegondo Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

2 4 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA DI DESA BALEGONDO Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Di Desa Balegondo Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

0 1 20

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEBERANG PADANG TAHUN 2014.

0 0 11

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 0 19

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 1 3