Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contohnya setelah orang tersebut melakukan aplikasi dari apa yang dia ketahui,
dia bisa mengelompokkan manfaat-manfaat yang bisa di peroleh oleh bayi, dan dirinya sendiri.
e Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contohnya apabila seseorang yang sudah mengetahui
manfaat dari imunisasi dasar yang di peroleh bayinya, dia akan mulai merencakanan untuk pemberian imunisasi hingga 9 bulan sesuai
dengan teori dan pengetahuan yang dia dapat. f Evaluasi evaluation
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Contohnya jika
seseorang sudah bisa menerapkan pemberian imunisasi dasar berdasarkan materi yang dia pelajari, dia akan bisa membedakan
antara pertumbuhan bayi yang di beri imunisasi dasar lengkap dan bayi yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan di atas. Berdasarkan penelitian Mursyida 2013 dari 53 responden
pengetahuan ibu baik yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 84,38 dan pengetahuan ibu kurang dengan status imunisasi
lengkap sebanyak 47,62. Sedangkan menurut penelitian Wati 2013 dari 28 responden yang berpengetahuan baik semuanya memberikan
imunisasi dasar lengkap 100 dan dari 17 responden yang berpengetahuan cukup ternyata sebagian besar memilki imunisasi
lengkap yaitu sebanyak 10 responden 58,8 dan dari 5 responden yang berpengetahuan kurang sebagian besar ibu tidak memberikan
imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak 3 orang 60. Berdasarkan penelitian Asep 2009 menunjukkan bahwa
responden yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar 85,7 status imunisasinya lengkap, responden yang memiliki pengetahuan
cukup dengan status imunisasinya lengkap sebesar 60,9, dan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan status
imunisasinya tidak lengkap sebesar 61,5. Sedangkan berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden ibu yang memiliki
pengetahuan kurang yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 3 responden 7,0, dan ibu yang memiliki pengetahuan
cukup yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 17 responden 39,5, sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan baik
yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 23 responden 53,5.
2. Tingkat Pendidikan Menurut Langevelt dalam Maulana 2007, pendidikan adalah setiap
usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. Ciri orang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan
secara fisik, mental, sosial, dan emosional. Sementara menurut Notoatmodjo 2003 dalam Maulana 2007, pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pengertian tersebut mengandung tiga unsur pendidikan yang meliputi Input sasaran dan pelaku pendidikan, Proses upaya yang direncanakan,
dan Output perilaku yang diharapakan. Menurut Undang-undang RI No.20 tahun 2003 pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara Mahfoedz, 2006.
Tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi tingkat pendiidkan ibu, maka
akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan
mengikuti perubahan itu Notoatmodjo, 2003. Disamping itu, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin luas
pengetahuan sehingga akan semakin termotivasi menerima perubahan baru. Adanya perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan
dan ini menyebabkan perbedaan dalam tanggapan terhadap suatu masalah. Selain itu akan berbeda pula tingkat pemahaman terhadap penerimaan
pesan yang disampaikan dalam hal imunisasi. Demikian pula halnya makin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin mudah pula
menerima inovasi-inovasi baru yang dihadapannya termasuk imunisasi Notoatmodjo, 2003.
Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar
mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang
belajar baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku
untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan
Notoatmodjo, 2007. Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh
orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat Notoatmojo, 2003.
Pendidikan merupakan pengalaman seseorang mengikuti pendidikan formal yang dinilai berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki, sehingga
pendidikan terbagi menjadi dua yaitu pendidikan rendah tingkat SD dan SLTP dan pendidikan tinggi tingkat SMU keatas. Pendidikan dalam arti
formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik anak didik guna mencapai
perubahan tingkah laku. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam
pembangunan kesehatan. Berdasarkan penelitian Wati 2013 diperoleh hasil dari 6 responden
yang memiliki pendidikan tinggi semuanya memberikan imunisasi dasar lengkap 100, dari 30 responden yang berpendidikan menengah
sebagian besar atau 24 responden 80 memberikan imunisasi lengkap dan dari 4 responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar itu tidak ada
yang memberikan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan menurut penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 11 responden 25,6, ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah yang
memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 24 responden 55,8, dan ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi yang memberikan imunisasi
dasar lengkap sebanyak 8 responden 18,6. 3. Status Pekerjaan
Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan diperbuat, dikerjakan Depdikbud, 2006. Ibu yang bekerja mempunyai waktu luang yang
sedikit bila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja sehingga pada ibu yang bekerja biasanya pemberian imunisasi dasar lengkap akan lebih
sedikit didapat daripada ibu yang tidak bekerja kecuali jika mempunyai pembantu yang dapat membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi.
Status pekerjaan
ibu berkaitan
dengan kesempatan
dalam mengimunisasai anaknya. Seorang ibu yang tidak bekerja akan
mempunyai kesempatan untuk mengimunisasikan anaknya dibanding dengan ibu yang bekerja. Pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering
kali tidak mempunyai kesempatan untuk datang ke pelayanan imunisasi karena mungkin saat dilakukan pelayanan imunisasi ibu masih bekerja
ditempat kerjanya. Sering juga ibu yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya lupa akan jadwal imunisasi anaknya Notoatmodjo, 2003.
Berdasarkan penelitian Mursyida 2013 dari 53 responden diperoleh bahwa ibu bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak
81,08 dan ibu tidak bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 43,75. Sedangkan berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari
87 responden diperoleh bahwa ibu bekerja yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 8 responden 18,6, dan ibu tidak bekerja yang
memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 35 responden 81,4. 4. Pendapatan Keluarga
Status ekonomi seseorang akan mempengaruhi kemampuan seseorang membiayai pelayanan kesehatan. Sering kali terjadi seseorang semestinya
tahu masalah kesehatan ketika ia ataupun keluarganya sakit tidak dibawa ke pelayanan kesehatan karena tidak mampu membiayai. Begitu pula
dengan masalah imunisasi, bisa jadi seorang ibu ingin sekali mengimunisasikan anak-anaknya akan tetapi tidak jadi karena tidak punya
biaya Mahfoedz, 2006. Pada sebagian ibu, bekerja di luar rumah dilakukkan karena tekanan
ekonomi dimana penghasilan suami belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Dampaknya ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya,
hal ini mengakibatkan ibu cenderung tidak membawa anaknya untuk imunisasi karena ibu lebih memilih bekerja.
Berdasarkan penelitian Prayoga 2009 keluarga yang memiliki penghasilan rendah yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak
36 responden 83,7, keluarga yang memiliki penghasilan menengah rendah sebanyak 7 responden 16,3 memberikan imunisasi dasar
lengkap, sedangkan untuk keluarga yang memiliki penghasilan menengah tinggi dan penghasilan tinggi tidak ada yang memberikan imunisasi dasar
lengkap. 5. Jarak dan Keterjangkauan Tempat Pelayanan
Tempat pelayanan yang jaraknya jauh bisa jadi membuat orang akan enggan untuk mendatanginya. Jauhnya tempat pelayanan bisa
menyebabkan membengkaknya akomodasi pelayanan, karena selain biaya pelayanan kesehatan ada biaya tambahan yaitu biaya transportasi. Bagi
orang-orang yang akan berfikir sederhana mungkin akan memutuskan untuk tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan. Hal ini mungkin terjadi
adalah ketidakterjangkauan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat Mahfoedz, 2006.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2013, jarak adalah ruang sela panjang atau jauh antara dua benda atau tempat. Jarak dekat adalah
ruang sela yang pendek antara dua benda atau tempat. Sedangkan jarak jauh adalah ruang sela yang panjang antara dua tempat dsb.
Berdasarkan penelitian Prayoga 2009 dari 87 responden, ibu yang memiliki jarak rumah dekat terhadap pelayanan imunisasi sebanyak 37
responden 86,0 memberikan imunisasi dasar lengkap, dan ibu yang memiliki jarak rumah jauh yang memberikan imunisasi dasar lengkap
sebanyak 6 orang 14,0
6. Sikap ibu Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 2010. Menurut Berkowitz 1972 dalam Azwar 2005, setiap orang yang
mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang
mempunyai perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut. Jadi,
sikap ibu yang membawa anaknya untuk melakukan imunisasi merupakan respon positif ibu terhadap imunisasi untuk menjadikan ananknya yang
sehat dan terhindar dari penyakit. 1 Sikap
a Pengertian sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik dan sebagainya. Menurut Campbell dalam Notoatmodjo 2003, sikap adalah suatu sindroma atau
kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan
gejala kejiwaan yang lain. Menurut Newcomb, sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
b Struktur sikap Menurut Allport dalam Notoatmojo 2003, sikap terdiri dari 3
komponen yaitu: 1 Komponen kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep
terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang mengenai objek.
Contoh, seseorang mempunyai kepercayaan untuk tidak memberikan imunisasi kepada anaknya
2 Setelah di imunisasi anaknya demam dan rewel 3 Komponen kehidupan emosional atau evaluasi seseorang
terhadap objek. Artinya bagaimana penilaian terkandung didalam faktor emosi emosi orang tersebut terhadap objek.
Contohnya, seseorang mempunyai sikap negatif terhadap pemberian imunisasi, ia tidak memberikan imunisasi
kepada bayinya karena menganggap bahwa imunisasi tidak akan menjamin terhadap tumbuh kembang anak secara
optimal. 4 Komponen kecenderungan untuk bertindak tend to
behave. Artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Contohnya
sikap seorang yang selalu mengupayaka pemberian imunisasi terhadap anaknya.
c Tingkatan sikap Tingkatan sikap menurut intensitasnya adalah sebagai berikut:
1 Menerima receiving Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan objek misalnya sikap seseorang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian orang tersebut terhadap informasi mengenai imunisasi.
2 Menanggapi responding Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau objek
yang dihadapi. Contohnya bila seorang ibu setelah mengikuti penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi, di
tanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian dia menjawab dan menanggapi.
3 Menghargai valuing Mengajak
orang lain
untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu lain tetangganya, saudaranya dan lainnya untuk memberikan
imunisasi lengkap adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah memiliki sikap positif terhadap imunisasi.
4 Bertanggungjawab Responsible Bertanggungjawab atas segala sesuatu terhadap apa yang
telah diyakininya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling baik. Misalnya seorang ibu mau memberikan
imunisasi meskipun mendapat tantangan dari orang tuanya sendiri.
d Pengukuran sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai
pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang
hendak diungkapkan. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal positif, atau mendukung obyek sikap,
pernyataan ini disebut dengan pernyataan favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisikan hal-hal
negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan ini yang tidak
favourable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar
terdri atas pernyataan favourable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang
disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif terhadap objek sikap azwar, 2008. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu
obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis kemudian
ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner Notoatmojo, 2003.
Berdasarkan penelitian Asep 2009 menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif sebagian besar
84,8 status imunisasinya lengkap dan responden yang memiliki sikap negatif sebagian besar 77,8 status
imunisasinya tidak lengkap.
Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2010 ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu :
1. Predisposing Factor faktor pemudahpredisposisi Faktor penyebab seseorang yang mau mengimunisasikan anaknya,
karena dipengaruhi oleh : a. Pengetahuan ibu
b. Tingkat pendidikan c. Tingkat sosial ekonomi
d. Sikap
e. Nilai 2. Enambling Factor faktor pemungkin
Faktor yang menyebabkan seseorang selalu ikut program imunisasi anaknya dipengaruhi oleh :
a. Status pekerjaan b. Pendapatan Keluarga
c. Jarak dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan d. Ketersediaan Waktu
3. Reinforcing Factor Faktor penguat Faktor yang menyebabkan masyarakat memperhatika kesehatannya
dipengaruhi oleh : a. Motivasi Petugas
b. Kedisiplinan Petugas c. Orang tua
Adapun teori Blum 1974 dalam Notoatmodjo 2007 menjelaskan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu :
1. Faktor lingkungan a. Pendidikan
b. Pekerjaan c. Sosial Budaya
d. Fisik e. Pendapatan
2. Faktor Perilaku 3. Faktor Pelayanan kesehatan
a. Pengobatan b. Rehabilitasi
c. Pencegahan 4. Faktor Keturunan Hereditas
a. Jumlah b. Distribusi
c. Pertumbuhan d. Faktor genetic