Tinjauan Umum Tentang Semiotik

39 secarakeseluruhan dan pesan konotasi adalah pesan yang dihasilkan oleh unsur- unsur gambar dalam foto. 31 Barthes menggunakan istilah orders of signification. First order of signification adalah tahap denotasi, sedangkan tahap konotasi adalah second order of signification.Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda.Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda penanda. Pemakaian baru inilah yang kemudian menjadi konotasi. 32 1. Signfier penanda 2. Signfied petanda 3. Denotative Sign tanda Denotatif 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER PENANDA KONOTATIF 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF Tabel1. Peta tanda Roland Barthes Roland Barthessecara khusus membahas semiotik dalam fotografi. Inti dari pemikirannya adalah adanya dua tingkatan dalam signifikasi karya fotografi, tingkatan pertama adalah denotasi, yaitu relasi antara penanda dengan petanda dalam sebuah tanda, serta tanda dengan acuan realitas eksternalnya. Tingakatan kedua dalam pandangan Barthes ada tiga bentuk, yaitu konotasi, mitos dan simbol. 33 Dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif 31 ST. Sunardi, Semiotika Negativa, Jogajakarta: Kanal, 2002 h. 160 32 Pappilon Manurung, M. Antonius Birowo, ed.,“Metodologi Penelitian Komunikasi”, Yogyakarta: Gitanyali, h. 39. 33 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 69. 40 yang melandasi keberadaannya.Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif. 34 Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. 35 Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan. Makna denotatif memiliki beberapa istilah lain seperti makna denotasional, makna referensial, makna konseptual, atau makna ideasional. Sedangkan konotasi adalah kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentudisamping makna dasar yang umum. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emosif, atau makna evaluatif. 36 Dalam The Photographic Message, Barthes mengajukan tiga tahapan dalam mebaca foto, yaitu perspektif, kognitif dan etis ideologis. 37 1. Tahap perspektif terjadi ketika seseorang mencoba melakukan transformasi gambar ke kategori verbal; jadi semacam verbalisasi gambar. Konotasi perspektif tidak lain adalah imajinasi sintagmatik yang pada dasarnya bersifat perspektif forsee. 2. Konotasi kognitif dilakukan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menghubungkan unsur-unsur historis dari analogon denotasi. Ini konotasi yang dibangun atas dasar imajinasi paradigmatik. Pengetahuan kultural sangat menetukan. 34 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, h. 69. 35 Akhmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, Malang: UIN-Malang Press, 2007, h.22. 36 AS Haris Sumandiria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006, cet, ke-1, h. 27-28 37 ST. Sunardi, “Semiotika Negativa”, h. 187. 41 3. Etis-ideologis, orang mengumpulkan beberapa signifier yang “dikalimatkan”. Barthes menunjukkan bahwa tiga cara rekayasa di atas membuka kemungkinan untuk menurunkan signifier. Barthes menyebut signifier pada tingkat konotatif ini dengan sebutan mitos dan signified dengan sebutan ideologi. Ini dibangun dengan imajinasi simbolik.Ketiga tahap ini tidak menentukan wacana suatu foto dan ideologi atau moralitas yang berkaitan.Ini “murni” semiotik-positivistik. Kita akan mencari objektivitas pesan foto melalui prosedur yang dapat diamati dan diukur. 38 Dalam The Photographic Message Barthes menyebutkan enam prosedur atau kemungkinan untuk memperngaruhi gambar sebagai analogon. Keenam langkah tersebut dapat dipandang sebagai kegiatan “menulis” karena pada hakikatnya lewat prosedur tersebut seorang fotografer dapat menentukan berbagai unsur tanda, hubungan, dan lain-lain yang menjadi pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Pengetahuan ini penting untuk melihat perkembangan prosedur mempengaruhi gambar sebagai analogon. Keenam prosedur ini dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Rekayasa yang secara langsung dapat mempengaruhi realitas itu sendiri. Terdiri dari: a. Trick Effect, merupakan intervensi “without warning in the plane of denotation ” artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita. b. Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan memilih objek yang sedang diambil. 38 ST. Sunardi, “Semiotika Negativa”, h. 187. 42 c. Pemilihan Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest POI pada sebuah gambarfoto. 2. Rekayasa yang masuk dalam wilayah “estetis”, terdiri dari: a. Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar. Misalnya: lighting pencahayaan, exposure ketajaman foto, bluring keburaman, panning efek kecepatan, moving efek gerak, freeze efek beku, angle sudut pandang pengambilan objek dan sebagainya b. Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi. c. Sintaksis, yaitu rangkaian cerita dari isi fotogambar yang biasanya berada pada caption keterangan foto dalam foto berita dan dapat membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Dilihat dari perkembangan teknik dan seni fotografi sekarang, prosedur konotatif ini sudah ketinggalan zaman, karena kita sekarang sudah memasuki “post-photographic era”. Keenam cara tersebut tentu sudah bisa ditambah lagi atau tidak semua cara tersebut dominan dalam suatu foto berita. Meskipun demikian prinsip bahwa orang mempengaruhi foto lewat “prosedur konotatif” masih relevan, bahkan lebih relevan karena intervensinya semakin sulit dikenali lewat foto yang dihasilkan. 39 39 ST. Sunardi, “Semiotika Negativa”, h. 173-174. Signifier Signified Denotasi Form Content Mitos Konotasi 43 Reality Signs Culture First Order Second Order Tabel2. The orders of signification Dalam bagan tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos. Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa dikatakan sebagai ideologi dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai thirdorder of signification istilah ini bukan dari Barthes, Barthes menyebut konsepini sebagai myth mitos. 40 Mitos dalam pengalaman Barthes adalah pengkodean makna dan nilai- nilai sosial yang sebetulnya arbiter atau konotatif sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. 41 Feranand Comte membagi mitos menjadi dua macam: mitos tradisional dan mitos modern. Mitos modern itu dibentuk oleh dan mengenal mengenal gejela-gejala politik, olahraga, sinema, televisi dan pers. Mitos mythes adalah suatu jenis tuturan a type of speech, sesutau yang hampir mirip dengan „re- presen-tasi kolektif di dalam sosiologi Durkheim. Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka dari itu mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk. 42 Teori mitos dikembangkan oleh Roland Barthes untuk melakukan kritik atas ideologi budaya massa budaya media. Mitos mengambil sistem semiotik tingkat pertamasebagai landasannya sehingga mitos merupakan sistem semiotik yang terdiri dari sistem linguistik dan sistem semiotik. Sebagai sistem semiotik, mitos dapat diuraikan ke dalam tiga unsur yaitu; signifier, signified dan sign. Barthes menggunakan istilah berbeda untuk tiga unsur tersebut yaitu form,concept dan signification. Dijelaskan oleh Barthes, bahwa pembedaan istilah ini selain 40 Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, “Metode Penelitian Komunikasi: teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 58-60 41 Tommy Christomy, “Semiotika Budaya”, Depok: UI, 2004, cet. Ke-1, h. 94 42 Ibid, h. 224 44 agar tidak mengalami kebingungan dalam proses ananlisis, sistem signifikasi atau pemaknaan pada kedua tingkat sistem semiotik tidaklah sama. 43 Tidak semua prinsip yang berlaku pada sistem pertama berlaku pula pada sistem kedua. Mitos pada das arnya „mendistorsi‟ makna dari sistem semiotik pertama sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada realita sebenarnya. Mitos bersamaan dengan ideologi menurut pandangan Barthes, bekerja dengan menaturalkan interpretasi tertentu dari individu yang khas secara ideologis. Mitos menjadikan apa yang historis menjadi natural, sesuatu yang alamiah. Dalam bagian pertama karyanya; mythology, Barthes menganalisa 28 mitos yang ada dalam masyarakat, yang dikonstruksi oleh budaya masyarakatnya. Mitos memiliki empat ciri, yaitu 44 : 1. Distorsif. Hubungan antara Form dan Concept bersifat distrosif dan deformatif. Concept mendistorsi Form sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang sebenarnya. 2. Intensional. Mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan, dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu. 3. Statement of fact. Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam. 43 Karolus Naga, “Semiotika: ilmu untuk berdusta – dan Mitos sebagai sebuah type of speech”.darihttp:astaganaga.multiply.comjournalitem5?item_id=5viewrepliesthreaded.com. Artikel diakses pada 18 Agustus 2011 44 Karolus Naga, “Semiotika: ilmu untuk berdusta.” 45 4. Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.

C. Tinjauan Umum Tentang Agama Di China

Agama Rakyat China ialah agama turun temurun bangsa Cina.Ia sebenarnya adalah satu budaya tradisional yang dituruni dari satu generasi ke satu generasi secara lisan. Lebih-lebih lagi agama ini tidak mempunyai kitab agama dan tidak pula mempunyai institusi yang memeliharanya.Oleh itu ajaran agama in i adalah tidak jelas, dan berbeda-bed a dari satu tempat ke satu tempat.Tetapi secara umumnya agama ini mendukung konsep yang baik dibalas baik, yang buruk dibalas buruk. Kemunculan tema Agama Rakyat Cina sebenar adalah hasil daripada kesedaran diri masyarakat cina yang sebelum itu telah salah faham mengenai agama mereka.Pada masa dahulu, orang Cina telah salah anggap agama yang dianuti mereka sebagai agama Buddha, sehingga kebanyakan rakyat Cina mengakui diri mereka sebagai penganut agama Buddha.Ini karena Agama Rakyat Cina ini mempunyai pelbagai unsur terutama dari Khonghucu Confucianism, Buddhisme, dan Taoisme.Namun sebenarnya agama yang asli berasal dari dalam China adalah Khonghucu dan Tao.Seperti yang kita ketahui bahwa Buddha berasal dari India. 45 Manusia diciptakan Allah Subhanahu wataala bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal di antara sesama.Perbedaan di antara 45 http:ms.wikipedia.orgwikiAgama_rakyat_CinaArtikel diakses pada 11April 2015 46 manusia adalah sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama.Perbedaan tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan.Sebagai makhluk sosial manusia mutlak membutuhkan sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia.Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya. 46 Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama.Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing. Ummat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Dengan demikian, untuk memahami pesan dalam foto tidak hanya melihat dari makna denotatifnya saja, hanya terbatas melihat dari apa yang tampak. Kerena foto berada pada tataran komunikasi yang ber-kordinasi dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul, keterangan, artikel, yang selalu mengiringi foto. Dengan demikian pesan keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda, sehingga membangun makna konotasi idiologis yang pada tinggkatan lanjut menjadi mitos saat proses signifikasi tersebut menjadi dominan dalam tataran kebudayaan tertentu. 46 http:langitan.net?p=26Artikel diakses pada 18 Oktober 2014