Analisis pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Nin performing loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR) terhadap return on assets (ROA) dan dampaknya pada penawaran kredit investasi pada Bank Persero

(1)

ANALISIS PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO ( CAR ), NON PERFORMING

LOAN (NPL), LOAN to DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP RETURN ON ASSETS

(ROA) DAN DAMPAKNYA PADA PENAWARAN KREDIT INVESTASI

PADA BANK PERSERO

Disusun Oleh:

HANA ROSDIANA

106081002336

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hermanta dan Ekanda (2005:52) dalam Luh Gede Meydianawathi (2007:135) mengatakan bahwa sumber utama pembiayaan investasi di Negara berkembang termasuk di Indonesia umumnya masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan sehingga wajar bila banyak pihak menuding lambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 merupakan salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan Negara Asia lainnya yang terkena krisis. Selain itu beliau berpendapat bahwa membaiknya kondisi makro ekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Ini berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan di Indonesia belum pulih.

Membaiknya kondisi makro ekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Ini berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan di Indonesia


(3)

2 masih belum pulih. Hal utama yang paling penting untuk mengembalikan kondisi ekonomi Indonesia agar kembali sebagaimana mestinya adalah dengan menumbuh kembangkan industri Sektor riil, terutama sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang tidak terlalu terpengaruh imbas dari krisis moneter tahun 1998. Permodalan bagi usaha kecil-menengah UMKM atau UKM menjadi salah satu tema pokok didalamnya. Kemudian dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat dijadikan

problem solving bagi permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah melaksanakan beberapa kebijakan tersebut, seperti yang kita dengar dalam kebijakan moneter dan perbankan yang ditetapkan pemerintah.

Semenjak krisis 1998 industri perbankan di Indonesia masih lesu apalagi penawaran kredit bank untuk UMKM, penurunan kredit disebabkan oleh turunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman pada tingkat suku bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya keinginan untuk memberikan kredit dapat bersumber dari faktor internal bank maupun faktor eksternal. Faktor internal seperti rendahnya kualitas aset perbankan, tingginya non-performing loans dan anjloknya modal perbankan akibat depresiasi dan negative interest margin menurunkan kemampuan bank untuk memberikan pinjaman, Juda Agung dkk (2001 :21).

Agenor (2000:14) dalam studi literaturnya menyebutkan bahwa sebab-sebab menurunnya penyaluran kredit perbankan kepada sektor swasta di Asia setelah krisis tahun 1997 masih menimbulkan perdebatan di antara para


(4)

3 ekonom. Sebagian ekonom berpendapat bahwa menurunnya penyaluran kredit perbankan disebabkan oleh ”credit crunch” yang menimbulkan fenomena credit rationing sehingga terjadi penurunan penawaran kredit oleh perbankan (supply side constraint). Masih lambatnya pertumbuhan kredit perbankan setelah mengalami penurunan yang sangat tajam pada awal krisis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mengapa proses pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand. Meskipun kondisi makroekonomi khususnya moneter telah relatif membaik dibandingkan pada saat krisis, sebagaimana tercermin antara lain dari relatif rendahnya tingkat suku bunga, jumlah kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi pelumas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada tingkat sebelum krisis.

Akhir-akhir ini Indonesia kembali menghadapi masalah tersendatnya fungsi intermediasi perbankan, yaitu suatumasalah yang pernah bertahun-tahun dialami paska krisis 1997/1998. Kredit yang tumbuh tinggi baru terlihat pada tahun 2008, dengan puncaknya pada bulan Oktober, yaitu mencapai 37,0% secara year on year (yoy). Namun, pertumbuhan kredit kemudian mulai melambat hingga menjadi 29,5% pada akhir tahun 2008. Bahkan, selama paruh pertama 2009, kredit hanya tumbuh 2,1% secara year to date

(ytd). Dengan demikian, sulit mengharapkan bahwa perbankan dapat merealisir target pertumbuhan kredit sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) 2009 sebesar 15,4%. Rendahnya pertumbuhan kredit dapat berdampak negatif


(5)

4 terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan sekaligus berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan. (Bank Indonesia, 2009:4)

Di tahun 2000an, perekonomian Indonesia mulai beranjak pulih, begitu pula dengan sektor perbankan yang mulai aktif dalam melaksanakan fungsinya sebagai intermediasi meskipun belum sepenuhnya terlaksana. Namun pada masa ini ada fenomena yang disebut “credit crunch” karena dana berlimpah tetapi tidak mengalir ke sektor riil, yang maksudnya adalah walaupun permintaan kredit oleh sektor riil meningkat, seiring mulai berjalannya perekonomian, tetapi sektor perbankan masih enggan menyalurkan dananya kepada sektor ini (Info Bank, Des 2004) karena melihat pengalaman buruk di masa lalu dimana banyak korporat kelas kakap yang belum melunasi utangnya dan sampai saat ini hanya membayar bunganya saja, sehingga utang makin menumpuk.

Credit crunch juga biasa disebut quantity rationing, dimana suku bunga pinjaman tidak lagi berfungsi dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran kredit. Credit rationing sebagai suatu kondisi dimana nasabah tertentu tidak mendapatkan kredit walaupun mereka mau membayar suku bunga pinjaman yang lebih tinggi, menurut Juda Agung dkk (2001:21) credit crunch adalah pembatasan suplai kredit yang bersifat non-harga (non-price credit constraint) sebagai akibat peraturan perbankan yang terlalu mengikat seperti peraturan masalah modal dan legal lending limit atau akibat penurunan kualitas aset dan profitabilitas perbankan. Dari definisi tersebut, secara umum credit crunch dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana


(6)

5 terjadi penurunan suplai kredit perbankan secara tajam sebagai akibat dari menurunnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit pada dunia usaha. Keengganan bank dalam menyalurkan kredit tersebut tercermin dari meningkatnya spread yaitu selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga dana dan semakin ketatnya kriteria untuk memperoleh kredit. Dalam kondisi yang ekstrim, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing, yaitu bank menolak memberikan kredit terhadap nasabah tertentu atau sebagian besar nasabah pada tingkat suku bunga berapapun.

Keengganan bank seperti ini yang akan menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat. Faktor bank yang seperti ini biasanya dikarenakan rendahnya kualitas aset, meningkatnya kredit macet akibat tekanan krisis yang menyebabkan menurunnya kemampuan bank dalam memberikan pinjaman. Krisis yang terjadi dipertengahan tahun 1997 benar-benar memberikan pelajaran bagi dunia khususnya perbankan di Indonesia membuat pemerintah lebih tegas dan tidak segan-segan untuk menutup bank yang kinerjanya buruk.

Untuk meningkatkan kinerja ekonomi, maka prioritas pemerintah dalam upaya mengembangkan perekonomian masyarakat salah satunya adalah memberikan dukungan perluasan akses terhadap kredit sebagai jawaban terhadap kelesuan dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya beberapa tahun terakhir ini. Hal itu ditempuh mengingat bahwa permasalahan yang dihadapi di dalam sektor perekonomian adalah upaya pemberdayaan pengembangan usaha dan perekonomian masyarakat terutama usaha sekala


(7)

6 menengah dan kecil sehingga bantuan permodalan dan akses kredit dirasakan sangat membantu bagi masyarakat dan pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian di Indonesia.

Dalam Almilia (2005) Pada seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta tahun 1998 disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain, semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan, dampak likuiditas bank-bank 1 november 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan bank-bank, banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah, manajemen tidak profesional.

Oleh sebab itu pemerintah melalui jasa dan peran perbankan dalam hal membantu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha pada khususnya dan kegiatan ekonomi pada umumnya memberikan bantuan berupa kredit atau pinjaman modal bagi para pelaku usaha baik usaha dengan skala besar, menengah maupun kecil.

Laporan Bank Indonesia (2005) bahwa Perkembangan penyaluran kredit tidak harus pada kenyataannya keadaan ekonomi yang terus baik, bahkan cenderung naik turun. Pada saat kondisi ekonomi sedang turun bank lebih memilih menyalurkan kredit modal kerja. Semakin banyak bank menyalurkan kredit ini maka semakin banyak pendapatan bunga yang akan diperoleh. Ketika pendapatan yang diterima meningkat yang nantinya dapat mempengaruhi jumlah laba, baik deviden dan laba ditahan. Hal ini tentu saja


(8)

7 meningkatkan pertumbuhan modal dan akhirnya dapat meningkatkan sumber dana untuk menyalurkan kreditnya. (Datu Asmira Suri, 2007)

Bank yang dalam kegiatan usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing dalam mengarahkan dana masyarakat maupun menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai modal usaha. Dengan adanya efisiensi pada lembaga perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh tingkat keuntungan yang optimal, penambahan jumlah dana yang disalurkan, biaya lebih kompetitif, peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamanan dan kesehatan perbankan yang meningkat.

Kredit investasi diberikan oleh bank dengan tujuan membantu para investor untuk mendanai pembangunan proyek baru atau perluasan proyek yang sudah ada. Sedangkan kredit modal kerja diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Kaitannya dalam hal pembangunan ekonomi pemberian kredit ini sebagai stimulus dalam upaya mendorong percepatan laju pertumbuhan.

Pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan kepada masyarakat atau organisasi tertentu terkadang masih bermasalah seperti terjadinya kredit macet dimana peminjam tidak mampu mengembalikan dana yang dipinjam. Dalam hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian dan keseriusan dalam melakukan analisis pemberian kredit terhadap para debitur.

Investasi merupakan komponen dari permintaan agregat, namun relatif susah untuk diperhitungkan karena bersifat tidak stabil. Resesi ataupun boom


(9)

8 dalam suatu perekonomian bisa terjadi akibat perilaku investasi. Terlebih lagi, investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan bagi produktivitas kerja. Tanpa investasi maka tidak akan ada ekspansi usaha. Turunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia terutama disebabkan oleh turunnya pengeluaran untuk investasi.

Bank tidak asal meningkatkan jumlah dan tingkat suku bunga penyaluran kreditnya. Untuk menghindarkan resiko NPL yang tinggi dari penyaluran kredit yang tidak efisien. Dalam hal ini perlu untuk mempertimbangkan alokasi dana yang efisien. Seperti penyaluran kredit yang bisa memberikan return yang tinggi dimana tingkat NPL tidak terlalu tinggi. Karena pengalokasian dana yang tepat sangat mempengaruhi jumlah modal bank.

Menurut Perry Warjiyo (2004: 26), dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Muliaman Hadad (2004) menambahkan selain faktor-faktor tersebut, faktor profitabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam rasio return on assets juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit.


(10)

9 Pemaparan tersebut di atas menjelaskan bahwa setiap masyarakat baik pelaku bisnis ataupun tidak dalam memutuskan investasi tak lepas dari variabel-variabel makro ekonomi.

Capital Adequacy Ratio (CAR) sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia besarnya ditentukan oleh seberapa besar modal yang dimiliki yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Serta besarnya ATMR dimana bobot risiko masing-masing aktiva telah ditetapkan. Sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan BI, kewajiban penyediaan minimum bank didasarkan pada resiko aktiva bank yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif yang merupakan kewajiban komitemn dan kontjusi, dimana resiko aktiva tersebut dapat berupa resiko kredit, fluktuasi bunga, fluktuasi nilai tukar, dan fluktuasi harga dari surat-surat berharga. (Siti Sumiati:2009)

Dampak dari peraturan mengenai CAR tersebut adalah batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh bank dalam rangka melakukan pengembangan usahanya adalah apabila batasan CAR tidak diperhatikan, resiko yang mugkin terjadi adalah penurunan tingakat CAR bank yang pada akhirnya akan berimplikasi kepada penurunan tingkat kesehatan bank.

Sebaliknya dengan Non Performing Loan (NPL), jika NPL mengalami kenaikan maka akan berdampak pada penurunan profitabilitas bank karena rasio NPL menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang


(11)

10 menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Oleh karena itu BI menetapkan maksimal NPL suatu bank adalah sebesar 5%.

Dalam CAMEL salah satu indikatornya adalah dengan mengukur LDR dari sebuah bank. Bank Indonesia menetapkan batas maksimum rasio pemberian kredit terhadap dana yang terhimpun atau LDR adalah maksimal 110% dan estándar besar tingkat LDR yang optimal adalah 85% - 110%. Semakin besar LDR maka semakin besar profitabilitas bank. Tetapi apabila LDR terlalu besar maka bank tersebut cenderung tidak likuid.

Dewi Gusti Ayu (2008:1), Sebagian besar profit yang diperoleh bank berasal dari bunga kredit. Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat rentabilitas bank. Rentabilitas merupakan kemampuan dari bank untuk memperoleh laba yang dapat dihitung dengan perbandingan relatif antara laba dan jumlah investasi yang digunakan untuk merealisasikan laba tersebut atau dikenal dengan Return On Assets (ROA)

Suseno dan Piter A. (2003), menambahkan bahwa indikator lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur adalah faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return On Assets (ROA).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, studi ini mengkaji pengaruh beberapa variabel terhadap penawaran kredit investasi pada Bank Persero.


(12)

11 Dengan demikian penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh CAR, NPL, LDR Terhadap ROA dan Dampaknya Pada Penawaran Kredit Investasi pada Bank Persero”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap ROA secara parsial dan simultan?

2. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi dan variabel intervening ROA terhadap Kredit Investasi secara parsial dan simultan?

3. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel intervening

ROA?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap ROA secara parsial dan simultan.

2. Untuk menganalisis pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi dan variabel intervening ROA terhadap Kredit Investasi secara parsial dan simultan.


(13)

12 3. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel intervening ROA.

D. Manfaat Penelitian

Dalam semua kegiatan mempunyai tujuan yang jelas setelah menetapkan tujuan tersebut maka dapat ditentukan manfaat dari kegiatan yang dilakukan. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi Perbankan

Memberikan sumbangan berupa pemikiran mengenai bidang perbankan dalam menetapkan kebijakan – kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia dan kebijakan – kebijakan yang bersifat operasional, salah satunya dalam hal penawarn kredit di Bank Persero. 2. Bagi Fakultas

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sebagai pembanding untuk penelitian sejenis lainnya.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang sebenarnya di bank persero.


(14)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bank

Kata bank dapat ditelusuri dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari kata banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari bangku yang menyiaratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga seperti peti emas, peti uang dan sebagainya, menurut Arifin (2006). Peti bank berarti portepel aktiva yang menghasilkan yaitu portofolio yang memberi bank laba. Namun pada abad ke-12 kata banco di Itali merujuk pada meja, counter atau tempat usaha penukaran uang, arti ini menyiratkan fungsi transaksi yaitu penukaran uang atau dalam transaksi bisnis yang lebih luas yaitu “membayar barang dan jasa”

Pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kemasyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank lainnya Kasmir (2004:23).

Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990.


(15)

14 Pengertian Bank Menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan yaitu Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.

Mishkin (2001: 8), secara sederhana menjelaskan bank sebagai lembaga keuangan yang menerima deposito dan memberikan pinjaman. Ia juga menjelaskan bahwa bank merupakan perantara keuangan (financial intermediaries), sehingga menimbulkan interaksi antara orang yang membutuhkan pinjaman untuk membiayai kebutuhan hidupnya, dengan orang yang memiliki kelebihan dana dan berusaha menjaga keuangannya dalam bentuk tabungan dan deposito lainyya di bank. Financial intermediaries merupakan suatu aktivitas penting dalam perekonomian, karena ia menimbulkan aliran dana dari pihak yang tidak produktif kepada pihak yang produktif dalam mengelola dana. Selanjutnya, hal ini akan membantu mendorong perekonomian menjadi lebih efisien dan dinamis.

Definisi Bank tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama dalam menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarkat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.


(16)

15 B. Perkreditan

1. Pengertian Kredit

Dirumuskan dalam Bab I, pasal 1, 2 Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967 yang berisi:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara Bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.

Menurut UU No.10 Tahun 1998 :

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”.Mandala Manurung dan Prathama Rahardja(2004:185).

Dalam praktek sehari-hari persetujuan pinjaman kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan ataupun secara notariil, dan sebagai pengaman bahwa pihak peminjam akan mematuhi kewajibannya akan menyerahkan suatu jaminan baik yang bersifat kebendaan maupun bukan kebendaan.

Sebenarnya sasaran kredit yang pokok dalam penyediaan pinjaman tersebut bersifat penyediaan suatu modal sebagai suatu alat


(17)

16 untuk melaksanakan kegiatan usahanya, jadi kredit yang diberikan tersebut tidak lebih dari faktor produksi semata.

C. Unsur-unsur Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2000: 74) adalah sebagai berikut :

a. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa uang, barang, jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah bank baik secara intern maupun secara ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit kepercayaan adalah suatu keyakinan pemberian kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupan uang, barang atau jasa benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang.

b. Kesepakatan

Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kepercayaan itu dituang dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah.


(18)

17 b. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang jelas disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang.

c. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun oleh resiko yang tidak sengaja, misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan panjang.

d. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan administrasi ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasa ditentukan dengan bagi hasil panjang.


(19)

18 D. Prinsip-prinsip Perkreditan

Dalam melaksanakan perkreditan secara sehat, Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004:193) menyebutkan, ada 5 prinsip penyaluran kredit yang biasa di sebut dengan 5C. keenam prinsip tersebut adalah :

a. Character

Yang mendasari pemberian kredit adalah kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak Bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupannya sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya. Karakter (character) mencakup keinginan (kuat) calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai jadwal, dalam kondisi baik atau buruk. Dengan demikian dalam unsure karakter tercakup kemampuan membayar (ability to pay) dan keinginan membayar (willingness to pay).

Manfaat dari penilaian soal character ini untuk mengetahui sampai dimana tingkat kejujuran dan integritas dan tekad baik yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya dari calon debitur. Soal

character ini mempunyai faktor yang dominan, sebab walaupun calon debitur mampu untuk menyelesaikan utangnya tetapi jika tidak mempunyai itikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank dikemudian hari.


(20)

19 Untuk menilai karakter memang sulit, karena masing-masing manusia mempunyai watak yang berbeda satu sama lainnya, oleh karena itu para pengelola kredit harus juga mempunyai keterampilan psikologi praktis untuk mengenali watak dari para calon debiturnya. Untuk dapat mengambil kesimpulan mengenai character, diperlukan juga pengalaman yang cukup dalam menilai character dari calon debiturnya.

b. Capacity

Kapasitas (Capacity ) berkaitan dengan kemampuan calon debitur untuk melunasi kredit sesuai jadwal. Capacity adalah penilaian kepada calon debitur mengenai mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari Bank. Jadi jelaslah maksud dari penilaian terhadap

capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya.

c. Capital

Yaitu jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan kredit yang berfungsi sebagai penyedia dana. Penilaian atas modal (capital) yang dimiliki calon debitur ingin melihat kekuatan permodalan, juga komitmen dalam usaha, makin besar modal yang dimiliki dapat merupakan indikasi makin besar kemampuan dan komitmen dalam menjalankan usaha.


(21)

20 Namun demikian halnya dalam kaitan bisnis yang murni, semakin kaya seseorang semakin dipercaya untuk memperoleh kredit. Dan secara rasional hal ini tidaklah mengherankan, sebab seorang calon debitur yang telah menanamkan dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan kredit yang diperolehnya Bank tentu akan melakukan usahanya dengan penuh kesungguhan dan biasnya akan berhasil. Kemampuan modal sendiri ini merupakan benteng yang kuat agar tidak terkena goncangan dari luar, misalnya dalam situasi pasar modal dengan suku bunga yang tinggi maka sebaiknya komposisi modal sendiri ini harus besar. Sebaliknya calon debitur yang sama sekali tidak memiliki modal sendiri yang besar, ia akan kurang serius yang menangani proyeknya dan biasanya lebih banyak avonturir, apabila ada goncangan keuangan dari pihak luar akan cepat mengalami kegagalan.

d. Collateral

Jaminan (collateral) amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian, bila terjadi hal-hal yang buruk dari usaha yang dikelola nasabah. Penilaian jaminan bukan hanya dari nilai finansialnya saja, tetapi juga kualitas asset yang dimiliki calon debitur. Jaminan juga dapat dijadikan alat pengaman dalam menghadapai kemungkinan adanya ketidak pastian pada kurun waktu yang akan dating pada saat kredit tersut harus dilunasi. Jaminan ini sifatnya sebagai pelengkap dari kelayakan dari proyek nasabah. Jaminan ini tidak akan memperbaiki tingkat feasibility suatu proyek, namun agar proyek yang


(22)

21

feasible tersebut menjadi bank-able (dapat dibiayai dari kredit Bank) harus ada jaminan (collateral) tersebut.

Pada hakikatnya bentuk jaminan ini dapat bermacam-macam tidak hanya berbentuk jaminan kebendaan yang berwujud fisik saja tetapi juga jaminan yang tidak berwujud kebendaan, misalkan seperti rekomendasi dan lain-lain.

e. Condition of Economy

Condition of Economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit. Kondisi ekonomi adalah lingkungan eksternal perusahaan yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan usaha. Condition of Economy sangat penting untuk diketahui apabila kredit tersebut diberikan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak diluar negeri sendiri. Faktor-faktor makro ekonomis ini termasuk pula peraturan pemerintah setempat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya suatu perusahaan.

Adapun maksud penilain terhadap condition of economy

dimaksudkan pula untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi-kondisi yang mempengaruhi perekonomian suatu Negara atau suatu daerah akan memberikan dampak yang bersifat positif ataupun dampak yang bersifat negatif terhadap perusahaan yang memperoleh kredit tersebut.


(23)

22 E.Tujan Kredit

Setiap usaha dalam suatu sistem ekonomi tidak pernah lepas dari tujuan mencari keuntungan, demikian juga dalam pemberian kredit. Namun karena di dalam kredit terdapat risiko, maka usaha mencari keuntungan tersebut harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, karena dana yang dialirkan dalam bentuk kredit adalah dana simpanan masyarakat. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan kredit adalah untuk memperoleh keuntungan yang aman, sehingga pada saatnya masyarakat peminjam dana di bank dapat memperoleh kembali simpanannya berikut bunga tanpa dikuatirkan oleh adanya kredit yang macet. ( Judisseno 2005: 167)

Menurut Judisseno (2005) selain profitability dan safety, bank, khususnya bank pemerintah, mengemban tugas sebagai agent of development yaitu dalam hal:

a. Ikut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

b. Meningkatkan efektivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya, guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

Dari tujuan-tujuan yang dicoba untuk diraih di atas, maka fungsi kredit dapat dijelaskan sebagai berikut:


(24)

23 1. Meningkatkan daya guna uang. Para pemilk uang/modal baik secara langsung atau melalui penyimpanan dana di bank, dapat meminjamkan uangnya kepada perorangan atau perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

2. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang. Dengan adanya kredit, pengusaha yang kesulitan dalam produksi, misalnya, dapat terbantu untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi.

3. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran dengan menggunakan uang giral seperti cek, bilyet giro, dan lainnya yang sejenis. 4. Sebagai alat stabilitas ekonomi, kredit dapat digunakan sebagai alat

pengendalian ekonomi. Dalam keadaan inflasi pemerintah dapat menerapkan kebijakan uang ketat (tight money policy) antara lain dengan membatasi pemberian kredit. Sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang lesu karena deflasi, pemerintah dapat melonggarkan kebijakan pemberian kredit sehingga akan menimbulkan kegairahan dalam usaha.

5. Meningkatkan kegairahan berusaha. Pihak-pihak yang usahanya terlambat karena kekurangan modal dapat meningkatkan usahanya melalui bantuan kredit yang diberikan oleh bank;

6. Meningkatkan pemerataan pendapatan. Dengan adanya kredit, perusahaan-perusahaan dapat meningkatkan usahanya bahkan dapat mendirikan proyek baru yang akan membutuhkan tenaga kerja. Hal itu dapat


(25)

24 mengurangi pengangguran dan selanjutnya pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

Meningkatkan hubungan internasional. Pengusaha di dalam negeri dapat pula memperoleh kredit baik secara langsung (offshore loan) maupun tidak langsung (two step loan). Bahkan suatu negara yang sedang berkembang dapat memperoleh kredit dari negara-negara yang telah maju. Bantuan dalam bentuk kredit tersebut dapat sekaligus mempercepat hubungan antarnegara yang bersangkutan.

F.Jenis-jenis Kredit

Pemberian kredit pada umumnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan perorangan atau badan yang membutuhkan. Bank Indonesia sebagai pemberi kredit, dapat memberikan bantuannya secara langsung kepada pihak ketiga bukan bank, seperti Pertamina, yang disebut dengan kredit langsung. Sedangkan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia ke bank-bank umum, ditujukan untuk membantu bank umum dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya maupun kebutuhan yang akan disalurkan ke nasabahnya. Kredit jenis ini disebut dengan Kredit Likuiditas. (Judisseno 2005: 170)

Adapun jenis-jenis kredit menurut Judisseno (2005: 170) adalah sebagai berikut:

a. Kredit dari segi tujuannya, meliputi:

1) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan maksud untuk memperlancar kegiatan yang sifatnya konsumtif, seperti Kredit Pemilikian


(26)

25 Rumah (KPR), Kredit Pembelian Mobil/Motor, Credit Card, dan kredit konsumtif lainnya.

2) Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan maksud untuk memperlancar proses produksi;

3) Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan untuk membantu pihak-pihak yang akan membeli barang untuk dijual kembali, seperti bank garansi, anjak piutang, self liquidity credit, pinjaman berjangka (term loan), pembiayaan bersama, dan jenis-jenis pinjaman lainnya yang dikeluarkan oleh bank untuk membantu pembiayaan modal kerjanya seperti L/C dan sebagainya

b. Kredit dari segi penggunaanya, meliputi:

1) Kredit eksploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh bank kepada perusahaan yang membutuhkan modal kerja untuk memperlancar kegiatan operasional perusahaan. Kredit ini sering disebut sebagai kredit modal kerja;

2) Kredit investasi, kredit ini adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan oleh bank kepada pihak perusahaan yang membutuhkan dana untuk investasi atai penanaman modal.

c. Kredit dilihat dari segi jangka waktunya, meliputi: 1) Jangka pendek, biasanya berkisar antara 1 (satu) tahun. 2) Menengah, biasanya berkisar antara 1-3 tahun.


(27)

26 Sedangkan jenis-jenis kredit menurut Susilo (2000: 72) adalah sebagai berikut :

a. Atas Dasar Tujuan Penggunaan

Atas dasar tujuan penggunaan dana oleh debitur, kredit dapat dibedakan menjadi:

1) Kredit Modal Kerja (KMK)

KMK (Kredit Modal Kerja) yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah.

2) Kredit Investasi (KI)

Kredit Investasi adalah kredit yang digunakan untuk pengadaan barang modal jangka panjang untuk kegiatan usaha nasabah.

3) Kredit Konsumsi

Kredit Konsumsi adalah kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi.

b. Atas Dasar Cara Penarikan Dana

1) Cash-Loan

Cash Loan adalah kredit yang memungkinkan nasabah menarik dana tunai secara langsung tanpa adanya persyaratan khusus tertentu. Yang termasuk dalam jenis kredit ini adalah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja.

2) Non-Cash-Loan

Non-Cash Loan adalah kredit yang tidak memungkinkan nasabah menarik dana tunai secara langsung tanpa adanya persyaratan khusus tertentu.


(28)

27 Yang termasuk jenis dalam jenis ini antara lain adalah Bank Garansi dan L/C.

G. Kredit Investasi

Kredit Investasi yaitu kredit-kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran, Menurut Y. Sri Susilo dkk (2000: 74) Kredit Investasi adalah kredit yang digunakan untuk pengadaan barang modal jangka panjang untuk kegiatan usaha nasabah. Kredit investasi juga biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha untuk membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. Kasmir (2000:76).

Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan pabrik atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi atau amortisasi sesuai jangka waktu ekonomisnya, yang mana dana depresiasi tersebut dikumpulkan, mungkin akan memakan waktu 5 tahun sampai 20 tahun atau lebih. Proses ini dapat di gambar sebagai berikut :


(29)

28 Gambar 2.1

Arus Modal Investasi

Sumber : Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil, Mulyono,Teguh Pujo ( 1993:28)

Jadi terdapat 2 ciri pokok dari kredit investasi, yaitu : barang-barang yang akan di beli merupakan barang-barang-barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama.

Bentuk-bentuk yang lebih spesifik dari kredit investasi ini antara lain kredit-kredit yang dikeluarkan untuk :

1) Membeli tanah baik tanah untuk industri, tanah untuk pertambangan, maupun tanah untuk perkebunan dan lain-lain.

2) Membeli mesin-mesin, alat-alat angkutan, peralatan-peralatan produksi dan lain-lain.

3) Mendirikan bangunan gedung pabrik, hotel, gedung perkantoran dan lain-lain.

4) Menanam tanaman-tanaman keras pada perkebunan sampai menghasilkan secara ekonomis.

Depresiasi Barag-barang

Modal Uang Kas

Cadangan Depresiasi


(30)

29 5) Membangun sebuah kapal, pesawat terbang, peralatan-peralatan kerja yang

akan dipakai sendiri.

H. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh akitiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio untuk untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan.

CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko.

Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono 2002: 573).

Menurut Slamet Riyadi (2003:142) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan


(31)

30 modalnya. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indikator untuk melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana bank yang menganggur (idle fund). Ahmad Faishol (2007:153).

Karena itu penilaian mengenai kecukupan modal menjadi salah satu bagian terpenting dalam menilai kondisi bank. Dalam anggaran dasar suatu bank dikenal pengertian modal dasar dan modal disetor. Modal dasar yaitu jumlah modal yang dinyatakan dalam anggran dasar sedangkan modal disetor adalah jumlah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemilik modal tersebut. Bagi bank umum dikenal istilah modal inti (meliputi modal disetor, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu, laba/rugi berjalan) dan modal pelengkap (meliputi penilaian aktiva tetap, cadangan umum PPAP, pinjaman sub ordinasi) dalam menghitungkan kecukupan modal bank yang bersangkutan.

Penerapan penghitungan kecukupan modal bagi bank Indonesia sejak bulan Mei 1993 telah mengikuti Standart Bank For International Settlement

(BIS) dengan beberapa penyesuaian, sesuai dengan usaha yang dilakukn oleh perbankan di Indonesia. Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) atau yang sering dikenal CAR (Capital Adequacy Ratio) bank diukur


(32)

31 berdasarkan persentase antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Langkah pertama pada penghitungan CAR adalah menghitung Risk Weighted Assets atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dalam hal ini seluruh aktiva diberi timbangan bobot tertentu berdasarkan timbangan tertentu dari yang tidak berisiko (risiko = 0%) sampai yang paling berisiko (risiko = 100%). Pembobotan ini, bank terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap risiko kredit (credit assessment) berdasarkan criteria tertentu. Contoh sistem pembobotan : kredit kepemilikan rumah dengan hipotek sebesar 50%, kredit komersial sebesar 100% atau tergantung dari credit assessment terhadap kreditur. Surat hutang atau kalim komersial bobotnya 100% atau tergantung dari credit assessment terhadap kreditur.

Untuk mendapatkan nilai CAR langkah selanjutnya adalah membagi Modal Bank (Bank’s Equities) dengan Risk Weighted Assets (ATMR). Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa apabila suatu bank semakin agresif menyalurkan dananya ke dalam aktiva produktif yang berisiko (karena mengharapkan pendapatan bunga yang lebih besar), sudah seharusnya bank tersebut juga harus memiliki modal yang semakin besar.

Rumus perhitungan CAR adalah :

(CAR) = X100%

ATMR

Pelengkap

Modal Inti


(33)

32 I. Non Performing Loan (NPL)

Menurut Manurung dan Prathama Rahardja (2004: 196), NPL (Non Performing Loans terbagi menjadi dua, yaitu kredit tak lancar dan kredit macet, kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Sedangkan kredit macet adalah kredit yang sejak + 21 bulan dikategorikan diragukan, belum ada pelunasan atau upaya penyelamatan kredit. NPL (Non Perfoming Loan) atau tingkat kredit macet menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat. NPL juga merupakan faktor yang sangat penting bagi penilaian kinerja perbankan, bahkan hampir semua rasio nilainya dipengaruhi oleh NPL.

Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia telah mengeluarkan peratuaran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang menetapkan NPL maksimum 5%. Semakin rendah NPL semakin bagus karena jumlah kredit yang bermasalah/macet pada bank tersebut semakin kecil begitupun sebaliknya semakin tinggi NPL suatu bank maka akan semakin besar kredit yang bermasalah/macet pada bank tersebut.

Rumus perhitungan NPL (Non Perfoming Loan)

(NPL) = X100%

Dikucurkan Yang

Kredit Total

Bermasalah Yang


(34)

33 J. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Menurut Perry Warjiyo (2004: 26), dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio).

Menurut Slamet Riyadi (2003;146), LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat dihimpun oleh Bank. LDR juga akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam menyaluran dana pihan ketiga yang dihimpun oleh Bank yang bersangkutan. Menurut Ahamd Faishol (2007: 151) LDR yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Maksimal LDR yang di perkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110%. Rumus Loan to Deposit Ratio adalah:

LDR = X100%

DPK Total

berikan di

yang Kredit Total


(35)

34 Sebelum terjadi krisis moneter, jika menggunakan rumus seperti diatas banyak bank yang LDR-nya mencapai diatas 110%, hal ini berakibat pada penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan menjadi tidak sehat. Untuk itu Bank Indonesia membuat kebijakan bahwa dalam penghitungan LDR Extended (LDR yang diperluas), dengan rumus sebagai berikut:

K. Profitabilitas

Pengertian Profitabilitas

K. Return On Assets (ROA)

ROA adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan aspek earning atau profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Agus Sartono, 2001:122). Rentabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Riyanto,2001:35).

Sedangkan menurut Judisseno (2005) rentabilitas bank adalah ukuran kemampuan bank untuk mendapatkan laba yang dilakukan dengan cara menghitung rasio-rasio rentabilitas.

ROA berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin besar ROA yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efisien

LDR = X100%

inti modal n

diterbitka yang

Obligasi DPK

Total

diberikan yang

Kredit Total

+ +


(36)

35 penggunaan aktiva sehingga akan memperbesar laba. Laba yang besar akan menarik investor karena perusahaan memiliki tingkat kembalian yang semakin tinggi.

Menurut Hasibuan (2001:100), ROA adalah perbandingan rasio laba sebelum pajak (Earning Before Tax/ EBT) selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volumen usaha dalam periode yang sama, atau dihitung dengan rumus:

Return on assets (ROA) =

Net Income (EBT) adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam periode berjalan sebelum dikurangi pajak.

Total assets merupakan komponen yang terdiri dari las, giro pada BI, penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan, pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak, aktiva tetap lain-lain.

Rasio ini dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan keuangan. Rasio ini sangat penting, mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank. Dalam hal ini profitabilitas yang diukur adalah profitabilitas perbankan yang mencerminkan tingkat efisiensi usaha perbankan.biasanya apabila profitabilitas tinggi akan mencerminkan laba yang tinggi dan ini akan mempengaruhi pertumbuhan laba bank tersebut.


(37)

36 L. Penelitian Terdahulu

1. Luh Gede Meydianawathi (2007), dalam penelitiannya “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia”, hasil penelitian dalam kurun waktu Januari 2002 – Februari 2006, memperoleh simpulan yaitu. Pertama, pulihnya kepercayaan terhadap system perbankan dengan adanya program peminjaman pemerintah telah mendorong kenaikan DPK (Dana Pihak Ketiga). Selain itu, program rekapitalisasi perbankan mampu mengatasi permasalahan modal dan rentabilitas bank yang (tercermin dalam Rasio CAR dan ROA) serta Non Performing Loan (NPL) yang berhasil ditekan telah meningkatkan kemampuan bank umum dalam menyalurkan kredit investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Kedua, secara serempak variable DPK, ROA, CAR, dan NPLs berpengaruh nyata dan signifikan terhadap penawaran kredit bank umum, sedangkan NPLs berpengaruh negative dan signifikan terhadap penawaran kredit bank umum.

2. DRS. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak (2009), meneliti tentang Third Party Fund, Capital adequacy Ratio, Return On Asset, Non Performing Loan,

dan Credit. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis data regresi berganda. berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa variabel DPK dan ROA berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit. Sedangkan variabel LN_CAR (X2) dan LN_NPL (X4) memiliki nilai t hitung < t tabel (0,727<1,999 dan 1,706<1,999) dengan signifikansi 0,470 dan 0,093 yang lebih besar dari


(38)

37 0,05 artinya variabel CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit.

3. Anisyah Harahap (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Jumlah Modal Inti, Pertumbuhan Kredit, Capital adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio,

dan Non Performing Loan terhadap Profitabilitas bank Umum di Indonesia”, menjelaskan bahwa berdasarkan nilai koefisien dan uji signifikan (t-test) diperoleh bahwa CAR secara signifikan dan positif mempengaruhi ROA dengan koefisien sebesar 0,619. Begitu juga dengan pertumbuhan kredit yang memiliki koefisien sebesar 0,136, NPL sebesar -0,150 juga mempunyai arti mempengaruhi ROA secara signifikan, namun negatif. Sedangkan variabel jumlah modal inti dan LDR dimana masing-masing memiliki koefisien 0,063 dan 0,239 secara uji t-statistik tidak mempengaruhi ROA. Kemudian dari uji F-test yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas pada model regresi secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.

4. Himaniar Triasdini (2010), meneliti tentang “ Pengaruh CAR, NPL, ROA Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja”. Menjelaskan bahwa dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap penelitian diketahui secara simultan bahwa CAR, NPL dan ROA berpengaruh secara signifikan. Sedang pengujian secara parsial, diperoleh hasil bahwa CAR nilai t- hitung dari CAR sebesar 3,375 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang berarti CAR berpengaruh positif dan signifikan. Untuk NPL diperoleh nilat t-hitung sebesar -2,509 dengan tingkat signifikansi 0,043 yang berarti NPL


(39)

38 berpengaruh negative dan signifikan terhadap penyalran kredit modal kerja, sedang untuk ROA diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,991 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang berarti ROA berpengaruh positif dan signifikan.

5. Burcu Aydın (2008). Meneliti Credit Growth, CEE, Foreign Banks, Parent Banks, Panel Data. Alat analisis yang digunakan adalah data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara CEE tergantung pada bank asing, dan bank-bank asing tergantung pada dana antar bank. Pinjaman oleh bank asing tampaknya didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan marjin suku bunga. Pinjaman ini muncul tergantung pada kondisi ekonomi tetapi tidak keuangan di negara asal bank asing.

6. Ralph de Haas and Iman van Lelyveld (2005). Meneliti bang asing, ekonomi transisi, pertumbuhan kredit, stabilitas keuangan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank asing telah berkontribusi terhadap stabilitas kredit dalam CEE dengan menjaga pasokan kredit selama masa krisis.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N o Nama Peneliti Judul Penelitian

Variabel yang diteliti

Alat Statistik

Hasil Penelitian 1. Luh Gede

Meydiana wati (2007) Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM Di Indonesia(2 002--2006) Penawaran Kredit,DPK,C AR,ROA,NPL s,sektor UMKM Analisis data regresi berganda

pulihnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dengan adanya

program penjaminan pemerintah telah mendorong kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK). Selain itu, program rekapitalisasi perbankan mampu mengatasi

permasalahan modal dan


(40)

39 N o Nama Peneliti Judul Penelitian

Variabel yang diteliti

Alat Statistik

Hasil Penelitian

bank (yang tercermin dalam rasio CAR dan ROA) serta non performing loan (NPLs) yang

berhasil ditekan telah

meningkatkan kemampuan bank

umum dalam menyalurkan

kredit

investasi dan modal kerja

kepada sektor UMKM di

Indonesia.

2. DRS.

Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak (2009) Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank yg GO Public Di Indonesia

Third Party Fund, Capital Adequacy Ratio, Return on Asset, Non Performing Loan, Credit Analisis data regresi berganda

berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa

variabel DPK dan ROA

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit. Sedangkan variabel LN_CAR

(X2) dan LN_NPL (X4)

memiliki nilai t hitung < t tabel (0,727<1,999 dan

1,706<1,999) dengan

signifikansi 0,470 dan 0,093 yang lebih besar dari 0,05 artinya variabel CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit.

3. Anisyah Harahap (2006)

Analisis Pengaruh Modal Inti, Pertumbuha n Kredit, CAR, LDR

dan NPL

Terhadap Profitabilita

s bank

Umum di

Indonesia.

Modal inti, Pertumbuhan Kredit, CAR,

LDR, NPL,

ROA

Regresi berganda

Berdasarkan nilai koefisien dan uji signifikan (t-test) diperoleh bahwa CAR secara signifikan dan positif mempengaruhi ROA dengan koefisien sebesar 0,619.

Begitu juga dengan

pertumbuhan kredit yang memiliki koefisien 0,136, NPL sebesar -0,150 juga mempunyai arti mempengaruhi ROA secara signifikan, namun negative. Sedangkan variabel jumlah modal inti dan LDR masing-masing memiliki koefisien 0,063 dan 0,239 secara uji static tidak mempengaruhi ROA.


(41)

40 N o Nama Penelitian Judul Peneltian

Variabel yang diteliti

Alat Statistik

Hasil Penelitian 4. Himaniar

Triasdini (2010)

pengaruh

Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan

Return On Assets

terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada bank Umum yang

terdaftar di bursa efek Indonesia.

CAR, NPL,

ROA, Kredit Modal Kerja

Regresi berganda

CAR, NPL dan ROA

berpengaruh secara signifikan. Sedang pengujian secara parsial, diperoleh hasil bahwa CAR nilai t- hitung dari CAR sebesar

3,375 dengan tingkat

signifikansi 0,001 yang berarti CAR berpengaruh positif dan

signifikan. Untuk NPL

diperoleh nilat thitung sebesar

-2,509 dengan tingkat

signifikansi 0,043 yang berarti NPL berpengaruh negative dan signifikan terhadap penyalran kredit modal kerja, sedang untuk ROA diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,991 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang berarti ROA berpengaruh positif dan signifikan.

5. Burcu Aydın (2008)

Banking Structure and Credit Growth in Central and Eastern European Countries

Credit Growth, CEE, Foreign Banks, Parent Banks, Panel Data

Panel data Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara CEE tergantung pada bank asing, dan bank-bank asing tergantung pada dana antar bank. Pinjaman oleh bank asing tampaknya didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan marjin suku bunga. Pinjaman ini muncul tergantung pada kondisi ekonomi tetapi tidak keuangan di negara asal bank asing

6. Ralph de Haas and Iman van Lelyveld (2005) Foreign Banks and Credit Stability in Central and Eastern Europe

Bank asing, ekonomi transisi, pertumbuhan kredit, stabilitas keuangan

Regresi Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank asing telah berkontribusi terhadap stabilitas kredit dalam CEE dengan menjaga pasokan kredit selama masa krisis.


(42)

41

X

1

X

2

X

3

Y

Z

e1

e2 pyx1

pyx2

pyx3

pzy

pzx3 pzx2 pzx1

rx2x3 rx1x2

rx1x3

M. Paradigma Penelitian

Apabila dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka dapat digambarkan sebuah konstruk dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai berikut:

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian

Keterangan:

X1 = CAR Z = Kredit Investasi

X2 = NPL

X3 = LDR


(43)

42 N. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang telah diolah.

Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur. Hal ini dikarenakan analisis jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.

Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti merupakan bank Persero. Variabel yang diteliti adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Assets (ROA) dan Kredit Investasi . Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio

(LDR). Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah Return On Assets (ROA) dan Kredit Investasi.

Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia. Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan struktur persamaan linier dari paradigma penelitian yang telah dibentuk


(44)

43 berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data diolah dengan menggunakan

Software AMOS 17. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan anatara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah melakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Hubungan Langsung dan Tidak Langsung Interpretasi

Uji Kesuaian Model Pengujian Hipotesa

Analisis Jalur KI (Z) Laporan BI Bank Persero

ROA (Y) CAR

(X1)

NPL (X2)

LDR (X3)


(45)

44 O. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA secara parsial dan simultan.

Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap ROA secara parsial dan simultan.

2. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi dan variabel intervening ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi secara parsial dan simultan.

Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi dan variabel intervening ROA berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi secara parsial dan simultan.

3. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel

intervening ROA.

Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi baik secara lansung maupun tidak langsung melalui variabel intervening


(46)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena dalam penelitian ini peneliti akan menghitung seberapa besar pengaruh

Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Return on Assets (ROA) serta dampaknya pada Kredit Investasi. Penelitian ini dilakukan pada Bank Persero periode Bulan Januari tahun 2004 hingga Bulan Juli tahun 2010. Pengumpulan data dilakukan, baik melalui observasi terhadap dokumen atau laporan instansi terkait maupun hasil-hasil publikasi, lalu dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan sebelum analisis.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Judgement Sampling dalam menentukan sampel. Metode Judgement sampling atau

purposive pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. (Abdul Hamid, 2007 : 29). Penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

1. Bank Persero yang terdiri dari. a. Bank Negara Indonesia (BNI)


(47)

46 b. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

c. Bank Tabungan Negara (BTN) d. Bank Mandiri

2. Tersedia laporan keuangan tahunan selama periode penelitian yaitu dari tahun 2004 - juli 2010.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar Bank Persero, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut meliputi laporan keuangan Bank Persero yang dipublikasikan di BI.

2. Library Research

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literature yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun. Penulis melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian.


(48)

47 3. Pencarian melalui Internet (Internet Research)

Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atai pinjam diperpustakaan tertinggal beberapa waktu atau tidak up to date, karena ilmu yang selalu berkembang, penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang berkembang, yaitu dengan internet sehingga data yang diperoleh up to date. Situs yang dikunjungi antara lain : www.bi.go.id, www.google.com, dan lain-lain.

D. Metode Analisis

Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika yaitu Sewaal Wright. Model path analisis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).

Menurut Riduan dan Engkos (2008) dalam bukunya yang berjudul Cara menggunakan dan memakai Analisis Jalur mengatakan, model path

analisis jalur digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).

Menurut Sambas (2007;221) analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewaal Wright pada tahun 1934 yang bertujuan untuk menerangkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variabel,


(49)

48 sebagai variabel penyebab terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat.

Menurut Sugiyono (2007;297) analisis jalur merupakan pengembangan dari analisis regresi, sehingga analisis regresi dapat dikatakan sebagai bentuk khusus dari analisis jalur (regression is special case of path analysis). Analisis jalur digunakan untuk melukiskan dan menguji model hubungan antara variabel yang berbentuk sebab akibat (bukan hubungan interaktif). Dengan demikian dalam model hubungan antar variabel tersebut variabel Eksogen (Exegonous), dan variabel dependen yang disebut variabel Endogen (Endogenous).

Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih model yang dibandingkan oleh si peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai goodness of fit. (Imam Ghozali, 2008:21).

Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi berganda dan bivariat. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan


(50)

49 X1

X2

X3

Y

e1

langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan hubungan langsung dan tidak langsung. (Imam Ghozali, 2008:93).

Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh 2 (dua) substruktur linier sebagai berikut:

Substruktur I :

Gambar 3.1

Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y

Y = YX1 + YX2 + YX3 +

ε

1

Keterangan :

Y = ROA

X1 = CAR

X2 = NPL

X3 = LDR


(51)

50 X1

X2 X3

Y Z

e1

e2 Substruktur II :

Gambar 3.2

Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan YPada Z

Z = ZX1 + ZX2 + ZX3 + ZY+

ε

2

Keterangan :

Z = Kredit Investasi

Y = ROA

X1 = CAR

X2 = NPL

X3 = LDR

ε

2 = Residual Error

Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut

Substruktur I : Y = YX1 + YX2 + YX3 +

ε

1

Substruktur II : Z = ZX1 + ZX2 + ZX3 + ZY+

ε

2

Hair et. al (1998) dalam Imam Ghozali (2008:61) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 (tujuh) langkah yaitu:


(52)

51 Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam model merupakan dedukasi dari teori.

Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural

Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun

measurement model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest.

Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariate

lainnya, PATH hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian atau matrik korelasi. Data mentah observasi individu dapat dimasukkan dalam program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data


(53)

52 Teknik estimasi model persamaan struktural pada awalnya dilakukan dengan

ordinary least square (OLS) regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh Maximum Likelihood Estimation (ML) yang lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti

Weight Least Square (WLS), Generalized Least Square (GLS) dan

Asymptotivally Distribution Free (ADF).

Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural

Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi: (1) adanya nilai standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien, (2) ketidakmampuan program untuk invert information matrix, (3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif , (4) adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien estimasi.

Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit

Salah satu tujuan dari Analisis Jalur adalah menentukan apakah model


(54)

53 apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari:

1. Absolute Fit Measure

Absolute fit measure mengukur model fit secara keseluruhan (baik model struktural maupun model pengukuran secara bersamaan).

a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic

Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chi-square ( 2

χ ). Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini akan menghasilkan probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi (

α

) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan (p ≥ 0.05) karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi.

b. CMIN/DF

Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Imam Ghozali (2008) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit.


(55)

54 c. Goodness of Fit Index (GFI)

Goodness of Fit Index (GFI) dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbon (1984) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di atas 90% sebagai ukuran good fit.

d. Root Mean Square Erorrs of Approximation (RMSEA)

Root mean square error of approximination (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan

statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfitmatori atau competing model strategy dengan jumlah sampel besar.

2. Incremental Fit Measures

Incremental fit measures membandingkan proposed model dengan

baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya.

a. Adjusted Goodness of Fit Indes (AGFI)

Adjusted Goodnbess of Fit Index (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of


(56)

55

freedom untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90.

b. Tucker-Lewis Index (TLI)

Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index

(NNFI). Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony kedalam indeks komparasi antara proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah ≥ 0,90.

c. Normed Fit Index (NFI)

Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara

proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Seperti halnya TLI tidak ada nilai

absolute yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan ≥ 0,90.

3. Parsimony Fit Measures

Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan dasarnya adalah untuk mendiagnosa apakah model fit telah tercapai dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini mirip dengan “adjustment” terhadap nilai R2 didalam multiple regression. Namun demikian karena tidak ada uji statistik yang tersedia maka penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model.


(57)

56 a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)

Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1.0 dengan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony.

b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)

Parsimonious Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik. Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model dengan degree of freedom yang berbeda. Digunakan untuk membandingkan model alternatif sehingga tidak ada nilai yang direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai 0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan


(58)

57 Tabel 3.1

Standar Penilaian Kesesuaian (Fit)

Laporan Statistik

Nilai yang Direkomendasikan Imam Ghozali (2008)

Cut of value Keterangan

Absolut Fit

Probabilitas 2

χ Tidak signifikan (p > 0.05)

Model yang diusulkan cocok/fit dengan data

observasi

2

χ

/df ≤5

< 2

- Ukuran yang reasonable - Ukuran fit

RMSEA

< 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 ≤x≤ 0.08

- good fit - very good fit - outstanding fit

- reasonable fit

GFI > 0.9 good fit

Incremental Fit

AGFI ≥ 0.9 good fit

TLI ≥ 0.9 good fit

NFI ≥ 0.9 good fit

Parsimonious Fit

PNFI 0-1.0 lebih besar lebih baik

PGFI 0-1.0 lebih besar lebih baik

(Sumber : Imam Ghozali, 2008)

Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model

Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka


(59)

58 model tersebut harus di cross-validated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima.

E. Operasional Variabel 1. Variabel Eksogen

a. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Menurut Slamet Riyadi (2003:142) Capital Adequacy Ratio

(CAR) adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimilki oleh bank. CAR memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. CAR memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. CAR merupakan indicator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indikator untuk melihat tingkat efisiensi dan modal bank yang digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar dana bank yang menganggur (idle fund). Ahmad Faishol (2007:153).

CAR = x 100%


(60)

59 Menurut Manurung dan Prathama Rahardja (2004:196), NPL (Non Performing Loan) terbagi menjadi dua, yaitu kredit tak lancar dan kredit macet, kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Sedangkan kredit macet adalah adalah kredit yang sejak kurang lebih 21 bulan diketegorikan diragukan, belum ada pelunasan atau upaya penyelamatan kredit. NPL (Non Performing Loan) atau tingkat kredit macet menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat. NPL juga merupakan faktor yang sangat penting bagi penilaian kinerja perbankan, bahkan hampir semua rasio nilainya dipengaruhi oleh NPL.

(NPL) = X100%

Dikucurkan Yang

Kredit Total

Bermasalah Yang

Kredit

c. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Menurut Perry Warjiyo (2004:26), dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio).


(61)

60 Menurut Slamet Riyadi (2003:146), LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat dihimpun oleh Bank. LDR juga akan menunjukkan tingkat kemampuan Bank dalam menyaluran dana pihak ketiga yang dihimpun oleh Bank yang bersangkutan. Menurut Ahmad Faishol (2007:151) LDR yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bnak. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Maksimal LDR yang diperkenankan oleh Bnak Indonesia adalah sebesar 110%

LDR = x 100%

2. Variabel Endogen a. Kredit

Istilah kredit berasal dari Yunani, yaitu Credere yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa latin Creditum yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau badan yang memberikan kredit (kreditum) percaya bahwa penerimaan (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik itu berupa uang, barang ataupun jasa.


(1)

vii DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank ... 13

B. Perkreditan ... 15

C. Unsur-unsur Kredit ... 16

D. Prinsip-prinsip Perkreditan ... 18

E. Tujuan Kredit ... 22

F. Jenis Kredit ... 24


(2)

viii

H. Capital Adequacy ratio (CAR) ... 29

I. Non Performing Loan (NPL) ... 32

J. Loan to Deposit ratio (LDR) ... 33

K. Return On assets (ROA) ... 34

L. Penelitian Terdahulu………... 36

M. Paradigma Penelitian ... 41

N. Kerangka Pemikiran……… 42

O. Hipotesis ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 45

B. Metode Penentuan Sampel ... 45

C. Metode Pengumpulan Data... 46

D. Metode Analisis ... 47

E. Operasional Variabel Penelitian ... 58

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Objek Penelitian ... 62

B. Penemuan dan Pembahasan ... 68

1. Analisis Deskriptif ... 68

2. Analisis Jalur Pengaruh CAR, NPL, LDR Terhadap ROA dan Dampaknya Pada Kredit Investasi Pada Bank Persero … ... ... 82


(3)

ix

3. Analisis Jalur Setelah Trimming ... 101

C. Interpretasi Hasil ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 116

B. Implikasi ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119


(4)

x

DAFTAR TABEL

2.1 Penelitian Terdahulu ... 38

3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) ... 57

4.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 71

4.2 Non Performing Loan (NPL) ... 74

4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR)... 76

4. 4 Return On Assets (ROA)... 78

4.5 Kredit Investasi ... 81

4.6 Hasil Korelasi antara CAR, NPL, LDR ... 83

4.7 Pengaruh antara CAR, NPL, dan LDR terhadap ROA... 87

4.8 Pengaruh antara CAR, NPL, LDR dan ROA Terhadap Kredit Invesatasi ... 93

4.9 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen ... 98

4.10 Hasil Goodness of Fit Pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap ROA dan Dampaknya pada Kredit Investasi ... 99

4.11 Hasil Goodness of Fit Setelah Modifikasi ... …… ... 100

4.12 Hasil Perhitungan Pengaruh antar Variabel Setelah Trimming .. ... 101

4.13 Hasil Korelasi antara CAR, NPL, dan LDR Setelah Trimming ... 102

4.14 Hasil Uji Pengaruh antara CAR, NPL, LDR terhadap ROA ... 103

4.15 Hasil Uji Pengaruh CAR, NPL, dan LDR terhadap KI ... 104

4.16 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming ... ... 108


(5)

xi Pengaruh Langsung dantidak langsung,

dan Pengaruh Total tentang Pengaruh antara CAR (X1),

NPL (X2), dan LDR (X3) Terhadap ROA(Y)


(6)

xii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Arus Modal Investasi ... 28

2.2 Paradigma Penelitian ... 41

2.3 Kerangka Pemikiran ... 43

3.1 Hubungan Kausal X1,X2,X3, Terhadap Y ... 49

3.2 Hubungan Kausal X1,X2,X3, dan Y pada Z ... 50

4.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 72

4.2 Non Performing Loan (NPL) ... 75

4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR)... 77

4.4 Return On Assets (ROA)... ... 79

4.5 Kredit Investasi……….. ... 82

4.6 Diagram Jalur Hasil Perhitungan ... 83

4.7 Diagram Jalur Substruktur I ... 86

4.8 Diagram Jalur Substruktur I I... …… ... 92

4.9 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming ... ... 102

4.10 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming ... 103


Dokumen yang terkait

Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit: Studi Empiris Pada Bank BUMN dan Bank Swasta Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

6 110 108

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio Pada Bank Badan Umum Milik Negara (Persero) Di Indonesia

3 94 97

Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional terhadap Return on Asset Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011

3 85 86

Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Beban Operasi Terhadap Pendapatan Operasi, Net Interest Margin, Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Pada Bank Pembangunan Daerah

1 85 110

Pengaruh Capital Adequwacy Ratio (CAR),Retrn On Asset (ROA), Retrn On Equwacy (ROE), Loan To Deposit Ratio (LDR), Dan Price EarningRatio (PER) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

1 41 115

Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Operational Efficiency Ratio, Financing To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Bank Mega Syariah Indonesia

2 41 105

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Likuiditas Bank Umum di Indonesia

15 377 117

Pengaruh Beban Operasional Pendapatan Operasional, Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio, Net Interest Margin Dan Bank Size Terhadap Return On Asset Pada Bank Bumn Go Public Di Bursa Efek Indonesia

0 54 99

Analisis Pengaruh Retum oh Assets (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Penyaluran Kredit (Studi kasus pada Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)

0 4 128

Analisis pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), Loan Deposit Ratio (LDR) dan non performing loan (NPL) terhadap tingkat suku bunga deposito berjangka tiga bulan: studi kasus pada Bank Persero di Indonesia Tahun 2004 - 2012

0 6 100