Pada penelitian ini media yang digunakan adalah media pupuk modifikasi teknis MT. Harga pupuk komersial pupuk Walne yang mahal menjadi dasar
penggunaan pupuk MT. Komposisi pupuk MT disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan Spirulina platensis. Kurniasih 2001 menyatakan bahwa Spirulina
platensis membutuhkan makronutrien N, P, S, K, Si dan Ca dan mikronutrien Fe, Mo, Cu, Ca, Mn, Zn dan Co yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih kecil tetapi
harus ada dalam budidaya. Komponen makro dan mikronutrien ini memiliki peranan dalam pertumbuhan Spirulina platensis. Unsur C dan N dalam media berperan
penting dalam pembentukan protein dan lemak pada Spirulina Widianingsih et al. 2008. Nitrogen dan fosfor sangat berperan sebagai penyusun senyawa protein dalam
sel yang berkaitan dengan sintesis protein termasuk klorofil-a dan pigmen lainnya Chrismadha et al. 2006. Unsur Cu, Mn, Zn dan Fe dimanfaatkan sebagai kofaktor
logam untuk aktivitas enzim superoksidase dismutase SOD pada pertumbuhan S. platensis. Panji et al. 2005. Ethylenediaminetetraacetic Acid EDTA pada media
dimanfaatkan sebagai chelator agar mikronutrien tetap larut di dalam media Kurniasih 2001.
Spirulina platensis merupakan mikroalga yang tidak memiliki heterosis, sehingga spesies ini tidak mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Pemenuhan
kebutuhan nitrogennya sangat bergantung pada ketersediaannya dalam medium. Selain itu, menurut Andersen 2005, mikroalga juga membutuhkan mikronutrien
organik berupa unsur vitamin yang menunjang pertumbuhannya, antara lain cobalamin B
12
, thiamin B
1
dan biotin.
4.2 Fikosianin Spirulina platensis
Fikosianin adalah pigmen yang paling banyak pada alga hijau biru dan 20 dari berat kering alga. Fikosianin adalah pigmen dominan pada Spirulina Richmond
1988. Nilai optical density OD dari biomassa Spirulina platensis dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai optical density OD tertinggi untuk ekstraksi fikosianin diperoleh dari
ekstraksi yang menggunakan vortex, yaitu 1,013 λ=615 nm dan 0,463 λ=652 nm.
Berdasarkan hasil tersebut, penentuan kadar fikosianin untuk tahap penelitian
selanjutnya menggunakan metode ekstraksi penggunaan vortex Bennet dan Bogoard 1973 diacu dalam Silveira et al. 2007.
Tabel 4 Nilai optical density OD Spirulina platensis dengan metode yang berbeda Metode
λ = 615 nm λ = 652 nm
Yield gram Oven
0,225 0,191
0,25
Vortex 1,013
0,463 0,04
Shaker 0,751
0,344 0,04
Pelarut yang digunakan adalah bufer fosfat. Menurut Arlyza 2005, biomassa sel dari Spirulina platensis akan jauh lebih mudah larut dalam pelarut polar, seperti
pada air dan larutan penyangga bufer terutama bufer fosfat bila dibandingkan dengan pelarut kurang polar seperti aseton dan kloroform.
Hasil ekstraksi fikosianin yang diperoleh dari sampel umur 12 dan 16 hari adalah 0,137 mgmL dan 0,140 mgmL. Berdasarkan hasil ekstraksi yang diperoleh,
biomassa Spirulina platensis dengan umur panen 12 dan 16 hari memberikan nilai yang hampir sama. Namun, hasil biomassa Spirulina platensis dengan umur panen 16
hari lebih tinggi dari pada umur panen 12 hari. Hal ini diduga bahwa jumlah kepadatan Spirulina platensis dipengaruhi oleh jumlah suplai nitrogen yang
dikonsumsinya dan berbanding lurus terhadap jumlah fikosianin yang terkandung di dalam biomassa sel. Arlyza 2005 menyatakan bahwa kekurangan atau penurunan
nitrogen dapat menyebabkan tingkat selektif yang rendah pada kandungan fikosianin dalam fikobiliprotein. Faktor lain yang juga mempengaruhi kadar fikosianin biomassa
adalah intensitas cahaya dan lama penyinaran. Hasil penelitian Chrismadha et al. 2006 menunjukkan bahwa kandungan nitrogen dan fosfor pada media memberikan
pengaruh terhadap produktivitas fikosianin dengan kandungan fikosianin yang dicapai pada konsentrasi nitrogen 22,5 mM yaitu 1,2 berat kering dan konsentrasi
fosfor 360 mM yaitu 1,1 berat kering.
4.3 Hasil Analisis Inhibisi Enzim α-Glukosidase Spirulina platensis